Sambutan Presiden RI pada MoU Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan, Jakarta, 11 Maret 2013

 
bagikan berita ke :

Senin, 11 Maret 2013
Di baca 805 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

PENANDATANGANAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DENGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA

TENTANG PERCEPATAN PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN INDONESIA

DI ISTANA NEGARA, JAKARTA

TANGGAL 11 MARET 2013

 



Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang saya hormati Saudara Wakil Presiden Republik Indonesia, Pimpinan KPK,  

Hadirin sekalian yang saya cintai,

 

Alhamdulillah, hari ini kita dapat kembali berkumpul di Istana Negara ini untuk bersama-sama membulatkan tekad, semangat, dan upaya kita untuk menyelamatkan hutan di negeri ini dan untuk terus menjalankan gerakan nasional pemberantasan korupsi.

 

Atas nama negara dan pemerintah, saya ingin secara khusus menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada segenap pimpinan KPK dan jajaran KPK atas inisiatif atau prakarsanya untuk melakukan kerja sama dalam rangka penyelamatan dan pemeliharaan hutan kita, sekaligus mencegah penyimpangan, pelanggaran hukum, termasuk korupsi. Satu bab prakarsa yang baik, dan oleh karena itu, sekali lagi, saya sungguh mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

 

Saya berharap, para Penandatangan MoU tadi, nota kesepahaman tadi, agar benar-benar dilaksanakan. Bukan hanya di tingkat kementerian dan lembaga yang Saudara pimpin, tetapi juga dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia. Saudara semua memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pengawasan.

 

Khusus kepada pimpinan KPK dan pimpinan UKP-PPP, saya juga berharap secara aktif pula melakukan pengawasan agar MoU yang baru saja ditandatangani itu benar-benar dilaksanakan. Yang melanggar agar diberikan tindakan. Jangan ragu-ragu, karena dengan begitu kita bisa menyelamatkan lingkungan hutan kita, memikirkan anak-cucu kita, dan sekaligus menegakkan hukum, dan di dalamnya melakukan pemberantasan praktik-praktik korupsi.

 

Saudara-saudara,

 

Untuk Saudara ketahui, beberapa saat yang lalu, saya dengan didampingi oleh sejumlah menteri, melakukan peninjauan lapangan ke dua wilayah, satu di Jawa Barat, satu di Jawa Tengah. Di Jawa Barat adalah di Lereng Gunung Gede Pangrango, sedangkan di Jawa Tengah, di Lereng Gunung Slamet.

 

Yang ingin saya lihat adalah seberapa jauh hutan di kawasan itu dipelihara dengan baik. Yang kedua, apakah ada bencana yang terjadi di kawasan itu akibat tidak terpeliharanya hutan yang ada di situ. Sedangkan yang ketiga, yang tidak kalah pentingnya, saya bertemu dengan masyarakat di tepi hutan, di lereng kedua gunung itu, apakah mereka juga sadar dan patuh untuk tidak merusak hutan? Tapi sekaligus apakah pemerintah daerah, kita semua, memikirkan mata pencaharian dan penghidupan mereka? Menjadi tidak adil kalau kita hanya memikirkan kelestarian hutan semata, meskipun itu sangat penting, tapi kita tidak memikirkan, "lantas kalau masyarakat itu tidak boleh menyentuh, menjamah, dan tentunya merusak hutan, bagaimana dia bisa hidup dari hari ke hari untuk keluarga mereka?"

 

Semua saya lihat, dan saya senang, terus terang, kepada jajaran kehutanan waktu itu, pertanian, pemerintah daerah, dan komunitas lokal, yang boleh dikatakan lebih dari 80% sadar betul dan berhenti melakukan sesuatu di areal hutan dan kemudian memiliki mata pencaharian yang lain.

 

Saya ikut membantu untuk mengembangkan mata pencahariannya, misalkan dengan ternak domba, ternak kelinci, kemudian, apa namanya, pertanian, sayur-sayuran, dan sebagainya. Saya juga menyumbang ratusan ribu pohon untuk ditanam di tepi itu, dan dengan demikian juga ada aktivitas yang membawa juga insentif atau keuntungan bagi masyarakat lokal.

