Peningkatan Efektivitas Kerja Sama Teknik, Kemensetneg Gelar Rakor Bersama Mitra Kerja Sama Teknik
Bertempat di Ruang Rapat Gedung III Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Biro Kerja Sama Teknik Luar Negeri (Biro KTLN) Kemensetneg menyelenggarakan Rapat Koordinasi Kerja Sama Teknik Luar Negeri bersama dengan Mitra Kerja Sama Teknik, Senin (18/11).
Rapat koordinasi ini menghadirkan narasumber dari Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Kementerian Ketenagakerjaan, Ali Chaidar Zamani; Direktorat Peraturan Perpajakan I, Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan, Abram Yuda Sibuea; Direktorat Izin Tinggal Keimigrasian, Kementerian Hukum dan HAM, Ade Widhia Sathria; dan Direktorat Fasilitas Kepabeanan, Kementerian Keuangan, Mohamad Tomi.
Kepala Biro KTLN, Noviyanti, dalam sambutannya mengatakan Biro KTLN Selaku Sekretariat PKKTLN melaksanakan tugas berkaitan dengan kerja sama teknik yang meliputi penyelenggaraan koordinasi dan evaluasi kerja sama teknik antara Pemerintah Indonesia dengan pihak luar negeri serta administrasi perjalanan dinas luar negeri.
“Kemensetneg selaku National Focal Point bersama dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menjalin kerja sama atas nama Pemerintah Indonesia dengan mitra pembangunan, Indonesia sebagai sebuah bangsa yang berkembang memiliki peran ganda dalam kerja sama pembangunan internasional, yakni sebagai recipient sekaligus donor,” ujar Noviyanti saat membuka Rakor.
Noviyanti melanjutkan Indonesia menjalankan dual role dalam kerja sama pembangunan internasional yakni sebagai recipient dan donor. Selain itu, Indonesia juga berstatus upper middle income economy dan dikenal pula sebagai emerging donor di Global South. Adapun tujuan Kerja Sama Pembangunan Indonesia (KSPI) adalah untuk Melaksanakan mandat UUD 45, yaitu “menjaga ketertiban dunia, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, Memperkuat diplomasi politik dan kedaulatan, kepentingan ekonomi dan investasi Indonesia, serta kepentingan sosial budaya dan pengembangan kapasitas, serta people to people contact dan Mendukung pelaksanaan pembangunan, peningkatan kesejahteraan, dan upaya pengentasan kemiskinan sebagai bagian dari tujuan pembangunan global dan nasional.
“Di Indonesia, tata kelola kerja sama pembangunan internasional Indonesia dikoordinasikan oleh 4 pilar Kementerian, yakni Kemenlu, KemenPPN/ Bappenas, Kemenkeu, dan Kemensetneg. Kami bersama dengan 3 pilar lainnya berkewajiban memastikan bahwa program ataupun proyek yang diusung mitra berdampak positif dan kontributif terhadap upaya capaian pembangunan lokal maupun nasional,” jelas Noviyanti.
Sebelum meresmikan rapat koordinasi, Noviyanti berharap bahwa rakor ini dapat menjadi cikal bakal kemitraan kolaboratif yang lebih efektif dan efisien serta dapat menghasilkan solusi atas kendala yang dihadapi, serta masukan mengenai kebijakan yang sesuai dengan dinamika kerja sama pembangunan ke depan dalam rangka mewujudkan tata kelola kerja sama pembangunan yang berkelanjutan.
Rakor yang dipimpin oleh Analis Kebijakan Ahli Madya, De’norraliana Ali Gryan, sesi paparan pertama dibuka oleh Ali Chaidar Zamani, selaku narasumber dari Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Kementerian Ketenagakerjaan. Ali mengatakan bahwa menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2023 Pasal 42 Ayat 3, Tenaga Kerja Asing (TKA) ialah kewajiban memiliki izin kerja tdak berlaku bagi perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.
“Warga Negara Asing (WNA) pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia, berdasakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2021 Pasal 19, TKA yang dibutuhkan oleh Pemberi Kerja TKA pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start-up) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu, direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu, atau pemegang saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing,” jelas Ali.
Ali melanjutkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Ketanagakerjaan No. 8 Tahun 2021 Pasal 5 Pemberi Kerja TKA dapat mempekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja TKA lain untuk jabatan yang sama sebagai direksi atau komisaris, TKA pada sektor pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi, TKA pada sektor ekonomi digital, TKA pada sektor migas bagi kontraktor kontrak kerja sama.
