PERESMIAN PEMBUKAAN RAPIMNAS KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI (KADIN) 2008, DI JCC, JAKARTA, 31 MARET 2008
SAMBUTAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PADA
ACARA PERESMIAN PEMBUKAAN RAPAT PIMPINAN NASIONAL
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI (KADIN) TAHUN 2008
DI JAKARTA CONVENTION CENTER, JAKARTA
TANGGAL 31 MARET 2008
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Assalaamu’alaikum
warahmatullahi wabarakaatuh,
Selamat pagi, salam sejahtera
untuk kita semua.
Yang saya hormati para
pimpinan dan anggota lembaga-lembaga negara, para Menteri Kabinet Indonesia
Bersatu,
Yang Mulia para Duta Besar
negara sahabat dan para diplomat senior serta organisasi dagang negara sahabat
yang turut hadir pada acara ini,
Saudara Ketua Umum Kamar
Dagang dan Industri Indonesia, dan segenap pimpinan Kadin Pusat maupun daerah,
para sesepuh Kadin, para pimpinan dunia usaha, baik negara maupun swasta,
Hadirin sekalian yang saya
muliakan,
Marilah sekali lagi pada
kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini untuk bersama-sama
memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kepada
kita semua masih diberi kesempatan, kekuatan, dan semoga kesehatan untuk
melanjutkan karya, tugas, dan pengabdian kita kepada bangsa dan negara
tercinta. Kita juga bersyukur hari ini dapat bersama-sama menghadiri Rapat
Pimpinan Nasional Kadin pada tahun 2008. saya mengucapkan selamat mengikuti
Rapimnas ini, semoga ke depan Kadin dapat berkontribusi lebih besar lagi kepada
bangsa dan negara utamanya untuk memajukan dunia usaha dan ekonomi nasional.
Saudara-saudara,
Ini kesempatan yang baik bagi
saya untuk mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pelaku dunia
usaha baik pusat maupun daerah yang sepuluh tahun terakhir ini terus berjuang
untuk membangun kembali perekonomian nasional setelah kita mengalami krisis
yang luar biasa sejak sepuluh tahun yang lalu. Saya katakan di depan APINDO
kemarin, saudara bersama pemerintah juga mengalami berbagai dinamika,
romantika, pasang surut sebagai bagian dari sejarah yang kita lalui, dan oleh
karena itu ketika kita dalam suasana sulit kita mampu bersatu dan melangkah
bersama. Harapan saya sekarang ke depan kita lebih sinergis lagi
untuk membangun kembali perekonomian dan dunia usaha kita.
Saudara-saudara,
Tema Rapimnas kali ini, saya catat adalah optimalisasi peran dunia usaha,
peran dunia usaha dalam percepatan pembangunan infrastruktur, satu, ketahanan
pangan, dua, dan ketersediaan energi. Saya sambut tema ini dan semoga program
serta langkah-langkah Kadin sebagai organisasi dan lebih nyata lagi
langkah-langkah dunia usaha. Saudara-saudara semua di pusat dan di daerah juga
mengarah kepada upaya besar kita untuk membangun dan meningkatkan
infrastruktur, meningkatkan ketersediaan energi dan ketersediaan pangan, energy
security and food security yang juga saya kira menjadi persoalan global dewasa
ini.
Saudara-saudara,
Baik dalam suasana seperti ini sepuluh tahun kita melakukan reformasi,
melakukan pembangunan kembali ekonomi pasacakrisis untuk kita terus menjalankan
kontempelasi atau refleksi atau pun perenungan, dan kalau kita jujur semua tahun
demi tahun atas kerja sama dan perjuangan bersama kita, ekonomi kita terus
bergerak maju. Benar masih banyak tantangan, masih banyak masalah, masih banyak
pekerjaan rumah, tetapi kalau kita jujur tentu ada progress dari tahun
ke tahun. Sementara itu kita juga mengetahui bahwa kondisi nasional tahun tahun
terakhir ini memberikan tantangan yang berat. Rangkaian bencana baik itu yang
merupakan peristiwa alam maupun bencana bencana akibat kesalahan manusia,
banjir, tanah longsor ikut berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi kita. Alokasi
anggaran kita yang ada dalam APBN dan upaya-upaya rekonstruksi ekonomi
rehabilitasi akibat bencana alam itu. Yang kedua, harga minyak yang meroket
sekjak akhir 2004 sampai sekarang bertengger pada tingkatan yang tinggi tentu
memberikan pukulan terhadap ekonomi kita sebagaimana juga dirasakan oleh banyak
negara di dunia.
