Sambutan Presiden Joko Widodo pada Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) XVII Tahun 2024
di Balikpapan Sport and Convention Center, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.
Yang saya hormati para menteri yang hadir, hadir bersama kita Pak Mendagri, Pak Menteri Investasi, dan juga Panglima TNI;
Yang saya hormati Gubernur Kalimantan Timur, tuan rumah Wali Kota Balikpapan;
Yang saya hormati Ketua Dewan Pengurus Apeksi Bapak Eri Cahyadi beserta seluruh bapak-ibu wali kota yang hadir pada pagi hari ini, hadirin dan undangan yang berbahagia.
Sudah sering saya sampaikan bahwa di tahun 2045, 70 persen penduduk kita ini akan ada di perkotaan, 70 persen. Kalau dunia di tahun 2050, 80 persen penduduk dunia ini akan ada di kota, di perkotaan. Apa yang akan terjadi? Beban kota akan menjadi sangat berat. Oleh sebab itu, juga sudah sering saya sampaikan, rencana kota secara detail itu harus dimiliki setiap kota di Indonesia. Sehingga, jangan sampai kita memiliki kota yang sekarang ini banyak terjadi di Eropa maupun di Amerika, kota-kota yang mencekam karena penganggurannya banyak, karena homeless-nya banyak, dan kita tidak ingin itu terjadi di negara kita Indonesia. Kita ingin menjadikan semua kota itu livable, nyaman dihuni dan juga lovable. Orang yang berkunjung ke sana senang pengin kembali berkunjung, dan orang yang tinggal di situ juga sangat mencintai kotanya karena kotanya memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakatnya.
Kita melihat sekarang ini sudah banyak kota-kota di negara kita itu sudah mulai macet, mulai macet. Pak Wali Kota Balikpapan, Balikpapan sudah macet? Sudah, saya dengar sudah. Surabaya sudah macet, Pak Wali? Sudah, sampun, Pak, sudah. Bandung, Pak Wali Kota Bandung, sudah macet Bandung? Sudah. Medan, Pak Wali Kota Medan ada? Macet? Macet. Oh,Pak Wali, macet. Semuanya sudah mulai macet.
Oleh sebab itu, sekali lagi, rencana kota mengenai transportasi massal, transportasi umum itu harus disiapkan. Kalau kita bayangannya selalu subway, MRT, LRT, itu biayanya gede banget, mahal. Saya sampai hafal waktu MRT Jakarta dibangun pertama itu per kilometer MRT yang bawah tanah itu Rp1,1 triliun per kilometer, Rp1,1 triliun per kilometer, sekarang sudah Rp2,3 triliun per kilometer. Tolong tunjuk jari, kota mana yang siap membangun MRT dengan APBD-nya, satu kilometer Rp2,3 triliun?
Kalau LRT yang kita bangun di Jakarta, yang kita bangun sendiri dengan gerbong yang kita buat di INKA, itu kurang lebih Rp600 miliar per kilometer. Siapa yang sanggup? Ada kota yang APBD-nya sanggup? Tunjuk jari, saya beri sepeda. Enggak ada yang mampu. Apalagi kereta cepat. Kereta cepat itu justru lebih murah dari yang subway, kereta cepat itu Rp780 miliar per kilometernya.
Oleh sebab itu, sekarang ada barang baru yang namanya ART (autonomous rapid transit) tidak pakai rel, tapi pakai magnet, bisa tiga gerbong, dua gerbong, tiga gerbong atau satu gerbong. Nah, ini jauh lebih murah. Nanti kalau ada yang APBD-nya memiliki kemampuan, tolong berhubungan dengan Pak Menteri Perhubungan. Bisa bagi-bagi, fifty-fifty, APBD 50 persen, APBN 50 persen, misalnya. Karena kalau tidak, 10-20 tahun yang akan datang semua kota akan macet. Enggak percaya, kita lihat nanti, kalau enggak kota-kota siap dan menyiapkan diri mengenai transportasi massalnya.
Yang kedua, yang berkaitan dengan kota masa depan itu seperti apa. Banyak di antara kita masih banyak yang keliru bahwa kota masa depan itu harus kota modern yang banyak pencakar langitnya, banyak yang high-rise building-nya.
Menurut saya dan sekarang ini sudah mulai ada sebuah paradigma baru, kota yang baik adalah kota yang ramah pejalan kaki, kota yang baik itu adalah kota yang ramah terhadap penyandang disabilitas, kota yang ramah terhadap pesepeda, kota yang ramah terhadap anak dan perempuan, konsepnya kira-kira itu. Kota yang ramah terhadap lingkungan. Artinya apa? Kota ini memang harus harus green, harus smart, dan harus friendly. Jangan sampai membangun kota semakin banyak beton yang didirikan, ada trotoar semua, paving block semuanya. Padahal mestinya sekarang ini penggunaan paving grass akan lebih baik, akan lebih hijau. Ada pedestrian, enggak ada pohonnya, sehingga kita ini negara tropis, panas, sehingga enggak ada yang mau yang berjalan kaki karena tidak ada peneduhnya. Oleh sebab itu, kehijauan itu ke depan akan sangat menjadi perhatian semua kota.
Saya senang Balikpapan termasuk kota yang saya senangi, karena kehijauannya sangat baik, juga Surabaya. Juga, saya kira yang lain-lain saya tunggu ya. Termasuk nantinya IKN itu akan menjadi ibu kota konsepnya ibu kota terhijau di dunia, karena memang konsepnya adalah Kota Nusa Rimba. Betul-betul hijau betul, kalau kita konsisten terhadap konsep awal dari pembangunan Ibu Kota Nusantara yang sedang dalam proses pembangunan.
Jadi kembali lagi, harus hijau, harus teduh, ramah terhadap pejalan kaki, ramah terhadap pesepeda, memiliki hutan kota, memiliki alun-alun dan taman yang luas, itu konsep ke depan mesti seperti itu. Kalau sebuah kota sudah terlanjur isinya gedung dan beton ya memang harus mencarikan, artinya meredesain lagi kotanya, mungkin memangkas beberapa gedung dibeli, dipangkas, kemudian dijadikan taman kota. Tidak ada jalan lain, kalau sudah terlanjur.
Saya rasa, itu yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, kota masa depan yang diidamkan adalah kota yang green city, yang smart city, yang creative city, yang livable dan lovable.
Dan, dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, pada pagi hari ini secara resmi saya buka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) XVII di Balikpapan Tahun 2024.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.