Sambutan Presiden RI - Munas VIII LDII, Jakarta, 9 November 2016

 
bagikan berita ke :

Rabu, 09 November 2016
Di baca 1437 kali

SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MUNAS VIII LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)

BALAI KARTINI, JAKARTA

9 NOVEMBER 2016




Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,


Bismillahirrahmanirrahim.Alhamdulillahirabbilalamin. Asshalatu wassalamu ’ala asrafil ambiyai walmursalin, sayyidina wahabibina wasyafi’ina wamaulana Muhammadin, wa’ala alihi washahbihi ajma’in. Amma ba’du.


Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja,

Yang Mulia Duta Besar negara-negara sahabat,

Yang saya hormati Ketua Umum beserta jajaran Pengurus Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dari Sabang sampai Merauke, dari pusat sampai ke daerah,

Yang saya hormati para Alim Ulama,

Hadirin sekalian, seluruh Peserta Munas LDII yang saya hormati,


Sebuah negara yang bersatu, sebuah bangsa yang bersatu, sebuah masyarakat yang makmur merupakan cita-cita para pendiri bangsa Indonesia yang harus terus kita jaga. Menjadi Indonesia berarti setiap orang, setiap organisasi harus berjiwa Pancasila, berjiwa Bhinneka Tunggal Ika, menjunjung tinggi toleransi, berjiwa gotong royong.


Karena itu, saya mengapresiasi, saya sangat menghargai kegiatan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), baik melalui kegiatan pengajaran, pengamalan, dan penyebaran Islam berdasarkan Alquran dan Hadits yang selama ini telah turut serta menjaga keindahan kerukunan hidup di nusantara, di Indonesia


Yang kedua, saya ingin berbicara masalah era kompetisi, masalah ekonomi. Ke depan, persaingan antarnegara akan semakin sengit. Kompetisi itu ke depan menurut saya meliputi tiga hal yang ini nantinya akan menjadi rebutan.


Yang pertama adalah yang berkaitan dengan energi. Ini akan jadi rebutan.


Yang kedua adalah yang berkaitan dengan pangan ini. Ini nanti juga akan menjadi rebutan karena penduduk akan meloncat tahun 2043 kira-kira 12,3 miliar manusia di dunia ini.


Yang ketiga, yang berkaitan dengan air. Orang nanti juga akan rebutan air karena bumi semakin panas.


Tiga hal inilah sebetulnya yang kita memiliki kekuatan. Energi kita punya. Pangan kita sebetulnya ada. Air kita sebetulnya ada. Tetapi belum dikelola secara baik dalam rangka persiapan persaingan masa depan.


Energi kita punya semuanya, minyak, gas, meskipun sekarang kita karena pengolaan yang tidak baik, kita sekarang justru menjadi nett-importir minyak.


Tetapi, selain minyak, kita masih memiliki sumber-sumber gas yang banyak, energi yang terbarukan yang belum digarap, energi dari air, dari angin, dari ombak karena 70% Indonesia adalah air, adalah samudera, adalah laut.


Yang kedua, yang berkaitan dengan pangan. Kita juga tidak kelola dengan baik. Padahal negara kita adalah negara yang subur.


Semuanya sekarang ini—saya harus berbicara apa adanya—impor semuanya yang berkaitan dengan pangan. Beras tahun lalu impor. Tapi tahun ini alhamdulillah nanti sampai akhir tahun moga-moga sudah tidak.


Jagung kita masih impor. Saya sudah berikan target kepada Menteri Pertanian. 2018, kita harusnya sudah tidak impor lagi karena ini sudah turun impornya 60%, sudah turun karena ada panen yang sangat besar di NTB, di Gorontalo. di Jawa Timur.


Ini bagaimana menggerakkan rakyat. Jagung, problemnya hanya kenapa sih rakyat enggak mau menanam, petani enggak mau menanam. Problemnya hanya masalah harga.


