Sambutan Presiden - Sosialisasi Pengampunan Pajak, Bandung, 8 Agustus 2016

 
bagikan berita ke :

Senin, 08 Agustus 2016
Di baca 971 kali

SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOSIALISASI PENGAMPUNAN PAJAK (TAX AMNESTY)

BANDUNG, JAWA BARAT

8 AGUSTUS 2016




Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,

Selamat sore,

Salam sejahtera bagi kita semua,

Sampurasun—di Jawa Barat,


Yang saya hormati Wakil Ketua MPR RI,

Yang saya hormati Pimpinan dan Anggota DPR RI,

Yang saya hormati Gubernur BI dan Ketua OJK,

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja,

Yang saya hormati Wakil Gubernur Jawa Barat beserta Ibu,

Yang saya hormati para Pengusaha, khususnya Ketua dan jajaran Pengurus Apindo Pusat maupun Jawa Barat dan Banten,

Hadirin, Undangan yang berbahagia,


Kita merasakan semuanya tekanan ekonomi global. Kita merasakan semuanya, khususnya pengusaha, ekonomi global, ekonomi eksternal yang memengaruhi ekonomi di dalam negeri, Indonesia.


Hampir semua negara sekarang ini, karena ekonominya guncang, ada yang turun sampai 4%. Ada yang turun minus, sudah menjadi -3. Ada yang turun, sudah menuju -7. Di dekat-dekat kita aja, banyak yang turun 1% sampai 1,5%.


Apa akibatnya? Hampir semua negara berebut investasi. Hampir semua negara berebut aliran uang masuk. Rebutan semuanya.


Terus kita? Sama. Kita juga ingin arus investasi masuk ke Indonesia. Kita juga ingin arus uang masuk sebanyak-banyaknya ke Indonesia.


Tapi kita lupa bahwa sebetulnya kita mempunyai uang banyak. Tapi ada yang ditaruh di luar. Ada yang ditaruh di bawah kasur. Ada yang ditaruh di bawah bantal.


Saya tahu semuanya. Kalau enggak percaya, kita buka-bukaan. Bagaimana? Misalnya Pak Edi punya bisnis berapa, saya tahu. Misalnya Pak Bambang punya di DBS berapa, saya tahu banget. Komplet informasi itu ada di kantong saya. Benar-benar ada.


Saya bukan berbicara bercanda. Betul-betul saya itu memiliki data-data itu. Entah yang di Singapura, entah yang di Hong Kong, entah yang di Swiss, entah yang di UK, entah yang di DBS, semuanya ada.


Dan saya kaget. Memang uang itu besar sekali. Uang itu uang kita semuanya. Kenapa kita harus berebutan dengan negara-negara yang lain? Padahal kita punya uang sendiri.


Oleh sebab itu, kita berusaha keras agar uang itu betul-betul mau kembali ke negara kita. Kita buatkan payung hukum, bukan hanya PP, bukan hanya perpres, tetapi undang-undang—kekuatannya pasti—yaitu Undang-Undang Tax Amnesty, Undang-undang Amnesti Pajak. Sudah ada payung hukumnya.


Kita hidup di Indonesia. Kita makan di Indonesia. Kita bertempat tinggal di Indonesia. Kita mencari rezeki di Indonesia dengan kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh pemerintah. Pertanyaannya sekarang, kenapa uang itu harus ditaruh di luar negeri?


Saya minta, Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian, partisipasi. Inilah saatnya warga negara berpartisipasi untuk negaranya.


Tapi, kalau enggak ada tekanan ekonomi global, mungkin kita juga enak-enakkan: enggak mikir uang yang ada di luar berapa, enggak mikir aset yang ditaruh di luar berapa, enggak mikir. Tapi ini kita membutuhkan.


Dan ada kabar baik. Di triwulan pertama 2016, pertumbuhan ekonomi kita 4,94. Di triwulan kedua 2016, pertumbuhan ekonomi kita 5,18. Ini uang tax amnesty belum masuk banyak, belum, belum. Nah, kalau nanti berbondong-bondong uangnya masuk, kita baru akan melihat geliat ekonomi negara kita.


