PEMBEKALAN KEPADA PESERTA FORUM KONSOLIDASI PIMPINAN PEMERINTAH DAERAH TINGKAT I DAN II,8 APRIL 2008

 
bagikan berita ke :

Selasa, 08 April 2008
Di baca 1111 kali

SAMBUTAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA
ACARA PEMBEKALAN KEPADA PESERTA FORUM KONSOLIDASI
PIMPINAN PEMERINTAH DAERAH TINGKAT I DAN II, DAN PROGRAM PENDIDIKAN REGULER LEMHANAS ANGKATAN 41 DAN 42
GEDUNG LEMHANNAS, 8 APRIL 2008

 

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Selamat pagi, Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang saya hormati para Menteri Koordinator, para Menteri dan Anggota Kabinet Indonesia Bersatu, para Pimpinan TNI,

 

Yang saya hormati Saudara Gubernur Lemhannas, para Pejabat Teras Lemhannas, para Widyaiswara Senior, para Widyaiswara,

 

Yang saya cintai para Peserta Forum Konsolidasi Pimpinan Pemerintahan Daerah, baik yang sudah selesai mengikuti program pendidikan maupun yang insya Allah akan segera mengakhirinya, Yang saya cintai para Peserta Program Pendidikan Reguler Lemhannas, baik angkatan 41 maupun angkatan 42,

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Marilah pada kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini, kita panjatkan sekali lagi puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan ridho-Nya, kita semua masih diberi kesempatan, kekuatan, dan semoga senantiasa kesehatan untuk melanjutkan karya, tugas, dan pengabdian kita kepada bangsa dan negara tercinta.

 

Kita juga bersyukur dan saya juga mengucapkan selamat atas terpilihnya Saudara-saudara untuk mengikuti Program Pendidikan Reguler Lemhannas, dan juga kesempatan yang diberikan kepada para Bupati, Walikota, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang ikut mengikuti program peningkatan kapasitas, peningkatan wawasan, dan tentunya yang lebih utama adalah kemampuan managerial dan kepemimpinan Saudara. Sebelumnya pada tingkat Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi juga melakukan program yang sama. Belajar itu tidak pernah mengenal batas akhir, hidup kita juga sebuah universitas, universitas yang abadi. Saya dulu 30 tahun bertugas di lingkungan TNI, setelah itu ikut dalam pemerintahan sebagai Menteri kurang lebih 4 tahun, dan alhamdulillah memimpin bangsa dan negara 3,5 tahun ini, tapi saya tetap belajar. Saya selalu menyempatkan waktu di akhir minggu untuk menambah pengetahuan saya, baik permasalahan dalam negeri maupun luar negeri. Saya harus melaksanakan apa namanya, recharging battery, apa namanya menge-charge baterai supaya lebih tokcer, begitu. Jadi kalau Saudara belajar, pasti manfaatnya besar. Terima kasih Lemhannas yang telah terus mengasah pengetahuan ilmu beliau-beliau semua dan saya pun juga ikut belajar dalam proses yang sama-sama kita lakukan ini.

 

Saudara-saudara,

 

Saya mengajak beberapa menteri. Saya pilih menteri-menteri yang sedang mengelola permasalahan aktual, permasalahan kontemporer, dan permasalahan yang mendasar. Disamping Menteri Koordinator, saya ajak Menteri Pertanian karena permasalahan pangan sekarang ini menjadi permasalahan dunia, yang imbasnya juga kita rasakan. Permasalahan energi juga demikian, kita hadapi, kita rasakan krisis harga minyak global. Kabulog juga tentu mengelola persediaan beras kita, termasuk distribusi dan upaya untuk mempengaruhi harga supaya pas dengan produsen, yaitu petani kita dan konsumen bagi pembeli beras itu. Lantas, Menteri Negara BUMN yang juga memiliki peran yang penting untuk menggerakkan usaha negara kita, mengatasi permasalahan pangan, energi, dan permasalahan-permasalahan yang lain.

 

Saudara-saudara,

 

Ini kesempatan yang baik karena ada 4 angkatan sebetulnya, Forum Konsolidasi 1 dan 2, BPR angkatan 41 dan 42 dan yang lain-lain. Oleh karena itu, saya akan menyampaikan hal-hal yang fundamental, tapi juga operasional yang dapat segera Saudara jalankan nanti setelah selesai mengikuti pendidikan di Lemhannas ini.

 

Saudara-saudara,

 

Tahun 2007 yang lalu, tepatnya bulan April, saya diundang oleh Ikatan Alumni Lemhannas dalam sebuah acara reuni akbar yang dilaksanakan tanggal 17 April tahun lalu di Jakarta. Saya menyampaikan waktu itu di depan ratusan alumnus, pentingnya kita menjadi bangsa yang rasional, bangsa yang memiliki kekuatan pikir yang tinggi, the power of reason, yang paham betul bagaimana mengelola sumber daya, bagaimana membangun negara dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh negaranya. Semakin rasional sebuah bangsa, jalan untuk menuju atau menjadi negara maju, developed country, akan semakin tinggi. Lemhannas lembaga yang sudah kita kenal yang memiliki kurikulum dan metodologi untuk mengembangkan cara-cara berpikir yang rasional. Pemimpin harus rasional, managers juga harus rasional.

 

Kali ini saya tambahkan lagi, bagaimana kita terus menyempurnakan dan mengembangkan kepribadian kita dalam rangka character building untuk semua yang sedang mengemban amanah di negeri ini, mulai dari saya mengalir terus ke depan, bukan ke bawah, ke depan sampai tingkat Bupati, Walikota mengalir terus ke depan, sampai pemimpin yang paling depan, Kepala Desa. Saya ingin di dalam memimpin rakyat, di dalam mengelola pemerintahan dan negara ini, kita betul-betul melakukan secara paripurna, dengan semangat, dengan kapasitas dan kapabilitas yang setinggi-tingginya. Saya merasakan bahwa 10 tahun terakhir ini akibat krisis yang melanda negeri kita, tanpa kita sadari sering kita memiliki jiwa yang tidak terang, jiwa yang gelap, yang melihat sesuatu ya gelap, pesimis, putus asa, menyerah, perasaannya negaranya jelek terus, negara lain baik terus, menyalahkan, menghujat dan lain-lain. Kalau kita punya jiwa yang gelap dan bukan jiwa yang terang, kita tidak kemana-mana, dan kita tidak menjadi siapa-siapa, jalan di tempat. Kalau pemimpinnya jalan di tempat, pemimpinnya tidak kemana-mana hampir pasti rakyatnya juga tidak kemana-mana.

