KONFERENSI PERS PRESIDEN RI SETELAH MENERIMA KUNJUNGAN PM INDIA, 11 OKT 2013, DI JAKARTA

 
bagikan berita ke :

Jumat, 11 Oktober 2013
Di baca 738 kali

KONFERENSI PERS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SETELAH MENERIMA KUNJUNGAN PM INDIA

DI ISTANA MERDEKA

TANGGAL  11 OKTOBER 2013

 

 




Bismillahirrahmanirrahim,

 

Saudara-saudara,

 

Kepada saya disampaikan tadi malam oleh staf, bahwa kalangan pers sebenarnya ingin mengajukan banyak pertanyaan, apakah itu terkait dengan kerja sama Indonesia dengan negara sahabat, termasuk isu-isu sensitif yang ada, baik kerja sama dalam konteks APEC, dalam konteks East Asia Summit, ataupun konteks ASEAN. Juga akan ditanyakan sejumlah isu dalam negeri, isu politik, isu hukum, dan isu-isu lain. Saya berpendapat begini, hari ini dan besok, itu saya masih menerima tamu-tamu negara, kunjungan kenegaraan dari Perdana Menteri Manmohan Singh, yang masih berlangsung, dan insya Allah besok kunjungan kenegaraan Presiden Park dari Korea Selatan.

 

Saya pikir tidak bagus, ketika saya sedang menerima kunjungan tamu-tamu terhormat kita, lantas saya berbicara masalah-masalah domestik, yang menurut saya waktunya tidak tepat.  Lebih bagus setelah selesai kunjungan itu. Saya akan menyediakan waktu nanti,  tolong diatur, saya limpahkan di sini kepada Mensesneg, Seskab, dan Staf Khusus Presiden, untuk ada acara yang lebih luas, dalam, dengan waktu yang lebih cukup untuk kita bisa berkomunikasi, dan saya persilakan nanti Saudara mengajukan pertanyaan apa saja.

 

Nah, khusus sore hari ini, ada dua hal yang ingin saya sampaikan, juga merespon, apa yang menjadi isu pada tingkat masyarakat, baik melalui media konvensional, media sosial, maupun percakapan langsung, yaitu perihal apakah diperlukan izin Presiden, jika Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK memanggil seorang hakim konstitusi untuk dimintai keterangannya. Saya cek, baik kepada Mensesneg, Seskab, maupun Sespri, surat itu belum ada, belum saya terima. Saya mendengar dari media, dan apa yang berlangsung atau berlaku selama ini, jika KPK ingin memanggil siapa pun di negeri ini, tidak diperlukan izin Presiden. Dulu pernah kepolisian dan kejaksaan ketika akan memanggil dan memeriksa seseorang, pejabat negara, pejabat pemerintahan, misalnya menteri, gubernur, bupati, walikota, itu harus mendapatkan izin presiden. Sekarang itu pun tidak diperlukan.

 

Oleh karena itu, karena itu yang berlaku, maka izin dari saya manakala KPK memanggil hakim konstitusi dari Mahkamah Konstitusi, itu juga tidak diperlukan. Namun demikian, saya akan membaca terlebih dahulu isi surat itu, dan nanti akan saya respon, dengan tepat.

 

Saudara-saudara,

 

Itu yang pertama, sedangkan yang kedua, mulai dibicarakan, saya memantau 24 jam, saya juga memantau apa yang sedang dibicarakan, utamanya di media sosial, social media, apa yang menjadi perhatian publik, saya tadi juga berkomunikasi dengan Mendagri, munculnya sejumlah kasus di daerah yang melibatkan pejabat-pejabat daerah. Dan, ternyata pejabat-pejabat daerah itu memiliki hubungan kekerabatan. Saya beberapa kali mengatakan, tapi saatnya tepat untuk saya katakan sekali lagi,  saya ingatkan sekali lagi,  kepada jajaran pemerintahan, dan hakekatnya juga kepada seluruh rakyat Indonesia.

 

Meskipun Undang-Undang Dasar atau juga undang-undang tidak pernah membatasi, siapa, menjadi apa, dalam posisi di pemerintahan. Apakah ayah, ibu, anak, adik, segala macam, itu menduduki posisi-posisi di jajaran pemerintahan, tetapi saya kira, kitalah yang mesti memiliki norma batas kepatutan, yang patut itu seperti apa, yang tidak patut juga seperti apa, yang berbahaya apabila menyatu antara kekuasaan politik dengan kekuasaan atau power untuk melaksanakan bisnis. Godaannya besar bisa terjadi penyimpangan di sana-sini.

 

Saya mengingatkan di era desentralisasi dan otonomi daerah yang seolah-olah kekuasaan pemerintah daerah begitu besarnya. Kekuasaan gubernur, bupati, dan walikota, juga jauh lebih besar dibandingkan era dulu, sebelum diberlakukannya desentralisasi dan otonomi daerah. Maka, sekali lagi berhati-hati dalam menggunakan kekuasaan, yang patut, sebab kalau melebihi kepatutannya godaan datang, dan kekuasaan yang katakanlah yang berada di satu orang atau satu keluarga, yang kait-mengait satu sama lain, itu memiliki kecenderungan untuk disalahgunakan.

 

Mari kita bangun kehidupan masyarakat yang baik, the good society, mari kita bangun kehidupan berpemerintahan dan bernegara yang baik, dan kalau itu wajar, patut, maka insya Allah tidak akan membawa keburukan apa pun. Masyarakat, saya harapkan juga lebih aktif untuk memastikan bahwa di mana pun di negeri ini, tidak terjadi monopoli, tidak terjadi konsentrasi kekuasaan, kekuasaan politik, apalagi dibarengi dengan kepentingan-kepentingan ekonomi, dan bisnis, yang tidak membawa kebaikan bagi negeri kita. Ini berlaku bagi semua, di seluruh Indonesia, pusat maupun daerah.

 

Kewajiban saya sebagai presiden, untuk mengingatkan, ini tugas, dan tanggung jawab moral saya. Sekali lagi jangan karena Undang-Undang Dasar tidak melarang, undang-undang tidak melarang, tetapi marilah kita pilih, pilihan yang patut, pilihan yang bijak, dan kita yakini  tidak membawa masalah apa pun.

 

Saya kira begitu Saudara-saudara, dua hal penting yang saya sampaikan pada sore hari ini, dan selebihnya nanti kita atur waktunya yang paling baik, kapan saya bisa berkomunikasi dengan lebih longgar, lebih luas, dengan Saudara semua, para Wartawan, dan Insan Pers.

 

Terima kasih.

 

 

 

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI