Sambutan Presiden - Peresmian Pembukaan Rakernas PDIP, Jakarta, 10 Januari 2016

 
bagikan berita ke :

Minggu, 10 Januari 2016
Di baca 970 kali

SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERESMIAN PEMBUKAAN RAKERNAS PDIP
JIEXPO, KEMAYORAN,JAKARTA PUSAT
10 JANUARI 2016




Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,

Selamat pagi,
Salam sejahtera untuk kita semuanya,
Om swastiastu,

Pertama-tama, marilah kita pekikkan salam perjuangan bangsa kita. Merdeka! Merdeka! Merdeka!

Yang saya hormati Presiden kelima Republik Indonesia, Ketua Umum PDI Perjuangan, Ibu Hj. Megawati Soekarnoputeri,
Yang saya hormati Pimpinan-pimpinan Lembaga Negara,
Yang saya hormati seluruh Menteri Kabinet Kerja,
Yang saya hormati Ketua dan Pimpinan Partai yang hadir pada pagi hari ini,
Yang saya hormati Ketua PBNU, Ketua PP Muhammadiyah,
Yang saya hormati seluruh Pimpinan dan jajaran Pengurus DPP, DPD, DPC, PAC PDI Perjuangan dari Sabang sampai Merauke,
Yang saya hormati para Senior Partai serta Kader-kader PDI Perjuangan,
Yang saya hormati Bapak Try Sutrisno—mohon maaf, hampir lupa, Pak,
Yang saya hormati Hadirin, Tamu Undangan yang berbahagia,
Yang saya hormati kawan baik saya, Gubernur DKI Jakarta dan Wakil Gubernur DKI Jakarta—lupa lagi, dimarahi saya,
Ini juga bisa dimarahi lagi.
Yang saya hormati Wakil Presiden Republik Indonesia—sama partner yang tiap hari dengan saya malah lupa—yang saya hormati Wakil Presiden Republik Indonesia, Bapak H. Jusuf Kalla,

Kita patut bersyukur ke hadirat Allah SWT. Di usianya yang ke-43 tahun, PDI Perjuangan tetap konsisten menjadi partai ideologis, dan mampu menjaga soliditas, dan menjadi partai yang kuat, partai yang berkuasa di tanah air. Semua itu terjadi, menurut pendapat saya, karena PDI Perjuangan dijaga keteguhan hatinya dan sikap yang berprinsip dari ketua umumnya, Ibu Hj. Megawati Soekarnoputeri, dalam menegakkan fatsun-fatsun politiknya. Dan selain itu, tentu saja juga didukung oleh kader-kader yang ulet dan tahan banting dari seluruh kader PDIP.

Tadi telah kita dengar bersama-sama pidato politik Ibu Megawati Soekarnoputeri. Banyak yang telah disampaikan, dan saya setuju bahwa pembangunan jangka menengah, jangka yang sangat panjang, yang berisi rencana-rencana besar kita, yang berisi cita-cita besar kita, yang berisi mimpi-mimpi besar kita, harus mulai kita pikirkan secara serius. Apa yang akan kita kerjakan lima tahun mendatang, apa yang mau kita kerjakan sepuluh tahun mendatang, apa yang mau kita kerjakan 25 tahun mendatang, apa yang mau kita kerjakan 50 tahun mendatang, dan apa mimpi-mimpi, cita-cita besar kita, rencana-rencana besar kita untuk 100 tahun yang akan datang harus mulai dirancang, sehingga semuanya memiliki sebuah panduan.

Negara ini harus mempunyai haluan, mempunyai haluan negara, ke mana negara ini akan dibawa. Oleh sebab itu, Pembangunan Nasional Semesta Berencana menjadi pekerjaan rumah kita dalam mengarungi pembangunan 5, 10, 25 tahun, 50, 100 tahun ke depan agar arah kita menjadi jelas.

Pada kesempatan yang baik ini, saya ingin menyampaikan beberapa hal yang telah kita kerjakan. Ini adalah sebuah fondasi yang sangat penting—tadi juga sudah disampaikan oleh Ibu Megawati Soekarnoputeri—kita sudah masuk di dalam sebuah era kompetisi, kita telah masuk ke dalam sebuah era persaingan yang tidak bisa lagi kita tolak, yang tidak bisa lagi kita ngomong, “Saya tidak mau bergabung, dan saya tidak mau ikut.” Sudah tidak bisa lagi karena kita memang sudah masuk ke dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community).