 

Yang kedua, setelah kita bangun jiwa kita menjadi jiwa yang terang, mari kita berpikir yang positif, positive thinking dan kita bersikap optimis. Orang yang berpikiran negatif dan bersikap pesimis, berkali-kali saya katakan di banyak forum, mereka sudah kalah sebelum melangkah. Orang yang pesimis, semua itu dilihatnya bermasalah, ini susah, ini berat, ini tidak mungkin. Berpikir negatif, ya serba negatif. Mari kita lakukan perubahan, kita lakukan reformasi dalam diri kita, jiwa, hati dan pikiran kita. Dari negatif menjadi positif, dari pesimis menjadi optimis, dari yang gelap menjadi yang terang. Tolong dicamkan Saudara-saudara, kita pemimpin, kita mesti menunjukkan arah ketika rakyat merasa mengalami disorientasi, kegamangan, kecemasan. Semua itu bisa kita lakukan kalau kita sekali lagi punya kepribadian dan karakter seperti itu.

 

Tahun 70-an saya membaca buku tulisan Muchtar Lubis, judulnya “Manusia Indonesia dan Bangsa Indonesia”. Yang baik, yang bagus banyak, tapi sifat-sifat yang tidak bagus juga diangkat dalam buku itu, misalnya bangsa kita ini termasuk bangsa yang percaya pada tahayul, tidak terus terang, ada yang munafik, begitu konon menurut Muchtar Lubis. Kita perlu berintrospeksi, apakah karakter-karakter yang tidak konstruktif itu masih melekat pada diri kita. Ada seorang ekonom, sosiolog namanya Gunnar Myrdal, saya masih ingat bukunya “Asian Drama”. Itu juga mengangkat yang namanya soft nation, soft people, bangsa yang tidak tough, yang tidak kuat, yang tidak strong, sehingga mudah menyerah pada keadaan. Ada buku yang saya baca juga puluhan tahun yang lalu, yang berjudul “Mitos Pribumi Malas”. Coba kita renungkan dimana kita, seperti apa semangat, tekad dan karakter kita. Sekali lagi kalau kita ingin maju dan kemajuan lebih cepat kita lakukan dan bukan lambat, maka mari kita melakukan evolusi dalam jiwa, hati dan pemikiran kita. Ini yang lebih penting saya sampaikan kepada Saudara pada forum hari ini, kalau yang berkaitan dengan substansi yang lain Lemhannas adalah jagonya. Saya hanya ingin mengingatkan di atas segalanya, pemimpin itu memerlukan karakter, kepribadian, dan perilaku yang membawa semangat, yang mendorong terjadinya perubahan dan kemajuan.

 

Saudara-saudara,

 

Saudara semua adalah pemimpin, leaders. Saudara, karena sudah pada level menengah ke atas, juga managers. Oleh karena itu, kepemimpinan dan manajemen mutlak Saudara kuasai, mutlak kita kuasai. Kepemimpinan itu tiada lain adalah mengajak, mendorong, mempersuasi yang dipimpin untuk mencapai tugas pokok, untuk mencapai tujuan dengan seni dan ilmu Saudara sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi. Tapi kepemimpinan yang efektif bisa membawa semuanya itu untuk melaksanakan tugas dengan baik, mission must be accomplished.

 

Manajemen intinya menggunakan sumber daya yang dimiliki, semua resources, capital, opportunity untuk mencapai hasil yang lebih bagus, greater output. Kalau di Kabupaten Saudara punya sumber daya alam yang bagus, punya physical infrastructure yang cukup, termasuk listrik, manusianya juga unggul, letaknya bagus, strategis, maka akan menjadi amat sayang dan merugi kalau kemajuan dari daerah masyarakat itu pas-pasan atau begitu-begitu saja, berarti ada sesuatu yang tidak muncul, yang tidak hadir, good management. Manajer yang bagus dengan opportunity itu, dengan resources itu, dengan luxury itu mesti bisa didayagunakan sebaik-baiknya, direncanakan yang baik, dijalankan yang baik, diawasi yang baik sampai tujuannya bisa dicapai. Pada tingkat provinsi lebih besar lagi, pada tingkat negara makin besar.

 

Saya ingin sekembali dari pendidikan di Lemhannas ini, sebagaimana pula yang diajarkan oleh lembaga, saya minta Saudara lebih mengembangkan, memantapkan kepemimpinan dan kemampuan managerial Saudara semuanya. Bagi kita, semua pemimpin di negeri ini menghadapi tantangan dalam negeri yang tidak ringan, ditambah dengan persoalan dunia yang juga makin berat dewasa ini, terutama pangan dan energi yang saya sebutkan tadi, maka harus kita tekadkan dalam hati kita, semboyan harus bisa, saya ulangi, harus bisa. Harus bisa itu bukan sombong, bukan takabur, bukan mendahului kehendak Allah Subhaanahu wa Ta'aala , harus bisa itu adalah spirit, can do spirit. Mosok nggak bisa, mosok nggak ketemu solusinya, mosok begini saja kita menyerah, mosok kita anggap semuanya gelap. Insya Allah bisa. Mari kita selesaikan, ajak semua. Kalau kita semua, Saudara-saudara menghadapi tantangan, persoalan, ujian apapun, entah ekonomi, entah sosial, entah keamanan, entah hukum, kemiskinan, pendidikan, kesehatan, pangan, energi, tekadnya harus bisa, insya Allah bisa, maka akan dibukakan hati dan pikiran Saudara. Dengan terbukanya hati dan pikiran, solusi itu dekat, pilihannya muncul, tinggal kita pilih mana yang paling tepat. Harus bisa, dalam artian sebagaimana yang saya sampaikan tadi.

