Jakarta: Anggota DPRD yang telah mengambil uang rapelan Tunjangan Komunikaksi Intensif (TKI) tahun 2006 yang diperoleh berdasarkan PP 37/2006 sebelum direvisi, tetap harus mengembalikan. Tetapi pengembaliannya akan dilakukan selunak mungkin, dalam jangka waktu sampai batas masa jabatan mereka. Demikian dikatakan Menteri Dalam Negeri M. Ma`ruf hari Rabu (28/2) siang kepada wartawan, usai mengikuti rapat terbatas kabinet yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Kepresidenan.

"> Jakarta: Anggota DPRD yang telah mengambil uang rapelan Tunjangan Komunikaksi Intensif (TKI) tahun 2006 yang diperoleh berdasarkan PP 37/2006 sebelum direvisi, tetap harus mengembalikan. Tetapi pengembaliannya akan dilakukan selunak mungkin, dalam jangka waktu sampai batas masa jabatan mereka. Demikian dikatakan Menteri Dalam Negeri M. Ma`ruf hari Rabu (28/2) siang kepada wartawan, usai mengikuti rapat terbatas kabinet yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Kepresidenan.

"> Jakarta: Anggota DPRD yang telah mengambil uang rapelan Tunjangan Komunikaksi Intensif (TKI) tahun 2006 yang diperoleh berdasarkan PP 37/2006 sebelum direvisi, tetap harus mengembalikan. Tetapi pengembaliannya akan dilakukan selunak mungkin, dalam jangka waktu sampai batas masa jabatan mereka. Demikian dikatakan Menteri Dalam Negeri M. Ma`ruf hari Rabu (28/2) siang kepada wartawan, usai mengikuti rapat terbatas kabinet yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Kepresidenan.

">

Mendagri: Rapelan Tetap Dikembalikan Tapi Dengan Cara Lunak

 
bagikan berita ke :

Kamis, 01 Maret 2007
Di baca 2013 kali

Dalam ratas (rapat terbatas) itu, hadir pula Menko Perekonomian Boediono, Menko Kesra Aburizal Bakrie, Menko Polhukam Widodo AS, Mendagri M.Ma’ruf, Menhan Juwono Sudarsono, Menkeu Sri Mulyani, Mensesneg Yusril Ihza Mahendra, Panglima TNI Joko Soeyanto, Kapolri Sutanto, Jaksa Agung Abrul Rahman Saleh serta Jubir Presiden, Andi Mallarangeng.

Sebelumnya, Mendagri menjelaskan bahwa dikeluarkannya revisi keuangan ini, dengan maksud agar daerah –daerah mempunyai pedoman yang jelas dalam hal pengelolaan anggaran bagi anggota DPRD. �Dikeluarkannya dana itu, agar kinerja DPRD dapat lebih meningkat, dimana kedudukan DPRD adalah sebagai unsur penyelenggara di daerah dengan melaksankan fungsi legislasi, budget, dan pengawasan,� kata M. Ma'ruf, yang ketika memberi keterangan pers didampingi Mensesneg Yusril Ihza Mahendra, Menkeu Sri Mulyani, dan Jubir Presiden, Andi Mallarangeng.

Ditambahkan, "Untuk melaksanakan ini, anggota DPRD memerlukan sarana dan prasarana untuk bertemu dengan masyarakat dalam rangka menampung dan mengartikulasikan aspirasi- aspirasi dari masyarakat, guna memberikan input bagi penyelenggaraan pemerintahan, maupun pembangunan di daerah yang bersangkutan,� ujarnya.

Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan pengelompokan Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) terkait dengan revisi PP 37 Tahun 2006, dimana pengertian KKD ditinjau dari segi kewajaran, proporsionalitas, dan kepantasan besaran dana Belanja Penunjang Operasional (BPO) dan Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI). Dikatakan, perhitungan KKD diperoleh dari Penerimaan Umum (PU) daerah, setelah dikurangi dengan Belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (BPNSD). �Pengelompokan KKD ini perlu, mengingat heteroginitas KKD dan untuk menghindari pola maksimum dalam perhitungan BPO dan TKI. Besarnya BPO dan TKI setiap daerah tergantung pada ranking pengelompokan KKD nya,� kata Sri Mulyani.

Tentang heterogenitas ini, Sri Mulyani mencontohkan, PAD Jakarta Rp. 8, 67 triliun, sedangkan Irian Jaya Barat Rp. 18,60 milliar. Dana Bagi Hasil (DBH) Jakarta Rp. 4, 92 triliun, sementara Gorontalo hanya Rp. 13, 28 milliar. Atau Dana Alokasi Umum (DAU) Jawa Timur Rp. 1.09 triliun, sedangkan Kaltim Rp. 235, 74 milliar. "Selain itu untuk heterogenitas KKD Kab/Kota misalnya PAD Kota Surabaya Rp. 536, 42 milliar, sementara Kabupaten Keerom di Papua hanya Rp. 85 juta. Kemudian DBH Kabupaten Kutai Kertanegara di kaltim Rp.2, 76 triliun, sedangkan Kabupaten Samosir, Sumut, hanya Rp. 9,25 milliar."

Untuk itulah, kata Sri Mulyani, KKD ini dibagi dalam tiga kelompok, "Pertama, KKD kategori tinggi, apabila lebih besar dari Rp. 1,5 triliun, untuk provinsi, atau lebih besar dari Rp. 0,4 triliun untuk kabupaten/kota. Kedua, KKD kategori sedang antara Rp. 0,6 triliun sampai Rp. 1,5 triliun untuk provinsi, atau antara Rp. 0,2 triliun sampai Rp. 0,4 triliun untuk kabupaten/kota. Ketiga kategori rendah apabila kurang dari Rp. 0,6 triliun untuk provinsi, atau kurang dari Rp. 0,2 triliun untuk kabupaten dan kota,� ujar Sri Mulyani.

