PERESMIAN PEMBUKAAN RAPIMNAS KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI (KADIN) 2008, DI JCC, JAKARTA, 31 MARET 2008

 
bagikan berita ke :

Senin, 31 Maret 2008
Di baca 1219 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA
ACARA PERESMIAN PEMBUKAAN RAPAT PIMPINAN NASIONAL
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI (KADIN) TAHUN 2008
DI JAKARTA CONVENTION CENTER, JAKARTA
TANGGAL 31 MARET 2008



Bismillahirrahmaanirrahiim,

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati para pimpinan dan anggota lembaga-lembaga negara, para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu,

Yang Mulia para Duta Besar negara sahabat dan para diplomat senior serta organisasi dagang negara sahabat yang turut hadir pada acara ini,

Saudara Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia, dan segenap pimpinan Kadin Pusat maupun daerah, para sesepuh Kadin, para pimpinan dunia usaha, baik negara maupun swasta,

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

Marilah sekali lagi pada kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini untuk bersama-sama memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kepada kita semua masih diberi kesempatan, kekuatan, dan semoga kesehatan untuk melanjutkan karya, tugas, dan pengabdian kita kepada bangsa dan negara tercinta. Kita juga bersyukur hari ini dapat bersama-sama menghadiri Rapat Pimpinan Nasional Kadin pada tahun 2008. saya mengucapkan selamat mengikuti Rapimnas ini, semoga ke depan Kadin dapat berkontribusi lebih besar lagi kepada bangsa dan negara utamanya untuk memajukan dunia usaha dan ekonomi nasional.

Saudara-saudara,

Ini kesempatan yang baik bagi saya untuk mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pelaku dunia usaha baik pusat maupun daerah yang sepuluh tahun terakhir ini terus berjuang untuk membangun kembali perekonomian nasional setelah kita mengalami krisis yang luar biasa sejak sepuluh tahun yang lalu. Saya katakan di depan APINDO kemarin, saudara bersama pemerintah juga mengalami berbagai dinamika, romantika, pasang surut sebagai bagian dari sejarah yang kita lalui, dan oleh karena itu ketika kita dalam suasana sulit kita mampu bersatu dan melangkah bersama. Harapan saya sekarang ke depan kita lebih sinergis lagi untuk membangun kembali perekonomian dan dunia usaha kita.

Saudara-saudara,

Tema Rapimnas kali ini, saya catat adalah optimalisasi peran dunia usaha, peran dunia usaha dalam percepatan pembangunan infrastruktur, satu, ketahanan pangan, dua, dan ketersediaan energi. Saya sambut tema ini dan semoga program serta langkah-langkah Kadin sebagai organisasi dan lebih nyata lagi langkah-langkah dunia usaha. Saudara-saudara semua di pusat dan di daerah juga mengarah kepada upaya besar kita untuk membangun dan meningkatkan infrastruktur, meningkatkan ketersediaan energi dan ketersediaan pangan, energy security and food security yang juga saya kira menjadi persoalan global dewasa ini.

Saudara-saudara,

Baik dalam suasana seperti ini sepuluh tahun kita melakukan reformasi, melakukan pembangunan kembali ekonomi pasacakrisis untuk kita terus menjalankan kontempelasi atau refleksi atau pun perenungan, dan kalau kita jujur semua tahun demi tahun atas kerja sama dan perjuangan bersama kita, ekonomi kita terus bergerak maju. Benar masih banyak tantangan, masih banyak masalah, masih banyak pekerjaan rumah, tetapi kalau kita jujur tentu ada progress dari tahun ke tahun. Sementara itu kita juga mengetahui bahwa kondisi nasional tahun tahun terakhir ini memberikan tantangan yang berat. Rangkaian bencana baik itu yang merupakan peristiwa alam maupun bencana bencana akibat kesalahan manusia, banjir, tanah longsor ikut berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi kita. Alokasi anggaran kita yang ada dalam APBN dan upaya-upaya rekonstruksi ekonomi rehabilitasi akibat bencana alam itu. Yang kedua, harga minyak yang meroket sekjak akhir 2004 sampai sekarang bertengger pada tingkatan yang tinggi tentu memberikan pukulan terhadap ekonomi kita sebagaimana juga dirasakan oleh banyak negara di dunia.