Tahun yang lalu, saat saya ke Dompu, ke Jawa Timur, di Magetan, semuanya mengeluh, semuanya protes, “Pak, harga jagung hanya Rp 1.500 per kilo. Padahal ongkos untuk tenaga kerja, untuk benih, untuk pemeliharaan bisa sampai Rp 1.600, Rp 1.700. Berarti rugi.


Siapa yang mau bekerja, kemudian hasilnya rugi? Enggak ada. Sehingga tahun yang lalu, saya terbitkan perpres. Dipatok harganya Rp 2.700. Kalau harganya kurang dari Rp 2.700, Bulog yang membeli. Kalau harganya lebih dari Rp 2.700, silakan dijual kepada siapa saja.


Tahun ini, harganya sudah mencapai Rp 3.100 sampai Rp 3.200. Alhamdulillah. Ini silakan. Yang beli swasta, silakan. Yang beli Bulog, juga silakan, sehingga petani semangat. Kuncinya ya hanya ada di situ.


Tapi sekali lagi, kita masih impor jagung, 40% masih impor. Kedelai masih impor. Apa lagi yang impor? Daging masih impor.


Buah masih impor. Padahal itu, kalau kita tanam buah, saya menyampaikan kepada bupati, gubernur, “Siapkanlah lahan. Lahan kan banyak, terutama yang di luar Jawa. Mau 1.000 hektare, mau 10.000 hektare, mau 100.000 hektare, ada. Kenapa semuanya, 14 juta hektare, semuanya ditanam sawit? Kenapa tidak ada 5 juta yang tanaman buah-buahan, sehingga bisa menguasai dunia?” Inilah manajemen negara kita yang memang terus akan kita perbaiki dan kita benahi.


Problem besar yang ada di negara kita, yaitu peringkat ease of doing business, kemudahan berusaha. Orang ingin berusaha. Usaha kecil ingin berusaha. Usaha menengah ingin membuka usaha.


Memang ranking-nya masih sangat. Dua tahun yang lalu, ranking kita 120. Tahun yang lalu, ranking-nya 106. Tahun ini, alhamdulillah bisa meloncat menjadi 91. Tapi jangan ditepuki. Masih 91.


Bandingkan. Singapura tahun lalu nomor satu. Sekarang nomor 2. Malaysia tahun yang lalu—saya ingat—nomor 18. Sekarang turun menjadi 23. Kita dari 106 meloncat menjadi 91.


Tapi masih 91. Jadi, jangan tepuk tangan terlebih dahulu. Nanti, kalau angka-angkanya sudah mulai di bawah 50, kita boleh bertepuk tangan.


Dan saya sudah berikan target. Saya minta 40 ranking-nya karena Thailand itu sekarang sudah 46, Malaysia 23, Singapura 2. Ini dari kurang lebih 190-an negara.


Indeks daya saing kita, coba kita lihat angka-angkanya. Kita ranking ke-41. Yang lain angka-angkanya seperti yang ada di layar. Kita masih di bawah Singapura, di bawah Malaysia, di bawah Thailand. Padahal kita ini memiliki semuanya.


Infrastruktur memang yang harus kita kejar. Sumber daya manusia—saya setuju tadi, Bapak Ketua Umum, Pak Kiai, menyampaikan—SDM ini harus ditingkatkan, dikembangkan karena memang kuncinya ada di situ. Sudah mau berusaha, izin-izinnya sulit, fondasi dasar infrastruktur dan SDM kita kurang. Inilah problem besar negara kita.


Kemudian yang ketiga, mengenai pertumbuhan ekonomi. Alhamdulillah kita, kalau di dunia sekarang ini, pertumbuhan ekonomi kita masuk 3 besar, masuk. Lalu negara-negara gede ya, negara-negara gede. Kita masuk 3 besar. India masih nomor 1. Tiongkok (Cina) nomor 2. Indonesia pada nomor 3. Jadi, masih kita harus bersyukur, kita harus bersyukur bahwa pertumbuhan ekonomi kita pada posisi yang baik.


