Amanat Presiden pada Pengarahan kepada Seluruh Menteri, Kepala Lembaga, Kepala Daerah, Pimpinan BUMN, Pangdam, Kapolda, dan Kajati

 
bagikan berita ke :

Kamis, 29 September 2022
Di baca 586 kali

di JCC Senayan, Jakarta

 

 

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Selamat siang,

Salam sejahtera bagi kita semuanya,

Shalom,

Namo Buddhaya,

Salam kebajikan.

 

Yang saya hormati Wakil Presiden Republik Indonesia Bapak K.H. Ma’ruf Amin,

Yang saya hormati para Menko, para Menteri Kabinet Indonesia Maju,

Yang saya hormati Kepala Badan dan Komisi Setingkat,

Yang saya hormati para Gubernur seluruh Indonesia,

Yang saya hormati para Bupati, Wali Kota dari seluruh tanah air,

Yang saya hormati Pangdam, Kapolda, Kajati, serta para Direksi BUMN, tamu undangan yang berbahagia.

 

Sudah sering saya sampaikan tapi terus akan saya sampaikan berulang-ulang, untuk mengingatkan kepada Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian bahwa dunia saat ini penuh dengan ketidakpastian yang tinggi. Semua negara sulit saat ini, sulit. Ekonomi global juga sangat sulit diprediksi, sangat sulit dikalkulasi, sangat sulit dihitung. Siapapun lah suruh hitung, pasti akan kesulitan. Arahnya akan kemana? Penyelesaiannya seperti apa? Ini yang terus akan saya ulang-ulang, supaya kita sadar dan semuanya punya sense of crisis. Tiap hari kita mendengar mengenai krisis pangan.  Bayangkan, 345 juta orang di 82 negara menderita kekurangan pangan akut, dan ini yang betul-betul mengenaskan 19.700 orang setiap hari meninggal karena kelaparan.

 

Kita patut bersyukur bulan Agustus yang lalu, kita mendapatkan sertifikat pengakuan bahwa Indonesia sudah swasembada beras sejak 2019 dan dianggap memiliki sistem ketahanan pangan yang baik dari International Rice Research Institute, yang juga didampingi oleh FAO. Tapi jangan senang dulu, karena sekali lagi, dunia penuh dengan ketidakpastian.

 

Krisis pangan, krisis energi, kita baru saja menyesuaikan harga BBM tapi coba dibandingkan dengan negara-negara lain  harga sampai Rp32ribu, sampai Rp30ribu, Rp24ribu. Gas bisa naik hingga 500 persen. Kondisi-kondisi seperti ini yang kita harus tahu, krisis finansial. Baru saja sebuah negara mengajukan APBN di Inggris, kemudian pasar melihat langsung yang namanya currency nilai tukar di semua negara goncang dan melemah terdepresiasi, termasuk kita. Hati-hati ketidakpastian itu, mengenai ketidakpastian ini.

 

Tiap hari kita selalu diingatkan dan kalau kita baca, baik di media sosial, di media cetak semuanya, media online semuanya mengenai resesi global. Tahun ini sulit dan tahun depan, sekali lagi saya sampaikan, akan gelap. Kita enggak tahu badai besarnya seperti apa, sekuat apa enggak bisa dikalkulasi. Apalagi urusan perang di Ukraina lebih sulit lagi dihitung kapan selesainya, referendum yang kemarin dilakukan di empat wilayah di Ukraina; di Donetsk, di Luhansk, di Zaporizhzhia, di Kherson, makin merumitkan lagi kapan akan selesai dan imbasnya kepada ekonomi akan seperti apa. Makin rumit.

 

Yang pertama ingin saya sampaikan, momok terbesar semua negara sekarang ini adalah inflasi, kenaikan barang dan jasa. Momok semua negara saat ini. Inflasi di semua negara yang biasanya dulu hanya satu, sekarang sudah lebih dari delapan, lebih dari sepuluh, bahkan ada yang sudah di atas 80 persen. Ada lima negara yang sudah di atas 80 persen.

 

Oleh sebab itu, kita harus kompak, harus bersatu dari pusat, provinsi, kabupaten, kota sampai ke bawah, dan semua kementerian/lembaga seperti saat kita kemarin menangani COVID-19. Kalau COVID-19 kita bisa bersama-sama, urusan inflasi ini kita juga harus bersama-sama. Setuju?

 

Kalau di negara lain, urusan inflasi itu adalah urusannya bank sentral, caranya menaikkan interest rate-nya. Sekian basis point dinaikkan, sehingga kredit menjadi ter-rem, menjadi direm. Uang yang lari ke masyarakat juga ke-rem, inflasinya menjadi turun, tapi teori-teori itu sekarang juga tidak menjamin bahwa itu akan turun.