Kini lingkungan global, global economic environment juga memberikan
tekanan, tantangan, permasalahan kepada dunia dan kepada kita. Lagi-lagi harga
minyak yang belum menunjukkan tanda-tanda pada tingkat yang rasional dalam
tanda kutip, inflasi pangan yang tiba-tiba terjadi pada tahun–tahuh terakhir,
pada bulan-bulan terakhir, dan keuangan global akibat kredit macet di Amerika
Serikat yang masih belum menunjukkan tanda-tanda berakhir settlement
seperti apa, berapa banyak cost-nya, siapa yang menjadi korban, dan
lain-lain, itu semua ada dalam lingkungan kita, nasional, regional, global,
oleh karena itu memikirkan sesuatu yang linier seolah-olah fakum, tidak ada dilema,
tidak ada kompleksitas permasalahan tentulah bukan pikiran yang berkualitas
karena kita justru meniti, mencari celah, menembus sesuatu dalam kondisi
seperti itu, dan sekali lagi tema yang diangkat Kadin menjadi benar-benar
relevan dan tepat kalau kita mengidentifikasi tiga hal itu, infrastruktur untuk
meng-generate kita punya ekonomi dan juga permasalahan energi dan
pangan.
Tadi Saudara Muhammad Hidayat menjelaskan ada apa sebenarnya tiba-tiba pada
tingkat dunia harga minyak mentah crude seperti itu, harga pangan menaik luar
biasa. Tiba-tiba dan kemudian sangat signifikan? Padahal konon mengatakan tidak
ada perubahan yang dramatis, perubahan yang tiba-tiba atas keseimbangan antara
supply dan demand pada tingkat dunia baik energi, minyak, dan gas utamanya dan
pangan. Apa betul banyak teori yang mengedepan akhir-akhir ini,
pandangan-pandangan praktisi, pandangan ekonom, pandangan dunia usaha di
seluruh dunia. Ada yang mengatakan bagaimana pun ada mismatch antara supply
dan demand menyangkut energi. Growing demand dari China,
India, US sendiri
tentu mengubah antara supply dengan demand. Geo
political factors distrubtion of supply yang
dikhawatirkan karena gejolak di Timur Tengah misalnya, itu juga menimbulkan
spekulasi tertentu. Belum words of war, perang kata-kata statement
yang mudah sekali dimunculkan oleh beberapa pemimpin dunia ikut memicu sehingga
ada fear factor masalah energi ini sehingga harga kadang-kadang irational,
sebagaimana yang kita alami sekarang ini, tetapi kembali ekonomi mengatakan kalau
pada mentally ada inbalances, ada mismatch maka tentu
harga bergerak, maik dalam inbalances itu, ya makin tinggi harga, mari
kita tidak meninggalkan bases itu.
Yang kedua pangan, mengapa? Saya ikuti analisis dari banyak pakar. Pertama
adanya konversi komoditas pangan ke komoditas energi, bio fuels
misalnya, di Amerika, di Brazilia, dan lain-lain sehingga kembali ada mismatch
dari segi pangannya. Ada yang mengatakan there is a growing middle clash,
jadi kelompok menengah tumbuh di seluruh dunia utamanya di negara-negara yang
disebut emergenc economics yang kelompok menengah itu mengkonsusmsi
lebih banyak lagi atas komoditas pangan, kembali mengganggu supply
dengan demand. Jadi bagaimana pun menurut sebuah teori ada kaitannya
dengan supply dan demand pada komoditas pangan.
Saudara-saudara,
Melihat perkembangan ini, saya baru saja kemarin berkunjung ke Timur
Tengah, dan ke Afrika, bertemu dengan banyak sekali pemimpin negara,
pemerintahan, Presiden, Perdana Menteri, Raja, kita semua cemas kalau ini tidak
ada settlement, kalau ini terus menggelinding, dan akhirnya mengganggu banyak
hal yang oleh dunia diangan-angankan. Contohnya, kita sepakat tahun 2000 dalam
waktu lima belas tahun kemiskinan dunia akan kita kurangi separuhnya, fifteen
years baru mengurangi separuhnya. Dengan kondisi seperti ini, dengan melemahnya
ekonomi global, apalagi negara-negara yang belum berkembang disdevelop
countries dan developing countries dikhawatirkan MDGs tidak
bisa kita capai. Climate change, ini juga menjadi isu yang mengemuka,
banyak sekarang kita menghabiskan dua, tiga tahun bertemu mengatasi climate
change, MDGs menjadi topik, kalau tidak salah pertemuan PBB tahun
ini, tahun lalu climate change.
