Sambutan Presiden RI pada Munas Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama, Cirebon, 17 September 2012

 
bagikan berita ke :

Senin, 17 September 2012
Di baca 814 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA ACARA MUSYAWARAH NASIONAL ALIM ULAMA DAN

KONFERENSI BESAR NAHDLATUL ULAMA TAHUN 2012

DI PESANTREN KEMPEK, CIREBON

TANGGAL 17 SEPTEMBER 2012





Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

 

Yang saya hormati para Tamu Undangan baik yang datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri,

Yang saya cintai,  Bapak KH. Sahal Mahfudz beserta para sesepuh Nahdlatul Ulama,

Yang saya cintai, Bapak KH. Said Aqil Siraj beserta para Pimpinan dan jajaran Pengurus Nahdlatul Ulama,

Para Peserta Musyawarah Nasional Alim Ulama dan para Peserta Konferesi Besar Nahdlatul Ulama Tahun 2012, yang saya muliakan.

 

Pada kesempatan yang baik, dan semoga senantiasa penuh berkah ini, saya mengajak hadirin dan hadirot sekalian, untuk sekali lagi memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas perkenan rahmat dan ridho-Nya kita dapat melanjutkan pelaksanaan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama Tahun 2012 ini. Shalawat dan salam, marilah sama-sama kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikut-pengikut Rasululloh, Insya Allah termasuk kita semua hingga akhir zaman.

 

Pada kesempatan yang membahagiakan ini, atas nama negara dan pemerintah, izinkan saya untuk juga mengucapkan selamat melaksanakan Munas Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama Tahun 2012 ini. Semoga dari Pondok Pesantren Ma'had Tarbiyatul Mubtadiin, Palimanan, Cirebon, lahir pikiran-pikiran bijak dan cerdas. Bukan hanya untuk jajaran PBNU dan Kaum Nahdiyin, bukan hanya untuk masyarakat bangsa dan negara, tetapi juga untuk dunia.

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Saya juga ingin menggunakan kesempatan yang baik ini, untuk mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para ulama dan keluarga besar Nahdlatul Ulama, atas perjuangan yang telah dilakukan sejak kebangkitan nasional pada era kemerdekaan bangsa dan terus berlanjut hingga era pembangunan nasional dewasa ini. Juga kepeloporan dan kegigihan keluarga besar Nahdliyin dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta sasanti Bhinneka Tunggal Ika. Juga, partisipasi dan kontribusi Nahdlatul Ulama dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa, termasuk upaya memajukan dan mensejahterakan kehidupan bangsa Indonesia yang sama-sama kita cintai. Juga, peran dalam membimbing umat, untuk menjalankan kehidupan agama yang benar, seraya berdiri di depan untuk menjaga kerukunan antar-umat beragama, termasuk intra-umat Islam di negeri tercinta ini.

 

Saudara-saudara,

 

Tadi malam, setelah saya dan rombongan dengan kereta api sampai di Cirebon ini, saya mendapatkan penjelasan dari yang mengikuti Musyawarah Nasional dan Alim Ulama, Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama, menyangkut isu-isu fundamental dan masalah-masalah aktual yang dibahas dalam Munas dan Konbes tersebut. Saya juga telah mendapatkan informasi, tentang seperti apa arah, agenda, serta kandungan, dari rekomendasi, yang Alhamdulillah tadi telah diserahkan oleh Ketua Umum PBNU kepada saya, selaku Presiden. Saya akhirnya mengetahui bahwa dalam Musayawarah Nasional dan Konferensi Besar ini, Bapak, Ibu, dan Hadirin sekalian, telah dengan penuh kepedulian bertanggung jawab, dan ikhtiar untuk mencari solusi, membahas berbagai masalah yang dihadapi oleh bangsa ini, oleh negara ini, termasuk yang dihadapi oleh bangsa-bangsa sedunia. Oleh karena itu, mendengar apa yang Bapak, Ibu lakukan dalam Munas dan Konbes ini, saya atas nama negara dan pemerintah mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

 

Oleh karena itu, sambutan saya pada acara yang sungguh penting ini, akan saya bagi dalam dua bagian. Bagian pertama adalah tanggapan saya, terhadap butir-butir kandungan rekomendasi yang telah dihasilkan dalam Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar ini.