Persaingan, kompetisi sudah di depan mata kita. Negara lain juga takut karena kejadiannya akan sulit diprediksi. Saya bertemu dengan kepala negara, baik perdana menteri maupun presiden di tetangga-tetangga kita, anggota ASEAN. Mereka takut karena produk-produk Indonesia akan membanjiri negara mereka. Mereka juga khawatir SDM-SDM kita akan membanjiri negara-negara mereka karena itu sudah tidak bisa dihambat lagi.

Oleh sebab itu, kalau ada di antara kita yang masih takut, masih khawatir, wong mereka takut kepada kita, wong mereka khawatir terhadap kita, kenapa kita justru ikut-ikutan takut seperti mereka? Harusnya kita percaya diri. Meskipun saya tahu masih banyak yang harus diperbaiki, masih banyak yang harus dibenahi, tetapi kita harus meyakini bahwa kita mampu bersaing dengan mereka.

Oleh sebab itu, tidak ada kata lain. Semuanya, kita semuanya, dari atas sampai bawah, semuanya, dari pusat sampai daerah, harus kerja keras dalam memperbaiki, dalam membenahi apa yang masih kurang, apa yang harus kita benahi terus. Ini problem-problem dan tantangan-tantangan yang harus kita hadapi, yang ada di depan mata kita: ketimpangan wilayah, ketimpangan yang kaya dan yang miskin, ketimpangan harga.

Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian, seluruh peserta rakernas,
Dapat dibayangkan betapa memang ketimpangan itu nyatanya ada dan faktanya memang ada. Saya berikan contoh. Bensin premium di sini sekarang harganya berapa? Harga terakhir berapa? Kurang lebih 7.000. Tetapi coba kita lihat di Pegunungan Tengah, di Wamena, Jayawijaya, dan sekitarnya. Harganya berapa? 60.000-70.000. Di sini semen berapa? 60.000-70.000. Di Pegunungan Tengah, Jayawijaya, sebelas kabupaten yang ada di sana, harganya berapa? Ada yang 800.000, ada yang 1.500.000, ada yang 2.000.000, ada yang 2.500.000. Iinilah ketimpangan wilayah yang harus kita kejar, yang harus kita perbaiki.

Ada sebuah kabupaten di Papua. Namanya Kabupaten Nduga. DPCnya ada enggak ya? Di situ, di situ, saya sangat kaget sekali. Yang namanya kabupaten, jalan aspalnya enggak ada, enggak ada. Untuk menuju Kabupaten Wamena, harus berjalan empat hari. Oleh sebab itu, saat itu saya perintahkan kepada Menteri PU, kepada TNI agar tahun ini, antara Mumugu, melewati Nduga, naik ke Wamena, harus tembus jalan darat. Saya enggak tahu caranya. Yang penting saya perintah dulu.

Kalau itu kejadian, tembus dari bawah menuju ke Wamena, harga itu langsung bisa turun menjadi separonya. Memang semua semen diangkut oleh pesawat. Bensin premium juga diangkut oleh pesawat. Satu kilo ongkosnya 10.000.

Dapat dibayangkan betapa sangat besarnya ketimpangan itu. Oleh sebab itu, simpul-simpul, hubungan-hubungan antarkabupaten, antarprovinsi, antarpulau, itu harus dikoneksikan, harus dihubungkan.

Tantangan yang kedua adalah kemiskinan di depan mata kita. Angka yang ada sekarang ini katanya kurang lebih 11%, tetapi dengan patokan apa? Kalau patokannya 1 dolar, mungkin iya. Tetapi kalau patokannya menurut Bank Dunia, 2 dolar, angkanya akan menjadi sangat berbeda sekali. Ini tantangan yang kedua: kemiskinan.

Kemudian tadi infrastruktur juga sama. Sekarang kita memang tidak ingin Java-sentris dalam membangun infrastruktur, tetapi Indonesia-sentris. Jangan kaget bahwa anggaran infrastruktur untuk Indonesia bagian timur memang lipatnya luar biasa dibanding yang lalu, karena memang itu yang ingin kita kejar, karena memang adanya ketimpangan wilayah, baik yang berkaitan dengan jalan, baik yang berkaitan dengan pelabuhan, baik yang berkaitan dengan bandara (airport), dan baik yang berkaitan dengan bendungan, dan lain-lainnya.

