Sambutan Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, 3 Juni 2010

 
bagikan berita ke :

Kamis, 03 Juni 2010
Di baca 867 kali

SAMBUTAN PENGANTAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

SIDANG KABINET PARIPURNA

DI KANTOR KEPRESIDENAN, JAKARTA
TANGGAL 3 JUNI 2010

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Saudara Wakil Presiden dan para Peserta Sidang Kabinet Paripurna yang saya hormati,

 

Dengan terlebih dahulu memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Subhaanahu wa Ta'alaa, Sidang Kabinet Paripurna hari ini kita mulai  dengan dua agenda, yang pertama, berkaitan dengan perubahan iklim dan kehutanan. Dan yang kedua, menyangkut pendidikan.

 

Sebelum kita memasuki pembahasan pada Sidang Paripurna ini, saya ingin menyampaikan tiga pengantar. Pengantar pertama adalah penjelasan tentang hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat dalam konteks ini adalah jajaran eksekutif dan juga lembaga legislatif dan yudikatif yang ada di tingkat pusat, yang tadi oleh Ketua dan Anggota BPK telah diserahkan kepada saya disertai beberapa penjelasan. Karena pentingnya masalah ini sebagi tanggung jawab kita untuk mengelola keuangan negara dengan sebaik-baiknya, saya akan menyampaikan hasil pemeriksaan BPK itu dan apa yang mesti kita lakukan ke depan. Pengantar yang kedua dan yang ketiga berkaitan dengan tema sidang kita hari ini, yaitu perubahan iklim dan kehutanan, dan pendidikan.

 

Saudara-saudara,

 

Setelah saya membaca ringkasan eksekutif dari laporan hasil pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2009, saya bisa menyampaikan hal-hal sebagai berikut: pertama, good news-nya adalah setelah lima tahun laporan keuangan pemerintah pusat dinyatakan disclaimer, BPK tidak memberikan pendapat, maka untuk pertama kali pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan tahun 2009 berstatus wajar dengan pengecualian. Jadi, masih satu klik di bawah wajar tanpa pengecualian. Tetapi, dari pemeriksaan lembaga per lembaga, kementerian per kementerian, maka jumlah yang disclaimer menjadi sangat kecil sekarang ini, naik ke wajar dengan pengecualian dan bahkan yang wajar tanpa pengecualian juga naik dengan signifikan, yang akhirnya dapat disimpulkan bahwa untuk tahun 2009, laporan kita dinyatakan wajar dengan pengecualian. Saya berharap dan saya instruksikan kepada semua, utamanya jajaran pemerintah pusat, untuk benar-benar menjaga tingkat pertanggungjawaban kita ini, terutama yang sudah bersatus wajar tanpa pengecualian. Dan kemudian, yang masih dinyatakan disclaimer, meskipun tidak banyak, sebagian besar wajar dengan pengecualian, itu bekerja sekuat tenaga tahun ini melakukan perbaikan-perbaikan agar tahun depan, insya Allah, berubah menjadi wajar tanpa pengecualian. Kalau masih ada yang WDP, itu jumlahnya makin sedikit.

 

Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK ini, ada 11 permasalahan signifikan. Saya minta Saudara membaca satu per satu. Kemudian, kaji, lakukan perbaikan secara serius. Dalam melakukan perbaikan ini, saya minta Saudara melakukan konsultasi secara intensif, closed and intensive consultation dengan BPK agar dipahami kriteria dan ukuran sebuah laporan pertanggungjawaban keuangan dinilai wajar atau tidak wajar, tanpa pengecualian, atau dengan pengecualian. Saya sampaikan kepada pimpinan BPK tadi, kita perlu ukuran yang pasti. Harus pasti, sebab kalau tidak pasti, meskipun Saudara sudah berusaha melakukan perbaikan tapi tidak klop dengan apa yang dianut oleh Badan Pemeriksaan Keuangan. Lakukanlah konsultasi sedekat mungkin. Misalnya kalau kita menilai ini pembangunan Indonesia masih gagal, Pemerintah masih gagal. Kenapa? Ya, karena belum mencapai adil makmur misalnya. Itu kan abstrak. Tapi kalau dengan kriteria, ekonomi begini, politik begini, hukum begini, keamanan begini, hubungan luar negeri begini, maka kita bisa melakukan perbaikan, peningkatan, dan penyempurnaan. Demikian juga dalam laporan pertanggung jawaban keuangan ini.