 

Saudara-saudara,

 

Mari, sebagai pemimpin, sebagai penyelenggara negara, jangan dipisahkan antara tugas utama menjaga kelestarian hutan dan memikirkan kehidupan masyarakat yang ada di area itu. Tidak merusak hutan, mereka, tetapi mereka juga bisa hidup layak. Itulah tugas kembar kita, itulah kewajiban ganda kita, yang harus kita laksanakan dengan sungguh-sungguh.

 

Hadirin yang saya hormati,

 

Rasanya saya tidak perlu menyampaikan secara panjang lebar mengapa hutan itu penting. Mengapa kita perlu memelihara dan melestarikan hutan kita.

 

Pertama, hutan di Indonesia, khususnya di Kalimantan, hutan di Amazon, Brazil, dan hutan di Kongo, Afrika, adalah paru-paru dunia. Dunia berkepentingan atas terjaganya paru-paru ini. Oleh karena itu, Indonesia juga memiliki tugas dan kewajiban moral untuk menjaganya.

 

Tetapi, di berbagai kesempatan yang saya hadiri, apakah di Perserikatan Bangsa-Bangsa, apakah di forum-forum konferensi tentang perubahan iklim, ataupun forum-forum bilateral negara-negara yang bekerja sama dengan Indonesia dalam pemeliharaan hutan, saya katakan kepada mereka, kalau dunia menganggap itu paru-paru dunia, mereka susah bernafas kalau ketiga wilayah hutan ini rusak, ya mari kita bekerja sama.

 

Jadi kalau mereka sharing pendanaan, sharing teknologi, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu, sebenarnya ya menjadi tugas dan kewajban mereka, bukan hanya Indonesia. Meskipun tanpa dibantu oleh dunia pun, kita bertekad untuk melestarikan lingkungan kita dan menyelamatkan hutan kita.

 

Tadi disebutkan, tanpa bantuan negara lain, dengan kemampuan sendiri kita bertekad pada tahun 2020 kita bisa mengurangi emisi karbon sebesar 26 derajat, 26 persen. Sampai, kalau ada bantuan internasional, kita bisa mengurangi sebesar 41 persen dari business as usual. Kita dengan Norwegia, misalkan. Kita dengan negara-negara lain. Pasalnya, kita bertanggung jawab, mereka juga harus bertanggung jawab.

 

Yang kedua, hutan juga sumber air. Dunia sudah mulai menghadapi tantangan atas kecukupan dan ketahanan air. Bukan hanya pangan dan energi. Oleh karena itu, sering kita sebut FEWS (Food, Energy, and Water Sustainability). Jadi, air ini mahal, penting. Banyak negara yang sudah mengalami krisis air.

 

Di Indonesia, jangan dikira, meskipun dari delapan juta kilometer persegi wilyah Indonesia, hanya dua juta daratan, enam juta kilometer persegi lautan. Banyak daerah yang tandus, kering, miskin, seperti kampung saya di Pacitan, itu salah satu yang tandus dan sulit air. Mulai dari Wonosari, Pacitan, Wonogiri, Trenggalek, Tulungagung, Malang Selatan, juga di NTB, juga di NTT, juga di berbagai tempat.

 

Oleh karena itu, air menjadi sangat penting. Kalau hutan-hutan gundul, hampir pasti akan terganggu ketersediaan air. Saya pernah meninjau beberapa tempat di daerah bencana, di Jember, di Manggarai, di sebagian wilayah Aceh, terjadi banjir bandang, tanah longsor, termasuk di Papua, karena hutan tidak terawat dengan baik. Otomatis, kalau tidak terawat dengan baik, bukan hanya kesulitan air, tetapi juga bencana.

 

Dan ingat, Indonesia adalah salah satu mega biodiversity. Kalau hutan kita rusak, kehilangan aset dunia yang maha besar. Kemudian, tentu ada ekonominya. Merugi kalau kita tidak menggunakan kawasan hutan yang bisa diusahakan secara baik untuk ekonomi kita.

 

Tentu, pengusahaan hutan tidak boleh sama-sekali menabrak rambu-rambu yang kita pasang, kita patok, untuk kelestarian hutan kita. Dan, di atas segalanya, hutan tentu juga menjadi sumber kemakmuran, sumber kesejahteraan rakyat kita. Itulah hutan. Jadi kalau kita ingin menjaga dan memelihara, ada rasionalnya. Kalau kita ingin tidak terjadi penyimpangan, pelanggaran, apalagi korupsi, itu adalah tugas mulia.

