Surat Setahun di Setneg

 
bagikan berita ke :

Kamis, 11 Oktober 2007
Di baca 1100 kali

Mendagri Cek Status Syamsulbahri

Jakarta - Direktur Penyidikan Bagian Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Muhammad Salim memastikan, surat izin pemeriksaan terhadap Bupati Malang Sujud Pribadi sudah diajukan Kejaksaan Agung ke Sekretariat Negara sejak tahun 2006.

Salim menjawab pertanyaan mengenai belum berlanjutnya pemeriksaan para tersangka kasus dugaan korupsi dana proyek Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (Kimbun) di Kabupaten Malang, Jawa Timur, akibat belum turunnya izin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memeriksa Sujud Pribadi.

Dalam kasus ini, anggota KPU terpilih, Syamsulbahri, merupakan tersangka.

"Kejagung kirim bulan Juni 2006. Lalu, kami dapat tanda terima dari Setneg bulan Agustus 2006. Saya ada kok, salinan tanda terimanya dari Setneg," kata Salim, Rabu (10/10).

Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng sebelumnya menyatakan, Presiden belum menerima permintaan izin dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Jaksa Agung (Kompas, 10/10).

Menurut Salim, surat izin pemeriksaan Sujud disampaikan berjenjang dari Kejaksaan Negeri Malang ke Kejaksaan Tinggi Jatim, kemudian ke Kejagung yang dilanjutkan ke Setneg.

Mengenai aturan yang memungkinkan jaksa memeriksa Sujud Pribadi tanpa izin Presiden, Salim mengatakan, langkah tersebut sementara ini belum dipakai kejaksaan.

Minta penjelasan

Presiden Yudhoyono, kemarin, menugaskan Mendagri Mardiyanto meminta penjelasan terlebih dulu kepada Komisi II DPR sebelum menetapkan tujuh anggota anggota KPU yang telah lolos uji kelayakan DPR.

Mardiyanto, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, serta Mensesneg Hatta Rajasa kemarin dipanggil secara khusus ke Istana Negara untuk membicarakan kontroversi terkait keanggotaan Syamsulbahri.

"Kesalahan bersama"

Anggota Komisi II DPR, Lena Maryana Mukti (Fraksi PPP), Rabu, berharap polemik di atas tidak mengganggu kinerja KPU yang akan menghadapi tantangan berat mempersiapkan Pemilu 2009. Bagaimanapun, tujuh anggota KPU merupakan produk "kesalahan" bersama, dari tim seleksi, dan juga soal masukan dan tanggapan yang kurang cepat.

Ketua DPR Agung Laksono meminta semua pihak menghormati prosedur hukum. Namun, ia menyebutkan, jika Syamsulbahri merasa bersalah karena memberikan keterangan tidak benar, yang bersangkutan bisa mengundurkan diri.

Sedangkan Andi Paris dari Fraksi PAN menyesalkan pernyataan Presiden yang mengatakan DPR harus mendengarkan keprihatinan rakyat dalam polemik KPU. Pernyataan itu menunjukkan Presiden gamang dalam posisinya yang berhak memberhentikan anggota KPU.

Menurut Andi, awal permasalahan berasal dari tim seleksi yang merupakan alat bantu Presiden dan memiliki keleluasaan untuk menyelidiki rekam jejak para kandidat. Ironisnya, Presiden kini malah "memindahkan bola" ke DPR.

 

Sumber: http://www.kompas.com/ (11 Oktober 2007)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0