 

Disamping ada 11 permasalahan signifikan, ada 10 rekomendasi BPK, yang saya minta ini juga benar-benar diindahkan untuk perbaikan dan penyempurnaan. Dalam ini pun Saudara saya minta melakukan konsultasi sedekat mungkin dengan BPK. Dan ajak juga BPKP untuk ikut meningkatkan kualitas laporan ini. Memang ada, saya sampaikan kepada BPK tadi, ada permasalahan yang yang delicate, yang hard, seperti dalam temuan itu dokumen pendukung aset eks BPPN belum dapat ditelusuri. Ini memang panjang kalau kita harus melengkapi dokumen sejak krisis 1998, karena ganti berganti BPPN, ganti berganti pemerintahan, ganti berganti pengelolaan, dan sebagainya. Tetapi, jangan menjadi alasan. Bagaimanapun harus kita upayakan sebanyak mungkin memenuhi ketentuan yang diinginkan oleh BPK.

 

Dalam kaitan itu semua, saya sudah menyampaikan kepada Wapres, Pak Boed, untuk memimpin upaya perbaikan kualitas laporan pertanggungjawaban keuangan, terutama yang berstatus disclaimer. Tentu, di atasnya lagi. Dan, hati-hati yang sekarang sudah berstatus wajar tanpa pengecualian, kalau tidak hati-hati bisa menurun. Berarti kemunduran. Yang baik adalah kemajuan. Nanti setiap empat bulan, saya akan menerima progress report yang dikoordinasikan oleh Wapres, oleh Saudara-saudara, agar betul-betul ada perbaikan yang nyata.

 

Dalam ringkasan eksekutif ada uraian di sini, Kementerian Negara atau lembaga, opini BPK atas laporan Saudara, baik 2008 maupun 2009. banyak yang naik pangkat, dari disclaimer menjadi wajar dengan pengecualian, bahkan ada yang naik pangkat menjadi wajar tanpa pengecualian. Tapi juga ada yang turun pangkat, kecil. Saya cek satu per satu. Jadi, begitu di kementerian Saudara, lembaga Saudara,  turun atau apa lagi ada yang disclaimer, saya tanya mengapa? Dan kepada saya dijelaskan. Oleh karena itu, saya tahu raport Saudara di sini. Oleh karena itu, lakukan perbaikan. Lakukan perbaikan dengan serius, terutama, sekali lagi, yang masih berstatus disclaimer. Saya tidak ingin bicarakan satu per satu di sini karena cukup banyak. Tapi saya happy, ada peningkatan meskipun saya belum puas benar karena masih ada yang disclaimer dan masih ada yang dengan pengecualian. Ini penting, Saudara-saudara. Ini salah satu kriteria di dalam melakukan penilaian atas kinerja Saudara semua di dalam mengemban tugas di pemerintahan ini.     

 