Menurut pendapat saya dunia sudah harus sungguh memikirkan di samping MDGs
dan climate change itu adalah bagaimana masyarakat dunia bersama-sama
bisa mengelola persoalan energi dan pangan yang ternyata menjadikan
permasalahan yang cukup berat sekarang ini. Kita tahu dunia menganut open
market system, tetapi saya percaya masih ada ruang bagi lembaga-lembaga
internasional semacam PBB masih ada ruang lesson street
pemerintah-pemerintah di dunia ini untuk ikut melakukan sesuatu, tidak ada
pasar yang sempurna, selalu ada market values, national or global. Oleh
karena itu demi justice, demi mencegah yang tidak-tidak, menurut saya
masih menjadi moral obligation dari lembaga-lembaga dunia termasuk
negara-negara untuk memikirkan bagaimana kita bisa mengelola semuanya ini. Dalam
konteks itu saya berpendapat dunia usaha dilibatkan penuh, dunia teknologi
dilibatkan penuh, banyak sekali masalah di dunia ini energy, food yang
bisa diselesaikan karena teknologi go innovation, bahkan bisnis pun
harus membentuk, membangun, mengembangkan inonvasi-inovasi sehingga lebih
efisien, lebih produktif, lebih kompetitif.
Saudara-saudara,
Saya menulis surat kepada Sekretaris Jenderal PBB, saudara mengetahui,
membaca dari surat kabar, karena saya sangat ingin agar PBB berinisiatif untuk
mengajak pemimpin-pemimpin yang lain memikirkan ini. Tahun lalu kita menjadi
tuan rumah climate change juga kita kita lakukan sesuatu ternyata ada
Brakethrough di Bali yang tadinya deadlock di mana-mana, mengalir, moving,
harus kita lakukan. Menurut saya kali ini kita juga harus bersama-sama memikirkan
bagaimana menyelesaikan masalah energy dan food ini. Harus
dilibatkan all big producers, all big consumers, baik energy
maupun food supaya kita bisa bicara bagaimana bagusnya karena morally
unjust to fight, kalau negara itu tidak memikirkan dunianya, tidak
memikirkan rakyat di banyak negara, menurut saya harus sampai di situ.
Kemudian saya menyambut baik keinginan Kadin, mari kita perkuat ekonomi
nasional, perkuat ekonomi Indonesia. Memang masing-masing negara punya pilihan,
negara-negara yang disebut Asian Tigers, Korea Selatan, Taiwan,
Hongkong, Singapura lebih memilih export oriented economy. India saya baca, India rising, leaps, tapi mengembangkan domestic
economy, China,
leaps domestic market. Menurut saya Indonesia dengan 220 juta penduduk
dengan bertumbuhnya daya beli, purchasing power dengan natural
capital yang kita miliki, dengan luas geografi kita, dengan size of our
GDP sudah saatnya kita betul-betul mengembangkan ekonomi domestik kita,
membesarkan pasar domestik kita, all out. Memang tidak mungkin setahun, dua
tahun langsung terbangun, tapi kalau kita mulai dari sekarang sepuluh tahun
lagi, lima
belas tahun ke depan saya kira akan makin kuat kita punya domestic economy,
punya domestic market dan itu mengubah cara pandang kita yang seolah-olah
hanya mengembangkan export kita sebagai komponen penting dalam
pertumbuhan kita. Oleh karena itu banyak yang harus kita lakukan, ada
laundry list, kalau kita ingin betul-betul memperkuat ekonomi di negeri
kita. Tetapi
bagaimanapun, saya berpendapat bukan hanya growth semata, tapi growth
with equity.