 

Oleh sebab itu, di Indonesia antara fiskal dan moneter ini harus berjalan beriringan. Dan saya senang bank sentral kita, BI dan Kementerian Keuangan, Kemenko semua berjalan beriringan dan rukun, tanpa kita mengintervensi independensi dari Bank Indonesia. Tapi yang lebih pemting adalah bukan ngerem uang beredarnya tetapi kita menyelesaikan di ujungnya, yaitu kenaikan barang dan jasa, yang itu menjadi tanggung  jawab kita semuanya.

 

Caranya, kita yang kita takuti sekarang ini adalah inflasi dari pangan, bahan makanan, ini juga menjadi kontributor terbesar inflasi hingga Agustus ini. Urusan cabai merah, urusan bawang merah, urusan telur ayam, hati-hati, urusan tomat, urusan tahu, urusan mi instan, urusan tempe, dan beras. Hati-hati, barang-barang ini tolong dilihat betul. Cek harian, karena saya setiap hari itu dapatnya angka-angka seperti ini. Setiap pagi, enggak pernah sarapan, enggak pernah makan pagi, tapi diberi sarapannya angka-angka.

 

Cabai merah. Kenapa dia harganya tinggi? Karena produksinya kurang, suplainya menjadi kurang, pasokannya menjadi kurang. Tugas Saudara-saudara bagaimana mengajak petani untuk menanam ini, kalau di daerah Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian harganya tinggi. Pasokan cabai kan memang beda-beda. Saya baru dua hari yang lalu datang di sebuah provinsi harga cabai merahnya Rp45 ribu. Saya pindah ke provinsi lain Rp85-90 ribu, coba dua kali lipat. Sepele, hati-hati karena produksinya kurang, karena suplainya berkurang.

 

Sehingga tadi sudah disampaikan oleh Pak Menko Marinves, ya gunakan Dana Transfer Umum, gunakan belanja tidak terduga itu untuk berproduksi barang itu, supaya pasokannya cukup. Ini sebetulnya hal yang tidak sulit, hanya kita ini mau kerja detail atau ndak, atau hanya di kantor tanda tangan.

 

Yang kedua, urus yang namanya ongkos transportasi dari produksi ke pasarnya. Misalnya, urusan harga telur naik. Produksinya dimana sih telur ini? Di Bogor, di Blitar, di Purwodadi dan lain-lainnya. Kalau misalnya di Palembang harga telur naik, di Provinsi Sumatra Selatan harga telur naik misalnya, sudah ambil saja telur dari Bogor. Biarkan pedagang atau distributor itu beli di Bogor, tapi ongkos angkutnya ditutup oleh APBD, oleh provinsi, kabupaten maupun kota. Misalnya, ini misalnya.

 

Berapa sih ongkos truk dari Bogor ke Palembang, saya cek, kurang lebih Rp10 juta mungkin ini setelah penyesuaian BBM menjadi Rp12 juta, Rp10-12 juta. Tidak tiap hari juga harus diangkut telur itu, mungkin seminggu hanya dua kali atau sekali cukup. Masa setiap hari kita harus urusan telur saja, kan ndak kan.

 

Misalnya, bawang merah. Mana tempat produksi bawang merah? Yang gede Brebes, Misalnya Lampung, harga bawang merah kok tinggi. Ya sudah ongkos angkut dari Brebes ke Lampung itu ditutup oleh APBD provinsi, APBD Kota maupun APBD Kabupaten. Duitnya juga enggak banyak juga, Brebes ke Lampung itu kira-kira Rp8 juta atau sampai Rp8,5 juta dan tidak mungkin setiap hari itu kita harus beli brambang, bawang merah ini kan ndak, mungkin seminggu hanya sekali atau dua kali. Ini uang kecil, tapi memang harus bekerja detail. Cabai, ini yang banyak di Kediri. Kalau Jabodetabek beli, ya tutup saja ongkos transport dari Kediri ke Jabodetabek Rp11 juta kira-kira.

 

Hal-hal konkret seperti ini memang yang harus kita lakukan. Enggak bisa, sekali lagi saya sudah ngomong bolak-balik, enggak bisa lagi dalam situasi seperti ini kita hanya bekerja makro saja. Bekerja mikro juga enggak cukup tapi tambah lagi harus detail, masalahnya akan ketemu, problemnya akan gampang disolusikan. Saya meyakini kalau ini semuanya bekerja pasokannya, suplainya, produksinya digarap, transportasinya ditutup dari APBD, dari tadi belanja tidak terduga, dari Transfer Dana Umum, enggak sulit menurunkan inflasi. Begitu juga, nanti BI juga akan bergerak.

 

Saya kira jelas? Jelas? Dan jangan sampai ragu-ragu lagi mengenai penggunaan belanja tak terduga dan juga Dana Transfer Umum karena sudah ada PMK (Peraturan Menteri Keuangan)-nya, sudah ada SE Mendagri-nya. Saya sudah sampaikan juga ke Kejaksaan Agung, ke KPK untuk hal-hal ini, karena sekarang kita sangat membutuhkan.