Kini lingkungan global, global economic environment juga memberikan tekanan, tantangan, permasalahan kepada dunia dan kepada kita. Lagi-lagi harga minyak yang belum menunjukkan tanda-tanda pada tingkat yang rasional dalam tanda kutip, inflasi pangan yang tiba-tiba terjadi pada tahun–tahuh terakhir, pada bulan-bulan terakhir, dan keuangan global akibat kredit macet di Amerika Serikat yang masih belum menunjukkan tanda-tanda berakhir settlement seperti apa, berapa banyak cost-nya, siapa yang menjadi korban, dan lain-lain, itu semua ada dalam lingkungan kita, nasional, regional, global, oleh karena itu memikirkan sesuatu yang linier seolah-olah fakum, tidak ada dilema, tidak ada kompleksitas permasalahan tentulah bukan pikiran yang berkualitas karena kita justru meniti, mencari celah, menembus sesuatu dalam kondisi seperti itu, dan sekali lagi tema yang diangkat Kadin menjadi benar-benar relevan dan tepat kalau kita mengidentifikasi tiga hal itu, infrastruktur untuk meng-generate kita punya ekonomi dan juga permasalahan energi dan pangan.

Tadi Saudara Muhammad Hidayat menjelaskan ada apa sebenarnya tiba-tiba pada tingkat dunia harga minyak mentah crude seperti itu, harga pangan menaik luar biasa. Tiba-tiba dan kemudian sangat signifikan? Padahal konon mengatakan tidak ada perubahan yang dramatis, perubahan yang tiba-tiba atas keseimbangan antara supply dan demand pada tingkat dunia baik energi, minyak, dan gas utamanya dan pangan. Apa betul banyak teori yang mengedepan akhir-akhir ini, pandangan-pandangan praktisi, pandangan ekonom, pandangan dunia usaha di seluruh dunia. Ada yang mengatakan bagaimana pun ada mismatch antara supply dan demand menyangkut energi. Growing demand dari China, India, US sendiri tentu mengubah antara supply dengan demand. Geo political factors distrubtion of supply yang dikhawatirkan karena gejolak di Timur Tengah misalnya, itu juga menimbulkan spekulasi tertentu. Belum words of war, perang kata-kata statement yang mudah sekali dimunculkan oleh beberapa pemimpin dunia ikut memicu sehingga ada fear factor masalah energi ini sehingga harga kadang-kadang irational, sebagaimana yang kita alami sekarang ini, tetapi kembali ekonomi mengatakan kalau pada mentally ada inbalances, ada mismatch maka tentu harga bergerak, maik dalam inbalances itu, ya makin tinggi harga, mari kita tidak meninggalkan bases itu.

Yang kedua pangan, mengapa? Saya ikuti analisis dari banyak pakar. Pertama adanya konversi komoditas pangan ke komoditas energi, bio fuels misalnya, di Amerika, di Brazilia, dan lain-lain sehingga kembali ada mismatch dari segi pangannya. Ada yang mengatakan there is a growing middle clash, jadi kelompok menengah tumbuh di seluruh dunia utamanya di negara-negara yang disebut emergenc economics yang kelompok menengah itu mengkonsusmsi lebih banyak lagi atas komoditas pangan, kembali mengganggu supply dengan demand. Jadi bagaimana pun menurut sebuah teori ada kaitannya dengan supply dan demand pada komoditas pangan.

Saudara-saudara,

Melihat perkembangan ini, saya baru saja kemarin berkunjung ke Timur Tengah, dan ke Afrika, bertemu dengan banyak sekali pemimpin negara, pemerintahan, Presiden, Perdana Menteri, Raja, kita semua cemas kalau ini tidak ada settlement, kalau ini terus menggelinding, dan akhirnya mengganggu banyak hal yang oleh dunia diangan-angankan. Contohnya, kita sepakat tahun 2000 dalam waktu lima belas tahun kemiskinan dunia akan kita kurangi separuhnya, fifteen years baru mengurangi separuhnya. Dengan kondisi seperti ini, dengan melemahnya ekonomi global, apalagi negara-negara yang belum berkembang disdevelop countries dan developing countries dikhawatirkan MDGs tidak bisa kita capai. Climate change, ini juga menjadi isu yang mengemuka, banyak sekarang kita menghabiskan dua, tiga tahun bertemu mengatasi climate change, MDGs menjadi topik, kalau tidak salah pertemuan PBB tahun ini, tahun lalu climate change.