 

Sedangkan bagian kedua adalah saya ingin menyampaikan ke hadapan Bapak, Ibu, dan Hadirin sekalian, menyangkut posisi, peran dan ikhtiar Indonesia untuk menanggapi sejumlah isu internasional yang akhir-akhir ini terjadi.

 

Izinkan saya untuk memulai dari yang pertama, yaitu tanggapan saya, terhadap rekomendasi yang telah dihasilkan dalam Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar ini. Secara umum, tadi juga sudah saya sampaikan kepada Kyai Sahal Mahfudz, Kyai Aqil Siradj, dan beberapa sesepuh dan ulama, bahwa secara umum saya menerima dan menyambut baik rekomendasi itu, dan pemerintah akan mengkaji, mempelajari, dan menindaklanjutinya.

 

Dari draf yang saya baca, sebagian dari rekomendasidasi itu sama persis dengan yang dipikirkan pemerintah dan sekarang tengah kita jalankan, berarti pemerintah satu hati dengan Nahdlatul Ulama. Sebagian dari rekomendasi itu, bagi saya sesuatu yang baru, pikiran-pikiran baru, pikiran-pikiran yang cerdas dan setelah saya baca, wajib bagi pemerintah dan siapa pun untuk meresponnya dengan baik. Ada sebagian, sebagian kecil, apa yang direkomendasikan barangkali ada perbedaan persepsi atau data, yang dimiliki oleh Munas dan Konbes dengan yang ada di tangan pemerintah. Namun, secara keseluruhan, sekali lagi, rekomendasi itu positif, konstruktif, dan memang menyangkut masalah-masalah utama yang dihadapi oleh bangsa Indonesia.

 

Saudara-saudara,

 

Bagi pemerintah, rekomendasi itu tentu penting untuk meningkatkan kebijakan dan program-program pemerintah yang kami jalankan. Juga penting di dalam upaya pemerintah untuk menjalankan roda pemerintahan di seluruh tanah air. Ingat, sistem pemerintahan yang berlaku sekarang ini, pada era reformasi dewasa ini, adalah pemerintahan yang menganut desentralisasi dan otonomi daerah. Oleh karena itu, kalau berbicara pemerintah haruslah dimaknai pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan kota dengan jajarannya. Rekomendasi itu, melihat isinya yang baik, relevan, dan kontekstual, saya berharap bisa diteruskan ke semua lembaga negara, termasuk DPR, DPD, dan lembaga negara yang lain, ke jajaran penegak hukum. Penegak hukum sangat penting.

 

Tentu juga patut dibaca oleh para ulama dan pemuka agama, agama apa pun yang ada di tanah air kita ini, juga masyarakat luas, dan jangan lupa juga bagi atau untuk keluarga besar Nahdlatul Ulama sendiri. Struktur dari rekomendasi itu dibagi-bagi, ada bidang politik dan pemerintahan, ada bidang ekonomi, ada bidang pendidikan, ada bidang sosial budaya, dan kemudian bidang internasional. Saya tentu tidak akan merespon keseluruhannya, saya akan respon hal-hal fundamental dan penting di bidang-bidang itu.

 

