ACARA SANTAP SIANG DENGAN TOKOH PEREMPUAN, DI ISTANA MERDEKA, JAKARTA, 19 APRIL 2008

 
bagikan berita ke :

Sabtu, 19 April 2008
Di baca 1203 kali

SAMBUTAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA ACARA SANTAP SIANG DENGAN TOKOH PEREMPUAN
DI ISTANA MERDEKA, JAKARTA
TANGGAL 19 APRIL 2008

 

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

 

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua.

 

Yang saya hormati para Menteri Koordinator, Menteri Pemberdayaan Perempuan, dan para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Ibu Negara, dan para anggota Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu, Ibu Rahmawati Soekarno Putri sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Ibu Gubernur Banten, yang saya muliakan, para tokoh wanita, tokoh perempuan pada tingkat nasional yang juga datang dari berbagai daerah di seluruh tanah air.

 

Pada kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini, saya mengajak Ibu-ibu sekalian untuk memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Subhaanahu wa Ta’aala, atas rahmat dan ridho-Nya kepada kita masih diberi kesempatan, kekuatan, dan semoga kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita serta tugas dan pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa dan negara tercinta.

 

Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Ibu-ibu sekalian yang berkenan hadir memenuhi undangan saya untuk dapat bertemu, bertatap muka, dan insya Allah nanti bersantap siang bersama di Istana Merdeka ini. Sejak sebulan yang lalu, atas saran dan pikiran dari banyak teman, hari Jumat saya mengundang para tokoh pada tingkat pusat maupun dari daerah untuk bisa bertemu dan bersilaturahim dengan saya dan para menteri terkait. Ini yang keempat kali, yang pertama, yang saya undang adalah pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Setelah itu, saya mengundang para pimpinan dunia perbankan, baik bank usaha milik negara, bank-bank milik negara, maupun swasta. Setelah itu, minggu lalu, saya mengundang para asosiasi profesi di sektor pertanian yang berprestasi yang sekarang juga sedang menjalankan tugas untuk meningkatkan produksi pangan. Utamanya, beliau-beliau yang bergerak di usaha padi atau beras, usaha kedelai, dan usaha jagung. Kemudian, ini yang keempat kalinya, ibu-ibu sekalian.

 

Rangkaiannya biasanya kita sholat berjamaah, sholat Jumat di masjid Baiturrahim di sebelah sana. Kemudian, kita lanjutkan di ruangan ini, dan kemudian ada acara ramah-tamah, termasuk santap siang bersama dalam suasana yang saya harapkan lebih akrab, lebih rileks dengan penuh persaudaraan. Bagi yang jarang berkunjung ke Istana, ini adalah, ini adalah Istana Merdeka yang di sebelah sana adalah Istana Negara. Istana Merdeka dibangun, kemudian 70 tahun setelah itu, setelah Istana Negara dibangun, presiden pertama kali, presiden pertama kita Bung Karno tinggal di Istana Merdeka, Gus Dur pernah tinggal di Istana Merdeka. Kemudian, Pak Harto tidak tinggal di sini, Pak Habibie tidak tinggal di sini, dan juga Gus Dur juga tidak, Ibu Mega juga tidak. O, Gus Dur di sini, saya ulangi Gus Dur di sini. Yang tidak Pak Harto, Pak Habibie, dan Ibu Megawati. Tahun pertama saya tinggal di sini. Tetapi karena istana ini sudah lama tidak direnovasi, kurang aman, sehingga kita perlukan waktu 1 tahun lebih untuk memperbaiki Istana terutama pada plafon, atap, dan beberapa dinding. Kemudian saya hijrah ke Istana Negara, sampai sekarang. Di Istana Merdeka inilah kita menerima kunjungan tamu negara, di ruangan ini kita melaksanakan pertemuan bilateral, dan juga saya menerima credential dari para duta besar, termasuk yang di depan sana, di samping, kita gunakan untuk peringatan detik-detik proklamasi, setiap tanggal 17 Agustus, juga kita gunakan untuk acara penyambutan kunjungan kepala negara dan kepala pemerintahan.

 

Ibu-ibu, Bapak-bapak, hadirin yang saya muliakan,

 

Ini kesempatan yang baik. Saya bisa menyampaikan pandangan, ajakan, dan harapan saya kepada Ibu-ibu sekalian selaku tokoh nasional, tokoh perempuan. Namun, sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas apa yang dikontribusikan oleh Ibu-ibu dalam rangka memecahkan permasalahan yang kita hadapi, dalam rangka mengembangkan berbagai sektor kehidupan di negara ini, dalam rangka ikut menyukseskan pembangunan di berbagai sektor dan kontribusi yang lain. Kontribusi Ibu-ibu melewati asosiasi, profesi, dan peran apa pun. Itu menjadi peran penting dari perjalanan bangsa kita dari sejarah yang diukir oleh kita semua. Oleh karena itu, atas nama negara dan pemerintah, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya.

 

Saya akan memulai sambutan saya ini Ibu-ibu, dengan mengajak Ibu-ibu, Bapak-bapak, kita semua, untuk, saya mengutip istilah yang digunakan oleh Gede Prama, yaitu evolusi jiwa, dari jiwa yang gelap menjadi jiwa yang terang. Kalau kita hidup dalam kegelapan, jiwa-jiwa yang gelap, maka kita tidak akan kemana-mana dan kita juga tidak menjadi siapa-siapa karena yang terpikir, karena kegelapan itu, putus asa, mengeluh, menyerah, menyalahkan yang lain, menganggap negara lain itu bagus, negara kita kok jelek bener, saling menghujat, memfitnah, dan tidak ada habis-habisnya, yang tidak ada satu pun yang membawa manfaat. Berpikir pun berpikir yang negatif, sikap pun, sikap yang pesimis, jiwa yang terang, kebalikan dari jiwa yang gelap tadi juga meniscayakan kita untuk berpikir positif dan bersikap optimis. Saya yakin Ibu-ibu sekalian, insya Allah bersama kita-kita semua, Bapak-bapaknya, ini berjiwa terang, tidak berjiwa gelap. Dan mari kita terangi yang lain-lain pula, ajak saudara-saudara kita yang lain untuk berjiwa terang, berpikir positif, dan bersikap optimis. Persoalan akan selalu ada, negara mana pun, bangsa mana pun menghadapi tantangan, persoalan, dan ujiannya sendiri-sendiri. Dalam sejarah perjuangan bangsa kita, tidak ada satu pun masalah yang tidak bisa kita selesaikan, seberat apa pun. Kadang-kadang mission impossible untuk kita laksanakan menjadi sesuatu yang possible. Oleh karena itu, sebagai tokoh, saya sungguh berharap Ibu-ibu bisa mengajak yang lain untuk terus bersikap optimis, berpikir positif, dan mengajak melakukan apa saja yang bisa kita lakukan.