Menurut pendapat saya dunia sudah harus sungguh memikirkan di samping MDGs dan climate change itu adalah bagaimana masyarakat dunia bersama-sama bisa mengelola persoalan energi dan pangan yang ternyata menjadikan permasalahan yang cukup berat sekarang ini. Kita tahu dunia menganut open market system, tetapi saya percaya masih ada ruang bagi lembaga-lembaga internasional semacam PBB masih ada ruang lesson street pemerintah-pemerintah di dunia ini untuk ikut melakukan sesuatu, tidak ada pasar yang sempurna, selalu ada market values, national or global. Oleh karena itu demi justice, demi mencegah yang tidak-tidak, menurut saya masih menjadi moral obligation dari lembaga-lembaga dunia termasuk negara-negara untuk memikirkan bagaimana kita bisa mengelola semuanya ini. Dalam konteks itu saya berpendapat dunia usaha dilibatkan penuh, dunia teknologi dilibatkan penuh, banyak sekali masalah di dunia ini energy, food yang bisa diselesaikan karena teknologi go innovation, bahkan bisnis pun harus membentuk, membangun, mengembangkan inonvasi-inovasi sehingga lebih efisien, lebih produktif, lebih kompetitif.

Saudara-saudara,

Saya menulis surat kepada Sekretaris Jenderal PBB, saudara mengetahui, membaca dari surat kabar, karena saya sangat ingin agar PBB berinisiatif untuk mengajak pemimpin-pemimpin yang lain memikirkan ini. Tahun lalu kita menjadi tuan rumah climate change juga kita kita lakukan sesuatu ternyata ada Brakethrough di Bali yang tadinya deadlock di mana-mana, mengalir, moving, harus kita lakukan. Menurut saya kali ini kita juga harus bersama-sama memikirkan bagaimana menyelesaikan masalah energy dan food ini. Harus dilibatkan all big producers, all big consumers, baik energy maupun food supaya kita bisa bicara bagaimana bagusnya karena morally unjust to fight, kalau negara itu tidak memikirkan dunianya, tidak memikirkan rakyat di banyak negara, menurut saya harus sampai di situ.

Kemudian saya menyambut baik keinginan Kadin, mari kita perkuat ekonomi nasional, perkuat ekonomi Indonesia. Memang masing-masing negara punya pilihan, negara-negara yang disebut Asian Tigers, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, Singapura lebih memilih export oriented economy. India saya baca, India rising, leaps, tapi mengembangkan domestic economy, China, leaps domestic market. Menurut saya Indonesia dengan 220 juta penduduk dengan bertumbuhnya daya beli, purchasing power dengan natural capital yang kita miliki, dengan luas geografi kita, dengan size of our GDP sudah saatnya kita betul-betul mengembangkan ekonomi domestik kita, membesarkan pasar domestik kita, all out. Memang tidak mungkin setahun, dua tahun langsung terbangun, tapi kalau kita mulai dari sekarang sepuluh tahun lagi, lima belas tahun ke depan saya kira akan makin kuat kita punya domestic economy, punya domestic market dan itu mengubah cara pandang kita yang seolah-olah hanya mengembangkan export kita sebagai komponen penting dalam pertumbuhan kita. Oleh karena itu banyak yang harus kita lakukan, ada laundry list, kalau kita ingin betul-betul memperkuat ekonomi di negeri kita. Tetapi bagaimanapun, saya berpendapat bukan hanya growth semata, tapi growth with equity.

