Sambutan Presiden pada Sidang Terbuka Senat Akademik Dies Natalis ke-46 Universitas Sebelas Maret (UNS)

 
bagikan berita ke :

Jumat, 11 Maret 2022
Di baca 957 kali

Gedung UNS Tower Ki Hadjar Dewantara, Universitas Sebelas Maret, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati, para Menteri Kabinet Indonesia Maju;
Yang saya hormati, Gubernur Provinsi Jawa Tengah;
Yang saya hormati, Pimpinan dan Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Sebelas Maret (UNS);
Yang saya hormati, Bapak Rektor beserta seluruh jajaran Rektorat UNS;
Yang saya hormati, Pimpinan dan Anggota Dewan Profesor UNS, seluruh civitas akademika UNS;
Bapak, Ibu, Hadirin, Undangan yang berbahagia.

Pertama-tama, kepada Keluarga Besar Universitas Sebelas Maret, saya mengucapkan selamat dies natalis yang ke-46 dan terima kasih telah berperan sangat signifikan dalam pembangunan dan kemajuan masyarakat di Surakarta, di Jawa Tengah, dan di Indonesia dengan terus berinovasi dan bertransformasi, saya yakin UNS akan makin sukses mengemban mandatnya, berkontribusi untuk Indonesia Maju yang kita cita-citakan.

Hadirin dan Undangan yang berbahagia,
Tadi Ibu Menteri Keuangan sudah memberikan gambaran betapa sulitnya situasi saat ini, betapa tidak gampangnya mengelola APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), mengelola keuangan dalam situasi yang sangat extraordinary ini. Dan kita tahu bahwa dunia sekarang ini pada situasi yang tidak mudah, situasi yang tidak gampang. Semua negara merasakan. Semua negara, bukan hanya negara kita. Sulit, sangat sulit.

Kita dihadapkan sebelumnya pada disrupsi kronis akibat Revolusi Industri 4.0 dan semua negara tergagap-gagap, dihantam lagi oleh disrupsi akut karena pandemi (Covid-19) yang tidak kita duga-duga. Tambah pusing kita semuanya. Semua negara tambah pusing semuanya. Pusingnya belum reda, tambah lagi ada perang. Sudah bertubi-tubi. Betapa sekali lagi, pengelolaan tadi yang disampaikan oleh Ibu Menteri Keuangan, betapa sangat sulitnya. Ekonomi betapa sangat sulitnya. Tetapi, alhamdulillah, kita bisa menjalaninya, mengelola keuangan, mengendalikan Covid-19 dengan baik kalau dibandingkan dengan negara-negara lain. Artinya apa? Masa depan global makin penuh dengan ketidakpastian.

Dua hari yang lalu, Kanselir Jerman Olaf Scholz, telepon kepada saya, berbicara banyak, ya kira-kira tadi yang saya sampaikan, suasananya. Kemarin telepon lagi, siang, juga Perdana Menteri (Fumio) Kishida dari Jepang, menyampaikan hal yang sama. Pandemi (Covid-19) yang belum rampung kemudian ada tambahan perang sehingga semuanya menjadi sulit diprediksi, sangat sulit diprediksi. Hal-hal yang dulu tidak kita perkirakan, semuanya muncul semuanya.

Kelangkaan energi, sekarang semua negara mengalami. Tambah perang, harga naik, lipat. Kita tahu, (tahun) 2020, minyak harganya hanya kira-kira US$60-an, US$60 per barel, hari ini kira-kira US$115 (per barel), itu pun sebelumnya, minggu yang lalu, sudah di angka US$130 (per barel), dua kali lipat. Semua negara, harga jualnya ke masyarakat sudah naik juga. Kita di sini masih nahan-nahan. Bu Menteri (Keuangan) saya tanya, “Gimana, Bu? Tahannya sampai berapa hari ini?”. Kita nahan-nahan terus. Kelangkaan energi, satu.

