Sinkronisasi Peran BPJPH dan MUI dalam Penerapan UU Jaminan

 
bagikan berita ke :

Rabu, 05 Agustus 2020
Di baca 964 kali

Jakarta, wapresri.go.id – Peran negara dalam mendorong terwujudnya jaminan hukum atas produk-produk halal tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Pada UU tersebut, terdapat pembagian tugas antara pemerintah dengan lembaga terkait dalam menangani implementasi hukum atas produk halal. Hal ini menandakan kesiapan pemerintah dalam melakukan percepatan penerapan UU Jaminan Produk Halal.

 

“Kan ada pembagian tugas antara badan produk halal itu dan MUI (Majelis Ulama Indonesia). Di sana sudah ada di UU itu. Apa yang harus dikerjakan oleh badan, apa yang harus dikerjakan oleh MUI,” ungkap Wakil Presiden (Wapres) K. H. Ma’ruf Amin saat menerima Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) beserta jajaran melalui video conference di kediaman dinas Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta Pusat, Rabu (05/08/2020).

 

Namun Wapres mengakui, bahwa dalam implementasinya, saat ini pembagian tugas antara MUI dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) masih memerlukan sinkronisasi karena masih terdapat beberapa kendala dalam penerapannya. Oleh karena itu, diperlukan konsultasi dengan kedua belah pihak untuk mendiskusikan implementasi terbaik di lapangan.

 

“Jadi sebenarnya mungkin perlu ada pendekatan lagi seperti apa. Jadi sebaiknya diundang MUI, ditanya supaya nanti DPD bisa tahu persis persoalannya. Nah itu barangkali yang perlu diklarifikasi,” tutur Wapres.

 

Kendati demikian, Wapres mengimbau agar kendala tersebut tidak menjadi penghalang dalam melaksanakan jaminan produk halal, karena pelaksanaan tugas sehari-hari dapat terus berjalan seiring dengan menunggu musyawarah yang akan dilakukan.

 

“Saya sudah perintahkan semua yang ada di UU harus dilaksanakan. Itu tidak boleh tidak, [sebagai bentuk] komitmen [terhadap] undang-undangnya itu,” imbau Wapres.

 

Terkait pelayanan di bidang kesehatan, pada kesempatan yang sama Wapres juga menyampaikan bahwa pemerintah saat ini terus meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan, khususnya dalam menangani Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

 

“Pelayanan kesehatan menjadi salah satu prioritas yang dianggarkan. Dalam penyediaan infrastruktur maupun tenaga kesehatan, dan juga termasuk layanan-layanan yang harus diberikan,” ungkap Wapres.

 

Sebagai contoh wapres menuturkan, untuk meminimalisir kesulitan sarana dan prasarana kesehatan di daerah, pemerintah terus berupaya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Diantaranya dengan melakukan penambahan tenaga kesehatan dan juga insentif tenaga medis di setiap rumah sakit.

 

“Soal tagihan rumah sakit, sekarang ini tagihan-tagihannya sudah dilaksanakan. Juga insentif tenaga medis dalam melaksanakan [penanganan] Covid-19, juga insentif-insentifnya sudah diberikan. Nah, memang tentu ada berbagai verifikasi terhadap ajuan-ajuan dari rumah sakit. [Hal ini dilakukan] supaya memang yang diberikan itu sesuai dengan [yang diperlukan]. Sebagian sedang dalam taraf verifikasi-verifikasi. Sebagian sudah dilaksanakan sehingga rumah sakit-rumah sakit itu bisa berjalan dengan baik,” tandas Wapres.

 

Sebelumnya Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, menyampaikan harapannya agar UU tentang Jaminan Produk Halal ini dapat membantu negara dan lembaga terkait untuk mengawal proses sertifikasi halal.

 

“Kami berharap peran dan jasa MUI selama lebih dari 30 tahun mengawal proses serifikasi halal dapat semakin terbantu dengan berlakunya kewajiban (mandatory) sertifikasi halal terhitung sejak tahun 2019 melalui kehadiran negara dalam UU tersebut,” papar Nono.

 

Sementara terkait bidang kesehatan, Ketua DPD RI A. A. Lanyalla Mahmud Mattalitti mengatakan bahwa tidak meratanya sarana dan prasarana kesehatan pada setiap daerah disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang luas serta belum terbukanya seluruh akses terhadap daerah-daerah di pedalaman.

 

“Distribusi fasilitas layanan kesehatan dan tenaga kesehatan belum sepenuhnya memadai, merata, baik mutu dan akses ke seluruh daerah pelosok. Terkait daerah ini, DPD RI menyadari sepenuhnya bahwa kondisi geografis Indonesia yang memiliki daerah [pedalaman] sukar dijangkau, menyebabkan terjadinya maldistribusi tenaga kesehatan,” ungkap Lanyalla.

 

Pada pertemuan tersebut juga dibahas beberapa pokok pembicaraan lainnya, di antaranya evaluasi dan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) serta ketahanan pangan.

 

Hadir bersama Ketua DPD RI, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono dan Sultan Bachtiar Najamudin serta Serta Sekretaris Kementerian Dalam Negeri Muhammad Hudori.

 

Sementara Wapres didampingi oleh Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar dan Staf Khusus Wapres bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi. (DAS/NN, KIP-Setwapres)

 

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0