Di bidang politik dan pemerintahan, saya belum baca teks yang final, tetapi dalam draft dan barangkali muncul dalam diskusi-diskusi, perlunya Majelis Permusyawaratan Rakyat melihat kembali Undang Undang Dasar negara kita yang telah empat kali dilakukan perubahan atau amandemen. Rekomendasi yang saya tangkap adalah perlunya dipikirkan, perubahan yang kelima untuk menata keseluruhan konstitusi kita itu agar tetap sejalan dengan apa yang telah ditetapkan oleh para pendiri Republik dan sesuai tentunya dengan perkembangan zaman yang berlaku ini. Niatnya baik, tujuannya mulia, oleh karena itu, saya merespon selaku Presiden, dengan, pertama, mesti dipikirkan ketika ada pikiran hendak mengubah Undang Undang Dasar, bahwa alasannya sungguh sangat kuat. Karena kita ingin tentunya sebuah Undang Undang Dasar tidak terus mengalami yang disebut dengan bongkar pasang. Manakala  diyakini ada urgensi, ada alasan dan rasional untuk melakukan perubahan Undang Undang Dasar itu maka, diniscayakan diadakannya perubahan Undang Undang Dasar yang berlaku. Sementara itu rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang sejati di negeri ini, ketika ada pikiran untuk melakukan perubahan atas Undang Undang Dasar, mereka semua dengan cara-cara yang baik perlu dilibatkan dan dimintai pandangannya. Pada saatnya, apabila memang ada urgensi dan alasan yang sangat kuat, dan kemudian rakyat kita juga telah dimintai pandangan dan pikiran-pikirannya, dan kemudian memang perlu dilakukan perubahan Undang Undang Dasar itu, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang Undang Dasar, tentu akan melakukan proses perubahan Undang Undang Dasar yang dimaksud. Itulah pandangan saya selaku Presiden.

 

Sedikit saya ingin bercerita, dulu, waktu saya menjadi calon presiden tahun 2004, dalam sebuah pertemuan, ada yang menyampaikan kepada saya. Saudara SBY, anda akan menjadi calon presiden, sanggupkah nanti, kalau sudah jadi Presiden bila diberikan dekrit, dikeluarkan dekrit, untuk kembali ke Undang Undang Dasar 1945 sebelum empat kali dilakukan perubahan atau amandemen. Jawaban saya, dalam  sistem politik  dan  demokrasi sekarang ini, tidak ada lagi ruang bagi seorang Presiden untuk mengeluarkan dekrit, kemudian  kembali ke Undang Undang Dasar sebelum ada perubahan. Namun, kalau ada pikiran-pikiran seperti itu, marilah kita proses sesuai dengan tatanan konstitusional kita, tatanan ketatanegaraan kita. Dengan demikian terjadi kepastian di dalam kehidupan bernegara di Indonesia ini.

 

Yang jelas, selama saya jadi Presiden waktu itu, saya berjanji untuk tidak setiap saat mengubah-ubah Undang Undang Dasar kecuali sangat dipentingkan dan sangat diperlukan, dan memang memiliki urgensi yang luar biasa. Oleh karena itu, Saudara juga tahu, sepanjang lima tahun banyak sekali gerakan yang memaksa dan menekan saya untuk mengeluarkan dekrit. Saya tetap mengacu pada rambu-rambu konstitusi dan tentunya tidak saya lakukan. Tetapi pikiran Nahdlatul Ulama yang tadi itu, terbuka peluang dengan catatan, apa yang saya sampaikan tadi, memang diikuti oleh bangsa ini sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat melakukan tugasnya sesuai dengan amanah konstitusi. Itu yang pertama, di bidang politik dan pemerintahan.

 

Sedangkan yang kedua, sangat mengemuka semangat, dan saya salut, saya berterima kasih, dari keluarga besar Nahdlatul Ulama untuk juga ikut menyukseskan gerakan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Saya sungguh berterima kasih atas tekad dan kepedulian para ulama dan Nahdlatul Ulama. Itu juga tekad kami, tekad saya, tekad pemerintah. Insya Allah, dengan dukungan para ulama, kami akan tetap konsisten dan konsekuen, dalam pemberantasan korupsi  tidak ada istilah tebang pilih, tidak ada istilah pandang.., tidak ada istilah tebang pilih dan pemberantasan korupsi itu tanpa pandang bulu. Dari sekian banyak yang diproses secara hukum, apakah KPK, Kepolisian, Kejaksaan, sebagian dari mereka adalah yang berasal dari sebuah partai politik yang dekat dengan saya. Ada juga sebagian dari mereka, orang-orang yang juga dianggap dekat dengan saya. Saya harus adil, siapa pun yang melaksanakan pemberantasan kejahatan korupsi, hukum harus ditegakkan. Saya berharap yang lain juga begitu. Mari kita dukung penuh KPK, mari kita dorong, dan juga kita dukung Polri, Kejaksaan, jajaran Mahkamah Agung, dan dunia pengacara.