Juga beberapa negara sudah mulai terjadi kelangkaan pangan. Food price, harga pangan dunia, naik semuanya. Gandum naik, kita kena imbas, kedelai dunia naik. Tambah perang ini, gandum karena hampir 20 persen lebih gandum itu dari Ukraina dan Rusia, naik sangat drastis. Kalau dilihat angka-angka, waduh, di Rusia naik 12 persen, Amerika naik 6,9 persen, Turki 55 persen. Alhamdulillah kita masih di angka 3 (persen) tapi sampai kapan kita bisa menahan seperti ini?

Kelangkaan kontainer. Lo, kalau keadaan normal, kontainer itu cari berapa pun, gampang banget. Sekarang, karena tadi disrupsi tadi, menjadi langka, akhirnya apa? Harga kontainer naik berlipat-lipat. Dulu naik dua kali (lipat), naik tiga kali (lipat), naik empat kali (lipat), naik lima kali (lipat). Artinya apa? Barang-barang logistik, sampai ke konsumen pun, karena terbebani oleh harga kontainer yang naik, menjadi juga dibeli lebih mahal. Efeknya ke mana-mana. Kemudian yang terjadi adalah kenaikan inflasi. Ini yang hati-hati mengelola ekonomi saat ini.

Ekonomi makronya dikelola tapi mikronya tidak diperhatikan, bisa buyar. Artinya apa? Kerja sekarang ini harus kerja detail. Kalau enggak detail, enggak akan menyelesaikan masalah. Untungnya inflasi negara kita masih terkendali dengan baik, masih 2,2 (persen). Coba lihat di Turki, 48,7 (persen). Di Amerika yang biasanya (inflasi) di bawah 1 persen, sekarang sudah di 7,5 persen. India (inflasi) sudah 6 persen. Rusia (inflasi) sudah 8,7 (persen) tapi enggak tahu hari-hari ini. Situasi seperti ini, dunia. Kuncinya, menurut saya, kuncinya adalah kecepatan berubah dan bisa memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Ini yang akan kita lakukan. Oleh sebab itu, perlu stabilitas.

Yang kita lakukan, transformasi ekonomi. Dalam posisi seperti ini, keberanian mentransformasi ekonomi ini akan memberikan manfaat dan memberikan peluang jangka panjang kita akan menjadi lebih baik. Sudah sering saya sampaikan, karena kita sudah bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun, beratus tahun, kita selalu ekspor yang namanya bahan mentah. Sejak VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) lo, kita ini, mengekspor bahan mentah, sampai sekarang masih kita ekspor bahan mentah. Tidak, kita tidak mendapatkan nilai tambah, tidak mendapatkan added value apa pun. Tapi sejak (tahun) 2020, sudah saya sampaikan kepada seluruh menteri, satu-satu harus kita setop. Nikel, setop. Tidak ada lagi yang namanya ekspor bahan mentah nikel, raw material enggak ada lagi diekspor, nikel setop.

Apa yang terjadi? Tujuh tahun yang lalu, kita ekspor nikel bahan mentah kira-kira US$1 sampai 1,5 miliar, berarti kira-kira Rp15 sampai 20 triliun. Karena kita setop dan muncul yang namanya industrial downstreaming, hilirisasi, industrialisasi, (tahun) 2021 kemarin, ekspor kita karena sudah ada bentuk setengah jadi dan jadi, menjadi US$20,8 miliar. Artinya, dari Rp15 triliun melompat kepada kurang-lebih Rp300 triliun. Baru satu barang yang namanya nikel. Padahal kita memiliki bauksit untuk alumina, tembaga, timah, emas, dan komoditas-komoditas perkebunan dan pertanian.

