Perolehan Pajak yang Mengejutkan

 
bagikan berita ke :

Senin, 18 Februari 2008
Di baca 920 kali

REFORMASI birokrasi yang dilakukan di lingkungan Departemen Keuangan membuahkan hasil. Perolehan pajak pada 2007 menembus level Rp400 triliun. Sebuah pencapaian yang cukup mengejutkan banyak kalangan.

Mengejutkan karena sebelumnya yang berkembang adalah pesimisme. Orang tak yakin bilangan Rp400 triliun bisa diraih. Penyebabnya banyak, setidaknya dua perkara.

Pertama, ekonomi belum bergerak seperti yang diharapkan sehingga target perolehan pajak seperti panggang jauh dari api. Terlalu tinggi, bak di awang-awang.

Kedua, buruknya kepercayaan kepada jajaran pajak. Orang tidak percaya bahwa perolehan pajak akan lebih banyak masuk ke kas negara, melainkan bocor ke saku petugas pajak.

Namun semua pesimisme itu ternyata dapat diruntuhkan. Sekalipun hanya mencapai 98,5% dari target, perolehan pajak 2007 naik Rp68,18 triliun, yang merupakan kenaikan tertinggi selama lima tahun ini (2002-2007).

Tahun lalu pemerintah memang melakukan langkah besar di Departemen Keuangan, yaitu reformasi birokrasi. Birokrasi dipangkas menjadi ringkas, disertai pula dengan transparansi prosedur dengan diterbitkannya 6.475 standard operating procedures (SOP).

Dalam SOP itu diatur dengan detail mekanisme pelayanan, lama pelayanan, serta besarnya biaya pelayanan. Contohnya, untuk mendapatkan NPWP, bukan hanya tidak dikenai biaya, tetapi juga selesai dalam sehari.

Terobosan lain dalam hal pajak, pemerintah membentuk kantor pelayanan pajak berdasarkan jumlah pajak yang dibayar kepada negara. Ada tiga kategori, yaitu besar, madya, dan pratama. Untuk memudahkan dan meningkatkan pelayanan kepada ketiga wajib pajak tersebut, pemerintah lalu membentuk tiga Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, 28 Kantor Pelayanan Pajak Madya, dan 172 Kantor Pelayanan Pajak Pratama.

Tetapi reformasi birokrasi itu hanya cantik di atas kertas bila tidak disertai dengan reformasi remunerasi. Korupsi berkaitan dengan buruknya gaji pegawai negeri. Reformasi birokrasi di Departemen Keuangan juga disertai dengan reformasi remunerasi yang berbasiskan kinerja. Hasilnya, jajaran pajak mendapatkan gaji yang cukup kompetitif dengan gaji swasta sehingga berkemampuan untuk menolak sogok.

Tentu, gaji bukan segalanya. Gaji besar dan tetap menjadi penyamun, bukanlah kenyataan yang dibesar-besarkan. Selalu saja ada orang yang menyimpang dari sistem yang bersih. Namun, mestinya, setelah reformasi birokrasi yang disertai dengan reformasi remunerasi, yang terjadi bukanlah korupsi berjemaah seperti selama ini, melainkan lebih merupakan penyakit oknum.

Untuk itu tetap diperlukan pengawasan yang semakin keras, ketat, dan canggih untuk mengantisipasi kebocoran pajak yang juga diakibatkan semakin canggihnya sang penyamun menggunakan teknologi informasi.

Semakin modern sebuah negara, semakin besar ketergantungan perolehan keuangan negara kepada pajak. Oleh karena itu, berbagai terobosan pun diperlukan untuk memacu lebih banyak perolehan dari pajak.

Misalnya, perlunya negara (pemerintah dan DPR) mendengarkan suara pengusaha untuk menurunkan besaran tarif pajak, bukan menaikkannya, sehingga menjadi perangsang berinvestasi ke Indonesia.
 
 
 
 
Sumber:
http://www.mediaindonesia.com/

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0