 

Yang kedua, saya punya harapan yang sangat tinggi kepada kaum ibu, kaum perempuan. Bukan jumlahnya yang separo dari penduduk Indonesia ini, tapi banyak cerita, apalagi abad 21 ini, peran dan kontribusi yang luar biasa dari kaum perempuan, baik pada tingkat global, tingkat nasional, maupun tingkat lokal, berbagai cabang profesi, berbagai cabang atau bidang kehidupan. Tiga hal yang saya harus angkat menyangkut karakter kaum perempuan, karakter ibu, yang karakter ini sangat dahsyat, sangat penting, untuk mengatasi masalah yang dihadapi bangsa kita. Saya ingin meminta tolong, saya memohon, kepada ibu-ibu, dengan karakter yang ada pada ibu-ibu itu kita bisa melakukan banyak hal. Karakter pertama, kaum perempuan itu adalah budaya, culture. Budaya positif yang pertama dari kaum perempuan adalah budaya menanam, tandur kalau bahasa Jawanya itu. Menanam kebajikan, menanam apa pun, yang membawa manfaat bagi anak cucu, bagi keluarga, bagi masyarakat, dan bagi masa depan. Oleh karena itu, saya dukung dan terus disukseskan gerakan kaum perempuan untuk menanam, menghjaukan negeri ini, memelihara, melestarikan lingkungan kita. Banyak kritik yang diberikan kepada kaum perempuan Indonesia. Saya dengar langsung dari berbagai pemimpin dunia, bahkan bisik-bisik. Mereka pun ingin kaum perempuan di negaranya pun melakukan sesuatu sebagaimana yang Ibu-ibu lakukan. Memelopori, mengajaklah untuk menanam, menyelamatkan bumi dari perubahan iklim dan pemanasan global yang sering membawa bencana dan malapetaka. Oleh karena itu, budaya menanam dalam arti yang luas sebagai karakter yang melekat pada Ibu-ibu, saya berharap bisa dipertahankan, dikembangkan, dan diaplikasikan.

 

Yang kedua, budaya hemat. Jarang sekali ibu-ibu yang boros, ibu rumah tangga yang boros. Bahaya kalau gaji suami pas-pasan ibunya boros, begitu. Saya mencatat budaya hemat, bukan pelit, bukan. Budaya hemat ini salah satu karakter dari ibu-ibu. Nah, saya titip nanti ketika kita punya persoalan dengan energi, BBM, listrik, gas. Saya masih melihat bangsa kita ini tidak hemat energi. Sudah susah dengan persoalan global, tambah susah lagi karena kita pandai memboroskan, tidak pandai menghemat. Saya ingin dengan segala kreativitas Ibu-ibu, sekarang dan ke depan, mari kita bangun, peloporilah untuk membangun budaya hemat sebagai pengamalan karakter Ibu-ibu yang memang hemat dalam menggunakan sumber daya.

 

Yang ketiga, ada budaya, saya tanya Pak Sudi Silalahi tadi, bahasa Indonesianya apa? Jawabannya agak panjang. Bagi orang Jawa kenal istilah ubet, budaya ubet. Ubet itu begini. Misalkan suami gajinya Rp 1,5 juta, punya anak 2, ya cukup itu, cukup ubet. Bahkan, di daerah-daerah, nitip jualan kue di warung a, di tempat sana ada penghasilan kecil-kecil, ubet. Oleh karena itu, saya pilih yang lebih dekat itu kreatif sebetulnya. Kreatif, ulet, mencari solusi, tidak menyerah. Tapi itu satu kata ubet. Betul kan Bu Widodo, ubet kan? Leres? Ubet, kreatif. Budaya menanam, budaya hemat, budaya kreatif, ada pada ibu-ibu. Bukan berarti kalau suami itu budaya boros, budaya memotong, kemudian budaya tumpul, bukan. Tetapi, seperti naluri, seperti, apa namanya, kodrat wanita. Hemat, ubet, kemudian serba menanam. Nah, dari cerita saya tadi, evolusi jiwa, berpikir positif, bersikap optimis, dan tiga budaya yang dimiliki Ibu-ibu, saya titip ke depan ini, untuk bersama-sama kami semua masuk dalam wilayah yang sangat penting untuk mengelola, mengatasi, isu-isu yang fundamental sekarang ini. Satu berhubungan dengan climate change, yang kedua berhubungan dengan ketahanan pangan, yang ketiga berhubungan dengan keamanan energi, yang keempat dengan suksesnya pemberdayaan masyarakat lokal yang pemerintah sekarang meluncurkan program, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. (PNPM), pake mandiri, PNPM Mandiri, karena harapannya di kemudian hari masyarakat lokal, komunitas lokal itu bisa mandiri sehingga akan menjadi cell generating community, cell developing community. Itu yang kita harapkan.

 

Dan yang terakhir, semoga, saya titip untuk kesejahteraan yang paling hakiki, yang suka disebut dengan the quality of life of the people sering diukur dengan Human Development Index. Apa itu? Ya, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan, dan pendapatan, atau income yang saya wujudkan dalam usaha kecil dan usaha menengah. Jika tiga karakter yang positif tadi dengan jiwa yang terang, optimis, dan positif tadi diklopkan dengan lima isu besar yang kita hadapi, dengan kekuatan Ibu-ibu menjadi satu critical mass, saya yakin 3 tahun lagi, 6 tahun lagi, 10 tahun lagi, 15 tahun lagi, negara kita akan berubah, for the better, yakin kita. Oleh karena itu, jangan sia-siakan peluang yang ada di negara kita ini untuk sama-sama kita bangun. Izinkan saya, yang terakhir, untuk mengelaborasi secara ringkas lima hal tadi yang saya titip. Saya berharap, saya mengajak Ibu-ibu, bukan hanya masuk dalam wilayah-wilayah tapi juga menjadi pemimpin, memelopori, menggerakkan, mendinamisasi.

 

Yang pertama, tentang climate change. Alhamdulillah, di Bali kemarin, sejarah mencatat di negeri kita telah lahir satu konsensus yang belum pernah dicapai dalam pertemuan-pertemuan serupa sebelumnya. Ada peristiwa yang menggembirakan, Australia joined the club, Amerika yang selama ini angel betul dan berseberangan dengan kita semua mengatakan joined the consensus. Ini awal dari sebuah kebersamaan pada tingkat global yang tahun ini akan dilanjutkan di Warsawa, Polandia, dan tahun depan akan dilanjutkan di Kopenhagen, Denmark. Saya sudah bertemu dengan Sekjen PBB, Ban Ki Moon. Bahkan bulan lalu di samping telpon-telpon beliau yang ingin betul sukses, oleh karena itu-lah kita yang sekarang membangun yang namanya 3+2, jadi Presiden Indonesia, Presiden Polandia, Perdana Menteri Denmark, Sekjen PBB, dan namanya Chief Executive UNFCCC yaitu Even Debour yang pada saat konferensi di Denpasar, sebelah menyebelah dengan Pak Rahmat Witoelar. Kami berlima sepakat untuk menyukseskan proses dari Bali ke Warsawa ke Kopenhagen untuk menggantikan Kyoto Protocol yang akan jatuh tempo pada tahun 2012. Tetapi, saya akan lebih nyaman sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Ibu-ibu, ketika Indonesia diletakkan secara terhormat seperti itu. Kita pun bisa menjalankan di negeri sendiri upaya untuk menyelamatkan bumi kita, to deal with climate change to cut global warming. Alasannya nyata. Kalau kita tidak hijaukan kembali negeri kita, kalau tidak kita fungsikan hutan-hutan kita supaya ada carbon capture dan bukan carbon emmisions, maka yang pertama-tama kena dampaknya ya negeri kita, bumi kita. Hutan-hutan yang gundul, illegal logging, dan lain-lain, banjir bandang, gagal panen, rumah hilang, jiwa melayang, ya bangsa kita. Oleh karena itu for the sake of our own interest, kita harus melakukan mulai sekarang. Memang buahnya tidak mungkin tahun depan, tidak juga 2 tahun lagi. Tapi, 5 tahun lagi mungkin berubah, 10 tahun lagi, 15, 20 tahun untuk anak cucu kita.