 

Pencegahan dan penindakan korupsi sama pentingnya. Kalau korupsi sudah terjadi, kadang-kadang tidak mudah untuk mengembalikan aset negara yang telah dicuri. Oleh karena itu, pencegahan juga sangat penting. Manakala masih tetap melaksanakan tindak pidana korupsi, maka   hukum harus  ditegakkan.  Satu  lagi,  ada fakta   bukan hanya gejala, bahwa korupsi terjadi sekarang ini justru banyak di daerah. Sebagian dari mereka adalah oknum kader-kader partai politik, banyak partai politik yang terlibat di situ. Sebagian lagi kongkalikong, kolusi antara pemerintah dengan DPR RI, pemerintah daerah dengan DPD RI. Oleh karena itu, mari kita awasi penggunaan APBN dan APBD. Saya menggarisbawahi dua hal itu tentang konstitusi, dan tekad kita bersama untuk memberantas korupsi, dan sekali lagi terima kasih kepada keluarga besar Nahdlatul Ulama.

 

Di bidang ekonomi, mari kita sebagai umat Islam, umat hamba Allah, ketika kita membicarakan ekonomi, kita bersyukur terlebih dahulu. Mengapa? Dunia sekarang ini mencatat, bahwa ekonomi Indonesia memiliki kinerja yang baik. Di tengah-tengah krisis ekonomi global, dunia menilai ekonomi kita selamat, dan tetap tumbuh tinggi. Di antara anggota G-20, tahun lalu ekonomi kita nomor tiga yang pertumbuhannya tinggi, sekarang ada gejala mungkin kita menjadi nomor dua setelah Tiongkok, yang juga mengalami pertumbuhan yang tinggi. Tahun 1998 ekonomi kita hancur, sepuluh tahun kemudian kita menjadi anggota G-20, dan ekonomi kita posisinya adalah nomor lima belas di dunia dari segi pendapatan nasional. Pendapatan nasional dan income per kapita naik. Sementara pengangguran dan kemiskinan terus turun. Perbandingan utang terhadap pendapatan nasional atau GDP itu membaik. Tahun 2004, delapan tahun yang lalu, perbandingan itu 56%, artinya lebih dari separuh pendapatan negara kita harus ditanggungkan untuk membayar utang. Sekarang angka itu turun menjadi 24%, artinya kurang dari seperempat dari pendapatan nasional kita yang harus kita tanggungkan untuk membayar utang. Pertanyaannya, apakah berarti sudah cukup? Saya katakan belum, belum. Ekonomi kita harus sama-sama kita bangun agar makin adil, makin merata di seluruh tanah air. Kemiskinan dan pengangguran harus bisa kita turunkan lagi. Komponen utang luar negeri yang terus menurun harus bisa kita turunkan lagi.

 

Keadaan fiskal kita, APBN kita, APBD kita, juga harus kita jaga. Subsidi yang terlalu besar itu merusak. Subsidi harus tepat sasaran. Warga bangsa yang penghasilannya menengah dan tinggi, tidak adil kalau harus menikmati subsidi. Karena itu, mengurangi jatah untuk rakyat kecil, mereka-mereka yang berpenghasilan rendah. Bisnis sumber daya alam yang telah kita perbaiki, harus kita teruskan dan semua itu ada dalam rekomendasi Saudara. Oleh karena itu, saya merasa bahwa klop. Itulah yang menjadi agenda pemerintah, itulah yang kami jalankan. Saya meminta dukungan dari Saudara semua.

 

Sedangkan kebijakan dan langkah pemerintah menyangkut ekonomi, kami akan terus menjaga di tengah gonjang ganjing perekonomian global, ekonomi kita tidak mengalami krisis sebagaimana  yang terjadi pada tahun 1998 dulu.  Kita akan menjaga pertumbuhan, kita akan tetap mempertahankan strategi empat jalur, yaitu pembangunan ekonomi pro pertumbuhan, pro lapangan pekerjaan, pro pengurangan kemiskinan, dan pro menjaga kelestarian alam.