 

Yang kedua, yang berkaitan mengenai penggunaan produk buatan Indonesia, tindak lanjut aksi afirmasi mengenai Bangga Buatan Indonesia. Tadi sudah disampaikan oleh Pak Menko Marinves bahwa dari komitmen, realisasinya sudah 49 persen. Jangan sampai, sekali lagi, dalam posisi ekonomi yang tidak mudah ini, APBN, APBD yang uangnya dikumpulkan dari pajak, dari bea cukai, dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dari dividen BUMN, kumpul kemudian ditransfer ke daerah tapi belinya barang-barang impor. Ada produk UMKM, ada produk koperasi, kenapa tidak ke sana?

 

Saya senang, alhamdulillah dari target yang saya berikan satu juta untuk akhir tahun, produk-produk UMKM dan koperasi yang telah masuk ke E-Katalog sudah mencapai di atas satu juta, yang sebelumnya baru 50 ribu. Melompat cepat sekali. Saya minta kepada seluruh kepala daerah agar terus membina UMKM, koperasi yang ada di daerah masing-masing, agar berbondong-bondong masuk ke E-Katalog.

 

Di pertemuan yang lalu, saya menyampaikan, kalau enggak cepat-cepat, mau saya buka semua angkanya. Kementerian mana, daerah mana yang belum mengarah ke sana. Realisasinya seperti apa? Ini untuk 10 kementerian/lembaga yang anggarannya besar, realisasinya seperti ini.

 

Angkanya ada semuanya. Untuk daerah, provinsi, ada semuanya. Untuk kabupaten dan kota, serapan dari produk dalam negeri, tolong dilihat. Mungkin yang nol ini, karena belum serap produk dalam negeri mungkin, dan mungkin juga belum ada laporan, sehingga tolong segera dilaporkan. BUMN juga ada. Ada semua angka-angkanya sekarang, kelihatan. Gunakan produk dalam negeri. Ini produk.

 

Yang kedua, saya juga titip mengenai wisata, ajak masyarakat kita. Ini kita bisa defisit ini wisata kita, yang datang ke sini belum banyak, yang keluar malah banyak sekali. Hati-hati devisa kita bisa lari lagi, kalau caranya kita tidak rem. Hati-hati. Sekali lagi, tolong masyarakat diajak. Pak Gubernur, Pak Bupati, Pak Wali Kota, ajak masyarakat untuk berwisata di dalam negeri saja. Setuju? Kita ini punya daerah-daerah wisata yang baik; Bali, Labuan Bajo, Wakatobi, Toba, Raja Ampat, Bromo, Jogja, Babel, Borobudur, Jakarta, dan lain-lainnya. Kenapa dalam situasi krisis global seperti ini malah berbondong-bondong ke luar negeri? Dipamer-pamerin di Instagram… Apalagi pejabat.

Saya diundang ke luar negeri itu mungkin setahun bisa lebih dari 20 undangan, saya datang paling dua atau tiga karena betul-betul saya rem. Ini ada manfaat konkret enggak, sih? Karena juga keluar uang kita ke luar itu. Jadi hal-hal seperti itu, rem. Rakyat juga kita beri tahu. Gunakan untuk wisata di dalam negeri saja.

 

Yang terakhir, mengenai kemiskinan ekstrem. Data sudah jelas ada. Datanya ada. Di daerah-daerah ada semuanya datanya. Artinya, sasarannya jelas by name, by address semuanya ada. Nama, alamat, semuanya ada. Kalau kita bareng-bareng, pusat dan daerah bareng-bareng menuju ke sasaran yang kita tuju; lingkungannya digarap, air bersihnya digarap, bareng-bareng, urusan income/pendapatan semuanya digarap bareng-bareng.

 

Ini kita kemarin waktu COVID-19 naik lagi ke dua digit, ini sudah kembali lagi ke satu digit ke 9,54. Ini kita harapkan. Sasarannya ada kok, jelas nama dan alamat, bansos ke sana arahkan. Terhadap perbaikan rumah-rumah kumuh, arahkan juga kesana. Kalau nama dan alamatnya enggak jelas, itu kita kesulitan. Ini ada semuanya. Inilah yang sekali lagi kita kompak bareng-bareng untuk menuju pada sasaran yang kita inginkan.

 

Saya rasa jelas semuanya. Saya ingin kita semuanya kerja konkret bersama-sama. Saya tutup.

 

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.



Sumber: https://setkab.go.id/pengarahan-kepada-seluruh-menteri-kepala-lembaga-kepala-daerah-pimpinan-bumn-pangdam-kapolda-dan-kajati-di-jcc-senayan-jakarta-29-september-2022/