 

Pemimpin harus bisa mengubah sesuatu yang seolah-olah tidak mungkin menjadi mungkin, to make the impossible menjadi sesuatu yang possible. Menghadapi krisis, pemimpin yang berhasil adalah mengubah dari krisis menjadi peluang, from crisis to opportunity, dan itu banyak terjadi di belahan dunia ini. Muncul pemimpin-pemimpin dari berbagai profesi, bisnis, pendidikan, pemerintahan, parlemen, partai politik yang amat piawai dan bisa mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, yang bisa mengubah dari krisis menjadi peluang. Oleh karena itu, setelah dilengkapi, ditingkatkan pengetahuan, wawasan, skills, maka saya minta Saudara betul-betul mengembangkannya. Kita harus tahu masalah, yang kedua harus, setelah tahu masalah akan ketemu solusinya, dan setelah itu kita jalankan. Kenali masalah, temukan solusinya, kita jalankan. Ini basic, ini kalau Saudara mengikuti kuliah di perguruan tinggi ini pelajaran hari pertama barangkali, tapi jangan dilupakan. Memecahkan persoalan, kenali penyebab atau akar persoalan itu, temukan jalan keluarnya, jalankan.

 

Saudara-saudara,

 

Berkaitan dengan apa yang saya sampaikan tadi, beberapa saat yang lalu, minggu lalu saya berbicara di depan Apindo, Asosiasi Pengusaha Indonesia, saya bebicara di depan Rapimnas Kadin. Ini Pak hidayat ada di sini Ketua Kadin kita, Kamar dagang dan Industri Indonesia. Yang intinya saya menantang, saya men-challenge para businessman kita untuk menghadapi gonjang-ganjing pangan dan energi dan gejolak keuangan global ini dari krisis betul-betul menjadi peluang, menjadi opportunity. Tahu harga pangan melambung, tahu kita masih sebagian mengimpor pangan, mari kita tingkatkan produksi pangan, itu solusinya, itu bisnis, itu peluang yang tidak boleh kita sia-siakan. Minyak begitu juga, minyak dan gas luar biasa tingginya, meroket harganya, bagaimana kita bisa meningkatkan produksi minyak dan gas, bagaimana kita mendiversifikasi sumber-sumber energi, geothermal, batubara, gas dan lain-lain, dan bagaimana kita membikin bangsa ini hemat, kita membikin instrumen kendaraan, mesin yang lebih hemat, itu opportunity, itu bisnis, itu profit. Kemarin saya memimpin Sidang Kabinet Paripurna dihadiri oleh semua Gubernur dari seluruh Indonesia, disamping Menteri, disamping Pimpinan BUMN dan Pimpinan LPND, sama, mari kita ubah masalah tantangan, ujian, krisis ini menjadi opportunity. Para Gubernur punya wilayah, Bapak Bupati, Walikota punya wilayah, punya sumber daya, lagi-lagi menghadapi tantangan pangan baik supply maupun harga, mestinya muncul dalam tekad kita, bagaimana Indonesia bisa berswasembada pangan, beras keadaannya makin baik. Tahun 2008 ramalan kita akan aman, bahkan sesungguhnya sangat bisa kita melakukan ekspor, meskipun kita putuskan tahun ini yang penting aman dulu untuk kepentingan dalam negeri. Tahun-tahun berikutnya lagi barangkali kalau kondisinya makin baik, better, kita bisa mengubah yang tadinya mengimpor menjadi mengekspor. Gula relatif aman, jagung, daging sapi masih beberapa saat lagi, kedelai belum aman, tentu tepung terigu belum aman. Lah yang belum aman-belum aman itulah, daerah juga harus punya tekad untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Bukan menambah lahan, ekstensifikasi, tapi meninggikan output production dengan program intensifikasi. Itu sangat bisa kita lakukan.

 

Tiga minggu yang lalu saya berbicara dengan sahabat saya, Presiden Ahmadinejad dari Iran. Ahmadinejad mengatakan kepada saya, dulu Iran itu mengimpor gandum karena basic food-nya bukan beras, tapi roti. Kemudian tahun 79 karena ada revolusi Islam, Saudara masih ingat, Iran diembargo, berikan sanksi, diisolasi. Di situlah, menurut Ahmadinejad, bangkitlah semangat dan tekad bangsa Iran yang akhirnya sekarang dia berswasembada gandum, bahkan katanya sudah bisa mengekspor gandum itu.

 

Kepada para Gubernur saya sampaikan, bangsa kita ini boros energi, tidak termasuk atau belum termasuk bangsa yang hemat energi, ya listrik, ya BBM, tambah telpon, tambah air, boros. Padahal makin bermasalah penyediaan pangan, energi dan air.

 

(Presiden berhenti sejenak karena melihat ada seorang bupati tertidur. “Pemimpin bagaimana memimpin rakyat kalau di ruangannya tidur. Malu kepada rakyat. Dipilih langsung Saudara oleh rakyat untuk diajak bicara memajukan rakyatnya saja tidur. Ya, Jangan main-main dengan tanggung jawab, berdosa, bersalah, malu kepada rakyat, kalau kita tidak bisa mengendalikan diri kita. Kepemimpinan berangkat dari diri kita. Lembaga bisa meluluskan orang yang kepribadiannya jelek. Meskipun pintar selangit pintarnya, tapi kalau kepribadiannya jelek, itu jadi racun, jangan diluluskan. Biar rakyat tahu, ada pemimpin yang tidak lulus ikut lemhannas, bukan karena tidak pandai, karena tidak bagus kepribadiannya” ).

 

Saya lanjutkan Saudara-saudara. Jadi mari kita ubah jadi dari bangsa yang boros energi menjadi hemat energi, silahkan dikembangkan seperti apa gerakan kita kampanye menjadi bangsa yang hemat.