Betapa kalau ini satu per satu kita memiliki keberanian untuk bilang setop, munculnya angka-angka yang tadi saya sampaikan. Membuka lapangan kerja, itu yang paling penting. Yang kedua, Bu Menteri Keuangan bisa pungut pajaknya, PPh-nya ambil, PPN-nya ambil lebih gede, bea ekspor, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), dapat semuanya. Tapi, begitu kita bilang setop nikel, setop ekspor bahan mentah nikel, ya kita digugat sama Uni Eropa, belum rampung sampai sekarang. Enggak apa-apa. Ini belum rampung, saya sudah perintah lagi, bauksit tahun ini setop. Biar digugat lagi.

Bauksit setop, tahun depan setop lagi tembaga atau timahnya, biar digugat lagi. Enggak apa-apa digugatin terus. Belum tentu kita kalah tapi belum tentu juga kita menang. Tapi keberanian itu harus kita lakukan. Kalau kita enggak pernah mencoba, kita enggak akan tahu, kita menang atau kalah, kita benar atau enggak benar. Tapi yang ini benar, setop (ekspor bahan mentah) itu benar. Kita tahu karena dari Rp15 triliun melompat menjadi Rp300 triliun.

Apa yang terjadi kalau (ekspor bahan mentah) ini kita setop semuanya? Investasi di dalam negeri akan naik tinggi sekali, yang dari luar masuk juga ada capital inflow yang itu juga akan memunculkan nilai tambah yang luar biasa. Dan barang-barang seperti lithium batteryiVi battery, kendaraan listrik, nanti sodium ion, semikonduktor, semuanya akan diproduksi di dalam negeri karena bahan bakunya kita setop.

Saya sampaikan saat G20 di Italia, Indonesia ini tidak tertutup, kita ini terbuka tapi industrinya jangan di tempatmu terus, dong, separuh bawa di Indonesia atau semuanya bawa di Indonesia, kita terbuka. Bisa kamu kerja sama dengan BUMN kita, bisa kamu kerja sama dengan swasta kita, atau kamu sendirian juga enggak apa-apa tapi di Indonesia. Enak banget, kita setorin mereka bahan bakunya, nilai tambahnya bisa 14 kali sampai 20 kali lipat dari kalau kita hanya setor (raw) material, enak banget. Pajak mereka yang dapat, pembukaan lapangan pekerjaan mereka yang dapat, lah, terus kita dapat apa? Ya, kita ditakut-takuti terus, “Tak gugat di WTO, tak gugat di WTO”, “Gugatlah”.

Yang kedua, hilirisasi yang kedua, ekonomi hijau. Kekuatan kita ada di sini juga. Oleh sebab itu, harus kita bawa ke arah ekonomi hijau karena kekuatan kita ada di sini, karena energi hijau kita memiliki potensi yang juga tidak sedikit. Hydropower dari 4.400 sungai yang kita miliki, geotermal 29.000 megawatt (MW) di mana-mana ada, angin kita punya, panas matahari kita ada, arus gelombang bawah laut kita punya, panas permukaan laut kita memiliki. Sehingga produk yang dihasilkan nanti adalah produk-produk hijau dari Indonesia yang memiliki nilai tambah yang lebih besar.

Untuk menuju ke sini, apa yang harus kita siapkan? Yang kita ini harus habis-habisan dan secepat-cepatnya melakukan. SDM (sumber daya manusia). Pengembangan SDM harus berubah dan harus cepat berubahnya. Hati-hati, saya ingin mengingatkan kepada UNS. UNS sekarang ini sudah menjadi kapal besar. Lah, kapal besar ini, kalau mau mengubah itu juga pelan-pelan. Padahal yang dibutuhkan adalah kecepatan. Kalau kapalnya masih kecil, belok langsung, gampang banget.