Kita perlu mengoreksi masa
lalu, terus terang, pertumbuhan 6, 7, 8 persen rata-rata 7 persen tanpa equity,
pemerataan, menghidupkan semua daerah, semua rakyat, yang kita hadapi adalah
bencana krisis. Marilah kita sangat cerdas, fundamental ekonomi kita
perkuat, semuanya setuju. Mari, infrastruktur mari, listrik menjadi hambatan
dalam usaha kita. Investasi, perdagangan, industri, pertanian, usaha kecil dan
menengah, teknologi, inovasi dan IT, dan juga jangan dilupakan dalam sistem
pemerintahan sekarang ini kalau kita mengembangkan ekonomi nasional, jangan
hanya liat segi-segi sektoralnya saja. Pertanian, industri, perikanan, tapi
segi-segi kedaerahan, segi regional, otonomi daerah, meniscayakan the center
of growth itu juga terbagi di daerah-daerah. Saya melihat gubernur, bupati,
walikota yang inovatif, yang kreatif, tumbuh dengan bagus. Kita ingin seluruh
kabupaten, seluruh kota, seluruh propinsi di negeri ini juga seperi itu. Sudah
tidak sesuai lagi kalau semua menggantungkan policy sektoral. Justru,
upaya yang gigih dari masing-masing daerah, itu yang harus tumbuh dengan baik. Dengan
demikian lebih realistik dan memang begitu pilihan kita dalam era reformasi
ini, otonomi daerah. Saya berharap para pimpinan Kadinda, juga mengajak
mengingatkan para bupati, para walikota, marilah kita cari daya saing sendiri,
keunggulan sendiri, potensi sendiri, supaya bisa segera dikembangkan. Birokrasi
yang bertele-tele kata Pak Hidayat tadi, yang membikin tidak berkembang dunia
usaha, mari kita perbaiki sama-sama, ingatkan kalau itu dari daerah-daerah yang
menghambat pergerakan sektor riil, pergerakan usaha yang saudara jalankan.
Saudara-saudara,
Masih berkaitan dengan kebersamaan kita membangun ekonomi nasional yang
lebih kuat, ada yang disebut dengan troica yaitu the government
atau pemerintah the private sector, dunia usaha, dan the
society itu saling kait mengait. Karena forum in adalah forum Kadin, saya
menggarisbawahi bagaimana kebersamaan kita pemerintah dan dunia usaha. Semua
harus berperan optimal. Dunia usaha harus berperan optimal, pemerintah berperan
optimal. Ekonomi yang kuat itu strong and suistanable economy. Kita
punya kewajiban masing-masing, kewajiban pemerintah a, b, c, d, e, f, g, h
sampai paling akhir, kewajiban dunia usaha juga banyak. Bicara infrastruktur,
ada partnership, ada sharing nya, kapan pemerintah batas
kemampuannya seperti apa, dimana masuk dunia usaha, demikian juga yang
lain-lain.
Kalau saudara-saudara
menginginkan pemerintah bikin dong terobosan, thinking of side the box,
saya terima, saya setuju. Pemerintah mengembangkan kebijakan terus menerus,
menyesuaikan dengan lebih, sehingga lebih cocok dengan perkembangan keadaan,
insentif fiskal juga terus menerus kita lakukan. Dunia usaha
juga harus berani mengembangkan bisnis meskipun kadang-kadang harus menghadapi
resiko. Dua-duanya harus melakukan sesuatu, kalau tidak mismatch lagi,
karena partnership ini sangat penting, komponen troika terutama antara
pemerintah dan dunia usaha.
Kadin memberikan rekomendasi, saya catat ada delapan rekomendasi. Saya
minta para Menteri mempelajari rekomendasi untuk pengembangan kebijakan dan
program yang tepat untuk mengembangkan dunia usaha. Kalau saya baca analisis
Kadin memang agak seram, sepertinya pemerintah salah semua begitu, tidak benar
semua dari A sampai Z, tapi rekomendasinya bagus, delapan poin bagus, tapi
analisisnya waduh ini kok seperti zaman kegelapan, salah semua, jelek semua,
rekomendasiya bagus. Saya dengarkan rekomendasinya saja, karena bagus dan
betul-betul mencapai, mungkin keluhan-keluhan yang banyak itu tercermin
akhirnya bagusnya bagaimana. Saya berpikir positif dengan bagusnya bagaimana, insya
Allah yang dikeluhkan tadi pelan-pelan menjadi teratasi, menjadi sirna. Teruslah
berkonsultasi, para Menteri yang rajin berkomunikasi dengan Kadin bidangnya
masing-masing supaya tidak ada misunderstanding, misperception.