Pembahasan selanjutnya oleh Abram Yuda Sibuea, selaku narasumber dari Direktorat Peraturan Perpajakan I, Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan, yang membahas tentang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai untuk Keperluan Badan Internasional dan Pejabatnya. Abram menjelaskan untuk kepabeaan sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2022 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 507/KMK.04/2022, objek fasilitas kepabeanan diperuntukkan untuk barang seperti kantor badan internasional, pribadi dan/atau keluarganya termasuk barang pindahan, tenaga ahli, proyek dan non proyek dalam rangka pelaksanaan Kerja Sama Teknik, dan kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Internasional yang dihadiri oleh kepala negara dan/atau pimpinan Badan Internasional.
“Fasilitas fiscal untuk kepabeanan terdiri dari pembebasan bea masuk, pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBm) dan dikecualikan dari Pajak Penghasilan 22 setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Sekretaris Negara atau Menteri atau Kepala Lembaga selaku Ketua Panitia Nasional Kegiatan, adapun jenis penyelesaian kewajiban pabean jenisnya komoditi kendaraan bermotor CBU atau ekspor kembali, pemusnahan dan pemindahtanganan,” jelas Abram.
Untuk pembebasan cukai, Abram menerangkan subjek fasilitas dari pembebasan cukai adalah tenaga ahli Bangsa Asing yang Bertugas pada Badan atau Organisasi Internasional di Indonesia, yang dimana fasilitas fiskal sama dengan kepabeanan namun ditambah dengan pembabasan cukai. “Adapun pembebasan Barang Kena Cukai (BKC) untuk objek fasilitasnya ialah melalui Toko Bebas Bea, BKC berupa 10 liter MMEA (Minuman Mengandung Etil Alkohol) dan Hasil Tembakau (300 sigaret/100 cerutu/500 TIS),” terang Abram.
Narasumber ketiga Ade Widhia Sathria, selaku narasumber dari Direktorat Izin Tinggal Keimigrasian, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang menjelaskan tentang pemberian visa yang diberlakukan kepada beberapa subjek baru seperti halnya golden visa. “Pemerintah telah mengeluarkan peraturan mengenai pembatasan negara dan kegiatan yang boleh masuk/dilakukan di Indonesia dan menunda penerbitan visa untuk suatu negara selama pandemic, setelah peraturan pandemi dicabut, maka DJI mengeluarkan peraturan baru mengenai visa dan izin tinggal dengan beberapa peraturan baru seperti Golden Visa,” jelas Adhe.
Terdapat perubahan terkait persyaratan dan tata cara permohonan Visa kunjungan dan Visa tinggal terbatas beserta jenis kegiatan dan jangka waktu penggunaanya. “Visa terdiri atas visa kunjungan dan visa tinggal terbatas, pemberian visa merupakan kewenangan Menteri Hukum dan HAM dan dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Imigrasi atau pejabat yang ditunjuk, pemberian visa mempertimbangkan aspek investasi, hubungan internasional, ideologi, ekonomi, keamanan, politik, sosial, dan budaya dari negara tersebut serta Visa diberikan dengan bantuan tim koordinasi penilai visa yang meliputi Pejabat Imigrasi/ Pejabatan Dinas Luar Negeri yang ditunjuk pada Direktorat Jenderal Imigrasi, Perwakilan RI atau pada Tempat Pemeriksaan Imigrasi,” terang Adhe.
Terkait visa, Adhe mengatakan ada penyesuaian tarif untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBM). Setali tiga uang dengan Adhe, narasumber terakhir Mohamad Tomi, selaku narasumber dari Direktorat Fasilitas Kepabeanan, Kementerian Keuangan mengatakan Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya (PNABI), pembebasan PPN dan PPnBM pada impor Barang Kena Pajak (BKP) tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB) sepanjang atas bea masuk diberikan pembebasan dan mengikuti ketentuan impor oleh PNA atau impor oleh BI. Sedangkan jika ada SKB, penyerahan BKP dapat berupa kendaraan bermotor (roda empat) dengan batasan jumlah tertentu dan selain kendaraan bermotor kecuali tanah dan/atau bangunan yang diperoleh Pejabat Perwakilan Negara Asing dan Pejabat Badan Internasional.
“Penyerahan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan SKB termasuk ada yang diterima dan dimanfaatkan oleh PNABI serta pejabatnya, dalam hal ini PPN atau PPN dan PPnBM telah dipungut, Pembebasan diberikan dengan pengembalian,” jelas Tomi.
Rakor ini dihadiri oleh beberapa mitra kerja sama Teknik, diantaranya Mitra KST Bilateral untuk Kawasan Amerika dan Eropa, KST Bilateral untuk Kawasan Asia dan Pasifik serta KST Regional. (Humas Kemensetneg).