 

Dengan keyakinan itu semua, Saudara-saudara, maka kita harus betul-betul mengetahui, menyadari, jangan pura-pura tidak tahu bahwa ada masalah dengan hutan kita. Apa masalahnya? Ada yang lalai untuk menjaganya. Ada pengrusakan-pengrusakan. Meskipun trennya bagus sekali.

 

Ingat, di awal reformasi dulu, luar biasa pengrusakannya, bahkan satu tahun sampai mencapai tiga setengah juta hektar deforestrasi. Kita turunkan terus sekarang sampai menjadi 500 ribu hektar saja. Itu bukan tanpa usaha, bukan tanpa kerja keras.

 

Di samping ada tendensi pengrusakan, ada juga penyimpangan, yang akhirnya, ya korupsi, mendapatkan sesuatu secara tidak sah, secara tidak legal, secara tidak halal dengan pengelolaan tata-kelola hutan yang tidak karuan-karuan. Itu yang terjadi. Kita tidak boleh menutup mata. Masih ada. Masih ada.

 

Oleh karena itu, apa yang harus kita lakukan? Dua saja. Yang satu, alhamdulillah, dengan inisiatif KPK, telah dilakukan. Yang satunya lagi, apa yang telah menjadi kebijakan, strategi, rencana aksi, dan yang telah kita jalankan itu harus terus kita laksanakan dengan sungguh-sungguh. Yaitu, kita mencegah deforestrasi yang tidak semestinya. Yang kedua, kita melaksanakan reforestrasi, penghutanan kembali, tempat-tempat yang memang harus dihutankan.

 

Yang ketiga, kita harus memerangi kebakaran hutan. Dulu, sampai dengan tahun 2007, di era kepemimpinan saya, 2005, 2006, 2007, sedikit 2008, luar biasa kasus-kasus kebakaran hutan karena cuaca, panas, juga kelalaian serta kesengajaan sejumlah elemen masyarakat kita. Saya masih ingat, kami bikin apel di Palembang, kita panggil seluruh Indonesia, bismillaah, mari kita lakukan upaya besar-besaran untuk mengurangi kebakaran hutan. Malu saya ditelepon oleh Singapura, ditelepon oleh Malaysia, diingatkan oleh PBB, kok Indonesia mengirim asap ke Singapura, ke Kuala Lumpur, dan sebagainya.

 

Kita sadar dan kita apel besar waktu itu. Dan ketika asap kita banyak, kebakaran terjadi, kontribusi pada emisi karbon di tingkat dunia dikatakan naik. Kita termasuk ingin teriak tinggi. Setelah kita lakukan semua upaya, mulai 2009, 2010, 2011, 2012, alhamdulillah, menurun secara drastis. Artinya kontribusi emisi karbon dari Indonesia juga drop.

 

Oleh karena itulah, ketika kita menjadi tuan rumah konferensi PBB tentang perubahan iklim dan kita bisa menunjukkan, setelah itu langkah-langkah kita, kita disebut menjadi salah satu champion dalam upaya memerangi perubahan iklim. Dan ini, it is only the beginning. Masih banyak yang harus kita lakukan agar betul-betul Indonesia menjadi true champion dalam memerangi pemanasan global dan perubahan iklim ini.

 

Kemudian yang lain, kita harus lawan illegal logging. Memang kadang-kadang melibatkan masyarakat lokal. Tetapi mereka penghasilannya tidak seberapa. Diajak untuk melakukan pembalakan liar. Itulah yang harus kita pikirkan mata pencahariannya, peternakan, perikanan, pertanian, perkebunan, apa pun, karena yang merusak yang punya dana, yang jadi cukong, yang perusahaan-perusahaan besar itulah yang meraup keuntungan beratus-ratus miliar di atas kerusakan negeri kita. Kita harus fokus siapa yang kita perangi.

 

Kita juga lakukan moratorium tahun 2011. Saya keluarkan penundaan pemberian izin untuk lahan gambut dan juga lahan, ulangi, hutan alam primer. Saya sudah datang, lahan-lahan gambut di Sumatera, di Kalimantan, itu memang dangerous, itu merusak ekosistem. Kadang-kadang tidak ada yang membakar pun terbakar sendiri. Oleh karena itu, kita nyatakan jangan di, di, digunakan untuk yang tidak-tidak, demikian juga hutan alam primer.