 

Saya mohon kepeloporan Ibu-ibu terus dilanjutkan, ditunjukkan. Saya pun, kemana pun mesti menanam pohon. Kemarin di Purworejo, kita menghadiri panen, bersama-sama rakyat juga menanam, sekali tanam di wilayah itu 1.000 misalnya. Jadi kalau Ibu, dengan semua profesi, ini kan banyak tokoh, banyak pimpinan, mengajak untuk menanam 1.000, 2.000, 5.000, tidak perlu menunggu Desember. Desember memang akan habis-habisan dan saya mengajak untuk menanam pohon bakau disamping yang hutan-hutan, itu untuk menahan gelombang tsunami. Memang bisa ditahan dengan namanya the break water, tapi mahal. Boleh, yang perlu, ada break water, pemecah gelombang, tapi juga dengan bahan bakau yang sejajar dengan garis pantai. Itu bisa kita lakukan, di samping penanaman untuk penghijauan kembali hutan-hutan kita. Please, dilanjutkan prakarsa dan kepeloporan Ibu-ibu tahun-tahun mendatang, berkaitan dengan penghijauan, menanam, dan memelihara pohon.

 

Yang kedua, pangan. Ibu-ibu, penduduk bumi ini sekarang 6,3 milyar, berbanding lurus, berbanding langsung dengan pangan yang diperlukan. Kemudian, konsumen pangan, yang disebut dengan mereka yang mengkonsumsi lebih banyak lagi, itu di negara-negara berkembang juga meningkat. Itulah yang disebut dengan middle class yang ternyata consume more, dari pangan ini, dibandingkan dengan yang penghasilannya pas-pasan. Tentu dari segi demand akan terus naik. Mari kira lihat dari segi supply. Banyak pertanian yang berhasil, selama ini sih nggak cukup. Tetapi ternyata perubahan iklim ini juga mengganggu output, gagal panen, banjir, kekeringan yang ekstrim, dan lain-lain. Ada juga negara-negara berkembang karena pusing kepalanya memikirkan mahalnya harga minyak bumi, crude oil, mengalihkan sebagian komoditasnya yang tadinya untuk pangan seperti jagung, apa namanya tebu, kedelai sebagian digeser menjadi fuel, bahan bakar minyak. Bahan bakar minyak oleh karena supply berkurang. Ini contoh betapa sudah ada ketidakseimbangan antara supply dengan demand. Ditambah lagi, mismatch ini sendiri sudah mengatrol harga. Ditambah lagi dengan minyak bumi yang mahal, BBM menjadi mahal, ongkos transportasi, baik import pangan atau pun ekspor pangan menjadi lebih mahal. In total, terjadilah inflasi pangan yang kita rasakan hari-hari sekarang ini. Kita tidak boleh menyerah.

 

Saya kemarin malam, di Yogyakarta, mengundang beberapa menteri, dari Kadin dari pimpinan bank, dari semua, saya ajak berbicara. Bagi Indonesia yang kaya sumber daya alam, ini rahmat, ini berkah, bukan musibah. Jika dan hanya jika mulai sekarang kita sadar bahwa sumber daya alam ini harus kita kelola dengan benar, dengan sasaran yang jelas, dengan kontrol yang jelas, dengan cara-cara yang benar untuk kita tingkatkan produksi. Oleh karena itulah, menghadapi gonjang-ganjing ini, menyaksikan di televisi, surat kabar, banyak negara yang sudah mulai mengalami krisis pangan. Filipina itu sudah SOS, atau may day, yang menyimpan pangan langsung dipenjarakan, minta Amerika untuk mendapatkan stok nasionalnya, dan lain-lain. Kita sebenarnya sudah dan tengah melaksanakan stabilisasi harga dengan kebijakan khusus, yang itu juga keluar banyak sekali anggaran kita, bertrilyun-trilyun. Supaya, meskipun kedelai naik, terigu naik, beras naik, semua naik, kita bisa menahan pada batas tertentu untuk tidak terus naik, stabil, insya Allah sebagian bisa kita turunkan. Itu yang kita lakukan.

 

Berbagai insentif kita berikan, ekspor, impor. Beberapa keringanan kita berikan untuk mengurangi harga jual kepada konsumen akhir. Ini kita jalankan, tetapi itu belum cukup, Ibu-ibu. Jangka menengah, jangka panjang tidak cukup hanya policy yang kita lakukan untuk menstabilkan harga. Bagaimana pun produksi pangan kita harus meningkat. Bisakah meningkat? Bisa. Apa yang menjadi tujuan peningkatan? Beras harus berswasembada. Alhamdulillah, tahun lalu sudah aman. Tahun ini mestinya lebih aman lagi, meskipun kita, atau saya, belum mengizinkan untuk ekspor, lebih baik kita cukupkan dulu di dalam negeri. Tahun lalu kita bisa meningkatkan 2 juta, dengan kerja bersama. Insya Allah kalau kita bisa ulangi lagi, kita bisa mempertahankan. Tentu daging ayam sudah swasembada, telur sudah swasembada. Gula, sebetulnya kalau gula, sugar, itu tinggal sedikit, boleh dikatakan aman. Jagung masih beberapa saat lagi, masih kurang sekitar 7-8 % lagi untuk mencapai domestic demand. Kemudian kedelai masih jauh. Kita perlu sekitar 2 juta ton, kita baru mampu 600-700 ribu ton saja. Oleh karena itu, masih harus all out meningkatkan produksi kedelai. Daging sapi masih beberapa saat lagi.

 

Dengan riwayat 10 tahun pembangunan pertanian dengan puncak prestasi beras tahun lalu, 2007, tumbuh 4,8 % sementara negara Asia lain stagnan atau bahkan turun, dan prestasi tertinggi. Saya punya keyakinan, kita bisa melakukan hal yang sama 5-10 tahun ke depan untuk meningkatkan produksi pangan. Syaratnya apa? Lahan harus kita tata kembali. Ibu-ibu, dulu luas wilayah kita ini 2 juta daratan, km2, 6 juta lautan. Nah, 2 juta ini yang kita olah ternyata ada 7 juta hektar tanah yang antah berantah, yang terlantar, yang tidak jelas, yang under utilize, yang tidur, dan sebagainya. Dari 7 juta hektar itu, 1,7 juta hektar itu sudah ada yang punya HGU. Ini lebih nggak bagus, lebih nggak bener. HGU dipegang, HGU-nya barangkali dijadikan borg, jaminan di bank, tanahnya tidak digarap. 1,7 juta hektar tersebar di seluruh Indonesia. Kami sudah melakukan inventarisasi dan sudah bekerja sejak tahun lalu, akan kita teruskan tahun ini bersama Bupati, Walikota, Gubernur. Mari kita cek di mana tanah itu, mengapa dibegitukan, siapa yang menguasai hak gunanya? Mengapa tidak digunakan? Saya minta dukungan rakyat akan kita cabut dan kita gunakan untuk meningkatkan produksi pangan agar bisa meningkat prouksi kita. Tanah, investasi, dengan harga pangan tinggi, mestilah investasi dalam dan luar negeri bisa kita ajak. Infrastruktur jelas kita bangun. Lantas kita juga memikirkan nanti penghasilan petani, insya Allah makin meningkat. Tetapi harga itu harus terjangkau. Pendek kata, solusi besarnya adalah jangka sangat pendek, stabilisasi harga, jangka menengah, jangka panjang, meningkatkan produksi pangan, total, all out.

 

Dalam konteks ini, karena ini kerja bersama para petani di ujung-ujung negeri ini, di RT, di RW, di pedesaan, di kampung, di kecamatan, saya mohon melalui organisasi Ibu-ibu sekalian, serukan agar kaum perempuan, kaum wanita juga berkontribusi setiap upaya untuk meningkatkan produksi pangan dalam bentuk apa pun. Saya kira cocok dengan karakter kaum perempuan, karakter seorang ibu tentang budaya menanam ini.