 

Saudara-saudara,

 

Apa yang saya sampaikan itu untuk menuntun cara berpikir kita, pikiran kita, jiwa kita menjadi pemimpin-pemimpin sejati. Saudara sangat diperlukan oleh rakyat untuk memajukan masyarakat dan daerah Saudara yang Saudara pimpin. Saya akan merespon secara singkat apa yang disampaikan tadi oleh Saudara Effendi Anas, Walikota Jakarta Utara, betul? Dan Saudara Manimbang Kahariady, Ketua DPRD Sumbawa Barat.

 

Yang pertama, Pak Effendi yang mewakili Forum Konsolidasi Pimpinan Daerah pada Tingkat Bupati, Walikota, DPRD, Kabupaten, Kota angkatan pertama. Ya memang sebagaimana saya sampaikan di Lemhannas waktu di Istana Negara, kita ini sedang melaksanakan transformasi besar, perubahan, reformasi, demokratisasi. Memang sepanjang perjalanan transformasi ini pasti banyak tantangan, banyak masalah, banyak resistensi, kadang-kadang mundur, J Curve, setback, kadang-kadang terhambat, cari jalan lain. Tapi percayalah sebagaimana dialami oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Kalau kita terus kawal, kita amankan, kita jalani, maka suatu saat 10 tahun lagi, 20 tahun lagi, Indonesia akan jauh lebih baik dibandingkan sekarang, mungkin sudah era pemimpin-pemimpin berikutnya lagi. Tetapi percayalah kalau transformasi ini kita jalankan, kita tahan, kita tegar, kita siap menghadapi persoalan, ujian, bahkan perlawanan barangkali dari mereka-mereka yang tidak mau berubah, saya yakin akan sampai pada saatnya nanti.

 

Tadi diangkat masalah infrastruktur yang diperlukan untuk pembangunan daerah. Saudara-saudara, supaya tahu, kalau ini APBN, alhamdulillah jumlahnya terus meningkat, bisa jadi tahun depan, kalau tidak terjadi resesi ekonomi yang cukup tajam, yang cukup dalam, kita bahkan bisa menembus Rp 1.000 triliun kita punya APBN. Satu lonjakan yang cukup signifikan. Tapi APBN ini harus punya politik, punya design, punya pilar. Oleh karena itu, dua tahun terakhir saya melakukan perubahan fundamental bersama-sama DPR. Sebab kalau tidak punya politik, tidak punya design, maka berapapun tambahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tidak efektif untuk mengatasi masalah-masalah yang fundamental untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

 

Ini penting para Bupati, Walikota, Pimpinan DPRD di sini, Saudara Peserta PBRA, apapun persoalan yang dihadapi dan sekarang persoalan yang dihadapi negara kita, minyak, pangan, berpengaruh pada defisit, berpengaruh pada inflasi, berpengaruh pada subsidi, maka ada tiga pilar yang harus kita pertahankan. Pilar pertama adalah untuk membiayai tugas-tugas umum pemerintahan, tidak boleh berhenti, bubar negara, kalau tidak cukup biaya untuk kegiatan atau tugas umum pemerintahan. Pilar yang kedua, porsi yang kedua adalah untuk mendorong pertumbuhan, to stimulate growth. Tanpa pertumbuhan tidak mungkin lapangan pekerjaan bisa kita ciptakan lebih banyak lagi, tidak mungkin pembangunan yang lain bisa kita lakukan. Salah satu komponen pertumbuhan adalah pembangunan infrastruktur yang besar-besaran, alokasinya cukup besar untuk PU, untuk perhubungan, untuk pertanian, untuk energi dan lain-lain, ada di situ Pak Effendi Anas. Yang ketiga, pilar yang ketiga, masih ada Saudara kita yang miskin, masih cukup banyak pengangguran, masih ada kondisi masyarakat yang memang perlu kita tingkatkan pendidikannya, kesehatannya, kita kurangi kemiskinannya. Inilah yang kita sebut post peningkatan kesejahteraan, termasuk social safety net, termasuk fiscal- driven poverty reduction program, termasuk ini. Lah ini harus pas, anatominya harus kena. Terlalu banyak pilar yang satu, yang dua tidak kebagian. Di sini, saya ingin pada tingkat daerah, APBD pun juga memilki design yang cocok dengan apa yang diperlukan oleh daerah, dengan demikian akan efektif. Jangan sampai APBN kita piramida terbalik, untuk Departemen, untuk porsi yang di atas banyak, makin ke bawah makin kecil. Yang betul begini. Jadi kalau tambahan spending dan tambahan sekian triliun, maka alirannya ke bawah, demikian juga di Provinsi, Kabupaten, jangan begini, harus begini. Kalau ada tambahan jangan dibagi-bagi di atas. Atas itu ya nasional, ya Provinsi, ya Kabupaten, alirkan ke bawah, orang-seorang, pendidikan, kesehatan, usaha mikro, usaha kecil dan seterusnya, itu yang benar. Jadi jangan keliru, kita akan sangat correct di situ, saya akan mengawasi dengan mikroskop supaya tepat semua penggunaan anggaran ini. Jadi jawabannya ada.

 

Yang kedua, manajemen daerah harus ada mata rantai dengan manajemen pusat. Itu yang betul, saya dukung 200%. Saudara tahu, setelah kami berkunjung beberapa kali ke Papua, saya mengatakan mesti ada kebijakan khusus untuk Papua untuk peningkatan atau percepatan kesejahteraan, utamanya kecukupan pangan, pemberantasan penyakit menular, pendidikan, kesehatan, basic infrastructure, perhubungan utamanya pelabuhan, dan juga untuk pemberdayaan putra daerah. Inpres sudah kita keluarkan, saya keluarkan, saya teken. Biayanya sekarang, biaya pembangunan per kapita untuk 1 orang penduduk Papua yang paling tinggi di Indonesia, sekarang ini, 1 orang setara dengan Rp 10 juta. Paling tinggi.