Triwulan I tahun ini 4,94%. Triwulan II 5,18%, naik alhamdulillah. Triwulan III—baru saja diumumkan dua hari yang lalu—5,02%. Masih pada angka-angka 5. Jadi, masih bertahan.


Padahal, kalau kita lihat negara-negara yang lain, sudah pada turun sampai 3%. Ada yang turun 1,5%. Ada yang turun 2%. Ada yang sudah minus karena memang posisi ekonomi dunia sekarang ini memang pada posisi yang sangat tidak baik, sangat berat, selalu turun-turun.


Rata-rata ekonomi dunia sekarang hanya 3,1. Tahun depan, diperkirakan akan turun lagi.


Kemudian tantangan kita adalah, sekarang ini yang paling berat adalah masalah kemiskinan. Penduduk miskin kita masih 10,86 meskipun turun alhamdulillah turun dari tahun yang lalu 0,36%. Tapi masih pada angka 10,86%.


Gini Rasio kita, kesenjangan, kesenjangan antarwilayah, kesenjangan kaya dan miskin, masih tinggi sekali. Saya masuk, saat itu 0,41. Kalau saya, angka 0,41 itu sudah angka kuning menuju ke merah.


Kesenjangan, terutama yang kaya dan miskin, di tahun ini alhamdulillah sudah turun sedikit, menjadi 0,397. Tapi harus turun karena kesenjangan semakin kita biarkan akan semakin melebar. Ini yang harus kita setop.


Kemudian, pengangguran ini juga menjadi tantangan kita. Meskipun turun 0,31, tapi juga masih besar. Pada Januari yang lalu, masih 5,5%, masih tinggi.


Inilah saya kira problem-problem yang perlu saya sampaikan kepada Bapak, Ibu, seluruh peserta Munas Ke-8 LDII pada pagi hari ini.


Kemudian dua hal tadi yang saya sampaikan, ada dua hal besar yang ingin kita kejar dalam percepatan kita, yaitu percepatan pembangunan infrastruktur; yang kedua, pembangunan sumber daya manusia kita.


Pembangunan infrastruktur sekarang tidak Jawa-sentris, tapi Indonesia-sentris. Ini perubahannya.


Alhamdulillah ini sudah 2 tahun, Tol Trans Sumatera sudah dimulai, dari Lampung menuju ke Aceh. Gambarnya ada. Jadi, kalau ada yang enggak percaya, gambarnya ada. Kalau ada yang enggak percaya lagi, silakan ke Lampung, sampai ke Terbanggi, sampai ke Palembang.


Saya kira LDII dari Jakarta sampai ke desa itu ada semuanya. Jadi, kalau saya berbicara, tolong dilihat.


Dan juga saya titip ikut diawasi agar kualitas barangnya menjadi barang yang baik. Kalau ada hal-hal yang kira-kira enggak baik, kualitas aspalnya atau kualitas cornya, bisiki ke saya lewat Bapak Ketua Umum.


Di Kalimantan, juga sudah dimulai yang Balikpapan-Samarinda.


Kemudian yang di Manado-Bitung juga sudah dimulai. Insya Allah dalam dua tahun, ini akan selesai.


Untuk apa sebetulnya infrastruktur-infrastruktur seperti ini? Goal-nya adalah karena biaya transportasi kita sangat mahal sekali. Dibandingkan Singapura, Malaysia, masih 2,5 kali lipat. Mahal sekali kita ini. Biaya logistik kita juga kurang lebih sama, 2 sampai 2,5 kali lipat.


Jadi, kalau membawa barang dari satu kota ke kota yang lain, dari provinsi satu ke provinsi yang lain, betul-betul biaya di Indonesia masih mahal karena infrastrukturnya belum siap. Ini nanti akan mempercepat dan akan menurunkan biaya transportasi.