Kalau saya lihat yang disebutkan Kadin a, b, c, banyak sekali itu sebagian,
sudah kita jalankan, jelaskan, sudah kita jalankan tidak serta merta
menghasilkan sesuatu yang instan karena ini kompleksitas permasalahan yang kita
hadapi. Yang belum dijalankan, dengarkan, barangkali bagus karena kita harus welcome,
pikiran-pikiran dari mana pun termasuk dunia usaha yang betul-betul membawa
kebaikan kepada kita semua. Saya ambil contoh, pernah saya bertukar pikiran
dengan teman-teman dari dunia usaha, utamanya yang berusaha di bidang CPO,
minyak goreng. Tahun lalu, ketika sudah ada tanda-tanda kenaikan dipicu oleh
harga dunia yang naik dengan tajam, kita bertemu, solusinya tidak perlu ada
pajak ekspor, kita akan stabilkan, teken, teken semua, saya pegang, alhamdulillah
sudah teken semua itu, tidak berjalan, duduk bersama lagi, akhirnya bagi-bagi,
ok PPN yang bayar pemerintah. Kemudian supaya ada balance antara export dengan
kepentingan domestic-domestic use, kita lakukan pajak ekspor.
Ada pikiran baru Pak, sebagusnya ngga usah ada pajak ekspor, mari, welcome,
duduk bersama lagi. Yang penting tujuan untuk menstabilkan harga bagi rakyat
kita tercapai, kita sharing to pardon, pemerintah akan mengeluarkan dari
APBN, mengkompromikan sejumlah kebijakan secara temporer, kemudaian dunia usaha
juga tidak pada posisi merugi, mungkin untungya belum besar dulu dalam keadaan
seperti ini, we could talk, welcome, karena tidak ada suatu policy
yang tidak bisa diubah kalau ternyata tidak cocok, jadi saya menyeru, mengajak,
mari kita pecahkan lagi, cari lagi yang paling bagus. Tetapi setelah kita
jalankan mari sama-sama kita penuhi. Saya dapat laporan ada penyelundupan
minyak goreng, sedih saya, karena setelah kita duduk bersama, ada genuine,
mari kita carikan solusinya.
Harapan saya mari solusi itu betul-betul bawa kebaikan. Ada Broery
Marantika Almarhum, jangan ada dusta di antara kita. Insya Allah
bisa, insya Allah bisa, karena saya lihat juga semangat teman-teman
ingin betul menyelesaikan masalah ini, semua juga kalau rakyatnya ngga bisa
beli, ya siapa yang beli komoditas kita, bangkrut juga usaha kita, ekonomi
kita, semua sadar. Oleh karena itulah, pemerintah dengan instumen fiskal,
instrumen gaji, instrumen APBN, bantuan langsung tunai kepada mereka agar daya
beli cukup terpelihara, dengan daya beli terpelihara, maka pasar sehat, pasar
sehat bisa memproduksi terus menerus, usaha bergerak. Usaha bergerak, saya
berterima kasih, lapangan pekerjaan ada, pengangguran berkurang, saya berterima
kasih saudara bayar pajak, pajak itu untuk membantu pendidikan, kesehatan, dan
lain-lain, win-win situation.
Delapan rekomendasi Kadin, revitalisasi pertanian, that’s ok,
Menteri Pertanian di sini, food and energy security bagus, saya kira ada
di sini beberapa pejabatnya. Daya saing di pasar domestik harus bagus, tolong
diperhatikan, jangan ada policy-policy yang mengganggu, kita bisa
kompetitif di negeri sendiri. Target lifting minyak, diinginkan 1,1
bagus, saya pun inginnya tiga tahun lagi 1,3. Saya pernah menjadi Menteri
Perminyakan dulu, memang situasinya negara kita harus all out, ya
Pertamina nya, swastanya, swasta dalam negeri, swasta luar negeri, kalau kita
ingin to increase our domestic production. Sumur-sumur yang marginal,
yang dulu tidak ekonomis dengan 100 dolar, saya kira sudah menjadi ekonomis,
eksplorasi yang tadinya very costly dengan harga sekarang mungkin itu
menjadi bagus. Marilah kita berinovasi untuk mencari peluang apa saja yang bisa
kita tingkatkan dari domestic production ini, minyak dan gas utamanya.
