Sudi Silalahi, Terbitkan Biografi: “Jenderal Batak dari Tanah Jawa”

 
bagikan berita ke :

Senin, 18 Juli 2011
Di baca 1592 kali

Dalam sambutannya, Pak Sudi mengemukakan bahwa pada awalnya ragu-ragu untuk menerbitkan buku ini. Sebab, khawatir menjadi riya atau membanggakan diri dari apa yang pernah dijalaninya. Namun setelah meminta pendapat para ulama dan mengingat pentingnya berbagi pengalaman, pengetahuan, dan sikap hidup, akhirnya beliau menerbitkan buku yang lebih banyak berkisah pengalaman hidupnya.

Buku yang ditulis oleh M. Abdul Aziz Ritonga, dkk., setebal 302 halaman ini, diberi kata pengantar khusus oleh Presiden RI, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Buku ini mengisahkan perjalanan hidup  Sudi Silalahi dari masa kecilnya di Kampung tanah Jawa, Simalungun, Sumatera Utara;  perantauannya ketika menuntut ilmu di STM di Bandung, dan cita-citanya yang gagal masuk ITB. Diceritakan pula mengenai perjalanan karir di militer, sejak masuk AKABRI hingga meraih pangkat Jenderal Bintang Tiga. Tidak ketinggalan, kisah percintaannya dengan Sri Rahayu Mulyani, gadis dari Purworejo serta kisah-kisah unik yang dialami Sudi Silalahi. Kisah-kisah unik ini, menjadi menarik  karena kesalahfahaman komunitas muslim yang memandang Pak Sudi sebagai non muslim karena menyandang nama Silalahi.

Pada waktu Sudi Silalahi melaporkan rencana penerbitan bukunya kepada Presiden SBY, Presiden menyatakan wajib hukumnya bagi saya untuk menulis kata pengantar pada buku Pak Sudi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan kata pengantarnya yang diberi judul: “Pekerja Keras, Religius, dan Setia” memberi lima penilaian terhadap sosok Sudi Silalahi. Pertama, SBY dan Pak Sudi memiliki idealisme dan “nice dream” tentang Negara ini; Kedua, pribadi Sudi Silalahi sebagai pribadi yang setia, yang tidak memiliki agenda tersembunyi, dan bukan tipe “pembebek”; ketiga, sikapnya yang responsif dan pekerja keras; keempat, SBY memiliki kecocokan dalam pengelolaan administrasi, utamanya administrasi keuangan; dan kelima, SBY dan Pak Sudi memiliki sikap yang sama-sama moderat.

Buku ini, menjadi amat menarik, karena dituturkan dengan gaya bahasa sederhana dan juga menyajikan kisah-kisah sederhana, sebagaimana sederhananya seorang Sudi Silalahi dalam mengarungi kehidupan. Terlahir dari keluarga sederhana di Tanah Jawa, Simalungun, Sumatera Utara pada tanggal 13 Juli 1949 bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan 1369 Hijriyah, Sudi melewati masa kecilnya di Tanah Jawa.  Sebagai anak desa, Sudi ditempa sejak kecil sebagai orang yang jujur, pekerja keras, dan disiplin. Sejak kecil ditempa oleh orang tuanya hidup dalam kebersahajaan dan penuh keprihatinan. Kendati dalam posisi sebagai Kepala Nagori (Kepal Desa) kepada sepuluh anaknya, sang ayah, Abdul Aziz Silalahi, mendidik anak-anaknya dalam suasana kesederhanaan, suka bekerja keras, dan banyak belajar dari alam  sekitar.

Menjadi tentara sama sekali tidak menjadi cita-citanya, yang kuat tersimpan di benaknya adalah hasrat menjadi seorang isinyur. Tetapi garis tangan menentukan lain. Menjadi seorang prajurit, adalah  takdir yang harus ia terima  dengan ikhlas. Sudi Silalahi, putra Batak dan juga berdarah Jawa akhirnya mencapai karir militer menjadi seorang jenderal berbintang tiga.
Tidak banyak orang yang menyangka, bahwa Sudi Silalahi adalah seorang muslim yang taat. Sebaliknya, karena menyandang marga Silalahi, dikira sebagai seorang non muslim. Banyak kisah yang diceritakan dalam buku ini tentang kesalahfahaman mengenai nama Silalahi. Bagaimana pada awalnya sebagai Panglima Kodam V Brawijaya, Jawa Timur,  ia ditolak oleh para ulama di Jawa Timur karena dikira non muslim. Ia pun dicemooh oleh generasi muda Muslim yang menolak kehadirannya untuk berceramah, lagi-lagi dikira non muslim. Padahal, ia adalah seorang yang religius sekaligus moderat.

Sosok religiusnya, nampak jelas ketika ia harus memilih diantara dua pilihan yang sulit, pada saat yang bersamaan ia harus berangkat menunaikan ibadah haji sebagaimana dicita-citakannya, tetapi pada saat yang sama pula, ia harus mengikut pendidikan di Sesko ABRI.  Inilah dilema antara ibadah dan tugas. Namun, keputusannya sudah bulat, ia memilih menunaikan ibadah haji. Selain sisi-sisi humanis dari seorang Sudi Silalahi, buku ini juga bercerita tentang kedekatannya dengan SBY, karir militernya yang penuh liku, dan berbagai tudingan yang dialamatkan kepadanya.  Buku ini menjadi lebih menarik, karena dalam sosok Sudi Silalahi, tergambar nilai-nilai religiusitas yang seiring dan sejalan dengan pengabdiannya sebagai prajurit perwira dan birokrat yang setia. Tidak ketinggalan, satu sub bab khusus menceritakan kisah mobil Jeep kenangan buatan Amerika keluaran tahun 1968 yang merupakan kendaraan roda empat pertamanya dan  masih terawat hingga kini. Jeep ini, juga dihadirkan dalam penerbitan buku Jenderal Batak Dari Tanah Jawa. (*)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
2           0           0           0           0