Saya berikan informasi bahwa sampai hari ini harta yang telah dideklarasi baru 9,9 triliun. Saya sering turun ke bawah.


Saya tanya baik yang kecil, yang tengah, maupun yang sedang. “Kenapa sih tidak cepat-cepat pada men-declare harta simpanannya, baik aset maupun uang?” “Pak, baru ngitung-ngitung dulu, Pak.”


Saya tanya lagi yang gede, “Bagaimana? Sudah minggu pertama Agustus, kok belum masuk-masuk?” Jawabannya apa? “Bapak belum tahu? Perusahaan saya kan 200 perusahaan lebih, Pak. Kan menghitung satu per satu, Pak. Nanti kalau keliru, Bapak marah.” “Ya bener juga ya.” Artinya menghitung satu per satu betul.


“Nanti kalau sudah selesai, Pak, saya akan juga menyampaikan kok.” Saya tanya, “Kapan?” Saya tanya pasti, “Kapan?” “Ya paling lama, Pak, paling lama tiga minggu lagi. Tapi saya ingin percepat, kira-kira dua minggu.”


Oh, artinya nanti pada minggu keempat Agustus, atau minggu ketiga Agustus, atau minggu pertama September itu yang akan banyak. Feeling saya mengatakan itu, baik yang gede, yang tengah maupun yang kecil.


Tapi jumlah pesertanya sampai 7 Agustus kemarin 1.294 yang sudah deklarasi tadi. Banyak, 1.294.


Sekarang tinggal yang belum-belum tentunya—kita harapkan—akan segera menyampaikan. Jadi banyak juga, 9,9 triliun. Banyak.


Sekarang berbicara masalah amnesti pajak. Amnesti pajak itu apa? Banyak orang yang enggak ngerti tapi sok ngerti, sehingga nebak-nebak. Tebakannya keliru.


Ini urusan pajak, hanya urusan pajak. Enggak ada yang lain. Amnesti pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang. Kemudian ada pembebasan sanksi administrasi, bebas. Pembebasan sanksi pidana perpajakan, bebas. Kemudian penghentian proses pemeriksaan dan penyidikan tindak pidana perpajakan, juga bebas. Hanya itu.


Ini urusan hanya urusan pajak. Jangan dibawa ke mana-mana.


Terus syarat ikut amnesti apa? Enggak ada. Ya hanya mengungkap, mengungkap harta yang disimpan, baik dalam bentuk aset di luar negeri maupun di sini, mengungkap deposito atau uang yang ada di luar maupun yang di sini. Sudah, terus bayar tebusan. Dan, bayarnya nanti biar Bu Menteri Keuangan yang menyampaikan berapa, berapa, berapa. Itu saja. Simpel sebetulnya.


Terus, kalau uang ini masuk ke Indonesia atau uang yang di bawah bantal dikeluarkan, sebetulnya untuk apa nantinya kita harapkan? Pemerintah telah menyiapkan investasi jangka pendek. Instrumen investasi jangka pendek sudah disiapkan. Dalam bentuk apa? Surat berharga negara, surat utang negara, dalam bentuk saham di bursa, atau sukuk. Kalau BUMN, ada obligasi, ada saham, ada bond. Semuanya sekarang ini disiapkan instrumen-instrumen portofolio itu sehingga yang masuk nanti gampang.


Sementara ditaruh di situ kan juga enggak rugi. Return-nya kan juga cukup lumayan besar dibandingkan kalau ditaruh di luar negeri.


Kalau di swasta, bisa ditaruh di obligasi saham, reksadana, bond—sama saja—atau di industri keuangan nonbank, di produk-produk dana pensiun, produk asuransi, atau produk dana ventura. Ini instrumen investasi portofolio yang bisa dimasuki.


Kemudian, kalau uang itu masuk lagi untuk jangka menengah, jangka panjang, untuk apa saja? Kita ini baru gencar-gencarnya membangun infrastruktur. Duitnya masih kurang banyak. Anggarannya masih kurang banyak. Dalam lima tahun, perkiraan kita 4.900 triliun, 4.900 triliun. Dari APBN, kita perkirakan dalam lima tahun hanya bisa menyuplai 1.500 triliun. Masih kurang banyak sekali, 3.400 triliun. Dari mana? Dari ini nanti, arus investasi masuk yang kita harapkan dari program tax amnesty ini, dari amnesti pajak ini.