Infrastruktur saya setuju, saya kira dalam sejarah setelah sepuluh tahun
mengalami krisis, tahun-tahun sekarang inilah kita tingkatkan alokasi
infrastruktur yang mesti ditanggung oleh pemerintah. Pak Hidayat tadi
mengatakan kalau bisa 6 % dari GDP, sekarang baru 3 %. Saya akan jelaskan
begini saudara, kalau melihat kita punya APBN sekarang ini dengan kenaikan BBM,
subsidi BBM, subsidi listrik, dan subsidi pangan yang lain itu sudah pada
tingkat bagaimana menyelamatkan APBN ini, bukan pada tingkat bagaimana membikin
ideal APBN ini, to save our annual budget. Dalam keadaan seperti itu tetap
harus ada design, tetap harus ada politik APBN, dan sudah kita putuskan apa pun
dengan perubahan, yang kita dengan DPR RI bekerja sama dengan baik, saya
berterima kasih, memikirkan yang pas bagaimana. Akhirnya apa, tugas-tugas
pemerintahan umum harus tetap dijalankan. Bayangkan, kalau macet semua, mengamankan,
menegakkan hukum, dan lain-lain. Tugas-tugas pemerintahan umum ada satu
portion. Porsi yang kedua adalah untuk menstimulasi pertumbuhan. Utamanya
infrastruktur. Puluhan triliun mengalir ke PU, ke Perhubungan, ke Pertanian
juga untuk irigasi, energi dan lembaga-lembaga yang lain. Baru porsi ketiga untuk
kesejahteraan, to reduce poverty. Ini bukan populis. Harus.
Sebab kalau ada mismatch, semua mengalir ke infrastruktur, terjadi
kemerosotan daya beli, kemiskinan meningkat kemudian apa yang mereka bisa beli.
Saya kira tiga pilar ini tidak bisa kita abaikan. Design-nya begitu. Tahun
2005, saya mengatakan berkali-kali why kita dulu menaikkan BBM lebih
lambat tiga minggu dibandingkan yang disarankan oleh banyak pihak. Saya
bertanggung jawab mengapa kita tunda sekitar tiga minggu. Kita hitung, dari
segi ekonomi, tiga minggu telat ini, cost-nya tetapi kalau kita paksakan
waktu itu naik, sebelum siap social socio-net kita, belum kita alirkan kompensasi
kenaikan Maret, terus kita naikkan lagi Oktober dengan kenaikan seperti itu,
belum kita hitung berapa yang harus kita bantukan kepada rakyat, as transfered,
dan seterusnya, maka economic benefit itu akan tertutup dengan social
and security cost yang sangat tinggi. Adam Smith mengatakan, the founder of modern economy,
bahwa economic policy harus juga mempertimbangkan social and
political policy. Itulah kita hitung dengan DPR satu per satu dulu.
Jadi memang kalau dari kacamata ekonomi terlambat, tetapi dari kacamata
seluruhnya tidak terlambat.
Saudara tidak tahu, bahwa ketika 2005 kita sudah melakukan satu a quick
estimate, apakah bisa terjadi seperti 1997. Jawaban kita waktu itu mungkin
tidak, our fundamental lebih stronger, lebih kuat. Apalagi bagaimana
dengan nilai tukar yang merosot tajam, bagaimana dengan reserve yang tinggal
berapa. Apakah bertahan keadaan moneter kita? Saya undang Gubernur BI Pak
Burhanudin Abdullah, “Pan Burhanuddin, apakah kita bisa survive?†“We may surviveâ€. “May!†Belum puas saya, “Kok May?â€
Apa yang menyebabkan? “Lah ini kalau meluncur terus Pak? “Terus remuneration
seperti ini? We have
no second line of defense, bisa kacauâ€. Itulah sebetulnya adalah proses internal yang bergerak
dengan cepat. Saudara tahu namanya bilateral soft arrangement (BSA),
kerja sama kita ASEAN plus three yang bisa membantu negara yang
menghadapi kesulitan moneter kita bekerja. Pak Burhanuddin berangkat ke Tokyo
dan ke China, saya berkomunikasi dengan pimpinan China, kemudian apa namanya Li
Sen Lung, ada Tak Sin, yang semua kira kira if something happens in
Indonesia. Dengan itu, karena mereka tahu policy kita akan menaikkan
BBM, dengan resiko yang harus kita tanggung, sosial, politik, keamanan yang clean,
rational, mereka berani menitipkan second line of defense. Tapi
amit-amit.
Saya berdoa kepada Yang Maha Kuasa semua bekerja, saya, Wapres, segala
macam, jangan sampai kita gunakan second line of defense ini. Tuhan Maha
Besar. Dengan policy waktu itu, tidak pernah kita sentuh yang
dicadangkan oleh teman-teman namanya bilateral soft arrangement yang
besarnya kurang lebih sekitar 10 million, sama dengan setara kurs waktu
itu 11-100 triliun. Ini contoh dilema dalam pengambilan keputusan ekonomi,
sosial, politik. Jangka pendek, jangka panjang. Yang di permukaan, yang di
bawah permukaan. Yang tentunya memastikan bahwa kita bagaimana pun harus
memilih. Tidak menyenangkan semua orang. Masih ada unjuk rasa. Terus terjadi. Tapi we have to make decisions.