Kita perlu mengoreksi masa lalu, terus terang, pertumbuhan 6, 7, 8 persen rata-rata 7 persen tanpa equity, pemerataan, menghidupkan semua daerah, semua rakyat, yang kita hadapi adalah bencana krisis. Marilah kita sangat cerdas, fundamental ekonomi kita perkuat, semuanya setuju. Mari, infrastruktur mari, listrik menjadi hambatan dalam usaha kita. Investasi, perdagangan, industri, pertanian, usaha kecil dan menengah, teknologi, inovasi dan IT, dan juga jangan dilupakan dalam sistem pemerintahan sekarang ini kalau kita mengembangkan ekonomi nasional, jangan hanya liat segi-segi sektoralnya saja. Pertanian, industri, perikanan, tapi segi-segi kedaerahan, segi regional, otonomi daerah, meniscayakan the center of growth itu juga terbagi di daerah-daerah. Saya melihat gubernur, bupati, walikota yang inovatif, yang kreatif, tumbuh dengan bagus. Kita ingin seluruh kabupaten, seluruh kota, seluruh propinsi di negeri ini juga seperi itu. Sudah tidak sesuai lagi kalau semua menggantungkan policy sektoral. Justru, upaya yang gigih dari masing-masing daerah, itu yang harus tumbuh dengan baik. Dengan demikian lebih realistik dan memang begitu pilihan kita dalam era reformasi ini, otonomi daerah. Saya berharap para pimpinan Kadinda, juga mengajak mengingatkan para bupati, para walikota, marilah kita cari daya saing sendiri, keunggulan sendiri, potensi sendiri, supaya bisa segera dikembangkan. Birokrasi yang bertele-tele kata Pak Hidayat tadi, yang membikin tidak berkembang dunia usaha, mari kita perbaiki sama-sama, ingatkan kalau itu dari daerah-daerah yang menghambat pergerakan sektor riil, pergerakan usaha yang saudara jalankan.

Saudara-saudara,

Masih berkaitan dengan kebersamaan kita membangun ekonomi nasional yang lebih kuat, ada yang disebut dengan troica yaitu the government atau pemerintah the private sector, dunia usaha, dan the society itu saling kait mengait. Karena forum in adalah forum Kadin, saya menggarisbawahi bagaimana kebersamaan kita pemerintah dan dunia usaha. Semua harus berperan optimal. Dunia usaha harus berperan optimal, pemerintah berperan optimal. Ekonomi yang kuat itu strong and suistanable economy. Kita punya kewajiban masing-masing, kewajiban pemerintah a, b, c, d, e, f, g, h sampai paling akhir, kewajiban dunia usaha juga banyak. Bicara infrastruktur, ada partnership, ada sharing nya, kapan pemerintah batas kemampuannya seperti apa, dimana masuk dunia usaha, demikian juga yang lain-lain.

Kalau saudara-saudara menginginkan pemerintah bikin dong terobosan, thinking of side the box, saya terima, saya setuju. Pemerintah mengembangkan kebijakan terus menerus, menyesuaikan dengan lebih, sehingga lebih cocok dengan perkembangan keadaan, insentif fiskal juga terus menerus kita lakukan. Dunia usaha juga harus berani mengembangkan bisnis meskipun kadang-kadang harus menghadapi resiko. Dua-duanya harus melakukan sesuatu, kalau tidak mismatch lagi, karena partnership ini sangat penting, komponen troika terutama antara pemerintah dan dunia usaha.

Kadin memberikan rekomendasi, saya catat ada delapan rekomendasi. Saya minta para Menteri mempelajari rekomendasi untuk pengembangan kebijakan dan program yang tepat untuk mengembangkan dunia usaha. Kalau saya baca analisis Kadin memang agak seram, sepertinya pemerintah salah semua begitu, tidak benar semua dari A sampai Z, tapi rekomendasinya bagus, delapan poin bagus, tapi analisisnya waduh ini kok seperti zaman kegelapan, salah semua, jelek semua, rekomendasiya bagus. Saya dengarkan rekomendasinya saja, karena bagus dan betul-betul mencapai, mungkin keluhan-keluhan yang banyak itu tercermin akhirnya bagusnya bagaimana. Saya berpikir positif dengan bagusnya bagaimana, insya Allah yang dikeluhkan tadi pelan-pelan menjadi teratasi, menjadi sirna. Teruslah berkonsultasi, para Menteri yang rajin berkomunikasi dengan Kadin bidangnya masing-masing supaya tidak ada misunderstanding, misperception.