Kemudian untuk apa? Bisa saja dimasukkan untuk pembangunan pelabuhan karena kita baru membangun pelabuhan yang besar-besar di Kuala Tanjung, di Sumatera Utara, Priok juga nanti ada, di Patimban nanti ada, di Makassar New Port, nanti ada di Pelabuhan Sorong. Banyak sekali. Ini urusan pelabuhan.


Urusan jalan tol, hampir semua sekarang ini jalan-jalan tol sudah. Siapa yang mau beli, yang mau gabung BUMN, silakan. Yang swasta ingin masuk sendiri, silakan. Nanti Bu Menteri BUMN biar cerita. Yang di Jawa, yang di Sumatera, yang di Kalimantan, semuanya dalam proses dimulai, dimulai, dimulai.


Ini adalah peluang. Ini opportunity yang bisa dimasuki oleh investasi langsung karena basic, dasar untuk penentuan ekonomi dalam jangka sedang, jangka menengah, jangka panjang. Kalau infrastruktur ini tidak siap, ya sudah kita akan ditinggal oleh negara lain, sehingga kita harus cepat-cepatan.


Saya sudah perintah Menteri PU, perintah Menteri BUMN, “Tidak boleh lagi kerja hanya 1 shift, enggak.” “Iya, Pak.” “Tidak 1 shift, 2 shift, tapi saya minta 3 shift karena kita ditinggal oleh negara-negara lain.”


Ingat, biaya transportasi kita, biaya logistik kita itu 2,5 kali lipat biaya transportasi, biaya logistik yang ada di Singapura, yang ada di Malaysia. Mahal sekali. Karena apa? Infrastruktur kita enggak baik. Infrastruktur kita enggak siap. Pelabuhan, jalan, rel kereta api, bandara tidak siap sehingga biayanya menjadi mahal. Dan cost itu dibebankan pada harga sehingga harga-harga kita dibanding negara lain juga lebih mahal.


Nah, kenapa kita ingin basic kita ini, infrastruktur kita ini kita kejar? Kita ingin bersaing. Kita ingin berkompetisi dengan negara-negara yang lain. Kita ingin menang. Kalau kita enggak ingin menang, ya sudah, ya biasa-biasa aja, rutinitas saja. Tapi enggak. Saya ingin bangsa kita menang. Saya ingin negara kita menang.


Apa lagi? Pembangkit listrik. Pembangkit listrik ada yang gede. Ada yang 2.000. Ada yang 1.000. Ada juga yang 500. Ada yang 100. Bisa masuk ke sini. Ada yang batu bara. Ada yang hidro. Ada yang geotermal. Nanti Bu Menteri BUMN biar menyampaikan.


Kemudian juga di bidang industri. Saya kira kita membutuhkan lapangan pekerjaan yang banyak. Oleh sebab itu, industri garmen sangat dibutuhkan. Industri tekstil sangat dibutuhkan. Industri manukfaktur sangat dibutuhkan. Industri makanan sangat dibutuhkan, pascapanen, pengolahan. Peluang-peluangnya banyak.


Saya berikan contoh saja, jagung. Jagung itu kita masih impor 3,2 juta ton, impor kita, impor jagung kita. Dengan menanam jagung, semuanya rampung.


Impor gula kita 3,4 juta ton, masih impor.


Yang impor-impor ini segera dimasuki. Yang pegang uang, ini dimasuki, dimasuki. Ini kesempatan supaya kita tidak usah impor, kita produksi sendiri.


Belum yang lain-lain: kedelai impor, daging impor, buah impor. Buah impor apa itu yang besar sekali dari luar? Jambu. Ini yang harus diselesaikan.


Dan saya yakin, Bapak-Ibu, dengan feeling bisnis, dengan intuisi bisnis, peluang-peluang seperti ini yang bisa dimasuki. Kita harus bisa mandiri sendiri. Masak nanam jagung aja enggak bisa? Kebangeten, kebangeten kalau enggak bisa menyelesaikan masalah jagung, kebangeten.