Dan itu kita ambil waktu itu. Bagi yang sangat menghormati atau
surrender pada Washington concensus, atau neoliberalisme, memang
agak bertentangan. Karena sudahlah. Yang pentingnya ekonominya begini. Akan sehat. Akan tumbuh. Tapi it
does not work untuk negara berkembang. Kalau itu serta
merta secara mentah kita terapkan, mesti ada pertimbangan-pertimbangan lokal,
lokal baca nasional, agar policy kita kembangkan sudah tepat. Logistik
nasional, supply change saya terima, pandangan dari Kadin, para menteri
pastikan bahwa kita punya, apa namanya, supply change ini integrated dengan
dengan global logistics, dengan global production. Sehingga tidak
terjadi, apa namanya, mismatch. Saran yang lain, investasi untuk
permesinan, saya terima. Ada Menteri Industri di sini ga? Pak Fahmi, Pak Fahmi
Idris? beliau ada. Ada yang mengatakan, jangan-jangan ada deindustritalisasi,
kita cegah, manufaktur kita gerakkan kembali, saran Kadin bagus. Kemudian UKM,
ada Pak Suryadharma di sini? Ok, absen beliau? Akses kredit integrasi dengan
usaha yang lainnya. Delapan rekomendasi ini menurut saya baik dan tolong dimatchkan
dengan kebijakan para Menteri untuk betul-betul menggerakkan ekonomi kita,
dunia usaha kita.
Saudara-saudara,
Yang terakhir, kita semua tahu kita menghadapi isu ekonomi global, isu
ekonomi kontemporer. Pertama adalah ketahanan pangan, Pak Hidayat sudah
menggariskan cocok dengan pikiran pemerintah jangka pendek bagaimana pun kita
harus melakukan stabilisasi harga pangan. Tidak mungkin 230 juta rakyat kita
dengan yang miskin setara dengan 36 juta, dia tidak mendapatkan bantuan dalam
tanda kutip untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari yang minimal, tapi
jangka panjang, setuju? Harus bekerja sama kita to increase domestic
productions, langkah-langkah yang lebih luas termasuk ekstensifikasi dan
dunia usaha bisa masuk lebih dalam, lebih besar lagi peran. Saya memikirkan di
samping petani kita dorong untuk menanam kedelai kembali karena harganya
bagus, tapi kalau melihat masih banyak gapnya dari sekian juta ton baru ditanam
670 ribu ton, oleh karena itu bagus kalau dipikirkan bagaimana kalau large
skill, pertanian kedelai. Silahkan bicara Menteri Pertanian, bicara dengan
Menteri-menteri yang lain, Menteri PU bagaimana kita bisa bekerja sama to
increase domestic productions dari sweep-in ini.
Energi, saya pesan listrik, listrik, dan listrik ada PLN di sini? Tidak
ada, Menteri Energi? Tidak ada. Saya masih merasa sangat lambat kita untuk
meningkatkan listrik ini, banyak sekali yang merugi, ya birokrasi ini, itu
merugi terus kita. Kita baru 25.000 mega watt, kita bikin clash progress
10.000 mega watt batu bara, itu pun belum cukup. Semua Gubernur datang ke saya,
Pak Presiden nda cukup Pak, ini opportunity jangan dibikin susah
yang bisa lebih cepat, lebih mudah, mari kita hitung-hitungan berapa
dibutuhkan listrik ini? Power plan mana yang kita bangun? Reglobal energy,
panas bumi, dan lain-lain, silahkan. Yang tadinya banyak juga ekonomis sekarang
nampaknya menjadi lebih ekonomis. Infrastruktur masalah yang kita hadapi sekarang,
ada batas kemampuan pemerintah. Pemerintah terus terang saudara-saudara, hanya
mengharapkan karena porsinya juga harus dibagi-bagi dalam APBN, terutama untuk
infrastruktur pertanian supaya meningkat produksi pangan kita, kemudian
infrastruktur yang tidak mungkin dikomersialkan, ini juga sudah banyak. Oleh
karena itu, i appeal you all, saya mohon saudara-saudara
betul-betul bisa mengisi kekurangannya.