 

Yang kedua, energi. Ibu-ibu energi ini memang mencemaskan ya. Saya baru saja melihat CNBC, harganya sekarang 115 dollar per barrel, tidak pernah dalam sejarah dunia. Dulu itu harganya 15, 20, 15 lagi, 30. Tahun 2004, saya mengemban amanah itu memang sekitar 40, 40 sekian, kita tahan. Akhirnya, nggak mungkin nggak kita naikkan tahun 2005, karena sudah menemus 60 lebih, kita naikkan. Nah, sekarang sudah hampir 2 kalinya. Betapa besar subsidi yang habis untuk mensubsidi minyak tanah, apa namanya premium, solar, listrik. Subsidi kita berapa Menteri Keuangan, sekarang, kurang lebihnya? 260 trilyun, that’s a lot, dibandingkan katakanlah APBN kita yang hampir mencapai 1000 trilyun. Berapa? 900 sekian. Itu seperempat lebih. Tapi kita tidak bisa begitu saja menaikkan BBM sekarang ini, tidak bisa begitu saja. Baik menaikan harga minyak tanah, menaikkan harga premium, menaikkan harga solar. Kita cari akal yang lain untuk tidak buru-buru menaikkan. Ibu tahu, 1 liter minyak tanah? Kita jual sekarang Rp 2.000. Kalau dengan harga 115 dollar per barrel, kalau kita lepas harganya Rp 9.500 sampai Rp 10.000. Paling sedikit kita subsidi Rp 7.000 per liter. 1 tahun kita gunakan 9 juta kilo liter, sembilan milyar liter. Ketemunya untuk minyak tanah saja Rp 63 sampai Rp 70 trilyun, that’s a lot, belum premium, belum solar, belum untuk listrik. Tentu kita tidak diam. Kita melakukan berbagai upaya untuk mengatasi ini. Tetapi yang akan kita garap, kita ini boros. Minyak tanah mestinya tidak harus naik, naik, naik terus, 9 juta, 10 juta, karena keborosan. Premium, mungkin mau beli jagung aja, beli bensin 10 liter, muter-muter, baru beli jagung. Ya mbok beli jagung minggu depan saja, nggak usah ngabis-ngabiskan wong subsidinya besar begitu, boros sekali. Listrik, siang hari terang benderang, nggak dimati-matikan, dan lain-lain. Kalau kita bisa berhemat, semua itu tinggal dikalikan saja, ketemunya trilyunan.

 

Oleh karena itulah, mari kita pelopori budaya hemat energi, hemat air, hemat telepon, hemat listrik, hemat BBM. Tentu bukan itu ibu, kita tetap akan menaikkan produksi minyak dan gas kita juga mengolah batubara, kita juga konversi minyak tanah ke gas, kita juga mengembangkan geothermal hidro power, kemudian solar cell, semua kita lakukan. Tapi kalau bangsa Indonesia tetep boros, ros, ros, ros, nggak bisa ngejar, tidak bisa ngejar. Mari melalui pendidikan, gerakan hemat, hemat, hemat. Kasihan kepada negara, kepada masa depan kita.

 

PNPM yang keempat, ini begini Ibu-ibu, ini kan isunya kemiskinan. Betul kemiskinan ini juga dihadapi oleh seluruh bangsa. Penduduk dunia 6,3 milyar, yang miskin itu 2,5 sampai 3 milyar dunia. Ada yang absolut, ada yang poor, ada yang near poor, dengan ukuran 1 dollar kurang, 2 dollar kurang, atau pun ukuran BPS kita. Indonesia sendiri yang miskin berapa? 16 sekian persen, setara dengan 36 juta. Kemiskinan tidak akan sirna kalau hanya didebatkan, diseminarkan, talk show, pasang iklan, stiker, dan lain-lain. Yang harus kita lakukan, yang nyata, bersama-sama mengurangi kemiskian. Saya sampaikan kepada Ibu-ibu sekalian, setelah kita pelajari dari masa ke masa, maka cara menguraikan kemiskinan itu 3 yang kita pilih. 3 cluster, cluster a, cluster b, cluster c. Cluster a itu bagi yang betul-betul tidak mampu, tidak berdaya, miskin, absolute poverty. Itu harus kita kasih ikannya. Belum mungkin kita kasih kailnya. Inilah konsep bantuan langsung kepada masyarakat. Apa bentuknya? Kita bebaskan dia berobat, Askes, dulu namanya Askeskin. Kin, tapi yang kita biayai 2 kali kin karena kalau kin hanya 36 juta yang dapat asuransi, Bu Siti Fadilah 76 juta. Akhirnya dirubah namanya Jaminan Kesehatan Untuk Masyarakat.

 

Yang kedua, kita berikan BOS, membebaskan mereka dari pendidikan, yang nggak mampu pendidikan. Kita beri beras, beras untuk rakyat miskin. Subsidi lain banyak sekali di bidang kelautan, perikanan, pertanian, direct subsidy, direct aid, ikan. Dan itu jumlahnya juga besar, bertrilyun-trilyun. Nah, wilayah yang kedua, lokalitas kecamatan, desa, yang sesunggguhnya juga punya kemampuan untuk diberdayakan. Di samping yang tadi itu, kita keluar dana, anggaran, program, namanya PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri). Yang dikasih siapa? Tahun 2007 ada sekitar 3.000 kecamatan, tahun 2008 yang kita kasih 4.000 kecamatan, tahun depan semua kecamatan kita kasih 5700. Jadi bagi kecamatan yang miskin, selama 3 tahun dapat terus dengan desa-desanya. Besarnya, tahun depan rata-rata Rp 3 milyar. Tahun ini, per Kecamatan, Rp 2-3 milyar. Dana itu digunakan oleh local community, yang fisik yang mana, ekonomi, yang sosial yang mana. Ada juga yang berkonstribusi, pikiran mereka, inisiatif mereka, dengan demikian lebih cocok dengan apa yang diperlukan. Di situlah petani, nelayan, naik koperasinya, usaha kecil, air bersih, dan lain-lain. Kita lanjutkan program ini dan saya berharap siapa pun nanti yang memimpin negeri ini, pemerintah mana pun, program ini bagus untuk dilanjutkan karena sangat dirasakan oleh rakyat. Saya sudah datang ke Bogor, saya datang ke Pekalongan, saya datang ke Purwokerto kemarin, nyata, nyata sekali. Itu cluster b. ini sudah termasuk kail, tadi ikan, ini kail.