 

Dan yang tidak kalah pentingnya, saya berterima kasih kepada semua, berterima kasih kepada gubernur, bupati, walikota, melalui mimbar ini kita telah menanam satu tahun minimal satu miliar pohon. Dalam waktu dua tahun lebih sedikit ini, sudah tertanam tiga miliar pohon. Saya berharap tiga puluh tahun dari sekarang, sebagian dari kita insya Allah sudah akan dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, tetapi anak-cucu kita, akan melihat perubahan yang kita lakukan sekarang. Thirty years from now, Indonesia akan menjadi lebih hijau, lebih sehat, lebih ramah lingkungan.

 

Saya beberapa kali datang ke Kementerian Kehutanan. Ada pohon yang tinggi sekali, besar, tinggi, terus saya tanya ini kapan ditanamnya? Tahun tujuh puluh sekian Pak. Berarti tiga puluh lima tahun kemudian, seperti itu. Bayangkan kalau satu miliar pohon yang kita tanam, dipelihara dengan benar, jangan tanam, ditinggal pergi, dipelihara dengan benar, anggaplah yang hidup 60%. 60 %, tiga puluh tahun lagi seperti yang Kementerian Kehutanan, itu pahalanya tidak akan putus.

 

Korea Selatan, dulu juga rusak lingkungannya karena Gurun Gobi. Di bawah Presiden Park Chung-hee, yang sekarang putrinya menjadi Presiden juga. Itu melakukan gerakan reboisasi, reforestrasi, dan sekarang Korea Selatan jadi one of the champions dalam menghadapi global warming dan climate change.

 

Itu semua upaya kita, mari kita sukseskan. Kita tidak boleh, apa namanya, percaya bahwa itu akan mengalir dengan sendirinya, tidak. Kalau tidak terus kita ingatkan, saya ke mana pun memberi contoh menanam pohon, untuk itu, untuk menyadarkan rakyat bahwa itu urusan masa depan, urusan generasi yang akan datang.

 

Ini yang saya sebut, ada dua hal tadi, yang pertama itu ini, memang KPK belum terlalu luas, tetapi jajaran lembaga pemerintahan, termasuk gubernur, bupati, walikota, akan lebih masuk. Nah, yang kedua, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana kita mengatasi penyimpangan, pelanggaran, termasuk korupsi. Masih ada. Apa yang sedang dilakukan oleh KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian menyangkut urusan ini, membuktikan bahwa masih ada tindakan-tindakan yang tidak semestinya di wilayah kehutanan.

 

Oleh karena itu, mari kita beresi, mari kita tata. Ya namanya menata, memberesi, menyapu, barangkali tidak sekali sapu langsung bersih. Tetapi, kalau setiap hari kita sapu, tidak pernah putus kita mengelola dan mengatasi, insya Allah, suatu saat akan bersih kampung halaman kita, sistem kita, negeri kita.

 

Pertama, aturannya harus jelas. Ini masih kurang jelas antarinstansi, mungkin antarkementerian/lembaga juga harus diberesin, pusat dengan daerah juga harus diberesin. Dengan demikian, jangan memberikan celah apa pun. Ada loop holes yang dia bisa siasati. Koruptor itu cerdik biasanya, pandai untuk mencari loop holes-nya, kemudian masuk di situ. Jangan karena kita tidak punya regulasi, aturan, undang-undang yang baik dan well-coordinated, lantas penyimpangan seperti itu terjadi.

 

Yang berikutnya lagi, sebetulnya, pemerintah dengan DPR RI, pusat dan daerah, harus segera menetapkan, mengukuhkan di mana sih wilayah hutan kita ini. Ya, saya sering bertanya pada diri saya sendiri, paling tidak, wilayah hutan ini dibikin 40 tahun yang lalu, misalnya. Selama 40 tahun sudah terjadi proses pembangunan, pengembangan, termasuk ekses-eksesnya.

 

Lantas, yang tadinya disebut hutan lindung, itu sudah menjadi kota. Bagaimana bangsa ini, tetaplah, tetapkah itu kita sebut dengan hutan lindung? kenyataannya itu ada pasar, ada terminal bus, ada toko, kemudian yang tidak memperlakukan sebagai hutan lindung masuk penjara. Apakah begitu? Apakah, kenyataannya kota, proses apa, pemutihan apa, revisi apa, dengan demikian seperti ini? Tidak boleh berarti terus boleh nanti merubah hutan jadi kota. Tetapi, from now on, ini harus kita hentikan untuk mengubah-ubah ini. Tetapi yang sudah terjadi, jadi kotanya 30 tahun yang lalu, tetapi kita semua, DPR, Pemerintah, itu hutan lho, ini pasar, hutan pokoknya, ini bus Pak, hutan lindung itu.