Pengantar yang kedua berkaitan dengan perubahan iklim dan kehutanan. Sebagaimana Saudara ketahui, beberapa saat yang lalu saya melaksanakan tugas diplomasi ke Oslo, Norwegia, selama dua hari di sana, untuk: satu, meningkatkan kerja sama bilateral Indonesia - Norwegia; dan yang kedua, untuk membangun kerja sama multilateral, utamanya antara negara maju dengan negara-negara pemilik hutan hujan tropis. Saya ingin sampaikan bahwa khusus kerja sama bilateral, alhamdulillah, kita telah meningkatkan kerja sama kita dengan Norwegia dalam bidang pengelolaan hutan, satu nafas dengan semangat dari kerja sama global menangani atau menghadapi climate change dan satu garis dengan Copenhagen Accord yang Indonesia berkontribusi dalam menyumbang chapter atau pasal yang berkaitan dengan kehutanan. Kerja sama itu dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama, persiapan dan capacity building. Diharapkan tahun ini selesai. 2011 sampai dengan 2013 adalah tahap implementasi, tetapi pada tingkat pilot project untuk provinsi-provinsi terpilih dalam kerja sama di bidang pengelolaan kehutanan, dan setelah itu, maka kerja sama yang lebih luas, yang bersifat nation wide.

 

Kerja sama ini sesuatu yang baru karena memadukan upaya nasional dengan kontribusi internasional. Saya katakan, sesungguhnya kalau dunia membantu Indonesia dalam pendanaan, dalam pengelolaan hutan, ini bukan konsep charity, bukan konesp donasi, tetapi kewajiban dunia untuk sharing, untuk berkontribusi dalam pemeliharaan hutan di negara-negara yang memiliki hutan hujan tropis. Kalau saya boleh menunjuk di peta. Coba lihat peta dunia di sana. Ini garis khatulistiwa. Paru-paru dunia, bernafasnya manusia sejagat, begitu kurang lebihnya, itu ada tiga center. Pertama, Amazon, Brasilia dan sekitarnya. Kedua, Borneo ataupun Indonesia dan sekitarnya. Yang ketiga, Congo Basin, Kongo dan sekitarnya. Inilah tiga paru-paru dunia. Agar dunia sehat, paru-parunya harus baik, udaranya harus baik. Udara ini sudah ada pengotoran-pengotoran. Sudah ada emisi CO2. Siapa yang mengotori? Dulunya juga, awalnya negara-negara maju, negara industri. Ditambah sekarang yang menjadi lebih luas, ada persoalan hutan dan sebagainya.

 

Oleh karena itu, kalau ini paru-paru tetap sehat terhadap udara yang sudah mulai ada kotoran-kotoran itu, maka tidak adil kalau membikin sehatnya menjaga paru-paru ini hanya dibebankan kepada Indonesia dan sekitarnya, Brasilia dan negara-negara sekitarnya, atau Kongo dan sekitarnya. Di sinilah wajib hukumnya dunia memberikan kontribusinya, common but differentiated responsibility and respected capability, berlaku bagi semua. Oleh karena itu, tidak perlu, ah, ini kita mendapatkan pertolongan atau bantuan yang sifatnya dilebih-lebihkan, begitu. Kewajiban bagi mereka. Mari pegang itu. Tapi tentu baik, kalau disamping kita menggunakan resources kita sendiri, APBN kita sendiri, untuk tanah air kita, untuk dunia, negara lain juga memberikan kontribusinya, yang jelas Norwegia. Kalau kerja sama ini berjalan baik, jumlah kontribusi itu mencapai US$ 1 miliar grant, atau hibah, dan bukan loan. Saya menghindari yang bersifat pinjaman karena lebih baik kita menggunakan resources kita sendiri. Tentu dengan target yang kita tentukan 26% pengurangan emisi sampai 2020. Tetapi kalau ada kontribusi dunia, kita bisa berbuat lebih baik lagi, bisa reducing more emission by 2020.