 

Kita juga ingin menjaga kesehatan fiskal kita, Saudara sudah tahu tadi bahwa dengan ratio utang   terhadap  pendapatan  negara yang rendah,  defisit yang terjaga, tidak seperti negara-negara maju sekarang ini, besar sekali hutangnya, besar sekali defisitnya maka dengan seperti itu, Insya Allah, keadaan fiskal kita akan terjaga. Undang-undang dan regulasi yang Saudara sarankan untuk ditinjau kembali agar lebih adil, terus kita lakukan.

 

Mengenai pajak, saya berterima kasih sekali, ada semangat dari Nahdlatul Ulama yang intinya, yang intinya, pajak itu sumber penerimaan negara. Tahun 2004, kita punya APBN kurang dari 500 triliun. Alhamdulillah tahun ini lebih dari 1600 triliun, 70% lebih dari pajak. Artinya apa? Kalau pembayaran pajak lebih baik lagi, pengelolaan pajak lebih baik lagi, maka APBN kita jauh lebih tinggi, dan itu akan baik untuk membangun negeri ini, membantu saudara-saudara kita yang memerlukan bantuan.

 

Kami juga melakukan renegosiasi kontrak-kontrak yang tidak adil terus berjalan. Kontrak itu terjadi tiga puluh tahun yang lalu, dua puluh tahun yang lalu. Sekarang terasa tidak adil. Inilah yang kita bicarakan kembali dengan cara yang baik agar menjadi adil dan membawa manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat Indonesia. Indonesia juga aktif bekerja sama dengan negara sahabat karena ekonomi kita sudah menjadi satu, tidak mungkin Indonesia mengisolasi diri. Itulah, Alhamdulillah, tahun depan Indonesia akan menjadi Ketua APEC, yaitu kerja sama ekonomi di Asia Pacific. Dengan demikian, Insya Allah dengan kerja sama itu hampir pasti ada manfaat yang dialirkan ke negeri kita untuk menjaga pertumbuhan dan kebangkitan ekonomi nasional.

 

Di bidang pendidikan, saya sudah membaca. Menteri terkait saya minta untuk segera mempelajari rekomendasi ini, utamanya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Keuangan, dan lain-lain, karena banyak yang bisa kita pelajari. Saya setuju, materi akhlak, moral, budi pekerti, dan karakter itu diarus-utamakan dalam pendidikan kita. Saya juga setuju, agar tidak ada campur tangan yang negatif, saya ulangi, campur tangan yang negatif, dari jajaran pejabat pemda dalam urusan sekolah-sekolah di daerah. Saya menerima laporan banyak, dan ini juga menjadi rekomendasi dari Munas dan Konbes ini. Saya juga setuju tentunya dengan pemikiran Saudara-saudara, Bapak, Ibu, untuk meningkatkan mutu pendidikan di tanah air. Apakah pendidikan umum maupun pendidikan agama, dan itulah yang menjadi agenda pemerintah. Saya meminta dukungan dan kerja sama dengan keluarga besar Nahdlatul Ulama.

 

Bidang sosial dan budaya, kalau saya baca, itu harus dibaca oleh semua pihak. Banyak yang harus membaca rekomendasi di bidang sosial budaya ini bukan hanya pemerintah. Yang menyangkut pemerintah akan kami pelajari dan tindak lanjuti. Ada juga yang harus dibaca oleh keluarga besar Nahdliyin sendiri dan tentang pikiran agar pemerintah mengatur bagaimana kehidupan antar-umat beragama, agar tidak terjadi tabrakan terus, konflik horisontal, dan yang lain-lain, ini pikiran yang baik, pikiran yang mulia. Namun demikian, mari kita rumuskan secara hati-hati, jangan sampai dianggap pemerintah mencampuri urusan kegiatan agama, atau dianggap pemerintah menjalankan politik otoritarian. Oleh karena itu, harus tepat, dan justru saya meminta pandangan, dan saran dari para ulama dan Nahdlatul Ulama, seperti apa yang paling baik hubungan, antara agama dengan pemerintah atau negara, dan aturan seperti apa yang bisa kita bikin agar kehidupan bernegara, saya ulangi, kehidupan beragama teduh, penuh kedamaian, ada masalah diselesaikan secara damai, fatwa para ulama didengar, ulama bisa membimbing, mengarahkan ajaran yang benar sesuai dengan aqidah dan ajaran-ajaran yang berlaku. Saya kira seperti itulah yang perlu kita pikirkan secara bersama, dan PBNU saya lihat sudah mantuk-mantuk, mari kita bicarakan untuk kepentingan rakyat kita.

