Kolaborasi dengan Kalangan Media, Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja Sambangi Tribun Medan

 
bagikan berita ke :

Jumat, 30 September 2022
Di baca 796 kali

Peran pers sangat strategis dalam memuat pemenuhan hak masyarakat untuk mengetahui, mengembangkan pendapat umum, dan melakukan pengawasan, kritik, koreksi serta saran. Pentingnya peran pers atau media sebagai bagian dalam proses penyempurnaan dan monitoring implementasi UU Cipta Kerja beserta aturan turunannya, menjadikan media visit sebagai salah satu agenda penting dalam rangkaian kegiatan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja di Medan, pada 29-30 September 2002.

 

Kelompok Kerja (Pokja) Strategi Sosialisasi Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja dan Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Sekretariat Negara (Humas Kemensetneg) menyambangi kantor Tribun Medan di Jl. K.H. Wahid Hasyim No.37, Medan Baru, Kota Medan, pada Kamis (29/9). Iin Sholihin sebagai Pemimpin Redaksi Tribun Medan didampingi oleh General Manager Business, Setiawan; dan Head of Human Resources Development, Terecia menyambut baik kunjungan Satgas UU Cipta Kerja.

 

Mengawali diskusi, Kepala Biro Humas Kemensetneg, Eddy Cahyono Sugiarto, menyampaikan berbagai upaya pemerintah dalam membuka ruang yang seluas-luasnya kepada seluruh pemangku kepentingan untuk ikut berpartisipasi secara bermakna (meaningful participation) dalam penyempurnaan dan implementasi UU Cipta Kerja.

 

“Semua yang kita diskusikan akan bermuara pada dua hal yakni bagaimana kita mampu berkomunikasi dalam mendukung percepatan reformasi struktural dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui penciptaan lapangan pekerjaan, kemudahan berusaha dan mengakselerasi investasi.” tutur Eddy.

 

Sejalan dengan Eddy, Pokja Strategi Sosialisasi, Lastyo Kuntoaji Lukito mengamini bahwa percepatan reformasi strukural dan peningkatan investasi menjadi perhatian Presiden Joko Widodo yang diturunkan melalui Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja kepada publik melalui peran strategis media.

 

Lastyo kemudian menjelaskan bahwa tugas utama Satgas UU Cipta Kerja yaitu memfasilitasi dan mengordinasikan agar sistem yang ada di UU Cipta Kerja dapat digunakan dan dimanfaatkan dengan baik. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Satgas terdiri dari pokja antara lain; Pokja Sinkronisasi Program dan Anggaran, Pokja Strategi Sosialisasi, Pokja Koordinasi Data dan Informasi, Pokja Monitoring dan Evaluasi, dan Pokja Sinergi Subtansi Sosialisasi.

 

“Satgas pada prinsipnya memfasilitasi karena tugas pokoknya ada di Kementerian dan Lembaga terkait, seperti Kemenaker dalam hal ketenagakerjaan, Kementerian Investasi dalam hal OSS-RBA untuk integrasi sistem.” Terang Lastyo.

 

Lebih lanjut, Lastyo menjelaskan bahwa pengintegrasian harus dilakukan demi memberikan kemudahan ke depannya. Lastyo mencontohkan Online Submission System (OSS) yang mengintegrasikan seluruh layanan perizinan berusaha secara elektronik.

 

Dengan adanya UU Cipta Kerja, kemudian diintegrasikan melalui OSS-RBA (Risk Based Approach) yaitu perizinan berusaha dibedakan berdasarkan risiko dan skala kegiatan usaha sehingga memudahkan pelaku UMKM dengan tingkat usaha rendah untuk mengantongi perizinan berusaha guna memberikan kepastian kepada para pelaku usaha, khususnya UMKM.

 

“OSS-RBA membuat izin-izin operasi ditarik dalam satu sistem. Menyatukan satu sistem ini luar biasa, ketika saya bertemu pimpinan sebuah marketplace begitu melihat sistem ini dia menyatakan bahwa ini lebih besar dari sistem yang ada di marketplace tersebut, jadi memang susah dalam hal teknis, apalagi ketidakharmonisan antara peraturan di pusat dan daerah, juga struktural.” Tambah Lastyo.

 

Sholihin menanggapi berdasarkan pengalamannya menyerap aspirasi masyarakat dalam mengurus perizinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). “Di daerah untuk mendapatkan PIRT sulitnya setengah mati, apalagi bicara sertipikat MUI, bicara BPOM. Mereka gak tau channel-nya, gak tau biayanya, lalu produksinya selesai.” ujarnya.

 

Sholihin kemudian menceritakan banyaknya pedagang makanan di Jl. Gajah Mada, Kota Pontianak, saat itu. Terdapat banyak kandungan dalam makanannya baik dari minyak babi maupun daging babi, namun pedagang yang makanannya tidak mengandung keduanya, menggunakan label Halal versinya sendiri. Hal ini kemudian ditertibkan oleh BPOM bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kala itu. Ternyata, kendala yang dihadapi para pedagang tersebut yaitu akses untuk mengurus perizinan dan biaya sertifikasi halal yang cukup mahal.

 

“Mau ngurusnya 10 juta gak cukup modalnya pak, padahal ibaratnya cuma buat logo warna merah, seperti spidol gitu, tulisan PIRT. 10 juta ngomongin yang produknya cuma lidah buaya gak nutup, ini merupakan produk unggulan untuk bahan kosmetik, makanan, apapun.” Keluh Sholihin menanggapi aspirasi para pedagang.

 

“Akhirnya adanya UU Cipta Kerja ini menyatukan kebijakan daerah, peraturan daerah dengan sebuah sistem. Sistem BPOM harus terintegrasi dengan sertifikasi halal. Makanya saya tidak heran ketika Bapak katakan ini lebih besar dari sistem marketplace yang ada, karena semua berkepentingan di daerah, ini pelik sekali, ini tantangan Satgas UU Cipta Kerja.” tambah Sholihin.

 

Menutup diskusi, Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja menyambut baik tawaran kolaborasi dengan Tribun Medan. Lastyo pun menyampaikan bahwa media dapat melihat secara obyektif dan menyeluruh dari berbagai sudut pandang baik dari pekerja dan pengusaha, baik dari substansi Omnibus Law. Maka, perlu kejelian seluruh pemangku kepentingan untuk menghimpun data dan informasi, agar terjadi meaningful participation, sehingga partipasi publik secara sungguh-sunguh dapat terwujud. (RMU/FFA – Humas Kemensetneg)

Kategori :
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0