Anggaran infrastruktur kita pada tahun ini kurang lebih 311 triliun, dan ini sudah dikerjakan tahun 2015 yang lalu. Banyak yang meragukan waktu saya groundbreaking jalan Tol Trans-Sumatera. Rakyat ada yang bisik-bisik kepada saya "Pak, jangan-jangan ini hanya groundbreaking dan tidak ada kelanjutannya, karena 30 tahun yang lalu pun juga pernah ada groundbreaking, Pak". Tetapi bisa kita lihat setelah satu tahun, ruas Tol Trans-Sumatera, antara Bakauheni sampai Terbanggi Besar, sudah kelihatan seperti ini. Jadi gambarnya ada, bukan kata-kata, tapi faktanya gambarnya sudah seperti itu. Meskipun mungkin akan sambung dari Lampung sampai ke Palembang pada tahun 2018, kemudian setelah itu juga akan menyambung lagi sampai ke Aceh, tetapi jalan ini sudah dimulai, jalan ini sudah ada seperti yang ada di gambar.

Ini yang juga dari Medan, yang nantinya akan tersambung dengan Trans-Sumatera. Ini yang mangkrak-mangkrak sudah 10 tahun, 15 tahun, 8 tahun, semuanya sekarang kita ambil alih, dan segera akan dikerjakan.

Ini juga sudah dikerjakan tahun yang lalu, sudah mangkrak 8 tahun. Solo-Ngawi, Ngawi-Kertosono, insya Allah nanti tahun depan sudah sambung.

Kemudian jalan-jalan perbatasan, karena kita sampaikan bahwa kita akan membangun dari pinggiran, kita ingin membangun dari desa, inilah yang sudah kita kerjakan.

Saya melihat memang kita, dengan tetangga kita, memang infrastrukturnya sangat jomplang sekali, sehingga kebanggaan kita sebagai bangsa telah menjadi, kadang-kadang merasa inferior, karena melihat faktanya memang seperti itu, tetapi kalau nanti jalan ini jadi, baik yang di Kalimantan, maupun yang di NTT, maupun yang di Papua selesai, akan berbeda fisik yang ada di lapangan.

Ini yang jalan di NTT, yang antara Mota Ain sampai Atambua yang sudah dilebarkan, dan kita ingin agar kita lebih baik dari yang tetangga kita karena sebelumnya kita lebih tidak baik.

Ini yang di Papua, yang di perbatasan. Memang belum diaspal, tetapi sudah dibuka, sudah dimulai dibuka satu tahun ini.

Selalu gambarnya yang paling banyak adalah Papua.

Kemudian, Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian yang saya hormati, era persaingan sudah tidak bisa kita hentikan lagi. Kita sekarang berhadapan dengan ASEAN Economic Community (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Ada lagi yang namanya TPP (Trans Pasific Partnership), grupnya Amerika. Ada yang namanya ITA EU. Yang mempunyai adalah Uni Eropa. Ada lagi kita berhadapan dengan RCEP, grupnya China (Tiongkok).

Artinya apa? ya keterbukaan itu sudah ada di depan mata. Kita tidak pro pada liberalisasi, tetapi ini fakta yang ada di depan kita. Kompetisi, persaingan, itu betul-betul sudah ada di depan mata kita sehingga perbaikan-perbaikan yang kurang dalam rangka persaingan itu harus dikejar pagi, siang, malam. Tidak ada cara yang lain, baik kesiapan SDM, baik kesiapan infrastruktur, dan kesiapan-kesiapan yang lainnya. Bagaimana produk-produk pangan kita bisa bersaing dengan mereka kalau infrastruktur pangan kita tidak kita siapkan.

Bendungan, irigasi, itu merupakan kunci dalam rangka persaingan produk-produk pangan kita ke depan. Ini Bendungan Raknamo yang sudah setahun, sudah selesai kira-kira 37%. Dan di NTT, akan dibangun tujuh bendungan besar karena tanpa itu NTT, NTB, tanpa adanya bendungan, tanpa adanya air, bagaimana mereka akan bisa menanam baik menanam padi, jagung, sorgum, menanam ketela? Tidak akan mungkin karena kuncinya adalah di air. Oleh sebab itu, dalam lima tahun ke depan akan dibangun 49 bendungan plus irigasinya.

Ini yang Rotiklot yang sudah dibangun. Kemudian bendungan-bendungan yang kita lihat, Jatigede ini sudah lebih dari 40 tahun masalah juga tidak terselesaikan. Alhamdulillah tahun kemarin sudah diselesaikan, dan sekarang akhirnya sudah bisa kita lihat di gambar. Ini nanti yang akan memperkuat produksi pertanian kita.

Pelabuhan, kalau kita sudah berproduksi, produknya ada, kemudian mau dikirim, mau diekspor, atau mau dikirim ke Jawa, pelabuhannya tidak siap, harga-harga produk kita akan mahal, akan sangat mahal sehingga tidak akan bisa bersaing dengan produk-produk dari negara yang lain. Oleh sebab itu, pelabuhan memang menjadi kunci karena 2/3 Indonesia adalah air.

