Presiden: Negara Harus Memastikan Tidak Ada Kelompok Masyarakat yang Tertinggal

 
bagikan berita ke :

Rabu, 19 Agustus 2009
Di baca 766 kali

Jakarta: Setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Karena itu, negara harus memastikan agar tidak ada kelompok-kelompok masyarakat yang tertinggal dalam proses pembangunan. Terlebih lagi pada saat-saat seperti ini, ketika kita memaknai kemerdekaan dalam kebersamaan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan hal ini dalam pidatonya di depan Sidang Paripurna Khusus Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia di Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta Pusat, Rabu (19/8) pagi.

"Pada hakikatnya, pembangunan suatu bangsa harus bersifat inklusif, menjangkau dan mengangkat derajat seluruh lapisan masyarakat di seluruh wilayah nusantara. Kita mesti maju dan makmur bersama, tidak maju dan makmur sendiri-sendiri. Jika kesatuan bangsa diibaratkan sebuah rantai, kekuatannya adalah pada rantai yang terlemah. Strategi “Pembangunan untuk Semua” bertujuan untuk memperkuat setiap rangkaian dalam keseluruhan rantai persatuan dan kesejahteraan bangsa," ujar Presiden SBY.

Paradigma “Pembangunan untuk Semua”, dalam konteks Indonesia, hanya dapat dilakukan dengan menerapkan enam strategi dasar pembangunan. Keenam strategi tersebut adalah strategi pembangunan yang inklusif, berdimensi kewilayahan, menciptakan integrasi ekonomi nasional dalam era globalisasi, dan pembangunan ekonomi lokal di setiap daerah. Kemudian keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan, serta pembangunan yang menitikberatkan pada kemajuan kualitas manusianya.

Yang pertama, strategi pembangunan yang inklusif, yang menjamin pemerataan dan keadilan dan mampu menghormati dan menjaga keberagaman rakyat Indonesia. "Pembangunan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia tidak boleh diartikan secara sempit, dengan sekedar mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi, apalagi bila hanya dilakukan dan dinikmati oleh sekelompok kecil pelaku ekonomi, atau oleh sedikit daerah tertentu saja," kata Presiden SBY.

Dalam kerangka pembangunan yang inklusif ini, pemerintah telah menjalankan berbagai macam kebijakan, diantaranya adalah dengan pengembangan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dengan memberdayakan masyarakat langsung pada tingkat kecamatan dan desa. "Karena yang kita bangun bukan hanya daerah perkotaan, tetapi juga masyarakat di desa-desa. Dengan PNPM Mandiri, masyarakat desa dapat menentukan prioritas pembangunan di wilayahnya masing-masing. Berbagai program pro-rakyat untuk membantu masyarakat miskin dan hampir miskin, adalah juga bagian dari kerangka pembangunan yang inklusif ini," ujar SBY.

Kedua, dalam kerangka “Pembangunan untuk Semua”, maka pembangunan Indonesia harus berdimensi kewilayahan. Setiap provinsi, kabupaten dan kota adalah pusat-pusat pertumbuhan yang harus bisa memanfaatkan segala potensi daerahnya masing-masing. "Pembangunan berdimensi kewilayahan juga berarti pemerintah terus mendorong setiap daerah untuk mengembangkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif masing-masing. Namun demikian, keseimbangan antar wilayah harus pula tetap dijaga sehingga tidak terjadi ketimpangan antar wilayah. Tak boleh ada satu daerah pun yang tertinggal terlalu jauh dari daerah lainya. Prinsipnya adalah, jika daerah-daerah maju maka negarapun akan maju," SBY menjelaskan.

Strategi ketiga, menciptakan integrasi ekonomi nasional dalam era globalisasi. "Kita harus menangkap peluang yang muncul dalam era globalisasi, sembari menghindari efek negatifnya. Kita tak perlu terus-menerus mengeluh tentang globalisasi yang melanda dunia, lebih baik kita mempersiapkan diri menghadapi dan memenangkannya. Kita harus menjadi bangsa pemenang di era globalisasi ini, dan bukannya bangsa yang kalah," jelas Presiden SBY.

Strategi keempat, pengembangan ekonomi lokal di setiap daerah untuk membangun ekonomi domestik yang kuat secara nasional. "Ekonomi domestik yang kuat merupakan modal utama suatu bangsa untuk berjaya di tengah arus globalisasi. Pelajaran yang bisa kita petik dari krisis ekonomi global yang melanda dunia saat ini adalah, negara yang bisa bertahan dari dampak negatif resesi dunia adalah negara dengan ekonomi domestik yang kuat. Selain itu, ekonomi domestik yang kuat juga menjamin kemandirian suatu bangsa," ujarnya.

Sedangkan strategi kelima, yaitu keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan, atau growth with equity merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terdahulu, yang dikenal dengan trickle down effect. Strategi trickle down effect mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pemerataan.

Dalam kenyataannya di banyak negara, termasuk di Indonesia, teori ini gagal menciptakan kemakmuran untuk semua. "Karena itulah, untuk mewujudkan pembangunan dan pemerataan secara bersamaan, sejak awal saya sudah menetapkan triple track strategy, yaitu strategi yang pro-growth, pro-job, dan pro-poor dalam pembangunan ekonomi nasional," Presiden menandaskan.

Dengan triple track strategy ini, pembangunan ekonomi nasional dilakukan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melalui peningkatan investasi dan perdagangan dalam dan luar negeri. Pembangunan ekonomi juga ditujukan untuk menciptakan lapangan kerja dengan memutar sektor riil, dan bersamaan dengan itu, pembangunan ekonomi di fokuskan untuk mengurangi kemiskinan melalui kebijakan revitalisasi pertanian dan pedesaan, serta program-program pro-rakyat.

Strategi yang keenam adalah pembangunan yang menitikberatkan pada kemajuan kualitas manusianya. SDM menjadi aktor dan sekaligus fokus tujuan pembangunan, sehingga dapat dibangun kualitas kehidupan manusia Indonesia yang makin baik. Untuk itu, “Pembangunan untuk Semua” selalu memberikan prioritas yang sangat tinggi pada aspek pendidikan, kesehatan, dan pendapatan serta lingkungan kehidupan yang lebih berkualitas.




Sumber:
http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2009/08/19/4597.html

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0