Benahi Institusi Politik

 
bagikan berita ke :

Senin, 26 November 2012
Di baca 4839 kali

“Oleh karena itu sangat disayangkan apabila ada gejala bahwa the best and the brightest dari anak bangsa, karena berbagai sebab, kurang tertarik untuk mengabdikan diri di dunia politik.  Taruhannya terlalu besar,” kata Wakil Presiden Boediono pada pembukaan Kongres ke VIX Persatuan Insinyur Indonesia (PII) di Jakarta, Senin 26 November 2012, “Ingat, perjuangan kemerdekaan kita berhasil karena dipimpin oleh the best and the brightest sons and daughters of our nation.”

Hadir dalam kesempatan itu Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, Ketua Umum PII Said Didu serta pengurus pusat dan wilayah organisasi yang menaungi profesi insinyur di Indonesia tersebut.


Wapres memulai sambutannya dengan mengatakan bahwa kunci kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh keberhasilan bangsa itu membangun institusi-institusinya (politik, ekonomi, sosial, hukum).  Institusi adalah penentu kemajuan, karena disitulah diwadahi aturan-aturan main yang mencerminkan sistem incentives and penalty, risks and rewards yang berlaku bagi semua pelaku, di bidang politik, ekonomi, sosial, hukum dan bidang-bidang kemasyarakatan lain. 


Institusi politik yang "pro-kemajuan" harus bersifat "inklusif", yaitu melibatkan mayoritas warganya dalam pengambilan keputusan-keputusan penting dan mempunyai aturan main yang fair dan transparan bagi semua warganya untuk berpartisipasi. Sedangkan di bidang ekonomi, institusi ekonomi juga harus bersifat "inklusif", yaitu sistem ekonomi yang terbuka dan memberi peluang seluas-luasnya bagi setiap warganegara untuk berkarya, berusaha dan mengambil risiko.


“Para ahli sepakat bahwa kekuasaan yang terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil tidak baik, karena hal itu membuat institusi menjadi "eksklusif,” kata Wapres. Sejarah bangsa-bangsa, katanya, menunjukkan bahwa oligarki di dunia politik dan monopoli atau oligopoli di bidang ekonomi akan membuat proses kemajuan bangsa terhenti dan bahkan berbalik arah, atau menjadi kemunduran.


Tanpa institusi-institusi inklusif, kata Wapres, tidak akan tercapai lingkungan yang subur bagi kreativitas manusia-manusia bangsa itu. “Mereka akan frustrasi dan akhirnya memilih untuk hijrah ke negara lain yang memiliki lingkungan yang lebih baik. Brain drain terjadi,” kata Wapres.


Maka, menurut Wapres, saat ini negara sangat membutuhkan orang-orang yang berdedikasi penuh untuk menata dan membenahi aturan-aturan main, membangun institusi-institusi dan bukan sekedar orang-orang yang pandai bermain dalam konteks aturan-aturan main dan institusi-institusi yang ada dan yang belum sempurna ini.


“Tantangan ini tidak menarik bagi mereka yang hanya menginginkan reward jangka pendek. Tantangan ini akan menyentuh hati mereka yang menginginkan generasi yang akan datang bisa hidup lebih baik daripada kita,” kata Wapres.


Dalam kesempatan itu Wapres menyambut baik tema Kongres yang memfokuskan pada masalah-masalah strategis jangka panjang bangsa, khususnya masalah air, pangan, energi, transportasi dan pengembangan SDM Iptek. Ia sependapat bahwa rencana yang sistematis, komprehensif dan berwawasan jangka panjang harus dimiliki untuk aspek-aspek pembangunan penting tersebut.  Pemerintah mengharapkan dan menghargai masukan dari PII untuk menyempurnakan rencana-rencana Pemerintah yang ada mengenai masalah-masalah mendasar itu. (Selengkapnya baca pidato Wapres di Ruang Media).


Menurut Ketua Persatuan Insinyur Indonesia Said Didu, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang telah mencapai angka USD 8..6 milyar dan menempati posisi 16 besar ekonomi dunia tak membuat terlena karena sesungguhnya belum didukung oleh kemajuan nilai tambah dan daya saing bangsa. Malah, dalam beberapa sektor terdapat gejala de-industrilisasi yang sangat mengkhawatirkan dalam kemajuan pembangunan di negeri ini.


Ketua PII juga mengungkapkan keprihatinannya akan perbandingan jumlah sarjana teknik di Indonesia yang kalah terhadap negara-negara lain di kawasan. Saat ini, Indonesia baru memiliki total sekitar 600 ribuan insinyur. Dengan jumlah penduduk sekitar 240an juta, maka angka itu hanya mencapai 164 insinyur/satu juta penduduk. Negara tetangga Malaysia mencatat perbandingan sebanyak 327 insinyur/satu juta penduduk, dan bahkan Vietnam yang merdeka jauh sebelum Indonesia telah mencapai 282 insinyur/satu juta penduduk.


Kongres PII berlangsung setiap tiga tahun sekali. Kongres ke-XIX yang akan berlangsung pada 26-27 November ini akan dimulai dengan seminar nasional dengan tema “Memperkuat Industri Berbasis Nilai Tambah dan Infrastruktur Pendukungnya untuk mempercepat Pembangunan Berkelanjutan. Dalam rangkaian ini pada 26 November malam akan berlangsung PII Engineering Award untuk 10 kategori. Selain itu juga akan dilakukan peninjauan keliling di sekitar Jakarta terhadap proyek-proyek pembangunan yang menitikberatkan pada ketahanan pangan, ketahanan energi dan kehandalan teknologi serta penanaman pohon. Kongres akan dihadiri oleh 400 utusan insinyur mewakili perwakilan pusat dan daerah dan pada puncaknya, Kongres akan memilih Wakil Ketua Umum PII yang akan langsung menempati posisi Ketua Umum pada periode berikutnya.


Dalam pembukaan Kongres itu, Ketua Umum PII juga menyerahkan lima rekomendasi pokok PII kepada pemerintah antara lain penyempurnaan indikator pertumbuhan nasional, dengan menambahkan indikator nilai tambah, penguasaan teknologi, jumlah dan kualitas sumber daya manusia. Rekomendasi lain adalah melakukan kebijakan jangka panjang pembangunan infrastruktur, percepatan penguasaan teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia serta penyelesaian UU Keinsinyuran. UU ini penting untuk berlaku sebelum dimulainya pasar bebas Asia Tenggara pada 2015 dan akan berperan sebagai kode etik profesi bagi insinyur di tanah air.
http://wapresri.go.id/index/preview/berita/2434
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
2           3           2           5           0