Di Istora Senayan, Kota Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bapak-bapak, Ibu-ibu sekalian, para Hadirin yang saya hormati,
Sebagai insan yang bertaqwa marilah kita tidak henti-hentinya memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Hanya kepada-Nya-lah kita berdoa dan hanya kepada-Nya-lah kita meminta pertolongan. Kita masih di beri kesehatan, bisa hadir bertatap muka menghadiri acara yang mulia ini yaitu Hari Kelahiran Nahdlatul Ulama yang 102 (tahun).
Yang saya hormati, Wakil Presiden Republik Indonesia saudara Gibran Rakabuming Raka;
Yang saya hormati, Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-13 Bapak Prof. Dr. K.H. Ma’ruf Amin, yang saya hormati;
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia saudara Ahmad Muzani;
Rais’Aam PBNU yang saya hormati Bapak K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari, Ada sedikit cerita, hubungan batin saya, hubungan emosional karena beliau adalah orang yang terakhir saya jumpai sebelum pemilihan Presiden bulan Februari yang lalu. Beliau saya datang dan beliau saya minta doa, alhamdulillah besoknya lancar.
Ketua Umum PBNU yang saya hormati, Bapak K.H. Yahya Cholil Staquf, yang saya hormati;
Wakil Rais’Aam PBNU sekaligus Ketua Majelis Ulama Indonesia, Bapak K.H. Anwar Iskandar, yang saya hormati dan saya muliakan;
Katib Aam PBNU, KH. Ahmad Said Asrori yang saya hormati;
Sekjen PBNU sekaligus Menteri Sosial Kabinet Merah Putih, Saudara Saifullah Yusuf, lebih dikenal Gus Ipul;
Menteri Agama Republik Indonesia, Bapak Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar;
Para Menteri Koordinator, para Menteri, para Kepala Badan, Kepala BIN, Panglima TNI, Kapolri, serta seluruh anggota Kabinet Merah Putih yang hadir;
Para Duta Besar negara sahabat yang hadir, dari Uni Eropa, dari Turki, dari Ukraina, dari Austria, dari Sudan, Tunisia, Maroko, Persatuan Emirates Arab, Oman, Qatar, Pakistan, Malaysia, Filipina, Thailand, Amerika, dan Palestina. Kalau ada negara yang tidak saya sebut, berarti salah staf saya, minta maaf;
Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama, Ibu Khofifah Indar Parawansa. Di mana ya beliau? Selamat, selamat hadir, selamat terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur;
Perwakilan tokoh agama yang hadir, dari Muhammadiyah, Fatayat Muslimat (tepuk tangan riuh). Memang generasi muda harus semangat. Perwakilan dari PGI, dari KWI, Hindu Dharma, Walubi, serta tokoh-tokoh lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu;
Hadir dari Ikatan Putra Putri NU, Gerakan Pemuda Ansor, Fatayat dan Muslimat sudah saya sebut dua kali, ini ketiga kali.
Saudara-saudara sekalian, bapak-bapak, ibu-ibu sekalian,
Saya ingin mengucapkan terima kasih atas kehormatan yang besar diberikan kepada saya untuk bisa hadir ditengah-tengah saudara-saudara dalam Peringatan Hari Lahir NU yang ke-102.
Begitu saya masuk aula ini, saya merasa suatu aura, aura kesejukan, aura kekeluargaan, aura niat baik, aura suasana batin yang penuh perdamaian. Saya merasa nyaman ditengah-tengah Saudara-saudara sekalian. Saya merasa nyaman dan aman.
Sepertinya, saya kalau masuk kesini saya dapat energi baru. saya dapat kekuatan baru. Sepertinya setelah hadir disini, saya tambah berani dan saya tambah bertekad untuk tidak mengecewakan kepercayaan yang diberikan kepada saya. Dan Saudara Gibran Rakabuming Raka dan semua anggota koalisi kami. Kami, memang kami, memang saya pun, punya ketakutan. Saya takut mengecewakan rakyat saya.