 

Yang ingin saya sampaikan, saya tidak menentukan, para Menteri tidak menentukan harus begini, a, b, c, d, e, f, saya panggil Pak Barnabas Suebu, saya panggil Pak Bram, tolong untuk memajukan masyarakat Papua, dengan tujuan seperti ini bagaimana konsep Anda, rencana Anda. Berangkat dari bawah, kita bahas, getok palu, saya teken. Akuntabilitas terutama berada di depan. Yang punya rencana Pak Gubernur dengan jajarannya, anggaran dialirkan APBD, sebagian APBN. Yang pertama-tama harus bertanggung jawab, yang bikin rencana yang menjalankan. Saya tidak ingin “Ah, inikan maunya Jakarta, inikan maunya SBY, inikan maunya Pemerintah Pusat.” Tidak, dari bawah.

 

Sama dengan ketika Gubernur Kalimantan Tengah, Pak Teras Narang ingin mengelola bekas kawasan lahan gambut, masih dengar ya, kawasan sekian juta hektar lahan gambut yang akhirnya bermasalah. Saya setujui, saya putuskan ok. Solusinya 85% kembalikan kepada kondisi semula supaya ekosistem bagus, supaya lingkungan bagus. Sekitar 15% yang memang bisa untuk palawija, untuk pertanian, silakan. Tapi dengan best practice, dengan cara-cara yang bagus.

 

Sama, Inpres saya keluarkan, tetapi berangkat dari bawah. Menteri memantapkan, mensupervisi, ikut mengalokasikan anggaran. Tanggung jawab utama ada pada daerah karena yang bikin rencana, yang bikin program. Lah ini harus kita hidupkan, jangan sampai ada mismatch, ada ketidakklopan antara yang direncanakan pusat dengan daerah. Jadi setuju, tapi juga akhirnya justru para Bupati, Walikota yang paling depan, yang punya planning, Gubernur yang punya kebijakan pada tingkat pertama.

 

Lantas masalah korupsi tadi. Saya sudah menyampaikan berkali-kali. Korupsi ini musuh negara. Negara kita gelap, kalau bangsa ini korup, negaranya korup, pemerintahnya korup. Mari bersama-sama kita bikin pemerintahan yang bersih, dengan cara kita cegahlah, kita semua mencegah dari tindakan korupsi. Bagi yang masih menantang pelatih, dalam tanda kutip, masih berkorupsi ria sekarang ini, tenang saja ngambil uang 10 m, 20 m, masuk rekening pribadi nggak keluar lagi, ya hukum. Tapi yang penting pencegahan, cegah, cegah, dan cegah. Dan jangan menjebak, jangan menakut-nakuti pejabat daerah. Justru bantu kalau pejabatnya ragu-ragu, “Pak, ini menabrak aturan nggak, menabrak Keppres 80 nggak, Pak, ini termasuk korupsi bukan.” Bukan, ya terserah. Begitu salah, “Nah salahkan.” Beri bantuan, beri asistensi ini, boleh, ini tidak boleh. Yang salah, dihukum, yang tidak salah, tidak boleh dihukum. Ada dituduh korupsi, masuk pengadilan, bebas, harus kita pulihkan namanya. Ingat, seseorang dituduh korupsi, tujuh turunan aib. Jadi kalau ternyata pengadilan mengatakan tidak bersalah, harus kita rehabilitasi. Dan korupsi ini, terutama kalau saya yang sangat menginjak-injak rasa keadilan masyarakat, masih banyak yang kabur dulu, kita cari satu per satu, tangkap, kembalikan uang negara. Kesimpulannya pemberantasan korupsi jalan terus. Tujuannya mencegah.

 

Yang ketiga, saling bantu-membantu supaya tidak melakukan kesalahan. Barangkali tidak ada rencana karena salah, jadi terlibat korupsi. Tapi saya minta Saudara-saudara, jangan ragu-ragu untuk mengambil keputusan, jangan ragu-ragu menjalankan sesuatu. Kalau tidak jelas, tanya. Kalau sudah nemen boleh telepon ke saya. Ada SMS 9949, ada surat PO BOX 9949 Jakarta 10000. Kalau memang sudah sangat takut, saya takutnya nanti panggil Pak Jaksa, panggil Polisi, panggil KPK, panggil BPKP, panggil BPK, segala macam. Kirim surat. Sampaikan apa, salah apa. Kita tidak ingin mendirikan negara peraturan. Tapi kita ingin membikin negara ini bersih, transparan, dan penuh manfaat, penuh akhlak, penuh amanah. Ini harus kita jalankan.

 

Yang terakhir, Pak Effendi Anas, nasonalisme. Saya setuju, Saudara. Nasionalisme kita ini ditantang dari dua arah, pertama dari tingkat dunia dengan universalisme, dengan globalisme, dengan solidaritas global, lintas negara, borderless world, seolah-olah tidak diperlukan nasionalisme. Salah. Banyak pemimpin mengatakan nationalism is no longer apa namanya, apa bahasanya Pak Yuwono? Valid atau relevant? No longer relevant. Masih relevan. Anggaplah kita punya perkampungan dunia, hidup perkampungan global. Kita kan perlu punya rumah, iya kan, rumah kita. Rumah itulah negara ini, nation state dan nasionalisme kita. Jadi kita harus bersahabat dengan dunia, tidak boleh memusuhi dunia, wong kita hidup di dalamnya. Pandai-pandai mengalirkan sumber-sumber kemakmuran dari globalisasi. Sambil hati-hati, ini rumah saya, jangan dimasuki, jangan tiba-tiba jendelanya diganti, belakang depan, genteng dicabut dan sebagainya. Ini rumah saya.