 

Yang terakhir adalah bidang internasional, Saya juga berterima kasih tulus, Saudara-saudara karena ada kepedulian menyangkut apa yang terjadi di dunia ini, terutama yang berkaitan dengan kehidupan beragama, termasuk rekomendasi Saudara. Isu-isu internasional sekarang ini cukup banyak dan semuanya terus terang, telah, sedang, dan akan terus ditangani oleh pemerintah. Saya selaku Presiden, beserta pemerintahan yang saya pimpin akan terus aktif dan bahkan pro aktif untuk ikut serta dalam menangani masalah-masalah internasional itu.

 

Saudara-saudara,

 

Di bagian kedua sambutan saya ini, saya ingin menyampaikan tiga hal berkaitan dengan rekomendasi Saudara, berkaitan dengan apa yang terjadi di dunia sekarang ini, yaitu isu penistaan agama. Yang kedua, apa yang terjadi di Suriah, negara sahabat kita. Dan juga, isu yang berkaitan dengan etnis Rohingya atau muslim Rohingya. Saudara-saudara, saya ingin sampaikan posisi, peran, dan upaya pemerintah Indonesia khususnya menyangkut tiga isu aktual itu. Menyangkut yang disebut dengan isu yang penistaan agama, kali ini yang terus terang dilecehkan dan dinistakan adalah agama Islam, dengan beredarnya sebuah film yang berjudul Innocence of Moslem. Saya dan pemerintah terus terang, telah menyampaikan ketidaksenangan dan kecaman saya atas dibuatnya, dan diedarkannya film seperti itu, yang menurut saya merupakan bentuk pelecehan terhadap sebuah agama. Kalau hal-hal semacam itu terus dibiarkan akan menyulut konflik dan benturan yang luas di seluruh dunia, menimbulkan ketidaktentraman di antara pemeluk-pemeluk agama di dunia ini. Akibat orang yang tidak bertanggung jawab dengan produsennya, maka banyak negara dibikin repot karena ada aksi-aksi kekerasan. Demikian juga warga negara Amerika Serikat atau warga negara barat yang lain, yang sebenarnya juga tidak bersalah ikut menjadi sasaran kekerasan di banyak negara. Bayangkan, perbuatan seperti itu menyusahkan semua, membikin dunia ini menjadi kurang tentram dan kurang damai.

 

Saudara-saudara,

 

Indonesia terus aktif dan peduli. Saudara masih ingat, sekian tahun yang lalu ada karikatur yang dibuat di Denmark yang dianggap tidak senonoh terhadap Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Waktu itu ada juga masalah-masalah gangguan keamanan dan ketertiban. Saya memiliki inisiatif untuk menulis artikel di media internasional, Saya dengan Perdana Menteri Norwegia berinisiatif untuk menyelenggarakan dialog antarmedia, termasuk media barat dan media Islam yang pertama kali dilaksanakan di indonesia. Tujuan saya, haruslah semua saling menghargai, saling menghormati, dan saling memahami sensitivitas yang ada di agama mana pun, bukan hanya Islam, tapi juga agama mana pun. Dengan demikian itu akan membawa kehidupan di seluruh dunia itu lebih tentram. Demikian juga ketika ada isu, ada yang akan membakar kitab suci Al-Quran, kita, saya bersama para pemuka agama, dan semua agama di Indonesia waktu itu bukan hanya Islam, bersama-sama menyerukan, janganlah ada kegiatan seperti itu terjadi di dunia kita.