Makassar New Port baru dimulai. Kuala Tanjung yang ada di Sumatera Utara juga sudah dimulai.

Kemudian juga yang berkaitan dengan kereta api, karena yang namanya kapal, yang namanya kereta api itulah alat-alat angkutan yang paling murah. Oleh sebab itu, di negara mana pun, yang disiapkan kalau punya laut ya pelabuhannya, kalau darat yang disiapkan pasti kereta apinya karena ini angkutan yang paling murah.

Tiga bulan yang lalu telah dimulai kereta api Trans-Sulawesi, bukan groundbreaking. Saya ke sana tidak mau groundbreaking karena di sini juga pernah di-groundbreaking dua tahun atau tiga tahun yang lalu. Oleh sebab itu, saya perintahkan Menteri Perhubungan, saya ke sana kalau sudah ada minimal 6 kilo selesai. Setelah 6 kilo selesai, saya baru ke sana, tapi bukan groundbreaking tapi meninjau, melihat bahwa jalur kereta api Trans-Sulawesi itu betul-betul sudah dibangun, sudah dimulai.

Orang-orang kita ini, kalau sudah dimulai, menghentikannya itu sulit. Pasti akan terus. Setiap bulan, setiap tiga bulan, setiap empat bulan pasti akan saya cek. Jadi, sudah ada.

Kemudian MRT kita yang ada di Jakarta, di atasnya enggak kelihatan tapi di bawahnya sudah jadi seperti ini. Mungkin, 2019, ini sudah akan selesai. Ini juga hanya karena keputusan politik. Ini sudah 26 tahun direncanakan tetapi, karena tidak ada keputusan, tidak dimulai-mulai.

Kemudian yang ketiga, saya ingin menyampaikan masalah yang berkaitan dengan masalah Dana Desa. Ini adalah memperkuat daya beli masyarakat, ini adalah membuka lapangan pekerjaan. Oleh sebab itu, perlu saya sampaikan bahwa Dana Desa ini harus dipake untuk keperluan yang berkaitan dengan padat karya, harus membuka lapangan pekerjaan di desa. Kemudian barang-barangnya agar juga dibeli dari desa atau sekitar desa, tidak membelinya ke kota, agar uang yang ada di desa terus di desa. Dan berikan lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya bagi rakyat, padat karya. Jangan dikerjakan oleh kontraktor. Rakyat ikutkan dalam partisipasi pembangunan desa.

Tahun kemarin 20,7 triliun, tahun ini 47 triliun. Ini adalah uang yang sangat besar sekali. Jangan sampai uang 47 triliun ini kembali lagi ke Jakarta. Biarkan itu berputar-putar di desa. Biarkan itu berputar-putar di daerah. Uang itu jangan sampai kembali ke Jakarta.

Oleh sebab itu, beli barang-barang yang dijual di desa dan sekitar desa. Kalau beli pasir, ya beli pasir di sekitar desa. Beli batu untuk jalan, beli batu di sekitar desa. Mungkin 10% boleh untuk beli aspal atau beli semen, tapi jangan sampai yang lebih banyak adalah untuk pembelian barang-barang yang menyebabkan uang itu kembali ke kota. Ya nanti yang akan memberikan trigger perputaran uang yang ada di daerah di desa, itu akan semakin banyak, dan akhirnya akan menyejahterakan.

Banyak yang menyampaikan, banyak yang menyampaikan, “Presiden Jokowi itu tidak tegas, tidak berani, tidak pemberani.” Mana ada ‘tidak tegas, tidak berani’ menenggelamkan kapal sampai 107 kapal.

Yang kedua, masalah narkoba. Ada yang bilang, “Tidak tegas.” Ada yang bilang, “Tidak berani.” Tetapi fakta, satu tahun sudah dihukum mati 14 orang.

Ada yang bilang, “Tidak tegas.” Ada yang bilang, “Tidak berani.” Tetapi tahun kemarin sudah dibekukan yang namanya Petral. Kalau tidak diperintah, mana menterinya berani.

Memang kita ingin berdaulat, kita ingin berdikari, dan kita ingin berkepribadian. Kalau itu saya anggap benar, dan menurut saya adalah benar, tidak ada yang namanya kata ‘tidak berani’. Pasti akan saya lakukan apa pun, dengan risiko apa pun.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, saya mengucapkan selamat ulang tahun yang ke-43, dan selamat ber-rakernas. Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Om shanti, shanti om,

Merdeka! Merdeka! Merdeka!


*****


Biro Pers, Media dan Informasi
Sekretariat Presiden