Kemudian, goal-nya ke mana kalau infrastrukturnya selesai? Ya barangnya akan lebih murah. Biaya transportasi lebih murah, biaya logistik lebih murah, berarti nanti harga jual barang akan juga jatuh lebih murah. Itulah saatnya kita bisa bersaing dengan negara-negara yang lain.


Pelabuhan juga, pelabuhan-pelabuhan besar sekarang dibangun di Kuala Tanjung, Tanjung Priok New Port, Makassar New Port. Nanti insya Allah akhir tahun ini, akan dimulai lagi di Sorong yang gede-gede.


Yang saya sering sampaikan tol laut adalah ini, sehingga kapal-kapal besar bisa lalu lalang dari ujung barat sampai ke ujung timur. Nanti baru pelabuhan-pelabuhan sedang, baru pelabuhan-pelabuhan kecil yang juga ini harus kita kerjakan.


Kita juga harus ingat bahwa negara Indonesia adalah negara dengan 17.000 pulau, 17.000 pulau.


Yang kecil-kecil sudah dimulai. Misalnya di Natuna, pelabuhan harus dimulai.


Di Miangas, airport juga sudah diselesaikan.


Yang kecil-kecil, di Yahukimo juga airport, juga ditambah runway-nya, dibangun terminalnya.


Yang kecil-kecil lagi misalnya di Bener Meriah, Kabupaten Bener Meriah, di Aceh, juga dibangun airport-nya.


Untuk apa? Bukan juga masalah logistik dan transportasi. Tapi inilah yang akan mempersatukan bangsa kita, karena dari Aceh bisa langsung terbang ke Papua, dari Aceh bisa langsung berlayar menuju ke timur, ke Sulawesi, ke Ambon, dan yang lain-lain. Tanpa itu, persatuan kita akan sulit untuk kita jalin.


Jadi, arahnya bukan hanya masalah harga, melainkan juga berkaitan dengan persatuan kita.


Jalur kereta api di Sulawesi juga baru dimulai tahun yang lalu. Gambarnya ada. Nanti, kalau gambarnya enggak ada, itu yang ngerti hanya yang di Sulawesi, LDII yang di Sulawesi. Tapi LDII yang di Aceh, yang di tempat lain enggak. LDII yang di Jawa enggak tahu.


Saya selalu bawa gambar. Kalau masih ada yang enggak percaya, silakan datang ke Makassar, di mana dimulai di Barru, Kabupaten Barru ya. Kemudian menuju ke atas, ke Manado. Tapi saya kira ini masih dalam jangka yang panjang


Yang kedua, yang berkaitan dengan penyiapan sumber daya manusia. Inilah sebetulnya kekuatan kita.


Pada tahun 2030, tahun 2035, kita akan mendapatkan sebuah bonus demografi yang sangat besar. Anak-anak muda dengan jumlah lebih dari 60% akan kita punyai. Padahal negara-negara yang lain sudah pada menuju ke usia yang tidak produktif. Kita memiliki itu.


Tapi kuncinya, kalau jumlahnya besar tetapi kualitas SDM-nya tidak mulai disiapkan dari sekarang, bisa juga menjadi sebuah bencana karena menjadi tidak produktif. Banyak, tetapi tidak produktif. Banyak, tetapi tidak bisa masuk ke dunia kerja karena kualitasnya tidak kita siapkan.


Kenapa sekarang kita fokus ke sini, ke vocational training, ke vocational school, kejuruan, pelatihan? Karena memang arahnya ke sana.


Kita lihat negara-negara maju—Jerman yang saya lihat, Jepang yang saya lihat, Korea Selatan yang saya lihat—menggarap sumber daya manusia ini, SDM ini dengan sangat serius. Tetapi betul-betul menuju kepada apa yang dimaui oleh industri, apa yang dimaui oleh pasar.