 

Nah, masih ada satu lagi, cluster c adalah yang paling sahih, paling cepet mengurangi kemiskinan itu, memberikan tambahan income. Kalau penghasilannya tambah, dulunya keluarga 1 bulan penghasilannya Rp 900 ribu, Alhamdulillah, Pak, sekarang kami sudah tambah Rp 400 ribu, jadi satu keluarga kami sudah Rp 1,3 juta. Putranya berapa? 2, Pak. Sekolah? Sekolah Pak. Dimana rumahnya? Ini. Makin baik, Pak, dulu Rp 900 ribu sekarang 1,3, incomenya naik. Nah, income naik itu biasanya kalau dia tidak menganggur, dia bekerja, pekerjaannya lebih baik. Kalau usaha, usahanya bergerak. Itulah skema yang ketiga yang kita namakan pemberian Kredit Usaha Rakyat untuk usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi dalam tingkat mikro dan kecil. Kita berikan kredit tanpa agunan, yang menjaminkan pemerintah. Kami keluarkan Rp 1,4 trilyun dengan nilai 20 kali perputaran, sejumlah itulah agunan sebetulnya sehingga bank itu bisa meminjamkan kredit itu yang dijaminkan pemerintah kepada usaha-usaha rakyat. Alhamdulillah, November tahun lalu baru kita luncurkan, sekarang bulan April. November, Desember, Januari, Februari, Maret, April, 5 bulan, yang sudah mengalir untuk kredit menengah, usaha menengah itu, kecil dan menengah, itu ada Rp 3,5 trilyun. Oleh bank-bank yang sudah menyalurkan kepada mereka sekitar 200.000 nasabah, membantu. Kemarin juga saya saksikan dari Direktur Bank Mandiri, Direktur Utama Bank BNI, Direktur Utama BRI, dan Direktur Utama Bukopin menyerahkan langsung. Tapi saya katakan, kalau hanya begitu belum cukup. Yang banyak butuh itu, yang pinjaman Rp 1-5 juta. Pedagang bakso, nasi pecel, warung tegal yang di ujung sana, kaki lima, itulah yang 1 sampai 5 juta. Nah, saya ingin dialirkan lebih banyak lagi, baik langsung pinjaman dari bank yang di desa atau two steps loans dari lembaga keuangan non bank yang bisa mengalirkan. Sampai hari ini, Ibu-ibu, saya laporkan yang sudah dibagikan Rp 700 milyar untuk sekitar 170.000 nasabah pinjaman Rp 5 juta ke bawah. We need more.

 

Jadi, kalau kita alirkan terus seluruh Indonesia ini harapan saya ini, para menteri ada di sini, ini Pak Budiono meskipun beliau akan segera berhijrah, ada evolusi juga dari pemerintah ke Bank Indonesia, Bapak apalagi jadi Gubernur Bank Indonesia. Tolong dioprak-oprak bank-bank kita ini mengalirkan betul kreditnya di seluruh tanah air. Bapak ikut merencanakan di sini, di sana juga harus bisa membantu untuk mengimplementasikan. Rp 1,4 trilyun, 20 kali dari itu berapa? 20 kali 1,4 berapa? Nah, harapan saya, ya sekitar itulah yang mengalir nanti ke kredit usaha rakyat, se-Indonesia Bapak, Ibu kalau semua pedagang-pedagang kecil, koperasi lele, koperasi tahu, kerajinan, apa pun, income mesti naik. Naiknya income hampir pasti kemiskinan turun disamping yang PNPM, di samping yang bantuan langsung tadi. Nah, saya ingin kaum perempuan di kecamatan, di desa, ibu dorong masuklah di situ. Ibu kenal namanya Mohammad Yunus, yang mendapatkan hadiah nobel kemarin? Saya undang ke sini, di belakang sana. Mengapa grameen bank sukses? Itu kan sama. Pinjaman atau agunannnya tinggi. Pijaman yang kecil tanpa agunan tersebar yang bisa menyukseskan pelibatan kaum perempuan. Mohammad Yunus mengatakan because of the role of women akhirnya nyampe semua dan sukses seperti yang diharapkan.kita mesti bisa. Kalau Bangladesh bisa, apa susahnya Indonesia, mesti bisa. Oleh karena itu, tolong Ibu dorong dan saya senang setiap saya datang ke PNPM itu ibu-ibunya tampil, malah yang lebih menguasai karena ubet tadi itu, kreatif. Wah, boleh juga ini. Jadi, hidup jadinya, hidup.

 

Yang terakhir, tadi sudah bicara climate change, ketahanan pangan, kecukupan energi, pemberdayaan masyarakat. Nah yang kelima adalah yang disebut quality of life, pendidikan, kesehatan, usaha kecil dan menengah. Tolong mari kita hidupkan di semua desa, kecamatan, di negeri kita melalui cabang organisasi yang Ibu-ibu bina, melalui komunitas yang Ibu-ibu asuh. Ini Ibu Menteri Kesehatan tahu sikap saya ketika, saya diminta Pak SBY untuk kita bangun modern hospital. Untuk apa? Ya supaya orang-orang yang berduit bolak-balik berobatnya ke Singapore, berobatnya ke Perth, berobatnya ke Tokyo, berobatnya ke Hanover atau ke Pitsburgh kalau yang saraf dan segala macem. Masa kita nggak bisa? Bisa dan saya dukung, saya setuju, tapi jangan tahun ini. Bilangnya tahun 2005. 2005, 2006, 2007, kita beresin dulu yang Puskesmas, yang Posyandu, yang kesehatan klinik, yang bidan, yang paramedis, yang dokter, yang asuransinya, dan sudah mengalir. Saatnya tiba untuk kita membangun modern hospital, bisa. Putra-putri Indonesia, Bapak, Ibu, begini, cuma belum pede kadang-kadang, belum merasa, wah, saatnya sekarang nggak bisa kalah kita sama …

 

Sudah 7 universitas Indonesia yang termasuk ranking dunia yang meskipun masih handap rankingnya. Belum nomer 1 sampai 50 belum, tapi ya lumayan-lah sudah masuk ranking, ya ranking berapa itu? Tetapi, saya katakan Pak Bambang, boleh sekarang kita bicara ranking, tapi tahun 2005, 2006, 2007 kita bicara dulu-lah yang SD, yang bukunya, yang kurikulumnya, gurunya, biaya operasionalnya, dan lain-lain karena sudah mengalir dengan anggaran yang besar, pantas kalau kita berangan-angan makin banyak pendidikan kita menjadi world class university.

 

Last but not least adalah usaha kecil dan menengah, ekonomi kreatif. Ibu-ibu sudah bekerja banyak, terus dihidupkan. Entrepreneurship, tolong, tadi malam saya menelepon, setelah kumpul kemarin kita di Jogja, masalah pangan, masalah energi, saya telepon Pak Ical. Pak Ical, Bapak ini kan mantan Ketua Kadin tolong sampaikan kepada Ketua Kadin, Pak Hidayat, cobalah saya kasih waktu seminggu, bantu negara, bantu pemerintah, apa yang mesti kta lakukan meningkatkan produksi pangan, energi, dari crisis harus menjadi opportunity, dari musibah harus menjadi berkah, dengan harga minyak, harga pangan setinggi begini, meroket. Negara-negara yang miskin sumber daya alam itu kiamat, nightmare. Tetapi, tidak bagi negara-negara yang punya apalagi kaya dengan sumber daya alam. Saya katakan ini berkah, ini rahmat. Mari tidak kita sia-siakan mulai sekarang. Ya tidak mungkin sekarang kita bangun, tahun depan sudah swasembada semua. Tapi kalau kita fokus, kita mobilisasi kekuatan, nyampe juga. Kadin itu punya naluri, naluri bagaimana berusaha. Banyak sekali cabang-cabang, ada Iwapi di sini, saya kira diajak semua. Pemerintah memberikan fasilitas, no KKN, yang bikin krisis antara lain KKN. Harus terang benderang, jangan ada pungli, lewat sana lewat sini terang semuanya. Kalau terang semuanya, usaha akan tumbuh. Rulenya jelas, certain bukan karena famili, bukan karena kenal menteri ini, bukan karena kenal itu, karena, no, sudah, enough is enough. Kita bikin lembaran baru, terang benderang. Pengusaha happy karena tumbuh. Pekerja happy, rakyat happy. Apalagi kita yang sedang mengemban amanah. Jadi, ini pekerjaan bersama kita. Mari kita laksanakan dengan sebaik-baiknya.

 

Saya kira itu, sudah menyita waktu tapi masih ada waktu 1 jam lagi. Saya persilakan siapa yang akan mewakili Ibu-ibu dan nanti kita tukar pikiran lagi. Kalau santap siang sih setengah jam cukup, ya, biasanya. Demikian, saya persilakan, silakan diatur. Mensesneg biasanya yang mengatur bersama Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan. Terima kasih.