Mahasiswa berapa, Pak Rektor, sekarang? Empat puluh ribu (mahasiswa), ini sudah kapal induk. Gede banget, 40.000 (mahasiswa) itu gede banget. Hati-hati, kapal besar ini hati-hati. Bisa tidak lincah, lo, tapi juga bisa lincah. Tergantung nakhodanya. Karena seperti yang tadi saya sampaikan, seluruh organisasi, termasuk lembaga pendidikan tinggi, termasuk universitas, harus lincah, harus cepat belajar dengan perubahan-perubahan yang ada, harus updated, harus. Tapi hati-hati tadi, kapal besar. Karena dunia berubah begitu sangat cepatnya. Ilmu pengetahuan juga berkembang sangat cepat sekali. Saya kadang-kadang enggak ngerti betul, muncul ini, ini, apa sih, barang ini? Muncul yang barang apa lagi, muncul lagi, muncul lagi, muncul lagi.

Sekali lagi, ilmu pengetahuan berkembang sangat cepat dan harus diikuti dengan program pendidikan yang dinamis, yang cepat risetnya dan risetnya juga harus cepat berubah, sesuai dengan tantangan zaman yang ada. Kita ini berkejaran. Saya membayangkan, kita ini hanya punya waktu urusan SDM untuk mengejar, itu hanya punya waktu dua tahun. Kita berani berubah ndak, dalam dua tahun ini. Kalau ndak, nanti di dalam bonus demografi (tahun) 2030-2035, habis kita kalau kita enggak cepat berubah. Saya sudah berhitung, saya sudah berkalkulasi dengan para menteri kita, kita hanya punya kesempatan berubah ini, dua tahun ini. Karena muncul bonus demografinya nanti di (tahun) 2030-2035.

SDM digital, digital talent, harus karena semua sekarang ini kejar-kejaran, semua negara ke sini. Digital talent ini penting, AI (artificial intelligence)cloud computingdigital designdigital marketingblockchain, semuanya. Barang ini apa, barang ini, harus kita miliki SDM-SDM itu. Sehingga saya sangat setuju, yang sering disampaikan oleh Mendikbud, (program) Kampus Merdeka. Mahasiswa bisa belajar di mana saja, kapan saja, dengan siapa saja, kampus yang mengarahkan. Saya senang mahasiswa sekarang bisa belajar di industri satu semester. Artinya apa? Industri menjadi bagian dari universitas. Ada (program) Matching Fund yang dibiayai oleh kementerian (Kemendikbud), ada target 10.000 praktisi dari industri yang ditarik ke kampus, ini nanti akan men-trigger perubahan-perubahan itu.

Sekali lagi, kalau ini tidak kita lakukan dalam dua tahun ini, saya membayangkan di (tahun) 2030-2035, berat. Kita akan berat. Sehingga, saya minta yang namanya program studi, program studi sekarang ini mungkin hanya relevan lima tahun, lo. Hati-hati dengan kecepatan perubahan zaman seperti ini. Wong, sekarang masih banyak yang sudah 20 tahun, 30 tahun, enggak berubah. Bisa saja sebuah ilmu relevan untuk semester ini, semester depan sudah enggak relevan lagi, bisa karena perubahan-perubahan yang cepat tadi. Pembubaran program studi, sulit. Sulit. Saya sudah mendengar dari beberapa universitas, sulit. Saya belum mendengar dari UNS. Pembentukan program studi juga sulit. Padahal setahu saya, kewenangannya sudah didelegasikan kepada perguruan tinggi BHMN (Badan Hukum Milik Negara), betul, Pak Rektor? Sudah didelegasikan, lo, jangan nyalah-nyalahin lagi kementerian.

Pusat studi yang ada di kampus-kampus, hati-hati. Saya sekarang memang, ya memang harus bekerja, harus detail. Kalau kita enggak detail kita enggak ngerti-ngerti. Pusat studi, saya dengar juga demikian dan yang saya tahu, juga demikian. Yang lama tidak dibubarkan, yang sudah jadul tidak dibubarkan, yang baru juga enggak dibentuk. Ini tantangan-tantangan kita dalam rangka SDM, menyiapkan SDM Indonesia.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, selamat dies natalis ke-46.

Terima kasih, saya tutup.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.