 

Saudara-saudara,

 

Dengan kejadian seperti ini, dengan masih terjadinya lagi aksi-aksi atau perbuatan yang tidak tepat seperti itu, ke depan dunia harus memiliki komitmen yang sungguh-sungguh untuk mencegah hal-hal seperti ini untuk terjadi lagi. Seluruh pemimpin dunia, negara barat, negara timur, negara Islam, juga harus sangat serius untuk mengelola masalah ini. Kita punya yang disebut Universal Declaration of Human Rights, deklarasi hak-hak asasi manusia sedunia. Kalau kita baca, meskipun bercerita tentang hak dan kebebasan,  ada Pasal 29, Article twenty-nine, yang sebetulnya membatasi penggunaan hak dan kebebasan. Kebebasan tidak boleh dilaksanakan secara absolut di dunia ini, ada batasnya. Manakala itu misalnya terkait dengan moralitas, ketertiban umum, dan lain-lain. Undang Undang Dasar kita pun demikian, di Indonesia juga jangan menggunakan kebebasan secara absolut karena bisa menimbulkan ketidakbaikan, ada batasnya. Ini yang juga harus kita serukan ke masyarakat dunia.

 

Saya menyeru organisasi kerjasama Islam dan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memikirkan sebuah protokol internasional, untuk mencegah hal-hal seperti ini terjadi lagi, terjadi lagi. Indonesia akan aktif, Indonesia siap, sekarang pun kita telah melakukan diplomasi  untuk ikut merumuskan semacam protokol internasional untuk menolak dan mencegah penistaan agama seperti itu di masa depan dari siapa pun, terhadap agama mana pun. Dan masih berkaitan dengan film Innocence of Moslem, saya berterima kasih kepada umat Islam di Indonesia, yang masih terukur di dalam menyampaikan responsnya, ini sungguh perilaku yang islami. Kita tidak ingin memerangi kemungkaran dengan cara-cara yang lebih mungkar. Oleh karena itu, segala sesuatunya tidak boleh melampaui batas, apalagi sampai melanggar hukum, apalagi sampai menyerang dan menjatuhkan korban bagi diplomat. Ingat, kita juga punya duta besar, punya diplomat di negara mana pun, kewajiban Indonesia, kewajiban saya melindungi keselamatan mereka. Oleh karena itu, bagus kalau pada tingkat dunia, semua negara punya tanggung jawab yang sama. Tentu kita sakit, kita terluka dengan tayangan film itu, tetapi sekali lagi marilah dengan cerdas itu, kita respon itu, dan yang penting ke depannya, bagaimana dunia saling belajar hidup berdampingan secara damai, antarkeyakinan, antar-agama, antarbangsa, dengan demikian dunia kita makin teduh dan makin aman.

 

Yang kedua, isu tentang Suriah atau Syria. Terus terang Indonesia menyesalkan tiadanya komitmen yang kuat dari masyarakat dunia untuk mengakhiri tragedi kemanusiaan yang ada di Suriah. Usulan Indonesia jelas, sekarang ini yang penting hentikan dulu kekerasan dan korban jiwa yang terus berjatuhan, anak-anak, kaum perempuan, saudara-saudara kita kaum muslimin dan muslimah. Setelah dihentikan kekerasan dan perang saudara itu, silakan dilanjutkan dengan proses politiknya sesuai dengan kehendak rakyat Suriah, sesuai dengan kehendak atau keinginan bangsa Suriah. PBB, Perserikatan Bangsa-Bangsa harus sungguh berperan, saya telah mengambil inisiatif, beberapa minggu yang lalu sebenarnya saya telah menelepon Sekjen PBB, Ban Ki Moon. Intinya, tolonglah PBB tegas bertindak segera dan menghentikan tragedi kemanusiaan itu.