 

Coba, pikirkan bareng-bareng, ini negara kita sendiri, pemerintah kita sendiri. Yang bikin undang-undang kita, yang bikin pelaporan kita, ini kan anak kita, Pak, katanya ini hutan lindung, kan bukan Pak, ini bus, hutan lindung, hutan lindung, hutan lindung. Kan nggak bisa kita menjelaskan kepada anak kita.

 

Tolong dipikirkan, bareng-bareng, dengan niat yang baik, kalau nggak nanti makin banyak yang dipanggil KPK, dipanggil polisi, dipanggil jaksa, karena berbenturan apakah ini hutan atau sudah kota tadi.

 

Saudara-saudara,

 

Konflik agraria, ini pabalieut, saya juga ini warisan masalah tinggi sekali, masalah yang baru pun juga muncul. Oleh karena itulah, tugas Kepala BPN, tugas Mendagri, gubernur, bupati, walikota, tidak ringan. Oleh karena itu, segera, saya sudah menginstruksikan sebetulnya untuk beresi apa yang bisa kita beresi, sampai tahun 2014. Kemudian presiden-presiden yang akan datang jangan khawatir, kalau tidak kebagian tugas, masih banyak tugasnya, untuk dilanjutkan lagi. Begitu lho, ini supaya semangat sambil mendoakan para capres nanti berhasil, meskipun hanya satu, yang lain boleh berusaha dengan harapan apa yang sudah baik, mungkin baik dilanjutkan, yang belum-belum baik begini tugas beliau untuk membereskannya.

 

Kemudian, izin masih ada yang sembarangan. Bukan rahasia lagi. Banyak kasus, menjelang pilkada. Ada kasus, kongkalingkong, pejabat daerah dengan pengusaha, macam-macam. Oleh karena itu, yang MoU itu sebetulnya tingkat bupati juga, tingkat walikota, tingkat gubernur, terserah bagaimana nanti karena yang kaget-kaget, tengah malam saya dengar berita, seperti ditusuk jantung saya, ada kejadian di sana, ada kejadian di sini, yang terjadi.

 

Otonomi daerah, desentralisasi itu bagus, itu pilihan kita, amanah reformasi. Sebagian dari kita di situ, saya juga di situ. Tetapi ada ekses. Mari kita tanggulangi, kita perbaiki yang ekses yang tidak baik ini. Yang baik-baik, itu tujuan kita. Ini penting, Saudara-saudara. Jadi ini komponen yang kedua. Kalau dua-duanya klop, pengeloaannya bagus, pencegahan penyimpangan, sebagaimana yang dihajatkan oleh KPK tadi dan didukung yang lain bagus, klop jadi satu, insya Allah, masa depan kita akan jauh lebih baik.

 

Saudara-saudara,

 

Sebenarnya, pimpinan, para pimpnan KPK, MoU ini menurut saya bukan hanya soal pengelolaan hutan. Pikirkan MoU pengadaan barang. Saya kira banyak sekali APBN kita yang bocor, yang hilang, baik APBN maupun APBD, dalam urusan pengadaan barang, barang dan jasa, tetapi utamanya barang. Saya tahu ada BPK, ada BPKP, tetapi menurut saya bagus kalau dibikin MoU soal pengadan barang ini.

 

Saya sangat prihatin, masih ada kasus-kasus melibatkan anggota DPR RI, melibatkan pemerintah, DPRD, pejabat, Pak Bupati, Gubernur, Walikota, urusan pengadan barang. Coba, dan itu lost-nya besar sekali. Misalkan harus beli mobil 10, karena di-mark-up dapatnya lima. Bayangkan, lima mobil hilang karena mark-up. Belum yang lain-lain.

 

Jadi, saya pikir sudah saatnya KPK bersama-sama yang lain memikirkan, membidik, anggaran yang besar, yang sarat dengan kolusi, yang sarat dalam permainan, baik sejak APBN/APBD disusun, sampai dengan APBN dan APBD dicairkan dan digunakan. Tolong. Mungkin kita sering merasakan tetapi tidak mudah untuk membuktikan. Nah, saya harapkan KPK, Kepolisian, Kejaksaan, BPK, BPKP, tolonglah dicegah, tolonglah dicegah. Ini, pengadaan barang ini luar biasa. Sekaligus ya MoU tentang APBN dan APBD.