Saudara-saudara,
Saya kira, tokoh-tokoh ulama yang ada, mengerti, mengenal saya, bahwa saya memang sudah lama saya deket dengan kalangan ulama. Dan saya sering cerita, kenapa saya deket sekali sama ulama, karena saya ini mantan prajurit, mantan tentara. Tentara selalu dekat sama ulama. Kenapa? Karena seorang prajurit itu dari sejak muda dia harus berangkat tugas menghadapi bahaya, menghadapi maut, dan biasanya orang kalau menghadapi maut ya cari kyai. Jadi saya cari kyai ya dari muda.
Jadi terima kasih, atas nama pribadi dan atas nama pemerintah Republik Indonesia, sekali lagi selamat kepada NU. NU punya jasa besar terhadap lahirnya Bangsa Indonesia. Perjuangan kemerdekaan berpusat di pesantren-pesantren.
Saudara-saudara sekalian,
Nahdlatul Ulama di saat-saat krisis, di saat-saat Nahdlatul Ulama tampil selalu, dan mengambil sikap untuk menyelamatkan negara dan bangsa Republik Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan di Jakarta, tetapi kemerdekaan Indonesia, di uji di Surabaya, di uji di Jawa Timur. Dan dalam pertempuran 10 November, disitulah munculnya para ulama sebagai pejuang, perintis, dan pemimpin dalam membela kemerdekaan Republik Indonesia. Proklamasi lahir di Jakarta, ujian terhadap proklamasi tersebut di uji di banyak tempat yang paling besar diantaranya di Surabaya.
Karena itu, saya kira pantas bahwa tekad dari pemimpin-pemimpin Saudara-saudara untuk menjaga, menjaga warisan ini. Dan saya sampaikan penghormatan saya bahwa para pimpinan NU dari masa ke masa, konsekuen terus dalam menjaga bahwa Nahdlatul Ulama merupakan organisasi besar, rumah besar para ulama, para pemuka Islam yang memperjuangkan Islam yang damai, Islam yang sejuk, Islam yang rahmatan lil alamin.
Dari sejak dulu, saya kenal Gus Ipul lama sekali, beliau waktu itu Ansor ya. Dan dari dulu, saya merasakan tekad NU, keberpihakan NU, komitmen NU untuk mempertahankan NKRI, untuk menjadi barisan terdepan pembela Tanah Air. Karena itu saya kira sangat pantas bahwa NU bisa dikatakan kelompok religius yang nasionalis. Kalau kami, kelompok nasionalis yang religius.
Ini sebetulnya sudah disiapkan sambutan yang cukup panjang. Bagaimana kalau saya singkat-singkat saja ya? Kalian kan sudah bosen sambutan-sambutan-sambutan, betul?
Hari ini saya hadir di tengah suasana hijau, bukan karpet merah yang saya injak, tapi karpet hijau. Lampunya pun hijau, untung saya pakai batik ada hijaunya juga.
Saudara-saudara,
Kalau kita liat dalam sejarah kita, ini saya di beri catatan bahwa Pahlawan Nasional, Pahlawan Nasional kita, 13 orang dari Nahdlatul Ulama. Insya Allah akan tambah tahun ini, kita perjuangkan mudah-mudahan bisa di terima. Saya tidak tahu, Menteri Sosial siapa yang menentukan Pahlawan Nasional? Bukan Menteri Sosial, tapi kalau Saudara enggak ajukan, ya saya enggak bisa.
Di kabinet saya pun, Kabinet Merah Putih, ternyata banyak sekali orang NU di dalamnya (yaitu) Menteri Agama, Menteri Sosial, Menteri Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Itu menterinya, Wakil Menterinya banyak lagi. Tapi itu bukan karena NU, tapi karena orang-orang, mereka itu memang hebat-hebat. Jadi yang diajukan hebat ya tidak bisa di tolak, iya kan.
Saudara-saudara,
Saya kira intinya ingin saya sampaikan, terima kasih atas dukungan saudara-saudara selama ini, dukungan untuk pemerintah Republik Indonesia. Terima kasih komitmen saudara-saudara. Kita semua berkepentingan, kita semua punya keinginan, kita semua bertekad ingin Republik Indonesia itu menjadi negara yang berhasil. Karena dalam dunia ini ada negara yang berhasil, ada negara yang begitu-begitu saja dan ada negara yang gagal.