Tetapi sekali lagi, meskipun mereka pintar, mereka pandai, mereka menguasai teknologi tapi, kalau tidak didampingi dengan keimanan yang baik, tidak didampingi dengan kejujuran yang baik, tidak didampingi dengan integritas yang baik, tidak didampingi dengan budi pekerti yang baik, tidak ada artinya. Bisa juga menjadi sebuah malapetaka.


Sehingga, saya setuju tadi dengan yang disampaikan oleh beliau, Bapak KH Abdullah Syam, Bapak Ketua Umum mengenai gerakan “Ayo Menghormati Guru”. Saya sangat setuju sekali. Ini sebuah bentuk kita kembali pada karakter kita, karakter bangsa kita.


Coba kita lihat. Tadi sudah disampaikan oleh beliau. Di Jepang—saya lihat juga di Korea—yang namanya kepada orang tua, yang namanya kepada senior, selalu, kalau ketemu, “Haik,” sambil gini. Ini sebuah penghormatan.


Kita dulu juga punya. Tahun-tahun ‘70-an saya ingat, dengan yang lebih senior pasti menunduk. Kalau ada yang duduk, pasti begini. Ke mana itu?


Kalau dengan guru, kita ingat—saya SD tahun-tahun ‘70-an—begitu guru datang, kelihatan dari jauh, kita sudah mengantri di depan gerbang sekolah, rebutan megang sepedanya bapak, ibu guru kita; salami dulu, kemudian pegang, rebutan. Inilah kita kehilangan karakter itu.


Padahal yang namanya Jepang, negara dengan teknologi, dengan kemajuan yang sangat tinggi, masih memegang itu. Korea masih, masih. Senioritas kepada orang yang lebih tua, inilah hal-hal yang ingin.


Saya sangat bahagia sekali bahwa di LDII tadi ada Gerakan Ayo Menghormati Guru. Dan saya nanti juga akan bisikkan kepada Mendikbud supaya ini juga menjadi gerakan nasional kita. Kalau enggak, kita ini akan lupa semuanya, hal-hal yang sangat basic, hal-hal yang sangat mendasar, karakter bangsa kita.


Hal yang berkaitan dengan media sosial—ini juga masalah SDM—kita harus kuasai itu. Karena semua negara sekarang menuju ke sana, kita pun juga menuju ke media sosial. SDM kita harus disiapkan.


Saya tahu LDII banyak yang berada di perusahan-perusahan besar, yang berkaitan dengan IT. Saya tahu, banyak yang di Indosat. Saya tahu, banyak yang di Telkom. Saya tahu, di Telkomsel, di XL. Saya tahu semuanya.


Sehingga, kalau tadi menampilkan hal-hal yang berkaitan dengan media sosial, sangat bagus, sangat lancar, sangat baik. Saya kira saya enggak kaget.


Saya juga titip kepada seluruh Keluarga Besar LDII, yang berkaitan dengan etika di dalam media sosial. Coba kita lihat sekarang, buka: saling menghujat, saling mengejek, saling memaki, saling menjelekkan. Apakah itu kepribadian bangsa kita? Apakah itu budi pekerti yang ditanamkan kepada kita? Saya kira tidak.


ini ada infiltrasi lewat media sosial yang kita tidak sadari dan tidak kita saring. Saya sudah sampaikan tahun yang lalu kepada Menteri Kominfo, “Dibuat netiket: etiket berinternet, berbahasa seperti apa, bertutur seperti apa.”


Saya kira, kalau kita bersama-sama, seluruh jajaran LDII, Keluarga Besar LDII, melakukan itu, kita melakukan itu, saya yakin yang jelek-jelek seperti itu juga akan kena arus sehingga menjadi baik.


Saya sangat menghargai juga LDII. Yang lain-lain belum, LDII sudah punya pikub.co.id. Ini kan marketplace yang digunakan untuk memasarkan produk-produk. Yang lain belum, LDII sudah. Ya karena banyak SDM-nya yang tadi, di tempat-tempat tadi, ya selalu mendahului. Inilah saya kira kekuatan kita yang harus terus kita kerjakan.