 

Tetapi tantangan yang kedua adalah subnasionalisme. Otonomi daerah tujuannya mulia, harus kita sukseskan, tapi tantangannya ada. Jangan sampai lupa, bahwa negara kita menganut sistem negara kesatuan, bahwa wawasan, rasa semangat kebangsaan penting. Nasionalisme, patriotisme, harus tegak. Oleh karena, ingatkan, maju harus, adil harus, tapi ingat jangan mengibarkan benderanya masing-masing, tidak mau tahu urusan saudaranya, urusan bangsanya yang besar. Saya merasakan sebagian lupa, tapi sebagian besar masih ingat bahwa we are one, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Merah Putih, Pancasila, dan semua konsensus-konsensus dasar kita. Saudara justru menjadi penjuru, menjadi penyelamat dari nasionalisme, wawasan kebangsaan dan persatuan kita.

 

Saudara Manimbang Kahariady, Ketua DPRD Sumbawa Barat. Penyederhanaan sistem Pilkada. Kalau saya teruskan, penyederhanaan sistem pemilihan umum, baik Legislatif, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan semuanya. Terus terang ya kalau saya boleh menyampaikan perasaan hati saya. Rangkaian pemilihan umum mulai pemilu legislatif, itu April kalau tidak salah. Terus pemilihan presiden pertama, itu Juli. Kalau tidak ada yang terpilih, ran off, itu September. Itu lelah betul itu, capek. Saya pernah sebagai pelaku pada tahun 2004, lelah, ditambah lagi barangkali karena panjang, biayanya tidak sedikit. Ditambah lagi sekian bulan rakyat kita dibelah-belah, ada warna hijau, ada warna merah, ada warna kuning, warna biru, bisa berseteru tetanggaan itu. Mestinya lebih banyak bersatu, rukun, mengerjakan permasalahan, dikotak-kotakkan, karena panjangnya masa pemilihan umum legislatif kemudian pemilihan presiden dan wakil presiden. Pilkada ini sepanjang masa. Kadang-kadang ada yang curi start, pemilu masih 2 tahun, ini sibuk saja kesana kemari, kapan kerjanya itu. Mahal, boros, mengganggu konsentrasi tugas. Mesti kita tata kembali. Menatanya tidak mungkin dengan Keppres, karena itu Undang-Undang, mesti bicara dengan DPR. Masyarakat luas bicaralah, Lemhannas bicaralah, semua bicara. Meskipun pembuat Undang-Undang Pemerintah dengan DPR dan DPRD, tapi kita ini kan dimandati oleh rakyat. Rakyat maunya mbok yang lebih sederhana, lebih efisien, tidak mahal, tidak ini, tidak itu, DPR, Pemerintah harus dengar. Begitu hakekat lain negara, negara kita sendiri. Kalau kita rasa Undang-Undang itu tidak bagus, bikin susah, bikin boros, bikin selingkuh kesana kemari, kenapa kita pertahankan. Tapi Presiden dalam alam demokrasi ini tidak bisa terus keluarkan Dekrit, cabut Undang-Undang itu, bubarkan ini, bubarkan itu, berlaku ini. Tidak mungkin. Ada mekanismenya. Mari kita bicara. Kalau semua merasakan, wah kok panjang betul, kok mahal betul, seperti itu.

 

Bapak mengatakan tadi, loyalty to my party ends, when loyalty to my country begins. Jadi sebetulnya lebih loyal kepada negaralah ya, bukan kepada partai politik. Mari kita jalankan, beri contoh. Tidak mudah, tapi harus bisa. Bupati, Walikota, Gubernur, Menteri, Wakil Presiden, Presiden harus bisa. Mana yang kita utamakan, kalau ada konflik, ya negara dulu baru partai politik.

 

Ada pernah Saudara mendengar pepatah begini, “jangan tanyakan kepada negara apa yang negara berikan kepada kamu, tapi tanyakanlah apa yang dapat kamu atau engkau berikan kepada negara”. Pernah dengarkan? Kalau nggak salah bunyinya “not ask what the country can do for you, but what you can do for your country”. kadang sekarang terbalik, ada yang lebih parah lagi. Jadi bunyinya begini, tanyakan pada dirimu apa yang dapat kamu lakukan untuk kamu sendiri. Itu lebih parah lagi, ask what can you do for yourself. Ini lebih parah lagi. Saya senang kalau Bupati, Walikota mengingatkan kita semua, bagaimana kita mengutamakan, menomorsatukan loyalitas, negara, bangsa atau yang lain-lain, terima kasih. Senang saya. Yang penting jalankan, berikan contoh. Pemimpin yang berat itu memberikan contoh dan menjadi contoh. Pikir dalam-dalam orientasi apa iya, waktu masih ada untuk lebih mengutamakan yang lebih besar dibandingkan yang lebih kecil.

 

Kemudian pemekaran, pemekaran ini sebagian kecil berhasil, sebagian besar tidak begitu berhasil. Saya pernah berkunjung ke sebuah Kabupaten, mengeluh, “Pak Presiden, Pak akibat pemekaran, kami sekarang kurang ini, kurang ini, kurang ini, panjang sekali.” Saya bilang “Pak, yang dulu mengusulkan pemekaran siapa?” “Ya kami, Pak.” Gimana, mbok dipikir yang jauh-jauh. Pemekaran itu diperlukan apabila spam of control apabila tidak efektif lagi dengan luasnya wilayah dan dengan pemekaran justru lebih berkembang, lebih maju ekonominya, sosialnya, semuanya, bukan sebaliknya. Kalau sebaliknya, uang yang harusnya untuk rakyat, dibelokkan sebagian untuk gedung-gedung, untuk mobil, untuk DPRD, para pimpinan daerah yang baru mondar-mandir ke Jakarta kesana kemari, studi banding kesana kemari. Keliru. Saya dengan para Menteri sudah mengeluarkan posisi, hentikan dulu pemekaran, moratorium. Tapi kadang-kadang lobinya kuat, lobi sana, lobi sini. Saya dengan DPD, Pak Ginandjar, dengan DPR, Pak Agung Laksono, sangatlah hati-hati, sangatlah selektif. Ada pemekaran yang bagus yang saya dukung, karena bagus dan berhasil, tapi sebagian tidak. Ini pemekaran untuk rakyat, bukan untuk orang-seorang, sekelompok orang, keliru nanti. Lingkungan setuju, lingkungan setuju, ya dimulai dari Saudara. Kalau teori lingkungan, global warming, climate change itu mencemaskan sekali. Tolonglah itu ada film yang dibikin Al Gore itu, An Inconvenient Truth, itu dulu memang cemas betul dan sudah terjadi. Tapi mulailah dari Kabupaten Saudara, Kota Saudara hijaukan, lakukan sesuatu. Dengan demikian, kalau semua melakukan menyumbang pada amannya negara Indonesia, amannya dunia kita.