Ya perlu waktu. Masalah gula, saya sudah ngomong ke menteri. Saya beri target-target semuanya. Ini 2 tahun. Ini 3 tahun. Ini oke agak lama, boleh, kayak cabe 9 tahun, boleh 9 tahun. Tapi konsisten dan rampung betul. Jangan sampai lepas, kita masih impar-impor, impar-impor.


Kemudian, investasi itu apa lagi? Bidang perikanan setelah kapal-kapal ilegal asing itu ditenggelamkan sama Menteri Susi. 7.000 kapal sudah berhenti. Sekarang ini ada kesempatan untuk membangun. Industri cold storage, bikin. Industri pengalengan ikan, bikin. Jangan diambil oleh orang lain. Jangan sampai keduluan asing.


Segera bikin. Mau di Saumlaki di Indonesia timur bagian selatan, mau di Ambon, mau di Natuna. Ini sebentar lagi pasar besarnya mau kita bangun dulu semuanya. Mungkin 200-an hektare.


Segera masuk, masuk. Artinya apa? Arus uang tadi ada tempatnya, ada peluangnya.


Kemudian, investasi di bidang pariwisata. Target kita sampai 2019, dari 9 juta harus naik menjadi 20 juta turis yang ke Indonesia. Kita ini targetnya memang target ambisius, tapi bandingkan juga dengan Malaysia. Masak di Malaysia bisa mendatangkan 24 juta, kita hanya 9 juta? Thailand 27 juta. Masak kita 9 juta? Yang benar aja. Bagus kita.


Tapi produknya harus disiapkan, produknya harus disiapkan. Saya sudah wanti-wanti sama Menteri Pariwisata. Jangan promosi terlalu cepat. Produknya dulu disiapkan. Kemasannya harus diperbaiki semuanya.


Kita sudah tentukan 10 destinasi wisata baru selain Bali.


Danau Toba, ini jalan baru garap semuanya.


Kemudian Bandara Silangit baru cek, hanya beri waktu untuk runway sama terminal. Runtuhkan semuanya. Bangun. Saya beri waktu hanya 8 bulan. Dirutnya sampai bingung, “Pak, 8 bulan masak bisa Pak?” “Urusanmu.”


Ternyata setelah kita lihat ke sana, ya bisa. Orang kita ini bisa. Kalau diberi target, kerja itu bisa. Kerja, kalau enggak diberi target, terlalu enak.


Nanti janjian dengan saya. “Pak, Oktober. Maksimal, Pak, November.” “Ya, oke. Berarti 8 bulan benar.”


Dulu Silangit itu enggak ada yang mau terbang ke sana. Garuda saya paksa, “Bulan ini Garuda harus terbang ke Silangit, ke Toba.” “Waduh, tapi jangan tiap hari, Pak.” Enggak apa-apa enggak setiap hari. Tapi terbang sana dulu, terbang seminggu 3 kali.”


Sekarang yang terbang ke Silangit sudah 5 airlines, bukan hanya Garuda. Kalau enggak dipaksa, ya enggak jadi-jadi.


Danau Toba satu. Pulau Komodo. Ini mau kita perbaiki semuanya infrastrukturnya: Mandalika, Borobudur, Wakatobi, Morotai, Tanjung Lesung, Bromo, Tengger.


Bapak-Ibu bisa masuk ke sini. Bikin hotel, bikin tempat-tempat untuk entertainment. Kenapa tidak? Bisa bikin resort di situ, bisa bikin bungalow-bungalow di situ. Kenapa tidak?


Setelah itu sudah dimulai, pasti promosinya akan saya gencarkan. Ini masalah promosi saja. Kita kalah dari dulu itu hanya masalah 1, promosi.


Tapi kalau promosi didahulukan, kemudian orang nanti datang, tempatnya belum siap, masyarakatnya belum siap, enggak mau kembali lagi, ndak. Hati-hati.


Saya sudah janjian dengan Presiden Xi Jinping, sudah tanda tangan. Sampai 2019, akan datang kurang lebih 10 juta turis dari Tiongkok, 10 juta. Ini sudah mulai ini.