“ Bagi daerah yang memiliki KKD tertinggi, maka besarnya TKI paling tinggi 3 kali uang representasi Ketua DPRD. Besarnya BPO untuk Ketua ditetapkan paling tinggi 6 kali uang representasi Ketua DPRD, ditambah 4 kali uang representasi seluruh Wakil Ketua DPRD. Kemudian daerah yang memiliki KKD sedang, TKI paling tinggi 2 kali uang representasi Ketua DPRD. Besarnya BPO untuk Ketua ditetapkan paling tinggi 4 kali uang representasi Ketua DPRD ditambah 2,5 kali uang representasi seluruh wakil Ketua DPRD. Sedang bagi daerah yang memiliki KKD rendah, besarnya TKI paling tinggi 1 kali uang representasi Ketua DPRD. Besarnya BPO untuk Ketua ditetapkan paling tinggi 2 kali uang representasi Ketua DPRD, ditanbah 1,5 kali uang representasi seluruh Wakil Ketua DPRD,� ujarnya.

Besaran TKI dan BPO maksimun setiap bulan untuk provinsi berdasarkan kelompok KKD yaitu, untuk KKD kelompok Tinggi, Ketua DPRD uang representasi Rp.3 juta dikali 3 menjadi Rp. 9 juta, untuk dana TKI. BPO Rp. 3 juta kali 6 menjadi Rp. 18 juta. Jadi apabila ditambah tunjangan Rp. 5, 25 juta, maka total gaji Ketua DPRD perbulan Rp. 35, 25 juta. Wakil Ketua DPRD Total Rp. 25,18 juta, dan anggota total Rp. 15,11 juta.

Untuk KKD kelompok Sedang yaitu, Ketua DPRD uang representasi Rp. 3 juta dikali 2, jadi Rp. 6 juta, untuk dana TKI. BPO Rp.3 juta dikali 4, jadi Rp. 12 juta. Ditambah tunjangan lain-lain Rp.5, 25 juta, total penerimaan Rp. 26 juta. Wakil Ketua DPRD Rp.18,59 juta, dan anggota Rp.12, 11 juta. Kemudian kelompok Rendah, Ketua DPRD uang representasi Rp.3 juta, kali 1, jadi Rp. 3 juta, untuk dana TKI. BPO Rp. 3 juta kali 2 jadi Rp. 6 juta. Tambah tunjangan Rp.5,25 total menjadi Rp. 17,25 juta. Wakil Ketua DPRD total Rp.13,19 juta, sedangkan anggota Rp. 9,11 juta.

Sedangkan besaran TKI dan BPO maksimum setiap bulan untuk Kab/Kota berdasarkan kelompok KKD, yakni untuk Ketua DPRD uang representasi Rp. 2, 1 di kali 3 jadi Rp.6,3 juta dana TKI, sedangkan dana BPO Rp.2,1 kali 6 menjadi Rp.12,6 juta, ditambah dana tunjangan lain Rp. 3,72 juta, total gaji Rp. 24,72 juta perbulan. Lalu untuk kelompok Sedang, Ketua DPRD uang representasi Rp. 2,1 juta di kali 2 menjadi Rp. 4,2 juta untuk dana TKI, untuk BPO uang representasi dikali 4 menjadi Rp.8,4 juta, ditambah tunjangan Rp. 2,98 juta, total gaji Rp.13,06 juta. Kelompok Rendah, Ketua DPRD uang representasi Rp.2,1 di kali 1, jadi Rp.2,1 juta uang TKI, untuk BPO uang representasi di kali 2 menjadi Rp. 4,2 juta, total gaji ditambah tunjangan Rp. 12,12 juta perbulan. Wakil Ketua DPRD Rp. 9,28 juta, anggota Rp. 6,42 juta perbulan.

"Dengan demikian," lanjut Sri Mulyani, "Ada pengurangan beban APBD Provinsi sebesar Rp. 49,50 milliar atau 27,17 persen. Berdasarkan revisi PP No. 37 Tahun 2006, total BPO ditambah TKI provinsi sama dengan Rp 132,67 milliar. Dibandingkan sebelum revisi, total BPO ditambah TKI Provinsi sama dengan Rp. 182,17 milliar. Sedangkan pada Kab/Kota Sebelum revisi total BPO ditambah TKI sama dengan Rp. 1,127 triliun, setelah revisi PP 37/2006 total BPO ditambah TKI sama dengan Rp.720,68 milliar. Dengan demikian ada pengurangan beban APBD Kab/Kota sebesar Rp. 407,22 milliar atau 36,10 persen.
Pengurangan beban APBD seluruh Indonesia sebesar Rp. 456,72 milliar atau 34,86 persen. Dari sebelumnya total BPO ditambah TKI Rp. 1,31 triliun, setelah revisi BPO ditambah TKI menjadi Rp. 853,35 milliar.

"Perubahan juga terjadi pada Kab/Kota yang PAD nya tidak dapat menutupi anggaran BPO dan TKI, dimana sebelumnya berdasarkan PP 37/2006 jumlah daerah yang tidak dapat menutupi BPO dan TKI sebanyak 28 Kab/Kota. Berdasarkan revisi daerah yang tidak dapat menutup BPO dan TKI (PAD-net negative), sisa 13 Kab/Kota yaitu Kabupaten Mappi, Kabupaten Supiori, Kabupaten Pakpak Barat, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pegunungan Bintan, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Asmat, dan Kabupaten Waropen. Demikian penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

 

Sumber :
http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2007/02/28/1611.html

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0