Negara yang berhasil memang itu adalah sesuatu yang tidak bisa kita anggap bagaikan suatu yang jatuh dari langit. Negara yang berhasil harus kita bekerja keras, berikhtiar keras dan kunci daripada keberhasilan itu adalah persatuan dan kesatuan, dan kerukunan, dan kerjasama. Dan disitu saya kira Nahdlatul Ulama memegang peran yang penting dengan mewakili kelompok mayoritas agama, NU bersama Muhammadiyah, PERSIS (Persatuan Islam) dan lain-lain mewakili kelompok mayoritas tapi dengan moderasi, dengan moderat, dengan kesejukan, dengan saling menghormati dan saling menghargai, dan saling melindungi semua umat lain.
Tadi ada foto dikeluarkan oleh staf saya, pintar juga dia, foto saya dengan Gus Dur. Salah satu, salah satu kepemimpinan Gus Dur yang patut kita teladani adalah komitmen beliau untuk mewakili Islam dalam moderasi, dalam kesejukan, dalam perdamaian. Saya kira ada suatu hal yang unik bahwa di zaman Gus Dur, kalau ada kelompok minoritas yang di ancam oleh kelompok-kelompok radikal, justru NU lah yang tampil menjaga tempat-tempat ibadah tersebut. Saya pun waktu saya menjadi ketua umum Gerindra, saya ingat contoh Gus Dur. Waktu ada peristiwa beberapa gereja, beberapa vihara di ancam mau di bom, saya pun perintahkan Gerindra untuk menjaga gereja-gereja dan vihara-vihara tersebut. Ini artinya suadara-saudara, kepemimpinan, keteladanan, pemimpin harus berani memberi contoh walaupun mungkin tidak populer. Pada saat itu, Gus Dur mungkin kurang populer dengan banyak orang karena beliau berani.
Sekarang pun saudara-saudara, kita harus berani. Kita harus berani, saya ajak semua, rekan-rekan saya dalam pemerintahan, dalam Kabinet Merah Putih, saya mengajak mereka. Kita harus berani, berani mengoreksi diri, berani membangun suatu pemerintahan ke depan yang bersih. Pemerintah yang bebas dari penyelewengan dan dari korupsi. Itu tekad kami, kami akan terus dan kami mengerti, kami pun tahu, ada perlawanan-perlawanan. Tapi kami yakin, apa yang kami perjuangkan adalah untuk bangsa dan rakyat Indonesia. Kami tidak akan ragu-ragu bertindak.
Seratus hari pertama, saya sudah beri istilahnya peringatan berkali-kali. Sekarang, siapa yang yang bandel, siapa yang ndablek, siapa yang tidak mau ikut dengan aliran besar ini, dengan tuntutan rakyat, pemerintah yang bersih, siapa yang tidak patuh, saya akan tindak.
Dan saudara-saudara, jangan kira kami-kami ini bodoh. Memang ada yang mengatakan saya ini tolol, ada, enggak apa-apa. Ada yang mengatakan saya bajingan yang tolol, ya kan. Tapi saya ngga sebut namanya, kalian sudah tau, enggak apa-apa. Tapi kami paham dan kami mengerti.
Jadi saudara-saudara,
Seratus hari pertama, kami akan baik. Dalam arti, saya berharap ada kesadaran. Saya pernah menyampaikan, seluruh aparat seluruh institusi, bersihkan dirimu sebelum kau dibersihkan. Dan saya ingatkan semua aparat, kesetiaanmu adalah kepada bangsa, negara dan rakyat Indonesia. Kalau kau tidak setia kepada rakyat Indonesia, kalau kau menghalangi kebijakan-kebijakan yang untuk membantu rakyat Indonesia, saya akan tindak saudara-saudara sekalian. Dan saya minta menteri-menteri, pemimpin-pemimpin lembaga tidak ragu-ragu.
Saudara-saudara,
Kita hanya bekerja untuk bangsa, negara dan rakyat Indonesia.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat berjuang Nahdlatul Ulama!!
Sumber: https://www.presidenri.go.id/transkrip/peringatan-hari-lahir-ke-102-nahdlatul-ulama/