 

Pemilihan Gubernur, kalau tidak salah beberapa saat yang lalu Lemhannas sudah mengangkat isu itu, pers mengangkat dengan bersemangat waktu itu. Tanggapan, hanya soal tanggapan, pengamat, politisi, tanggapannya macam-macam, yang dituduh malah saya. Ada apa SBY ini? Bayangkan, ini Gubernur Lemhannas datang ke Istana, presentasi kepada saya, Pak Presiden salah satu pemikiran kami, bukan Bapak ini ya, peserta dulu, peserta begini. Lah yang kena saya, SBY ini apa ini kok malah mau pengangkatan Gubernur? Panjang menghantam SBY coba? Ini kan keindahan demokrasi kita. Saya ini mendengarkan ada rencana, ada usulan, tiba-tiba yang terjadi seperti itu. Kalau ada pemikiran-pemikiran itu bawa ke arena publik, bawa ke arena demokrasi. Memang ada plus dan minusnya.

 

Ada negara yang governor-nya itu appointed, ada negara yang Gubernur itu elected. Tapi satu hal Saudara, sesuatu yang sudah kita keluarkan, tidak mudah menarik kembali. Otonomi daerah, dulu, siapa namanya? Gorbachev, Yeltsin dari Rusia kemana-mana. Putin, wah ini kok terlalu kemana-mana, sebagian ditata kembali, sebagian tetap di daerah. Demikian juga Deng Xiao Ping, karena terlalu luas sebagian ditarik kembali, sebagian tetap. Brasilia mau begitu gagal, sudah terlanjur nggak bisa diambil lagi.

 

Oleh karena itu, menghadapi otonomi daerah, menurut saya, yang penting pas, kewenangan tanggung jawab pusat pas, kewenangan tanggung jawab Provinsi pas, kewenangan Kabupaten, Kota pas. Itu saja. Jangan merasa yang lebih berhak kami dong, ini negara kok, ya bareng-barenglah. Dan yang penting, Bapak tahu dengan DAU, DAK, dana otonomi segala macem, fiskal sudah kita desentralisasikan. Kalau fiskalnya kita desentralisasikan, kalau kewenangan juga saya berikan ke Saudara-saudara, tolong kewajibannya juga dilakukan, gitu. Jadi bukan hanya fiscal sharing, bukan hanya authority sharing, tapi juga obligation sharing. Yo nggak cocok kalau saya Presiden datang berkunjung ke Kabupaten, ada, “Pak tolonglah bantu bangun jalan kami”. Dimana? “Itu pak sebelah sana.” Berapa? Cuma 3 kilo. Bayangkan jalan 3 kilo minta ditangani Pemerintah Pusat. Lah kemana Pak Gubernur, kemana Pak Bupati? Harus masuk dong, dalam scope jalan di Kabupaten hanya 3 kilo saja. Jangan ikut-ikutan. “Betul, betul, Pak tolong dibantu wong 3 kilo kok.”

 

Saudara-saudara,

 

Ada 3 isu kontemporer. Sudah mendengar semuanya, yaitu kemiskinan, itu yang sifatnya generik, berlaku bagi dunia, berlaku bagi Indonesia. Yang kedua, muncul tahun-tahun terakhir ini, yaitu pangan dan energi. Bumi kita ini sekarang sudah penuh sesak, Jeffrey Sachs mengatakan, the crowded planet, bumi yang penuh sesak. Mengapa? Penduduk bumi sekarang, siapa yang tahu berapa? 6,3 miliar manusia. Dari 6,3 miliar itu yang miskin kurang-lebih 1,5 miliar, yang penghasilannya kurang dari 1 dolar Amerika Serikat. Yang penghasilannya kurang dari 2 dolar Amerika Serikat 3 miliar, dunia. Oleh karena itulah, pemimpin dunia sepakat, melalui Millenium Development Goals pada tahun 2000, dalam waktu 15 tahun ingin mengurangi kemiskinan yang absolut separonya. Jadi mengurangi 15 tahun itupun separonya bukan dari 3 miliar manusia, tapi yang betul-betul absolut, ada yang mengatakan jumlahnya hanya ratusan juta, yaitu hunger, dan absolute poverty. Jadi tidak mungkin kemiskinan itu selesai dalam setahun, 2 tahun. Sering saya katakan ya tidak cukup dengan seminar, tidak cukup dengan pasang iklan, tidak cukup dengan ini dan itu. Ya harus kita kerjakan bersama-sama, kita semua, Saudara semua terus-menerus mengurangi kemiskinan itu.

 

Kebijakan Pemerintah harus Saudara kuasai dan jalankan. Untuk kemiskinan, begini Saudara tahu, kemiskinan itu tiga cluster ya, cluster 1, cluster 2, cluster 3. Cluster 1 itu, pemerintah membantu. Sudah begitu saja, ada raskin, ada subsidi, ada BLT yang sekarang ada bentuknya yang BSH itu dan lain-lain. Kasih, kasih ikan ini. Yang kedua, pemerintah kasih kail, pancing, jaring. Ini PNPM, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, nggak boleh selamanya hanya kasih ikan, makin berdaya dia musti cari ikan sendiri. Cluster yang ketiga, kita gerakkan usaha mikro, usaha kecil inilah yang namanya KUR, Kredit Usaha Rakyat, yang juga besar jumlahnya. Tiga-tiga ini harus jalan. Ujung tombaknya para Bupati, para Walikota. Jumlahnya besar, tiap tahun naik terus. Tahun ini Rp 58 triliun khusus untuk program itu, tahun lalu Rp 51 triliun, tahun sebelumnya Rp 41 triliun, tahun sebelumnya lagi Rp 24 triliun. Ketika saya menjadi Presiden masih Rp 19 triliun. Kita terus tingkatkan, tapi harus nyampe, harus tepat, tidak boleh tumpang tindih.