Saya kira sudah ada online store seperti itu, gampang memasarkan produk-produk antaranggota, antarkita semuanya. Jangan kalah.


Sekarang paling besar seperti Alibaba. Saya datang ke Alibaba. Mereka punya jaringan yang sangat besar karena mempunyai apa? Punya logistic platform yang betul-betul sudah merajai ke mana-mana.


Kita sebetulnya juga bisa membuat kok, punya retail platform yang jaringannya ke mana-mana, ratusan juta. Kenapa kita juga tidak memiliki yang seperti itu? Sehingga saya selalu titip. Kalau ada itu retail platform, logistic platform yang kita punya sendiri, jangan sampai itu dijual ke mana-mana.


Saya sedih kalau ada market place yang bagus, sudah 70%, tahu-tahu dicaplok oleh asing. Aduh. Jadi, yang mau kita suntik yang mana? Jadi bingung.


Memang mungkin yang disuntik mungkin lebih baik yang tadi, pikub.co.id, supaya menjadi platform nasional, karena pemiliknya jelas. Nanti, kalau mau minta suntikan, ke Menkominfo.


Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,

Sekali lagi, yang terakhir, yang ingin saya sampaikan mengenai ekonomi syariah.

Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Selalu itu saya sampaikan dalam setiap pertemuan dengan kepala-kepala negara, supaya mereka mengerti bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar. Jangan melihat yang lain. Lihatlah negara kita, Indonesia. Dengan jumlah seperti itu, seharusnya kita bisa mengembangkan ekonomi syariah kita dengan baik, bisnis syariah kita dengan baik.


Tapi ini data yang perlu saya sampaikan. Kita baru mengerjakan ini, baru 5%. Malaysia sudah 30-35%. Kita pun kalah dengan Korea Selatan, dengan Inggris. Ini pasti ada yang perlu diperbaiki.

Perbankan misalnya, kita baru memiliki 12 bank umum syariah. Pasar modal, penerbitan sukuk kita juga masih sekitar 132 triliun, masih kecil. Nonperbankan kita, ini yang banyak. BMT kita ada kurang lebih hampir 5 ribu BMT.


Yang dana sosial keagamaan kita, sebetulnya kita juga mempunyai kekuatan yang besar. Dana Haji itu ada 84 triliun sampai Maret 2016. Tapi, dibandingkan dengan negara tetangga, ini juga masih lebih kecil karena tidak dikelola.


Zakat oleh Baznas. Ini potensi zakat 11 triliun per tahun. Potensinya gede sekali. Wakaf misalnya, ini potensi ada 377 triliun.


Ini juga sebenarnya potensi yang besar sekali kalau digerakkan. Tetapi tidak terkumpul, karena tercecer, sehingga manajemennya tidak bisa kita satukan.


Oleh sebab itu, saya mengajak kita semuanya untuk mengembangkan ekonomi syariah, bisnis syariah apa pun. Bisa di bidang perbankan, bisa di bidang asuransi, bisa di bidang wisata, hal-hal wisata syariah, bisa di bidang hotel, bisa di bidang restoran halal. Saya kira kesempatan itu masih sangat luas sekali, sangat besar sekali, karena berarti masih ada peluang 95% yang bisa kita kerjakan, besar sekali. Baru 5% yang ada sekarang ini.


Inilah kenapa kemarin sudah saya tanda tangani perpresnya Komite Nasional Syariah yang moga-moga dengan ini—dan saya menjadi ketua pembinanya di situ langsung—insya Allah nanti dengan menggerakkan ini ekonomi kita akan semakin baik, karena yang 95% itu akan terus kita isi dengan gerakan-gerakan ekonomi yang kita lakukan.


Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Mohon maaf apabila ada hal-hal yang kurang berkenan.


Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

*****

Biro Pers, Media dan Informasi

Sekretariat Presiden