 

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

 

MC:

Acara berikutnya sambutan perwakilan tokoh perempuan, yang akan diwakili oleh Ketua Umum Dharma Persatuan, Dr. Nila F. Muluk.

 

Dr. Nila F. Muluk:

Yang saya hormati, Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu. Para menteri dan tentunya para rekan sejawat yang saya kira kita kaum perempuan semua di Indonesia yang pada hari ini sangat berbahagia karena kita diundang ke Istana yang begitu indahnya atas nama organisasi perempuan Indonesia.

 

Saya kira Bapak Presiden, tadi sudah banyak Bapak bicarakan dan sudah menyeluruh saya kira kita mengerti apa yang dimaksud dengan Bapak Presiden. Betul kita beranjak dari Human Development Index di mana kita mengenal dasarnya itu adalah kesehatan. Tanpa kita sehat tidak mungkin kita mempunyai pendidikan yang baik. Tanpa pendidikan yang baik tidak mungkin ekonomi kita akan meningkat atau sejahtera. Mungkin Bapak Presiden, kami di Dharma Wanita Persatuan, saya sering hanya mengatakan 5 poin bagi kaum perempuan. Mereka harus mengetahui bagaimana menjaga kesehatan dan mendidik anak-anak mereka.

 

Dua, mereka harus menjaga kesehatannya, kesehatan dirinya sendiri, Pak. Umumnya, kalau ibu sakit, bapak nggak acuh, Pak. Jadi, saya kira kita harus menjaga diri kita sendiri. Kemudian, kita harus tahu Keluarga Berencana. Saya tidak mau punya anak 10. Saya setuju, Pak, karena gaji suami saya gaji pegawai negeri, tidak mungkin. Jadi saya kira itu adalah keputusan yang harus kita sendiri sebagai perempuan yang mengambilnya. Kemudian, saya setuju dengan Bapak. Kita harus melihat income dari suatu keluarga. Bilamana income suami saya tidak cukup, saya harus menghemat atau saya harus menambah income dengan melakukan suatu pekerjaan. Jadi, di sini barangkali balance yang harus kita lihat.

 

Dan terakhir, lima, adalah kita tahu yang disebut dengan lingkungan yang sehat. Nah, tadi semua Bapak sudah menjelaskan, dan saya melihat bahwa betul bahwa perempuan ini harus mempunyai pendidikan. Saya kira itu adalah intinya. Dengan perempuan yang mempunyai wawasan yang luas. Saya kira mereka akan bisa melihat, memandang atau ke depan apa yang akan dilakukan untuk keluarganya. Dan betul Bapak mengatakan bahwa perempuan itu adalah selalu berbudaya menanam kebijakan. Saya kira betul perempuan ini adalah mempunyai naluri yang saya kira, sebagai contoh Bapak Presiden, kalau macan diganggu, ibu macan itu marah sekali, tapi kalau bapaknya belum tentu itu akan marah. Nah, jadi saya kira memang perempuan itu mempunyai naluri bahwa dia akan memprotek anaknya, dia akan membuat anaknya itu lebih tinggi dari apa yang dia dapatkan.

 

Jadi kualitas hidup memang saya kira betul. Bahwa kami juga berupaya, kebetulan saya juga di Dharma Wanita Persatuan, itu jelas Pak, bahwa keluarga PNS golongan 1, 2, kalau mereka bisa kita bantu meningkatkan anak-anaknya lebih tinggi dari keluarganya sekarang, itu adalah merupakan sesuatu yang sangat kita rasakan suatu perbuatan yang sangat mulia, menurut saya. Dan tadi Bapak mengatakan juga mungkin bersama Ibu Ani, kami dan SIKIB beserta 7 organisasi lain, kita telah melakukan tanam dan pelihara pohon. Tadi pagi, saya minta maaf tidak bisa ikut rapat Bu Anton, Bu Widodo, karena saya juga bertugas di fakultas, jadi agak repot mengaturnya. Ternyata memang sudah lebih dari 10 juta pohon yang ditanam, bahkan mencapai angka 14 juta dan kami memonitoringnya, dan Bapak Presiden, kami tidak berhenti, yang seperti Bapak katakan, tanpa menunggu untuk bulan Desember, seperti kami di Dharma Wanita Persatuan terus melanjutkan, di pusat, di kota Jakarta kami berhubungan dengan Dinas Pertanaman dan kepada setiap departemen kami meminta untuk juga menanam di lahannya. Akan kita lanjutkan mungkin setiap rumah pun kalau bisa kita menanam pohon. Dan akan dilanjutkan oleh, kegiatan ini dengan biophory, barangkali yang lebih sederhana, tetapi untuk resapan air akan bisa dimanfaatkan atau dilaksanakan oleh cukup banyak masyarakat .

 

Dan tadi Bapak mengatakan hemat energi, saya setuju Pak. Tapi saya kira memang ini harus dilakukan tidak hanya oleh perempuan, tapi kaum lelaki juga, Pak. Jadi saya kira bahwa kita, saya sudah mengikuti Bapak, dengan menggunakan air conditioning 24 derajat, Pak, tiap malam. Ternyata nikmat juga, itu tidak perlu terlalu dingin dan biaya listrik saya turun, Pak, lumayan, jadi biaya listriknya turun. Saya kira memang ini ada dan kami di kantor Dharma Wanita Persatuan juga sekarang hanya 3 hari kerja untuk efektif. Pertama, saya tidak menaikkan gaji pegawai, jadi mereka akan menghemat transportasi dan listriknya juga akan turun, air akan turun, dan sebagainya, pemakaiannnya, dan, tapi 3 hari harus efektif bekerjanya. Jadi, hemat energi dan kami bekerja sama dengan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, ESDM, kami terima kasih sekali bisa membantu mereka mensosialisasikan hemat energi. Jadi, ini sidah ke provinsi tapi dibagi ke provinsi, jadi ya 4 provinsi kami dapat kami mensosialisasikan persis yang Bapak bilang, kalau minyak tanah ini subsidinya dicabut, ini saya kira Rp 40 trilyun kalau nggak salah, Pak, untuk minyak tanah saja. Mari kita ganti. Enggak, Pak, jadi gini, kenapa saya membantah Bapak ya? Gini, harga minyak memang Rp 2.000 Pak, sebenarnya harga itu tidak sedemikian, Rp 10.000, 75% dengan pemakaian dari masyarakat, itu cukup tinggi sekali, Pak. Jadi, kalau kita tidak menggunakan minyak tanah, kita bisa menghemat sisanya yang subsidi tadi. Nah, ini harusnya kepada masyarakat kita berikan pengertian bahwa mereka coba mengganti dengan energi, dengan gas, elpiji ini, dengan tabung yang kecil. Kami mencoba, Pak, dengan beberapa daerah sudah, ESDM. Kemudian mudah-mudahan departemen-departemen yang saya kira ujung tombak itu adalah kaum perempuan bisa dimanfaatkan.

