BDF V: Partisipasi Rakyat Utama Dalam Demokrasi

 
bagikan berita ke :

Jumat, 09 November 2012
Di baca 2009 kali

Presiden SBY, Kamis (8/11), menyatakan bahwa seluruh pandangan dan perspektif yang digulirkan oleh para Kepala Negara/Pemerintahan pada sesi debat ini akan menjadi sumber penting dalam memformulasikan dokumen BDF V. Selain itu, kumpulan pandangan dan perspektif tersebut juga menjadi referensi penting di masa depan untuk memperkuat demokrasi sebagaimana pula membangun dunia yang demokratis.      

Dalam kesempatan pertama, Yang Dipertuan Negara Brunei Darussalam Sultan Haji Hassanal Bolkiah mengungkapkan bahwa tema yang diusung BDF tahun ini sejalan dengan prinsip-prinsip MDGs dimana memiliki tujuan yang sama dimana rakyat dapat hidup dalam lingkungan yang aman sehingga rakyat mempunyai keyakinan akan masa depan. Untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, hal yang kemudian menjadi tantangan bagi Brunei Darussalam adalah apakah mampu menerjemahkan tantangan dan pandangan global pada prinsip ini secara praktis dalam kehidupan rakyat Brunei Darussalam sehari-hari.   

Presiden Republik Islam Afghanistan Hamid Karzai mencoba berbagi pengalaman kehidupan demokrasi di negaranya. Menurutnya, ujian yang paling nyata terkait implementasi demokrasi di Afghanistan adalah level manakah yang digunakan demokrasi dalam mendorong inklusif, stabilitas, dan pertumbuhan. Tidak hanya itu, sistem demokrasi akan dapat berjalan baik apabila didasarkan pada tatakelola pemerintahan yang baik dan implementasi hukum yang jelas dan tegas. Karenanya, untuk mendukung pembangunan demokrasi, Afghanistan terus mencoba membangun keseimbangan antara praktek demokrasi universal dengan realitas adanya kelompok masyarakat tradisional. Pada implementasinya, Afghanistan memiliki Loya Jirga atau semacam Grand Council yang sifatnya tradisional namun mampu menanamkan dasar sistem demokrasi di Afghanistan      

Selanjutnya, Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad menyoroti pada situasi masyarakat dunia saat ini, seperti perbudakan, kolonialisme, penyiksaan, yang terus diperlihatkan pada berbagai forum, yang menyebabkan penderitaan penduduk lokal, seperti yang terjadi di Palestina, Afghanistan, Pakistan. Masih ada pemimpin-pemimpin diktator yang bertindak mengatasnamakan demokrasi dan mengabaikan rakyatnya. Hal ini membuat negara-negara trersebut frustasi dengan situasi internasional saat ini. Ahmadinejad juga menyoroti perkembangan Pemilu di Eropa yang tidak mewujudkan keinginan rakyat namun menjadi ladang pertempuran bagi kaum kapitalis. Menurut Ahmadinejad, kebebasan mencari keadilan, partisipasi publik dalam penyelenggaraan pemerintahan, kesamaan definisi terkait hak dasar manusia, pemerintahan yang bebas suap, reformasi dalam tubuh PBB, merupakan langkah-langkah yang tepat untuk menguatkan pemerintahan yang berdasar pada rakyat.   

Perdana Menteri Republik Demokratik Timor Leste Kay Rala Xanana Gusmao menyatakan bahwa demokrasi tidak dapat mengabaikan konteks historis-kultural-ekonomi suatu negara. Demokrasi harus terus dipupuk dalam kehidupan masyarakat. Apa yang menjadi esensi dari demokrasi adalah dialog yang memampukan rakyat untuk tumbuh berkembang sebagai warga negara dan bangsa. Sebagai negara yang masih muda, Timor Leste terus belajar banyak untuk membangun demokrasi. Pada tahun ini, Timor Leste telah menyelenggarakan Pemilu Presiden dua putaran dan dinilai telah berlangsung bebas dan adil oleh komunitas internasional. Hasilnya, Timor Leste kini memiliki 3 partai yang akan memimpin Timor Leste periode 2012-2017.           

Lebih lanjut, Perdana Menteri Republik Turki Recep Tayyip Erdogan membahas mengenai tanggung jawab komunitas internasional terhadap permasalahan yang terjadi di beberapa negara saat ini, seperti perkembangan Suriah, Myanmar, dan Somalia. Menurut Erdogan, dunia internasional memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi di negara-negara tersebut. Kelompok-kelompok etnis, agama, golongan harus diwakili dalam pemerintahan Suriah maupun pemerintahan di berbagai wilayah lainnya. Turki juga memfokuskan perhatiannya pada Somalia yang terus mengalami kekacauan lebih dari 20 tahun. Turki juga menunjukkan kepeduliannya dalam upaya penyelesaian masalah Rohingya di Myanmar yang kini masalah tersebut berada di level ekstrim.         

Presentasi terakhir yang dibawakan oleh Perdana Menteri Kerajaan Thailand Yingluck Shinawatra menekankan pada partisipasi rakyat dalam membangun demokrasi. Shinawatra menyatakan ketika demokrasi disalahgunakan, rakyat akan bangkit melawan, itulah yang terjadi di Thailand pada tahun 2010. Kondisi pada saat itu menimbulkan konsekuensi dimana banyak orang kehilangan anggota keluarganya. Thailand kemudian melakukan rekonsiliasi nasional di bawah kerangka HAM agar kejadian tersebut tidak terulang. Shinawatra juga berupaya untuk menampung dan memahami seluruh suara pemangku kepentingan di parlemen sebagai bentuk penghargaan akan bebas berpendapat dalam kehidupan berdemokrasi di Thailand.***(humas setneg)    


Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           1           0           0           0