 

Kaitannya itu, maka apa yang sudah kita rencanakan sendiri, apa yang menjadi pilihan kita sendiri, untuk mengelola hutan dengan sebaik-baiknya harus kita jalankan. Ada atau tidak ada bantuan internasional. Nah, kebetulan ada yang membantu. Sekarang Norwegia, mungkin yang lain juga ada kerja samanya. Ini akan menjadi jelas. Poinnya adalah sederhana. Yang mesti kita pertahankan sebagai hutan tidak dirusak, mari kita jaga untuk tidak dirusak. That's number one. Nomor dua, jangan sampai ada kebakaran-kebakaran hutan menyentuh, apalagi hutan-hutan yang ingin kita jaga. Kita harus mencegah dan memerangi kebakaran hutan. Tiga tahun yang lalu kita bisa dengan baik. Ke depan harus lebih baik lagi. Yang ketiga, lahan gambut, yang itu juga sumber dari perusakan ekosistem. Harus kita jaga benar-benar, managing big land. Kita bertekad harus kita jaga baik-baik. Nah, yang keempat, menjaga deforestation dan melaksanakan reforestation. Empat hal ini, ada atau tidak ada bantuan luar negeri, kontribusi negara sahabat, we have to do that. Kita harus melaksanakan.

 

Oleh karena itu, ke depan kita harus punya rencana aksi, melibatkan para gubernur, bupati/walikota, melibatkan NGO kita, melibatkan masyarakat adat, local communities, untuk kita jalankan. Kemudian kita harus punya monitoring system yang kredibel. Kita harus punya agency untuk mengelola ini yang kredibel. Kalau itu kita jalankan, maka yang paling diuntungkan kita sendiri, wilayah kita. Dan tentunya, dunia. Ada pertanyaan, lantas bagaimana dengan penguasaan hutan? Tidak ada permasalahan apapun kalau kita disiplin. Yang harus jadi hutan, ya hutan. Tanah-tanah yang memang diperuntukkan pertanian, ya, pertanian. Tanah-tanah yang selama ini, katakanlah terlantar, under utilized, kita daya gunakan untuk pertanian without destroying our forest. Dengan demikian, tidak perlu ada silang pendapat di luar. Kita tetap meningkatkan perekonomian kita. Kita tetap harus meningkatkan kesejahteraan rakyat kita, tanpa harus merusak lingkungan. Saya ingin menyampaikan secara gamblang agar mindset kia sama, jawaban kita sama ketika ada diskursus di luar. Justru apabila sudah kita atur seperti itu, perkebunan kelapa sawit, usaha kehutanan, dia akan mengatakan, ya, kami berusaha di kelapa sawit, kami berusaha di sektor kehutanan, tapi tidak merusak lingkungan. Pemerintah Indonesia jelas aturannya, jelas kebijakannya. Silakan dicek di lapangan. Silakan diaudit. Apabila itu terjadi, tidak akan ada negara mana pun yang akan memberikan non tariff barriers, karena dianggap yang dijual di luar negeri itu merusak lingkungan. Tidak. Bisa kita pertanggungjawabkan in the long run. Itu membawa kebaikan bagi dunia usaha, bagi kita dan bagi masyarakat kita.

 

Inilah esensi dari kebijakan dan langkah kita  dalam pengelolaan hutan dan juga upaya untuk mencegah memburuknya iklim kita. Jelas, clear cut, dan saya minta para Menteri teknis membikin kebijakan dan nanti ada integrated plan of action, ada agency, ada monitoring system yang kredibel, dan setelah itu kita jalankan. Itu bagian pertama dalam diplomasi kita yang bisa kita raih.

 

Nah, yang kedua, Saudara-saudara, secara global yang saya sebutkan tadi, silakan dilihat kembali di sini. Negara-negara maju, kebetulan di utara negara maju ini, ingin berkontribusi dengan negara-negara yang punya hutan hujan tropis dalam pendanaan, dalam pemberian resources. Itulah kita bertemu di Oslo kemarin. Saya sebagai Co-chair, pimpinan bersama dengan Perdana Menteri Norwegia. Dan, akan kita tindak lanjuti menuju Mexico, menuju forum-forum yang lain, dan, insyaintegrated dan sudah ada biaya US$ 4,5 billion, yang akan dibagi-bagikan. Akan bertambah lagi, yang penting rencananya jelas dan negara-negara penerima bantuan itu juga memiliki komitmen yang jelas. Saya mengajak Saudara-saudara, mari demi bumi kita sendiri, tanah air kita sendiri, kita jalankan. Jangan ada siasat-siasatan, jangan ada yang dapat bantuan, pelaksanaannya kurang-kurang sedikit tidak apa-apa. Tidak boleh. Kita harus honest, harus betul-betul menjalankan apa yang menjadi tekad kita sendiri. Kebetulan ada kontribusi dari dunia.   Allah, ada kerja sama global yang

