Presiden: TPPI Kurangi Impor Premium Hingga 36 Persen

 
bagikan berita ke :

Rabu, 11 November 2015
Di baca 757 kali

Presiden Joko Widodo yang meninjau kawasan TPPI mengatakan pada tahun 2006 TPPI memulai operasi dengan bahan baku kondensat yang berasal dari Pertamina. "Kemudian ada masalah lagi karena tidak bisa membayar sehingga menjadi masalah hukum yang sudah berlangsung empat tahun dan berhenti beroperasi," ucap Presiden.

 

Saat mengetahui TPPI didera masalah hukum, Presiden menyampaikan, agar masalah hukum diselesaikan di wilayah hukum. "Di wilayah ekonomi dan bisnis harus jalan. Target kemarin, Oktober harus dimulai," ujar Presiden, seperti dilansir Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana‎.

 

Untuk itulah, pada Rabu 11 November 2015, Presiden bersama Ibu Iriana Joko Widodo berkunjung ke TPPI yang berlokasi di Tuban guna memastikan bahwa TPPI telah beroperasi. "Saya cek di sini, meski baru 70 persen tapi sudah dimulai. Dan Insya Allah pada akhir tahun mencapai 100 persen," kata Presiden.‎

 

Dengan beroperasinya TPPI, lanjut Presiden, impor untuk premium dapat berkurang hingga 19%. Tapi, jika proses di TPPI Tuban digabungkan dengan proses Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Cilacap akan menurunkan impor premium hingga 29%.‎ Bahkan pada bulan Desember 2015 penghematan impor akan mencapai 36%. "Dan solarnya mencapai sekarang 40 persen, nantinya tidak akan ada impor pada akhir tahun," tutur Presiden.

 

Proses produksi premium, solar LPG, dan HOMC 92 (dikenal sebagai Pertamax 92) akan dikerjakan di komplek TPPI Tuban dan ke arah depannya komplek ini akan menjadi Komplek Industri Petrokimia di Indonesia. "Sebuah keputusan politik yang tadi diputuskan di dalam rapat dan kita harapkan nantinya, turunan-turunan dari proses produksi disini semuanya akan dihasilkan di komplek industri petrokimia itu," jelas Presiden.

 

Bahan-bahan turunan itu adalah seperti petrochemical, paraxylene, orthoxylene, benzene, dan toluene yang dibutuhkan oleh industri nasional. "Ini adalah masa depan industri dasar petrokimia di Indonesia, jangan berhenti," pungkas Presiden.

 

Pengoperasian Kilang TPPI Hemat Devisa USD2,2 Miliar‎

 

Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, bahwa pengoperasian kilang TPPI akan menghemat devisa sebesar USD2,2 miliar setahun dari pengurangan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).

 

Dwi Soetjipto mengatakan, TPPI dapat menghasilkan sekitar 61.000 barel per hari Premium, 10.000 barel per hari High Octane Mogas Component (HOMC), dan 11.500 barel per hari Solar. Adapun, tutur Dwi, TPPI juga memproduksi LPG hingga 480 metrik ton per hari.

 

Manfaat pengoperasian TPPI ini, kata Dwi, tentu saja tidak sebatas penghematan devisa, akan tetapi banyak aspek, mulai dari sentimen positif terhadap investasi, ketenagakerjaan, dan efek berganda lainnya.‎

 

TPPI dapat mengolah sekitar 100 ribu barel per hari kondensat dan atau naphta. Dari pengolahan bahan baku dengan mogas mode akan diperoleh beberapa produk minyak, seperti LPG, Solar, Fuel Oil, Premium, dan HOMC. Apabila dioperasikan dengan aromatic mode, TPPI dapat memproduksi petrochemical, seperti paraxylene, orthoxylene, benzene, dan toluene yang dibutuhkan oleh industri nasional. 

 

Pengoperasian kembali TPPI juga memonetize investasi sebesar USD2,15 miliar yang ditanamkan sebelumnya. "Yang tidak kalah penting, sekitar 700 orang dapat kembali bekerja mengimplementasikan keahliannya di TPPI dan sekitar 2.000 lapangan kerja di sekitar TPPI kembali terbuka sebagai efek berantai dari pengoperasian TPPI,"‎ jelasnya.

 

Turut serta mendampingi Presiden, Menteri BUMN Rini Sumarno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, dan Gubernur Jawa Timur Sukarwo.‎‎ (Humas Kemensetneg)

 

 

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0