 

Juga termasuk Pendidikan, Pak. Jadi kami dengan Diknas sudah melakukan, dulunya memberikan bantuan pendidikan murid langsung dan saya percaya seorang ibu pasti akan memberikan langsung kepada anaknya, dan maaf, mungkin korupsinya jauh lebih kecil, Pak. Dengan kita membuat jenjang yang begitu ketat sehingga saya menerima uang tapi saya berikan kepada ketua yang lain, berikan terus ke bawah Pak. Dan akhirnya dengan sekarang, dengan BOS, kami juga membantu motivasi wajib belajar, dan kelihatan sekali ibu-ibu yang ke daerah itu mengetahui sekali persoalan di satu daerah dan mereka menuntut atau mencoba meminta kepada Departemen Diknas untuk bagaimana menyelesaikan pendidikan tersebut. Dan saya kira barangkali, Bapak memang sudah seluruhnya, climate change, sudah memang kami akan perhatikan. Tentang grameen bank, Pak. Sebenarnya saya agak sedih sekali, kenapa Pak Yunus yang mendapat suatu hadiah nobel. Sebenarnya ibu-ibu ini, Pak, semua melakukan, membuat koperasi. Tetapi sayangnya kita tidak menyatu. Jadi saya tahu betul di setiap departemen itu ada koperasi yang dikelola ibu-ibu. Memang mereka masih simpan pinjam dengan mereka untuk kebutuhan sekolah. Jadi, saya kira kalau ini ternyata kita bisa menyatukan seluruh dari koperasi-koperasi yang dilakukan oleh kaum perempuan, mungkin lebih dari Pak Yunus, Pak. Saya kira memang sebenarnya karena kita tidak tergabung dalam satu kesatuan saja. Tapi saya tahu betul di Departemen Kesehatan, Ibu Fadilah barangkali, tolong itu juga Dharma Wanita juga dibantu karena mereka sangat menolong sekali dengan membuat komisariat-komisariat di dalam setiap bagian.


Saya kira memang sebenarnya cukup banyak tadi Bapak sudah berikan. Mudah-mudahan, Pak, insya Allah, tentu kami apa pun kami adalah bangsa kita sendiri. Kami pasti juga akan mengangkat bangsa kita. Walaupun, sekecil apa pun yang kami perbuat tapi kami selalu dengan niat yang sangat ikhlas sekali. Terimakasih Pak.

 

Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.


MC:

Perwakilan kedua oleh ketua Umum Aisyiah, Prof. Dr. Hj. Siti Chamamah Suratno.

 

Wakil:

Bismillahirrahmaanirrahiim,

 

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

 

Lebih dahulu kita bersyukur, terutama para perempuan-perempuan Indonesia. Betul-betul saya merasa bersyukur karena saya selama ada di organisasi perempuan saya, organisasi perempuan saya adalah wing perempuannya Muhammadiyah, jadi saya kira semuanya bisa mengetahui. Sepanjang saya menjadi anggota, pimpinan Aisyiah, perempuannya Muhammadiyah, belum pernah mendapatkan pertemuan semacam ini. Ini satu tanda bahwa perempuan Indonesia sekarang ini mampu untuk diundang oleh Bapak Presiden yang terhormat, alhamdulillah, baru kali ini. Ibu-ibu barangkali kalau mengetahui bahwa saya di Aisyiah itu menjadi pimpinan Pusat Aisyiah sejak tahun 1968. Sejak itu sampai sekarang, baru kali ini diundang di Istana Merdeka yang begini megah, yang begini membuat pikiran kita juga megah, baru kali ini, saya tadi merasa bersyukur sekali, alhamdulilah, kok ya terlaksana keinginan, Bapak Presiden yang terhormat. Oleh karena itu, Bapak Presiden, Bapak SBY, yang terkenal, lebih terkenal Bapak SBY-nya itu, dengan Ibu Ani, kami merasa bersyukur, terima kasih sekali. Dan marilah Ibu-ibu para pimpinan ataupun simpatisan atau apapun mengenai kegiatan perempuan kita perlu bersyukur semuanya.

 

Selanjutnya, saya tidak perlu yang terhormat semuanya karena waktunya dibatasi, jadi yang terhormat semuanya terhormat, gitu. Saya akan menyampaikan yang kedua yang kami rasakan sebagai sesuatu yang perlu kita syukuri bersama bahwa selama ini selaku organisasi-organisasi massa sosial perempuan, itu kalau mengamati situasi sosial, kadang-kadang melalui koran, melalui televisi, pendapat-pendapat Bapak Presiden, melalui siaran-siaran ini, atau pendapat siapa saja melalui koran, melalui televisi, sekarang ini, kita langsung mendengar, langsung mendengar dan betapa jelasnya. Saya bukan apa, tapi ini mulus masuk dalam hati kecil saya, bahwa ini saya sebagai seorang yang ingin berpartisipasi aktif dalam pembangunan bangsa melalui gerakan partisipasi perempuan ini. Saya merasa bersyukur, kok ya mendengar itu semua dan gamblang sekali.

 

Kemudian, yang ketiga, kita semua dibukakan satu wawasan, kita yang perempuan-perempuan ini, para laki-lakinya juga mendengar bahwa kalau perempuan itu seperti itu ada tiga tadi, itu dijelaskan oleh Bapak Presiden kepada kita. Budaya menanam. Menanam artinya menanam apa saja, artinya berbuat sesuatu, apakah itu yang konkret, atau abstrak, tapi menanam. Ternyata ini membuat kita itu sadar, o iya ya. Perempuan itu memang punya budaya menanam begitu rupa. Coba kita perhatikan satu per satu apa yang kita lakukan. Yang baik itu adalah menanam.

 

Yang kedua itu hemat. Saya kira tidak ada yang menyangkal bahwa kita itu hemat. Yang ketiga, yang tadi saya baru terpikir sekarang di sini, ya Istana Merdeka inilah membuat kita itu sadar, yaitu istilah ubet itu tadi. Jadi itu kata Jawa, Pak, dalam perkembangan bahasa, itu kata Jawa bisa juga masuk dalam bahasa Indonesia sepanjang itu disenangi. Mudah-mudahan nanti banyak yang senang lalu kata ubet masuk dalam bahasa Indonesia, lalu orang-orang Indonesia termasuk perempuan-perempuannya ubet. Nah, ubet ini, ini merupakan satu hal yang saya kira sangat dituntut oleh masyarakat sekarang ini. Dalam hal apa? Dalam hal yang tadi sudah dikemukakan secara panjang lebar tadi. Bahkan, tadi terpikir pada saya apakah ada, apa namanya, transkripnya, atau apa itu kalau kami bisa nanti itu kami itu punya bahan untuk sosialisasi, karena terus terang betul-betul kami sangat-sangat tertarik dalam pengalaman kami mengarungi kegiatan organisasi perempuan.

 

Organisasi perempuan kami itu adalah di seluruh Indonesia Bapak Presiden dalam 33 provinsi dan dalam kegiatan itu kami sering mengatakan begini, bukan membanggakan diri bukan, tapi itu tanggung jawab yang sangat besar. Tekan knop, semua nyala di seluruh Indonesia. Dengan demikian, maka apa yang dilaksanakan oleh perempuan-perempuan itu, mampu ini, perlu kami laporkan juga Bapak, Ibu Ani, bahwa pada tanggal 5 Juli 2007 para organisasi kami ini sangat-sangat memperhatikan terhadap situasi sosial ini, terutama yang menimpa bencana sana-sini. Sehingga kami pun itu mempunyai gerakan menanam dan pada tanggal 5 Juli, pada waktu kami ada sidang nasional di Samarinda, kami membuat launching untuk menanam pohon. Begitu ditanam di Samarinda jam 10 tanggal 5 juli, seluruh Indonesia, provinsi-provinsi, itu semuanya menanam, pada sore hari kami sudah bisa mendapatkan laporan bahwa provinsi Papua, provinsi ini sekian juta, provinsi ini sekian-sekian, pohonnya ini-ini, semua. Itulah, Bapak yang terhormat. Ibu-ibu itu kalau diberdayakan akan bisa mempunyai pikiran yang begitu luas dengan melakukan tindakan yang apa menanam pohon itu. Sehingga kami mempunyai suatu sebutan demikian, hijau bumiku, lestari alamku, dengan mengucapkan itu, semua, kemudian tekan kenop semua nyala, seluruh Indonesia. Dan itu telah terus menerus berkembang berapa ribu lagi, pohon apalagi, insya Allah, kami pun akan berpartisipasi, dan insya Allah juga peran perempuan Indonesia yang begini rupa itu bisa makin lama makin disadari pentingnya dalam pembangunan bangsa ini.