Saya minta pemerintah, para Menteri dalam hal ini terus kembangkan
kebijakan yang bisa lebih kondusif terhadap peran dunia usaha untuk membangun
infrastruktur ini. Setelah kebijakannya bagus, saya minta swasta juga
betul-betul menjalankan. Ada kisah sudah dikasih izin membangun jalan tol.
Macet semua, sekali lagi jangan ada dusta di antara kita. Pemerintah kurang
bagus, saya akan bikin bagus, all out segala tenaga. Nah kemudian harapan saya
teman-teman dunia usaha juga begitu melakukan langkah imbangan yang sama.
Misi kita saudara-saudara, sebagai Kepala Negara saya ingin mengubah krisis
ini, ancaman ini menjadi peluang, opportunity. Saya tidak bisa menggurui
saudara, saudara jagonya, inovatif, kreatif, ada saja akalnya untuk berusaha,
untuk ekonomi, saya bukan ahlinya. Karena kita tahu tantangan sekarang pangan,
minyak, dan gas, listrik, infrastruktur, saudara juga tahu pemerintah tidak
bisa mengelola semuanya hanya sebagian kecil, nah sebagian besar itulah equal
dengan business opportunity. Pikirkan mulai sekarang, semua itu menjadi opportunity
karena kita mengundang, siapa lagi kalau bukan pejuang-pejuang ekonomi, saudara
semua pejuang usaha untuk bikin ekonomi lebih kuat. Saya akan terus
melaksanakan reformasi birokrasi, saya tidak pernah berhenti, mungkin saudara
sudah bosan mendengar omongan saya ke sekian puluh kalinya pada jajaran saya. Ya
kalau saya ingin birokrasi bagus, termasuk saya adalah janganlah mempersulit
sesuatu yang sesungguhnya mudah dikerjakan.
Awasi saya, awasi Menteri saya, awasi Gubernur saya, awasi Bupati saya,
awasi Walikota, pemerintahan untuk memiliki semangat yang sama. Gunakan bahasa
terang, ini bagaimana Pak? kami diminta oleh Presiden untuk menggerakkan dunia
usaha di seluruh Indonesia, kok masih ada hambatan-hambatan begini? Bupati,
Walikota, Gubernur itu bukan diangkat oleh Presiden, dipilih oleh rakyat, kalau
keterlaluan ya ajak rakyat bicara, ini gimana ini saudara milih kok ngga
jalan-jalan, kok macet semua, kok punglinya besar sekali, kok lewat sana, lewat
sini, jadi aneh begini? Ini demokrasi, gunakan bahasa terang karena semua ingin
di negeri ini juga genuine. Kesampingkan kepentingan pribadi,
kepentingan yang lain, kepentingan bersama untuk sama-sama kita wujudkan.
Menutup apa yang saya sampaikan, saudara kenal yang namanya Jefry Syah? Dia
itu seorang ekonom tingkat internasional yang membikin buku the end of
property, salah satu kontributor dari MDGs, penasehat ekonomi PBB,
sudah pernah datang ke Indonesia, saya undang untuk bertukar pikiran dengan
teman-teman yang lain ini baru menerbitkan buku, baru terbit, saya beli dua,
tiga hari yang lalu silahkan dibaca karena bagus, bagus untuk memberikan
semangat, memberikan kesadaran, memberikan tanggung jawab bagaimana kita
mengembangkan ekonomi di negara, di dunia sambil menyelamatkan bumi kita. Judulnya
adalah, judul besarnya commonwealth, kemakmuran bersama, judul kecilnya economic
for a crowded planet, bumi kita sudah penuh sesak sehingga ekonomi harus
sedemikian rupa dilakukan agar mendatangkan kemakmuran bersama commonwealth.
Saya kira bagus kalau dibaca sambil mencari akal tadi bagaimana mengisi energi,
mengisi pangan, mengisi listrik, mengisi infrastruktur.
Demikianlah saudara-saudara pesan dan harapan saya, terima kasih sekali
lagi atas perjuangannya pusat dan daerah, terima kasih rekomendasinya, mari
kita melangkah bersama, saling berbagi, saling kita mengingatkan kalau ada
langkah-langkah yang menghambat pembangunan kembali ekonomi kita. Dan akhirnya
dengan mengucapkan bismillahirrahmaanirrahiim Rapat Pimpinan Nasional
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Tahun 2008 dengan resmi saya nyatakan
dibuka.
Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Biro Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,
Sekretariat Negara RI