 

Sidang hari ini akan mendengarkan presentasi dari Menko Perekonomian dengan tim apa tindak lanjut ke depan dari itu semua yang harus kita jalankan. Materi yang kedua dalam sidang ini adalah pendidikan. Mendiknas sudah melapor kepada saya, antara lain menyampaikan hasil ujian ulangan untuk SMA dan pendidikan sederajat. Hasilnya bagus. Setelah diadakan ujian ulangan, yang lulus hampir 100 persen. Ini titik baru dalam sejarah pendidikan kita, utamanya dalam sejarah  pengujian di lingkungan pendidikan kita. Saya sudah pernah bilang, barangkali di periode yang lalu, bedanya guru dengan tukang pos itu adalah kalau tukang pos keliling kota mengambili surat yang ada di kotak pos, masukkan karung, naik motor, kalau dulu sepeda, mungkin sekarang mobil dibawa ke kantor pos dijadikan satu, baru dikirim ke alamat yang bersangkutan, entah ke Jogja, ke Bukittinggi, ke Gorontalo, ke Kupang, dan sebagainya. Kualalumpur, ke Madrid, Beijing, dan sebagainya.  Tukang pos tidak punya tanggung jawab sampai atau tidak itu. Tidak akan mengecek sampai atau tidak.

 

Nah, guru, guru SMA punya murid 200. Gurunya banyak yang kelas tiga, semua guru bertanggung jawab ketika memberikan pengajaran sampai betul-betul dia mengerti dan menguasai, sampai betul-betul ujian, sampai betul-betul berhasil. Bukan guru, yang penting saya sudak mengajar, terserah, mengerti atau tidak mengerti, lulus atau tidak lulus. Tidak boleh. That's a philosophy. Maka, yang kita lakukan sekarang ini begitu ada yang tidak lulus segera konsolidasi. Kemudian dilakukan ulangan dengan bimbingan, dengan pengarahan, akhirnya hasilnya better.

 

Poin saya adalah kepada Mendiknas, dan untuk disampaikan kepada jajaran pendidikan di tanah air, umum atau negeri atau swasta, umum atau agama, bahwa tugas pendidik, guru adalah memastikan apa yang diajarkan sampai purna ujian, itu betul-betul pasca ujian dikuasai oleh anak didiknya. Yang memiliki prestasi yang tinggi, SMA-SMA itu banyak sekali, dijaga. Yang masih jauh di bawah prestasi dibimbing oleh jajaran Diknas. Mana Pak Nuh? Jajaran Diknas. Bimbing, tahun depan bikin baik. Masih ada delapan SMA yang lulus no persen. Setelah diuji juga nol persen. Tapi hanya delapan SMA dari berapa SMA di Indonesia itu. Ribuanlah ya. Tapi delapan SMA itu jumlah muridnya hanya 67. Berarti satu SMA mungkin ada yang sepuluh, ada yang delapan. Tolong ditata kembali. Apa betul SMA punya murid delapan orang? Lalu bagaimana mengajarnya? Gurunya berapa? Kemudian ujian tiba-tiba tidak lulus semua. Data kembali.

 

Yang ingin saya sampaikan adalah kita harus bertanggung jawab orang-seorang, siswa atau pelajar itu betul-betul mendapatkan pengajaran yang baik sehingga hasilnya baik pada saat ujian maupun setelah ujian, berkarir berikutnya, karir ke depan.

 

Itulah pengantar saya Saudara-saudara, dan setelah ini saya persilakan.

 

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,

Sekretariat Negara RI