 

Pangan solusinya tambah produksi, beras harus bisa, jagung, kedelai, tebu, kalau kedelai masih panjang, tetapi beras dan gula harus bisa. Energi, produksi, diversifikasi, efisiensi. Para Bupati, Walikota harus berdiri di depan untuk bikin rakyat kita hemat energi. Ini saya kira paslah, kadang-kadang saya nggak suka itu terang-benderang siang hari, AC-nya barangkali 16 derajat itu. Saya bilang ini nggak punya hati, negaranya susah, APBN susah sekali sekarang. Tapi belum ada apa namanya, kesadaran. Saudara tahu berapa subsidi untuk BBM? Lebih tidak Rp 50 triliun? Rp 100 triliun? Bagus, mari kita kurangi.

 

Minyak tanah 1 liter, kalau harganya kita lepas itu sekitar Rp 8.000 sampai Rp 9.000 per liter minyak tanah, dengan crude 100 dolar per barel. Yang kita jual berapa dari pemerintah? Rp 2.000. Berapa per liter subsidinya? Rp 7000. Berapa pengeluaran minyak tanah per tahun? 9 juta kilo liter, 9 miliar liter, kali 7, Rp.63 triliun. Bayangkan. Kita melakukan konversi dari minyak tanah ke gas 3 kilo. Saya sudah berkunjung kemarin ke Cempaka Baru, berhasil, karena cing-ceng, walikotanya cing-ceng, pejabatnya cing-ceng, semua ngalir berjalan. Saya minta seluruh Indonesia juga begitu. Menghemat, yang dihemat itu nggak kemana-mana, ya kembali ke Saudara juga, pendidikan, kesehatan, usaha kecil, infrastruktur dan lain-lain. Mari kita betul-betul berhemat. Saudara tahu tidak kalau misalkan harga minyak dunia, yang tiap hari dimunculkan Brent, Nimex, sekarang 106 dolar per barel. Naik 1 dolar saja, itu kita punya subsidi tambah Rp 3,1 triliun untuk minyak, Rp 600 miliar untuk listrik.

 

Yang terakhir Saudara-saudara, tadi disebutkan oleh Pak Effendi Anas dan Pak Manimbang, betul ya? Ya mari dalam tahun-tahun yang suhu politik makin memanas tahun 2008 dan tahun dimana akan ada pemilu tahun depan, 2009, kita tidak lalai menjalamkan tugas kita sebagai pejabat pemerintah, dosanya besar kalau kita lalai. Justru lebih berkonsentrasi, lebih intensif. Dibenarkan Saudara-saudara yang berasal dari partai politik untuk juga menjalankan aktivitas politik, boleh dong, wong untuk pemilu. Namun sekali lagi yang proporsional, tahu, pandai membagi waktu. Kalau ada konflik kepentingan, utamakan kepentingan negara dan rakyat. Silakan pandai-pandai supaya semua juga enak melihat Saudara, melihat kita semua. Karakter yang terpenting akhirnya bagi Saudara, bagi kita adalah sebagai pemimpin, tanggung jawab.

 

Lemhannas dalam materi kepemimpinan ingatkan terus bahwa tanggung jawab itu adalah bisnis pertama dari seorang pemimpin dari segi karakter. Tanggung jawab kita terus-menerus memajukan kesejahteraan rakyat dimana Saudara bertugas. Mari kita bertanggung jawab tahun ini, tahun depan, dan tahun-tahun berikutnya lagi bagi Saudara yang masih panjang. Siapa yang habis ini jatuh tempo tahun 2009? Disamping saya siapa yang jatuh tempo tahun 2009? Yang lebih dari itu? Masih panjang, lanjutkan upaya mengatasi permasalahan bagi kemiskinan pangan dan energi.

 

Yang terakhir, Saudara kenal budaya malu? Kenal budaya bersalah? Mari, mari kita perkuat budaya malu dan budaya bersalah. Di depan Istana sering ada unjuk rasa. Unjuk rasa saya lihat apa sih temanya, siapa yang unjuk rasa, spanduknya apa. Saya, katakanlah kalau ini boleh unjuk rasa di depan Istana, cocok. Menteri turun atau staf saya turun tergantung topiknya apa. Tapi banyak unjuk rasa di depan Istana, urusan Camat, urusan Bupati di depan Istana teriak-teriak ”wo-wo” padahal apa itu, “Ya Pak ini ribut di RT ini, kampung ini.” Dimana? “Di bagian Barat di situ.” Mestinya Pak Camat, Pak Walikota, Pak Bupati malu merasa bersalah, masak sampai ke depan Istana urusan begitu. Mari kita juga berbagi seperti itu. Kalau itu kita laksanakan indah, indah, saling berbagi adakalanya kita bersuka, kita berbagi, adakalanya kita berduka, kita jawab dan atasi secara bersama.

 

Akhirnya Saudara-saudara, saya mengucapkan selamat kepada Forum Konsolidasi atau Peserta Forum Konsolidasi Pimpinan Pemerintahan Daerah yang telah mengikuti pendidikan dan yang akan selesai mengikuti pendidikan. Selamat belajar pula kepada Peserta Program Pendidikan Regular, baik angkatan 41 maupun angkatan 42. Dan terima kasih Pak Muladi, terima kasih Lemhannas atas segala jerih payahnya untuk meningkatkan kapasitas para pejabat negara dan pejabat daerah. Saya tetap mendorong agar Lemhannas mempertahankan reputasinya sebagai centre of excellence.

 

Demikian. Selamat belajar bagi yang akan belajar, selamat bertugas bagi yang sudah selesai. Mari kita lanjutkan tugas kita untuk bangsa dan negara.

Sekian.


Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.


Biro Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,
Sekretariat Negara RI