 

Saudara-saudara,

 

Kita punya APBN tahun 2004, 400 triliun. Dengan kerja keras kita, dunia rontok sekarang ekonominya. Saya baru pulang dari Jerman dan Hongaria, mereka berguguran, jatuhnya luar biasa, negara hanya tumbuh nol koma sekian, minus 0,31 persen, empat persen, kita enam persen lebih pada tahun-tahun terakhir ini, hanya nomor dua setelah Tiongkok. Dan sekarang sudah di atas 1600 triliun.

 

Jadi kalau itu tidak dikelola dengan baik, jerih payah kita semua yang harusnya membikin negara kita makin bagus, kesejahteraan makin bagus, pengurangan kemiskinan, pengurangan pengangguran, infrastruktur, kesehatan, pendidikan, energi, dan sebagainya, itu harus lost karena APBN dan APBD bermasalah.

 

Barangkali perlu MoU, pengawasan, watch kepada APBN dan APBD. Silakan dipikirkan ya, tetapi ini concern saya, di samping kehutanan, juga urusan pengadaan barang dan juga APBN dan APBD. Duduklah bersama antara BPK, BPKP, KPK, Kepolisian, Kejaksaan, serta kementerian, dan lembaga yang lain.

 

Saudara-saudara,

 

Yang terakhir dari saya, ini kesempatan yang baik, KPK ada di sini, mari kita terus dukung KPK dengan penuh. Pemberantasan korupsi tetap menjadi prioritas nasional. Kita harus memberikan trust dan kepercayaan kepada KPK. Jangan ada pikiran-pikiran di antara kita untuk membelokkan, untuk mencampur-adukkan antara politik dan hukum. Politik, politik, selesaikan secara politik. Hukum, hukum, selesaikan secara hukum.

 

Dengan demikian akan jernih bangsa ini, rakyat ini. Dan KPK akan bisa menjalankan tugasnya dengan baik, termasuk Kepolisian, Kejaksaan. Saya yakin, sebagaimana keyakinan kita semua, KPK dan penegak hukum yang lain akan bekerja secara profesional di dalam mencegah dan memberantas korupsi ini.

 

Saya justru mengajak rakyat Indonesia di seluruh Tanah Air, dan semua pihak, termasuk elit-elit politik, bantulah KPK, dukung KPK, berikan kepercayaan kepada KPK, karena di negara ini tidak ada satu pun yang tidak diawasi oleh rakyat, termasuk saya. Presiden diawasi oleh DPR, DPD, MPR, BPK, BPKP, KPK, Kepolisian, Kejaksaan, media massa, dan pers. Maka penegak hukum pun, saya harapkan, menjalankan tugas secara profesional dan akuntabel karena penegak hukum juga diawasi oleh rakyat, dipantau oleh rakyat. Dengan demikian, begitu ada fakta hukum, bukti hukum, laksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Akan tegak hukum dan keadilan di negeri ini.

 

Dan, last but not least, para penegak hukum, dalam hal ini KPK, harus berhasil untuk mencegah dan memberantas korupsi. Kalau KPK dan para penegak hukum berhasil di dalam mencegah dan memberantas korupsi, negara kita berhasil. Kalau negara kita berhasil, anak-cucu akan berterima kasih kepada generasi sebelumnya, yang mengemban tugas dengan baik.

 

Itulah, Saudara-saudara, yang dapat saya sampaikan, terima kasih sekali lagi atas inisiatif KPK dan terima kasih kepada semua pihak yang dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat ingin menjalankan apa yang telah ditandatangani dalam nota kesepakatan tadi. Dan semoga niat baik kita ini mendapatkan rida dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala, Tuhan Yang Maha Kuasa, dan semoga negeri kita dibimbing dengan baik.

 

Satu setengah tahun ini suhu politik akan memanas, itu biasa, tidak apa-apa. Rakyat, saya yakin, makin matang dalam berdemokrasi, sebagaimana Pemilu 2004, 2009 dulu. Yang penting, marilah kita menjalankan semua tugas yang diberikan kepada kita semua, yang diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar, oleh undang-undang, dan di dalam peraturan yang berlaku.

 

Kita selamatkan negeri kita, kita bangun negeri kita menuju masa depan yang lebih baik. Sekian.

 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI