Wakil Presiden Boediono memberikan arahan soal pembangunan air minum

 
bagikan berita ke :

Senin, 20 Juni 2011
Di baca 972 kali

Maka, Wapres mengarahkan agar Kementerian Pekerjaan Umum (PU) memprioritaskan program air minum pedesaan. Program ini antara lain berupa  Pembangunan air minum berbasis masyarakat (PAMSIMAS).  Dalam program ini, Pemerintah Pusat  membantu desa yang sudah memiliki air baku untuk membangun instalasi hingga hidran umum. Sesuai namanya, masyarakat juga turut berpartisipasi dalam program ini.  

Selain itu, Pemerintah Pusat membantu pembangunan fasilitas penyediaan air minum di desa rawan air, tertinggal, terpencil, dan pesisir (nelayan). Fasilitas yang dibangun di desa yang sangat membutuhkan air ini adalah unit air baku, unit produksi, jaringan distribusi, dan hidran umum. Untuk kategori ini anggarannya 100% berasal dari APBN. Wapres menginstruksikan agar prioritas diberikan pada pembangunan akses air di desa rawan air, tertinggal, terpencil, dan pesisir ini. “Saya minta Kemenkeu dan Bappenas ikut menjamin anggarannya,” kata Wapres.

Secara total, kebutuhan dana untuk program air minum pedesaan ini mencapai Rp 11,1 triliun. Ini kebutuhan untuk periode 2011-2014.  Secara keseluruhan, program pembangunan akses air minum untuk seluruh Indonesia membutuhkan dana  Rp 65,2 triliun untuk periode yang sama. Perinciannya, kebutuhan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang merupakan tanggung jawab pemerintah pusat total mencapai Rp 31,63 triliun, termasuk dana untuk air minum pedesaan tadi. Sedangkan kebutuhan  dana yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) perkotaan dan pedesaan sebesar Rp 6 triliun. Selain itu ada dana yang murni berasal dari daerah (dari APBD, kas PDAM, pinjaman perbankan maupun skim kerjasama dengan swasta) yang totalnya mencapai Rp 27,64 triliun.  Semua itu proyeksi untuk kebutuhan tahun anggaran 2011-2014.

Mengingat tanggung jawab penganggaran di daerah juga cukup besar, rapat memutuskan Kementerian Dalam Negeri membuat surat edaran agar penyediaan anggaran untuk air minum oleh Pemerintah Daerah tidak terabaikan.

Alokasi dana itu berbeda antara pusat dan daerah, sebab memang ada pembagian tugas. Tugas utama Pemerintah Pusat adalah menyediakan air baku. Sedangkan pembangunan penjernihan serta jaringan hingga ke konsumen adalah tanggung jawab Pemerintah Daerah yang sebagian dilaksanakan oleh PDAM. Namun demikian, khusus untuk program air minum pedesaan tadi, Pemerintah Pusat juga turun tangan di sebagian tempat sampai ke penyediaan air ke pemakai langsung, bukan sekadar menyediakan air baku.

Persoalan yang tak kalah pelik adalah, sampai sekarang masih banyak PDAM yang belum sehat secara finansial. Dari 205 PDAM yang menerima pinjaman dari pusat dalam bentuk Rekening Dana Investasi, ada 30 PDAM yang membayar pinjaman dengan lancar senilai Rp 2,35 triliun. Tapi, ada 175 PDAM yang menunggak utang senilai Rp 4,6 triliun. Dari 175 PDAM  yang menunggak itu, yang sudah mengikuti restrukturisasi tercatat 115 PDAM, sementara 49 PDAM belum mengajukan permohonan dan 11 PDAM lainnya bahkan tidak mengajukan permohonan.

Dari 115 PDAM yang mengikuti program restrukturisasi pembayaran utang, Kementerian Keuangan sudah menyetujui permohonan restrukturisasi 68 PDAM. Jadi untuk berikutnya, ke-68 PDAM ini bisa mengikuti pengembangan dan mendapatkan pinjaman dari perbankan yang dijamin Pemerintah Pusat dengan bunga bersubsidi.

Sedangkan  restrukturisasi 14 PDAM lainnya masih dalam proses, antara lain memerlukan perbaikan business plan. Selain itu, masih ada restrukturisasi lima PDAM yang masih dalam pembahasan kelompok kerja. Sedangkan permohonan restrukturisasi yang dikembalikan karena tidak memenuhi syarat ada 28 PDAM.

Sejauh ini, dari PDAM yang sudah sehat, ada lima PDAM yang mengajukan proposal dan melakukan negosiasi kredit dengan perbankan. Proses pemberian kredit ini sudah dalam tahap finalisasi. Rinciannya: PDAM, Kab Bogor dengan BRI  senilai Rp 24,3 miliar; PDAM Ciamis dengan Bank Jabar Banten (BJB) senilai Rp14,7 miliar; PDAM Lombok Timur dengan Bank BNI senilai Rp 11,2 miliar; PDAM Tasikmalaya dengan BJB senilai Rp 51 miliar; dan PDAM Malang dengan Bank BNI senilai Rp 52 miliar.

Wapres juga meminta Kementerian PU segera menyusun peta kebutuhan dan jaringan air minum untuk seluruh Indonesia. Saat ini sudah ada peta air minum sampai ke tingkat provinsi. Arahan Wapres, peta air minum secara nasional harus merinci jaringan dan ketersediaan air minum, serta proyeksi kebutuhannya hingga ke tingkat kecamatan dan desa-desa. “Peta ini harus selesai pada tahun ini juga. Ini bisa menjadi dasar kebijakan penyediaan akses air minum untuk seluruh Indonesia,” tutur Wapres seraya menutup rapat.

Rapat itu berlangsung selama dua jam.  Hadir dalam rapat itu antara lain Menteri  PU Djoko Kirmanto, Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawaty, Wakil Menteri  Bappenas Lukita D. Tuwo, serta pejabat eselon I yang bertanggung jawab dalam pembangunan air minum.
 
 
 
 
 
 
 
http://www.wapresri.go.id
 
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0