Kalau saya lihat yang disebutkan Kadin a, b, c, banyak sekali itu sebagian, sudah kita jalankan, jelaskan, sudah kita jalankan tidak serta merta menghasilkan sesuatu yang instan karena ini kompleksitas permasalahan yang kita hadapi. Yang belum dijalankan, dengarkan, barangkali bagus karena kita harus welcome, pikiran-pikiran dari mana pun termasuk dunia usaha yang betul-betul membawa kebaikan kepada kita semua. Saya ambil contoh, pernah saya bertukar pikiran dengan teman-teman dari dunia usaha, utamanya yang berusaha di bidang CPO, minyak goreng. Tahun lalu, ketika sudah ada tanda-tanda kenaikan dipicu oleh harga dunia yang naik dengan tajam, kita bertemu, solusinya tidak perlu ada pajak ekspor, kita akan stabilkan, teken, teken semua, saya pegang, alhamdulillah sudah teken semua itu, tidak berjalan, duduk bersama lagi, akhirnya bagi-bagi, ok PPN yang bayar pemerintah. Kemudian supaya ada balance antara export dengan kepentingan domestic-domestic use, kita lakukan pajak ekspor.

Ada pikiran baru Pak, sebagusnya ngga usah ada pajak ekspor, mari, welcome, duduk bersama lagi. Yang penting tujuan untuk menstabilkan harga bagi rakyat kita tercapai, kita sharing to pardon, pemerintah akan mengeluarkan dari APBN, mengkompromikan sejumlah kebijakan secara temporer, kemudaian dunia usaha juga tidak pada posisi merugi, mungkin untungya belum besar dulu dalam keadaan seperti ini, we could talk, welcome, karena tidak ada suatu policy yang tidak bisa diubah kalau ternyata tidak cocok, jadi saya menyeru, mengajak, mari kita pecahkan lagi, cari lagi yang paling bagus. Tetapi setelah kita jalankan mari sama-sama kita penuhi. Saya dapat laporan ada penyelundupan minyak goreng, sedih saya, karena setelah kita duduk bersama, ada genuine, mari kita carikan solusinya.

Harapan saya mari solusi itu betul-betul bawa kebaikan. Ada Broery Marantika Almarhum, jangan ada dusta di antara kita. Insya Allah bisa, insya Allah bisa, karena saya lihat juga semangat teman-teman ingin betul menyelesaikan masalah ini, semua juga kalau rakyatnya ngga bisa beli, ya siapa yang beli komoditas kita, bangkrut juga usaha kita, ekonomi kita, semua sadar. Oleh karena itulah, pemerintah dengan instumen fiskal, instrumen gaji, instrumen APBN, bantuan langsung tunai kepada mereka agar daya beli cukup terpelihara, dengan daya beli terpelihara, maka pasar sehat, pasar sehat bisa memproduksi terus menerus, usaha bergerak. Usaha bergerak, saya berterima kasih, lapangan pekerjaan ada, pengangguran berkurang, saya berterima kasih saudara bayar pajak, pajak itu untuk membantu pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, win-win situation.

Delapan rekomendasi Kadin, revitalisasi pertanian, that’s ok, Menteri Pertanian di sini, food and energy security bagus, saya kira ada di sini beberapa pejabatnya. Daya saing di pasar domestik harus bagus, tolong diperhatikan, jangan ada policy-policy yang mengganggu, kita bisa kompetitif di negeri sendiri. Target lifting minyak, diinginkan 1,1 bagus, saya pun inginnya tiga tahun lagi 1,3. Saya pernah menjadi Menteri Perminyakan dulu, memang situasinya negara kita harus all out, ya Pertamina nya, swastanya, swasta dalam negeri, swasta luar negeri, kalau kita ingin to increase our domestic production. Sumur-sumur yang marginal, yang dulu tidak ekonomis dengan 100 dolar, saya kira sudah menjadi ekonomis, eksplorasi yang tadinya very costly dengan harga sekarang mungkin itu menjadi bagus. Marilah kita berinovasi untuk mencari peluang apa saja yang bisa kita tingkatkan dari domestic production ini, minyak dan gas utamanya.