 

Kemudian, perlu kami sampaikan juga bahwa pada, tadi undangan untuk itu KUR dan sebagainya, kami sebagai suatu organisasi mempunyai bidang pekerjaan itu, kayak-kayaknya itu, kayak negara, tapi kecil dalam arti kemauan saja yang besar. Jadi, misalnya kami juga usaha pendidikan, usaha kesehatan, usaha hukum, usaha ekonomi, usaha macam-macam begitu. Nah, di antaranya itu kami melihat juga persoalan pendidikan. Kami sedih betul, Pak Presiden, pendidikan sekarang ini, kalau kami mendengar anak si ini tidak bisa melanjutkan karena ini tidak bisa. Kami ini mempunyai perhatian yang khusus dalam hal ini kerjasama juga dengan Diknas, itu, sehingga kami melihat bahwa ada 1 hal yang penting kita perhatikan, yaitu guru. Guru itu sekarang, kita memang tidak bisa untuk langsung minta supaya diberi gaji besar. Nggak mungkin itu, itu sesuatu yang tidak mungkin. Tapi apa yang bisa kita lakukan? Ada 1 hal yang menjadi pedoman kita di organisasi kita ini ialah kepedulian terhadap lingkungan, itu yang sangat ditanamkan. Jadi dalam pendidikan ini kita melihat, di manakah, apa yang harus kita bantu. Satu contoh Bapak yang terhormat dan hadirin semuanya, yaitu kami membuat suatu award, katakan nobel-kah atau award atau apa itu, namanya kita sebut dengan nama Organisasi Award Aisyiah yang diberikan kepada seorang guru yang dengan ketekunannya, dengan keprihatinannya tetapi juga dengan kepinterannya dan sekarang saya bisa nambah dengan 1 kata, ubetnya, itu bisa menyelenggarakan pendidikan dan akhirnya itu bisa melahirkan anak-anak didik yang sangat bermanfaat bagi nusa bangsa, bagi masyarakat di sekitarnya, dan masyarakat di tempat lain. Nah, ini satu contoh persoalan pendidikan.

 

Kemudian persoalan kesehatan. Beruntung kita juga bisa kerjasama dengan Ibu Menkes, Bu Diknas. Nah, Ibu Menkes ini perhatiannya sangat besar pada kesehatan bangsa. Jadi saya kira mungkin barangkali setiap hari, setiap malam, nggak tidur kalau nggak mikir kesehatan ini sehingga kami pun mempunyai perhatian yang sangat besar. Ibu itu penting dalam hal terutama itu sesuatu yang tidak dimiliki oleh bapak, itu dalam hal hamil. Siapakah yang memelihara? Siapa yang, kadang hamilnya mudah, tapi pada waktu mau melahirkan susah. Kadang-kadang kita lihat sekarang ini misalnya banyak yang cacat, karena apa? Karena bagaimana memelihara dengan baik gizinya. Maka, kami melakukan suatu kegiatan untuk bisa memperhatikan ibu sejak hamil, itu silakan pergi meriksakan, memeriksakan ke rumah sakit-rumah sakit atau tempat bersalinnya di Aisyiah yang ada di seluruh Indonesia itu. Bahkan tidak usah membayar, begitu ya, Bu Fadilah ya. Tidak usah membayar, kami bersyukur, Pak, maturnuwun itu dibantu sekali oleh pemerintah dan mungkin juga saling membantu, karena kami pun juga membantu pemerintah. Dan inilah merupakan partisipasi kami dalam hal sebagai warga bangsa, tentu saja komponen bangsa, tentu saja mempunyai satu rasa kewajiban untuk ikut membangun bangsanya dalam hal bidang kesehatan.

 

Dalam hal bidang ekonomi, kami pun menyelenggarakan usaha pendampingan, yang mungkin seperti KUR itu, Pak, sehingga pada waktu beberapa hari yang lalu, kami menghadap Bapak Menko Kesra dan alhamdulilah dapat tanggapan bagus, yang akan sekian ratus ribu akan bisa kita tangani ini.

 

Ibu dan Bapak sekalian,

 

Mungkin waktu saya sudah habis, tetapi ada satu hal yang ingin saya sampaikan kepada Bapak Presiden, bahwa perempuan-perempuan itu kalau diberi kepercayaan itu akan bisa mengerjakannya dengan tertib. Betul, Pak. Itu kami memberi pinjaman kepada masyarakat yang sangat kumuh, yang sangat-sangat miskin, sangat miskin, ini sungguh-sungguh terjadi, bisa dicek. Itu satu keluarga itu bila bisa pinjam Rp 100.000 atau Rp 300.000. Pinjam itu untuk apa? Untuk jualan gorengan atau jualan apa dan dijanjikan setiap minggu harus membayar, itu terharu sekali, itu mereka itu kalau yang rakyat kecil seperti itu, dengan tertibnya membayar, hanya kadang membayar Rp 1.000, Rp 2.000. Inilah Ibu-ibu semuanya, jadi saya kira Ibu-ibu punya peran yang sangat penting, yang sekarang ditandai oleh kita dihadirkan di sini. Masih ada 1 lagi. Waktu itu di Bangladesh, dengan Bapak Muhammad Yunus, sudah juga kenal, baik karena saya itu diundang untuk urusan microfinance dan kami lihat sendiri di sana itu peran perempuan-perempuan itu sangat-sangat dominan dalam hal melaksanakan KUR, kalau di Indonesia namanya KUR. Saya kira sangat penting.

 

Jadi marilah, ajakan Bapak Presiden itu sebaiknya kita laksanakan di dalam wilayah kita masing-masing. insya Allah, pun kami dari perempuan-perempuannya Muhammadiyah akan melaksanakan, menjalankan itu. Itu saja, mohon bisa dapat perhatian untuk pengajuannya untuk nanti sekiranya ada kerjasama dalam menyelenggarakan itu semua. Sekian saja.

 

Wabillahit taufiq wal hidaayah,

Wassalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.


Presiden:

Terima kasih Ibu-ibu. Pada Ibu Nila Muluk, saya ucapkan terima kasih. Saya juga sering mendengarkan pikiran Ibu, Prof. Chamamah juga sering. Saya kira semua juga punya pikiran, ide, komitmen, untuk bikin baik negeri ini. Saya ingin kembali sekian bulan lagi bisa bertemu lagi tapi saya mohon nanti sudah ada semacam apa yang sudah dilakukan kira-kira. Apa yang bisa pemerintah bantu. Kalau memerlukan Kredit Usaha Rakyat, saya kira saya hanya bisa, saya bisa menyalurkan nanti pada pimpinan bank terkait untuk dibantu diproses. Dengan demikian yang Ibu sampaikan tadi, idenya banyak tetapi resourcesnya, sumber dayanya, tidak selalu sebanyak idenya, entah berdekatan antara apa yang ingin dilakukan dengan kapasitas untuk melakukan itu. Jadi, terima kasih pada kedua Ibu ini. Sekarang jam berapa ini? Setengah tiga. Saya kira kita santap siang dulu. Sambil santap siang, kita bisa melanjutkan nanti pembicaraan kita. Sekian,

Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,
Sekretariat Negara RI