Tapi diplesetkan. Ada yang memplesetkan: tenaga kerja dari Tiongkok 10 juta. Aduh. Orang-orang kita ini senangnya plesetan. Yang 10 juta itu turis. Bolak-balik saya sampaikan, “Turis.”


Sekarang sudah ada flight langsung dari beberapa provinsi di sana, masuk langsung ke Manado. Kemarin Pak Gubernur Manado lapor ke saya, “Pak, turis kami naik 1.000%.” “Naik 1.000%, bagaimana menghitungnya?” “Ini, Pak.” Diberi banyak betul, tapi memang betul karena dekat, hanya 4 sampai 4,5 jam itu ke Manado. Manado kan banyak objeknya di Bunaken dan lain-lain.


Kemudian juga investasi yang jangka menengah, jangka panjang, properti. Hati-hati. Properti. Kebutuhan rumah—hitungan kita—kebutuhan rumah tahun 2016 masih kurang 13 juta rumah. Kalau ekonomi kita naik seperti ini terus, ini harus diselesaikan. 13 juta rumah ini harus diselesaikan. Kalau nanti arus uang masuk banyak, nanti akan membantu di sini.


Tentu saja Pak Gubernur BI nanti juga akan berhitung, apakah rate bunga akan diturunkan berapa, turunkan. Kewenangan beliau, tidak di kita. Pasti akan seperti itu karena likuiditas perbankan pasti akan likuid.


Kemudian yang berkaitan ini, yang sering ditanyakan ke saya, “Pak, bagaimana mengenai kerahasiaan data? Kalau saya lapor, datanya bagaimana, Pak?” Ini sudah di dalam undang-undang itu. Coba nanti dibaca. Sudah jelas bahwa ini, tax amnesty ini tidak bisa dijadikan dasar untuk penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pidana. Enggak bisa. Ini undang-undang lo yang mengatakan. Dan tidak dapat diminta oleh siapa pun. Itu yang penting. Dan tidak diberikan kepada siapa pun.


Jadi, satu, tidak dapat diminta oleh siapa pun.


Yang kedua, tidak diberikan kepada siapa pun.


Dan yang melanggar—nah yang melanggar ini berarti yang di dalam, di petugas pajaknya, di Dirjen Pajaknya—yang membocorkan akan kena pidana 5 tahun, 5 tahun lo. Hati-hati. 5 tahun. Kurang apa?


Kemudian apa manfaat tax amnesty ini bagi ekonomi nasional? Manfaatnya apa?


Satu, pasti ini akan terjadi penguatan nilai tukar rupiah. Ini pasti pertama.


Yang kedua, peningkatan cadangan devisa. Ini pasti. Ini uangnya baru sedikit yang masuk saja, Pak Gubernur BI kemarin menyampaikan 4 hari yang lalu ada US$111 miliar. Dari 103—dari 103 ya, Pak ya?—meloncat ke 111.


Cadangan devisa kita sudah naik. Negara-negara lain cadangan devisanya turun, turun, turun terus. Pak Gubernur BI menyampaikan cadangan devisa kita naik sekarang, US$111 miliar.


Jadi, yang pertama, penguatan nilai tukar rupiah.


Yang kedua, peningkatan cadangan devisa.


Yang ketiga, peningkatan likuiditas perbankan.


Bank-bank kita nanti akan kebanjiran uang, entah yang naruh di deposito, naruh di rekening, pasti. Nanti dana yang ke masyarakat juga akan semakin banyak. Perputaran uang di negara kita akan semakin banyak. Artinya, yang terakhir ini, nanti pertumbuhan ekonominya juga akan naik otomatis.


Dan yang terakhir, tentu saja penerimaan negara juga akan meningkat, tidak dalam tahun ini saja, tetapi juga dalam jangka menengah dan jangka panjang.


Larinya ke mana-mana. Tapi intinya pertumbuhan ekonomi kita akan menjadi lebih baik kalau ini semuanya nanti ikut berpartisipasi, ikut tax amnesty.