Infrastruktur saya setuju, saya kira dalam sejarah setelah sepuluh tahun mengalami krisis, tahun-tahun sekarang inilah kita tingkatkan alokasi infrastruktur yang mesti ditanggung oleh pemerintah. Pak Hidayat tadi mengatakan kalau bisa 6 % dari GDP, sekarang baru 3 %. Saya akan jelaskan begini saudara, kalau melihat kita punya APBN sekarang ini dengan kenaikan BBM, subsidi BBM, subsidi listrik, dan subsidi pangan yang lain itu sudah pada tingkat bagaimana menyelamatkan APBN ini, bukan pada tingkat bagaimana membikin ideal APBN ini, to save our annual budget. Dalam keadaan seperti itu tetap harus ada design, tetap harus ada politik APBN, dan sudah kita putuskan apa pun dengan perubahan, yang kita dengan DPR RI bekerja sama dengan baik, saya berterima kasih, memikirkan yang pas bagaimana. Akhirnya apa, tugas-tugas pemerintahan umum harus tetap dijalankan. Bayangkan, kalau macet semua, mengamankan, menegakkan hukum, dan lain-lain. Tugas-tugas pemerintahan umum ada satu portion. Porsi yang kedua adalah untuk menstimulasi pertumbuhan. Utamanya infrastruktur. Puluhan triliun mengalir ke PU, ke Perhubungan, ke Pertanian juga untuk irigasi, energi dan lembaga-lembaga yang lain. Baru porsi ketiga untuk kesejahteraan, to reduce poverty. Ini bukan populis. Harus. Sebab kalau ada mismatch, semua mengalir ke infrastruktur, terjadi kemerosotan daya beli, kemiskinan meningkat kemudian apa yang mereka bisa beli.

Saya kira tiga pilar ini tidak bisa kita abaikan. Design-nya begitu. Tahun 2005, saya mengatakan berkali-kali why kita dulu menaikkan BBM lebih lambat tiga minggu dibandingkan yang disarankan oleh banyak pihak. Saya bertanggung jawab mengapa kita tunda sekitar tiga minggu. Kita hitung, dari segi ekonomi, tiga minggu telat ini, cost-nya tetapi kalau kita paksakan waktu itu naik, sebelum siap social socio-net kita, belum kita alirkan kompensasi kenaikan Maret, terus kita naikkan lagi Oktober dengan kenaikan seperti itu, belum kita hitung berapa yang harus kita bantukan kepada rakyat, as transfered, dan seterusnya, maka economic benefit itu akan tertutup dengan social and security cost yang sangat tinggi. Adam Smith mengatakan, the founder of modern economy, bahwa economic policy harus juga mempertimbangkan social and political policy. Itulah kita hitung dengan DPR satu per satu dulu. Jadi memang kalau dari kacamata ekonomi terlambat, tetapi dari kacamata seluruhnya tidak terlambat.

Saudara tidak tahu, bahwa ketika 2005 kita sudah melakukan satu a quick estimate, apakah bisa terjadi seperti 1997. Jawaban kita waktu itu mungkin tidak, our fundamental lebih stronger, lebih kuat. Apalagi bagaimana dengan nilai tukar yang merosot tajam, bagaimana dengan reserve yang tinggal berapa. Apakah bertahan keadaan moneter kita? Saya undang Gubernur BI Pak Burhanudin Abdullah, “Pan Burhanuddin, apakah kita bisa survive?” “We may survive”. “May!” Belum puas saya, “Kok May?” Apa yang menyebabkan? “Lah ini kalau meluncur terus Pak? “Terus remuneration seperti ini? We have no second line of defense, bisa kacau”. Itulah sebetulnya adalah proses internal yang bergerak dengan cepat. Saudara tahu namanya bilateral soft arrangement (BSA), kerja sama kita ASEAN plus three yang bisa membantu negara yang menghadapi kesulitan moneter kita bekerja. Pak Burhanuddin berangkat ke Tokyo dan ke China, saya berkomunikasi dengan pimpinan China, kemudian apa namanya Li Sen Lung, ada Tak Sin, yang semua kira kira if something happens in Indonesia. Dengan itu, karena mereka tahu policy kita akan menaikkan BBM, dengan resiko yang harus kita tanggung, sosial, politik, keamanan yang clean, rational, mereka berani menitipkan second line of defense. Tapi amit-amit.