 

Saya juga telah berbicara dengan Presiden Rusia, Presiden Putin di Los Cabos, karena saya tahu Rusia memegang hak veto dalam Dewan Keamanan PBB, sebagaimana Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Tiongkok atau Republik Rakyat Cina. Saya sampaikan kepada Presiden Putin, tolonglah bersatu, Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan tragedi itu. Saya juga berbicara dengan Menteri Luar Negeri Clinton, Amerika Serikat yang juga memiliki hak veto. Sama pesan saya, tolonglah dihentikan dulu, politiknya nomor dua sesuai dengan keinginan bangsa Suriah. Dan saya sudah menulis surat kepada Lakhdar Brahimi, pengganti Kofi Annan, yang sekarang ditunjuk sebagai utusan khusus PBB dan Liga Arab. Insya Allah, akhir bulan ini saya akan bertemu dengan Bapak Lakhdar Brahimi, saya akan sampaikan pandangan-pandangan Indonesia untuk saudara-saudara kita yang ada di Suriah. Yang penting, hentikanlah tragedi kemanusiaan itu, dan kemudian yang lain baru dilaksanakan kemudian.

 

Saudara-saudara,

 

Itu posisi kita, jelas, tegas, dan kita ingin menjadi solusi dari apa yang terjadi di Syria sekarang ini. Yang terakhir, adalah apa posisi dan peran Indonesia yang berkaitan dengan etnis Rohingya yang ada di Myanmar. Kita prihatin atas tragedi etnis Rohingya yang ada di Myanmar. Sebenarnya Saudara-saudara, itu konflik komunal antara etnis Rohingya dengan etnis Rakhaing. Kebetulan Rohingya beragama Islam dan Rakhaing beragama Budha. Sama dengan dulu konflik di Maluku, Maluku Utara, dan di Poso, seperti itu. Sungguhpun demikian saya sudah menyurati Presiden Myanmar, Presiden Thein Sein, yang intinya saya sangat berharap dan meminta pemerintah Myanmar untuk menyelesaikan konflik komunal secara adil, tuntas, dan tidak diskriminatif. Saya juga menyarankan perlunya dilibatkan organisasi kerja sama Islam termasuk negara-negara Islam, untuk bersama-sama dengan PBB mengatasi masalah-masalah itu, dan saya katakan Indonesia sangat siap untuk  membantu. Respon dari Presiden Myanmar positif, oleh karena itu saya berharap-harap benar-benar itu dijalankan, dengan demikian segera bisa diakhiri. Di dalam negeri, saya menyampaikan kepada semua, kalau ingin memberikan bantuan kemanusiaan, silakan. Silakan untuk menolong saudara-saudara kita. Saya sudah bertemu dengan Pak Jusuf Kalla, Ketua PMI, yang juga datang ke Myanmar untuk bersama-sama PMI, Pemerintah, dan masyarakat luas bisa memberi bantuan kemanusiaan yang tepat.

 

Itulah tiga isu besar pada tingkat dunia yang harus kita lakukan, yang kita jalankan. Dan masih menyangkut tiga hal itu, saya sungguh berharap para pemimpin jajaran Nahdlatul Ulama memberi contoh menjadi pelopor. Marilah menyelesaikan segala sesuatunya dengan sedamai mungkin, tanpa menimbulkan kekerasan apalagi jatuhnya korban jiwa. Itulah cara-cara yang islami. Saya sudah bertukar pikiran dengan PBNU, Kyai Aqil Siradj, beberapa waktu yang lalu, pandangan kita sama. Saya sungguh mengajak NU bergandengan tangan menjalankan tugas mulia bagi dalam negeri maupun di luar negeri agar betul-betul tercipta kerukunan antar-umat beragama. Di dalam negeri barangkali ada isu intra-agama, sesama Islam, mungkin Islam dengan non Islam, selalu ada jalan yang baik, yang mulia, untuk mencari solusi. Ini bangsa, bangsa sendiri, negara, negara sendiri, alangkah mulianya kalau Islam menjadi contoh, dan betul-betul menaburkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

 

Itulah yang saya harapkan Saudara-saudara, dan akhirnya sekali lagi, saya ucapkan terima kasih, telah mengundang saya pada acara yang sangat penting ini, dan juga sekali lagi, saya ucapkan selamat atas pelaksanaan Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar yang berjalan dengan baik ini. Semoga Allah SWT membimbing kita semua, Nahdlatul Ulama, pemerintah, bangsa Indonesia, dan sahabat-sahabat kita di seluruh dunia untuk membangun hari esok yang lebih baik. Sekian.

 

Wassalamu' alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

 

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI