Membaik, Perekonomian Kuartal I - 2007

 
bagikan berita ke :

Senin, 14 Mei 2007
Di baca 1250 kali

“ Pada kuartal I nampaknya indikator - indikator moneter, fiscal, maupun sektor riil itu menunjukkan perbaikan, dan ini menunjukkan apa hasil dari perhitungan akhir dari Biro Pusat Statistik. Indikator awal yang kami lihat menunjukkan perbaikan perbaikan, baik dari segi kestabilan harga, kestabilan ekonomi, dari segi pertumbuhan ekonomi dan juga dari segi keuangan. Misalnya dari segi perdagangan, devisa suku bunga dan sebagainya menunjukkan ke arah yang lebih baik,“ kata Boediono.

Pada pertemuannya dengan Presiden, lanjut Boediono, dilaporkan juga mengenai langkah – langkah yang akan diambil dan diantisipasi untuk mengamankan beberapa komoditi yang sangat strategis, antara lain beras. “ Kita ingin aman, harganya stabil pada harga yang wajar, tapi juga supply nya tersedia dengan cukup. Masalah minyak goreng juga dibahas, untuk kita amankan harganya maupun ketersediaannya di masyarakat, “ kata Boediono lagi.

Sementara Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah pada kesempatan yang sama mengatakan, telah melaporkan kepada Presiden hasil analisis dan pemantauan terjadap perkembangan terakhir. “ Saya tadi menyampaikan kepada Presiden hasil analisis dan pemantauan terhadap perkembangan nilai tukar, neraca pembayaran dan cadangan devisa yang berjalan akhir – akhir ini. Kami melihat bahwa persoalan nilai tukar adalah persoalan regional, bukan hanya yang terjadi di negara kita tapi juga di negara - negara emerging market di tetangga kita," katanya.

Burhanuddin bahkan membandingkan penguatan Rupiah dengan beberapa mata uang negara tetangga. “ Bahkan kalau kita bandingkan misalnya Rupiah selama beberapa bulan di tahun 2007 ini, menguat sebesar 1,62%. Itu lebih rendah penguatannya dibandingkan dengan misalnya Rupee India yang menguat 7,42%, Thai bath yang menguat 4,5 %, Ringgit Malaysia yang menguat 3,7%, dan Philipine Peso yang menguat 3,5%. Dari situ terlihat bahwa Rupiah masih cukup kompetitif dibandingkan dengan mata uang lainnya di region kita, " jelas BUrhanuddin.

Mengenai alasan penguatan tersebut, dijelaskan oleh Burhanuddin, karena likuiditas banyak sekali secara global dan mencari tempat untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. “ Tempat yang menghasilkan yang lebih baik salah satu diantaranya Indonesia, karena ada sumber – sumber pertumbuhan, “ katanya.

Lebih jauh Burhanuddin menjelaskan bahwa penguatan Rupiah ini tidak benar beresiko akan terjadinya krisis. “Apakah penguatan Rupiah ini memiliki resiko – resiko sampai terjadinya krisis ? Kalau itu yang dipertanyakan, jawabannya itu sama sekali jauh panggang dari api. Karena yang bisa membentuk dan membuat krisis adalah bila makro ekonomi managemennya tidak baik. Kedua, bila institusinya tidak cukup kuat. Ketiga, apabila nilai tukarnya di peg ke satu mata uang tertentu," tambahnya.

Ditegaskan oleh Burhanuddin, ketiga persyaratan ini tidak cukup untuk negara kita. “Makro ekonomi kita dimanage secara baik, fiskal defisit terjaga dan terkelola dengan cukup menjanjikan, neraca pembayaran selama 6-7 tahun terakhir ini surplus dibandingkan dengan masa – masa sebelumnya. Surplusnya cukup besar sekitar, 2,2% dari GDP on average. Institusi – institusi ekonomi kita jauh lebih kuat dibandingkan masa – masa sebelum krisis, dan fleksibilitas nilai tukar kita cukup terjaga selama ini. Dari situ kita melihat bahwa resiliensi perekonomian kita cukup baik dan yang terlaporkan justru bukan kekhawatiran – kekhawatiran akan adanya krisis, tapi optimisme – optimisme yang muncul. Pertumbuhan ekonomi yang dilaporkan tadi serta harga - harga yang stabil, karena itulah banyak pihak yang merevisi perkiraan kegiatan ekonominya menjadi lebih baik lagi, “ kata Burhanuddin.

 

Sumber :
http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2007/05/11/1832.html

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0