Saya berdoa kepada Yang Maha Kuasa semua bekerja, saya, Wapres, segala macam, jangan sampai kita gunakan second line of defense ini. Tuhan Maha Besar. Dengan policy waktu itu, tidak pernah kita sentuh yang dicadangkan oleh teman-teman namanya bilateral soft arrangement yang besarnya kurang lebih sekitar 10 million, sama dengan setara kurs waktu itu 11-100 triliun. Ini contoh dilema dalam pengambilan keputusan ekonomi, sosial, politik. Jangka pendek, jangka panjang. Yang di permukaan, yang di bawah permukaan. Yang tentunya memastikan bahwa kita bagaimana pun harus memilih. Tidak menyenangkan semua orang. Masih ada unjuk rasa. Terus terjadi. Tapi we have to make decisions. Dan itu kita ambil waktu itu. Bagi yang sangat menghormati atau surrender pada Washington concensus, atau neoliberalisme, memang agak bertentangan. Karena sudahlah. Yang pentingnya ekonominya begini. Akan sehat. Akan tumbuh. Tapi it does not work untuk negara berkembang. Kalau itu serta merta secara mentah kita terapkan, mesti ada pertimbangan-pertimbangan lokal, lokal baca nasional, agar policy kita kembangkan sudah tepat. Logistik nasional, supply change saya terima, pandangan dari Kadin, para menteri pastikan bahwa kita punya, apa namanya, supply change ini integrated dengan dengan global logistics, dengan global production. Sehingga tidak terjadi, apa namanya, mismatch. Saran yang lain, investasi untuk permesinan, saya terima. Ada Menteri Industri di sini ga? Pak Fahmi, Pak Fahmi Idris? beliau ada. Ada yang mengatakan, jangan-jangan ada deindustritalisasi, kita cegah, manufaktur kita gerakkan kembali, saran Kadin bagus. Kemudian UKM, ada Pak Suryadharma di sini? Ok, absen beliau? Akses kredit integrasi dengan usaha yang lainnya. Delapan rekomendasi ini menurut saya baik dan tolong dimatchkan dengan kebijakan para Menteri untuk betul-betul menggerakkan ekonomi kita, dunia usaha kita.

Saudara-saudara,

Yang terakhir, kita semua tahu kita menghadapi isu ekonomi global, isu ekonomi kontemporer. Pertama adalah ketahanan pangan, Pak Hidayat sudah menggariskan cocok dengan pikiran pemerintah jangka pendek bagaimana pun kita harus melakukan stabilisasi harga pangan. Tidak mungkin 230 juta rakyat kita dengan yang miskin setara dengan 36 juta, dia tidak mendapatkan bantuan dalam tanda kutip untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari yang minimal, tapi jangka panjang, setuju? Harus bekerja sama kita to increase domestic productions, langkah-langkah yang lebih luas termasuk ekstensifikasi dan dunia usaha bisa masuk lebih dalam, lebih besar lagi peran. Saya memikirkan di samping petani kita dorong untuk menanam kedelai kembali karena harganya bagus, tapi kalau melihat masih banyak gapnya dari sekian juta ton baru ditanam 670 ribu ton, oleh karena itu bagus kalau dipikirkan bagaimana kalau large skill, pertanian kedelai. Silahkan bicara Menteri Pertanian, bicara dengan Menteri-menteri yang lain, Menteri PU bagaimana kita bisa bekerja sama to increase domestic productions dari sweep-in ini.

Energi, saya pesan listrik, listrik, dan listrik ada PLN di sini? Tidak ada, Menteri Energi? Tidak ada. Saya masih merasa sangat lambat kita untuk meningkatkan listrik ini, banyak sekali yang merugi, ya birokrasi ini, itu merugi terus kita. Kita baru 25.000 mega watt, kita bikin clash progress 10.000 mega watt batu bara, itu pun belum cukup. Semua Gubernur datang ke saya, Pak Presiden nda cukup Pak, ini opportunity jangan dibikin susah yang bisa lebih cepat, lebih mudah, mari kita hitung-hitungan berapa dibutuhkan listrik ini? Power plan mana yang kita bangun? Reglobal energy, panas bumi, dan lain-lain, silahkan. Yang tadinya banyak juga ekonomis sekarang nampaknya menjadi lebih ekonomis. Infrastruktur masalah yang kita hadapi sekarang, ada batas kemampuan pemerintah. Pemerintah terus terang saudara-saudara, hanya mengharapkan karena porsinya juga harus dibagi-bagi dalam APBN, terutama untuk infrastruktur pertanian supaya meningkat produksi pangan kita, kemudian infrastruktur yang tidak mungkin dikomersialkan, ini juga sudah banyak. Oleh karena itu, i appeal you all, saya mohon saudara-saudara betul-betul bisa mengisi kekurangannya.