Kemudian siapa yang bisa memanfaatkan amnesti pajak ini? Semuanya bisa. Konglomerat, silakan. Pengusaha besar, silakan. Pengusaha menengah, silakan. Pengusaha kecil, silakan. Pengusaha mikro, silakan. Yang belum punya NPWP, juga silakan. Yang UMKM, yang omzetnya di bawah 4,8 miliar, yang omzetnya per tahun 4,8 miliar dan di bawah itu, hanya terkena 0,5%, setengah persen.


Kurang apa? Kurang sedikit? Sudah setengah persen, coba.


Jadi, bukan untuk yang besar-besar saja ini. Yang kecil-kecil, manfaatkan ini sehingga ke depan pembukuan baik. Kalau sudah bukunya baik, mau meningkat ke pengusaha menengah, mau meningkat pengusaha besar enak.


Ada yang bertanya lagi, “Pak, ini Undang-Undang Amnesti Pajak kan digugat di MK?” Di Indonesia ini, undang-undang yang enggak digugat apa sih? Setiap undang-undang keluar, pasti ada yang menggugat. Biasa-biasa saja buat saya.


Tapi yang jelas, perlu saya sampaikan bahwa pemerintah akan sungguh-sungguh, pemerintah akan all out untuk mempertahankan Undang-Undang Tax Amnesty ini. Yang namanya all out itu ya nanti yang datang ke MK bukan eselon III atau eselon II, melainkan menterinya langsung datang, menkonya langsung datang, membawa konsultan-konsultan mengenai pajak yang pintar-pintar. Bayar, enggak apa-apa. Bayar ke konsultan udah, untuk menerangkan bahwa tax amnesty ini adalah untuk kepentingan negara, untuk kepentingan bangsa, bukan untuk yang lain-lain.


Digugat saja, bingung. Kalau saya, santai saja.

Kemudian kita belajar dari tax amnesty sebelumnya. Tahun ’64, itu pernah ada tax amnesty. Tapi gagal karena ada G30S/PKI.


Tahun ’84, itu ada tax amnesty juga. Tapi juga enggak berhasil karena uang kita saat itu dari minyak, dari kayu masih melimpah.


Tapi yang sekarang ini harus berhasil. Karena apa? Momentumnya ada. Dukungan politik, entah dari partai, entah dari DPR, ada. Kurang apa kita? Udah.


Kemudian, ada momentum eksternal—ini tadi saya lupa—bahwa nanti tahun 2018 awal, keterbukaan informasi antarbank, antarnegara itu akan dibuka total. Jadi Bapak-Ibu yang punya tabungan, punya deposito di Singapura, di Swiss, semuanya akan kebuka. Sekarang saja saya sudah tahu, tapi nanti betul-betul akan buka-bukaan semua bank, semua negara. Sudah tanda tangan semuanya.


Ini kesempatan. Ini adalah tax amnesty terakhir. Enggak akan ada tax amnesty lagi karena sudah buka-bukaan. Mau apa lagi? Mau apa lagi? Sudah buka-bukaan nanti antarnegara. Hanya, sebelum dibuka penuh, saya sudah mengantongi dulu.


Terakhir yang perlu saya sampaikan, bahwa pelaksanaan amnesti pajak ini akan saya awasi sendiri. Saya punya satgas, punya task force sendiri untuk mengawasi. Meskipun di Kementerian Keuangan ada task force, saya punya sendiri. Untuk apa? Untuk menjamin kenyamanan Bapak-Ibu dan Saudara-saudara yang ikut berpartisipasi dalam tax amnesty ini.


Sudah saya bentuk dari BPKP, dari intelijen untuk mendengarkan mana yang tidak dilayani dengan baik, mana yang masih dimain-mainkan. Awas kalau ada yang main-mainkan! Betul!


Saya ingin program ini berhasil. Jangan sampai gara-gara satu orang, dua orang, program ini menjadi tidak berhasil. Ndak, saya ndak mau. Harus berhasil. Jadi, kenapa saya bentuk task force sendiri? Kenapa saya bentuk satgas sendiri? Karena saya ingin program ini berhasil dengan baik.


Terima kasih.


Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

*****

Biro Pers, Media dan Informasi

Sekretariat Presiden