Saya minta pemerintah, para Menteri dalam hal ini terus kembangkan kebijakan yang bisa lebih kondusif terhadap peran dunia usaha untuk membangun infrastruktur ini. Setelah kebijakannya bagus, saya minta swasta juga betul-betul menjalankan. Ada kisah sudah dikasih izin membangun jalan tol. Macet semua, sekali lagi jangan ada dusta di antara kita. Pemerintah kurang bagus, saya akan bikin bagus, all out segala tenaga. Nah kemudian harapan saya teman-teman dunia usaha juga begitu melakukan langkah imbangan yang sama.

Misi kita saudara-saudara, sebagai Kepala Negara saya ingin mengubah krisis ini, ancaman ini menjadi peluang, opportunity. Saya tidak bisa menggurui saudara, saudara jagonya, inovatif, kreatif, ada saja akalnya untuk berusaha, untuk ekonomi, saya bukan ahlinya. Karena kita tahu tantangan sekarang pangan, minyak, dan gas, listrik, infrastruktur, saudara juga tahu pemerintah tidak bisa mengelola semuanya hanya sebagian kecil, nah sebagian besar itulah equal dengan business opportunity. Pikirkan mulai sekarang, semua itu menjadi opportunity karena kita mengundang, siapa lagi kalau bukan pejuang-pejuang ekonomi, saudara semua pejuang usaha untuk bikin ekonomi lebih kuat. Saya akan terus melaksanakan reformasi birokrasi, saya tidak pernah berhenti, mungkin saudara sudah bosan mendengar omongan saya ke sekian puluh kalinya pada jajaran saya. Ya kalau saya ingin birokrasi bagus, termasuk saya adalah janganlah mempersulit sesuatu yang sesungguhnya mudah dikerjakan.

Awasi saya, awasi Menteri saya, awasi Gubernur saya, awasi Bupati saya, awasi Walikota, pemerintahan untuk memiliki semangat yang sama. Gunakan bahasa terang, ini bagaimana Pak? kami diminta oleh Presiden untuk menggerakkan dunia usaha di seluruh Indonesia, kok masih ada hambatan-hambatan begini? Bupati, Walikota, Gubernur itu bukan diangkat oleh Presiden, dipilih oleh rakyat, kalau keterlaluan ya ajak rakyat bicara, ini gimana ini saudara milih kok ngga jalan-jalan, kok macet semua, kok punglinya besar sekali, kok lewat sana, lewat sini, jadi aneh begini? Ini demokrasi, gunakan bahasa terang karena semua ingin di negeri ini juga genuine. Kesampingkan kepentingan pribadi, kepentingan yang lain, kepentingan bersama untuk sama-sama kita wujudkan.

Menutup apa yang saya sampaikan, saudara kenal yang namanya Jefry Syah? Dia itu seorang ekonom tingkat internasional yang membikin buku the end of property, salah satu kontributor dari MDGs, penasehat ekonomi PBB, sudah pernah datang ke Indonesia, saya undang untuk bertukar pikiran dengan teman-teman yang lain ini baru menerbitkan buku, baru terbit, saya beli dua, tiga hari yang lalu silahkan dibaca karena bagus, bagus untuk memberikan semangat, memberikan kesadaran, memberikan tanggung jawab bagaimana kita mengembangkan ekonomi di negara, di dunia sambil menyelamatkan bumi kita. Judulnya adalah, judul besarnya commonwealth, kemakmuran bersama, judul kecilnya economic for a crowded planet, bumi kita sudah penuh sesak sehingga ekonomi harus sedemikian rupa dilakukan agar mendatangkan kemakmuran bersama commonwealth. Saya kira bagus kalau dibaca sambil mencari akal tadi bagaimana mengisi energi, mengisi pangan, mengisi listrik, mengisi infrastruktur.

Demikianlah saudara-saudara pesan dan harapan saya, terima kasih sekali lagi atas perjuangannya pusat dan daerah, terima kasih rekomendasinya, mari kita melangkah bersama, saling berbagi, saling kita mengingatkan kalau ada langkah-langkah yang menghambat pembangunan kembali ekonomi kita. Dan akhirnya dengan mengucapkan bismillahirrahmaanirrahiim Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia Tahun 2008 dengan resmi saya nyatakan dibuka.

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.


Biro Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,
Sekretariat Negara RI