Sambutan Presiden RI pada Peluncuran Buku "Mengawali Integrasi Mengusung Reformasi", 2 Oktober 2012

 
bagikan berita ke :

Selasa, 02 Oktober 2012
Di baca 877 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA

PELUNCURAN BUKU "MENGAWALI INTEGRASI, MENGUSUNG REFORMASI"

DI BALAI KARTINI, JAKARTA

TANGGAL 2 OKTOBER 2012

 

 

 

 

Bismillahirrahmanirrahiim,

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Bapak Try Sutrisno beserta para Sesepuh dan segenap Tamu Undangan, yang saya hormati dan saya muliakan,

 

Kakak-kakak saya, Keluarga Besar Alumni AKABRI tahun 1970, yang saya cintai dan saya banggakan,

 

Alhamdulillah, pada malam hari, dalam suasana yang penuh kekeluargaan ini, kita dapat hadir untuk ikut menyaksikan peluncuran buku yang berjudul "Mengawali Integrasi, Mengusung Reformasi." Atas nama yang hadir pada malam hari ini, saya ucapkan selamat atas peluncuran buku yang memiliki makna sejarah yang penting ini. Saya juga berterima kasih atas undangan yang diberikan kepada saya dan juga undangan lain pada acara yang istimewa ini.

 

Benar, sebagaimana yang disampaikan oleh Bang Luhut, Jenderal Luhut Panjaitan tadi, bahwa pemberitahuan kepada saya baru beberapa hari yang lalu, melewati operasi khusus, Pak Agus Wijoyo, dan saya katakan kepada beliau: Pak Agus, kalau yang mengundang Pokdo, tidak berani saya tidak datang. Ini Pak Marzuki Ali dan Pak Mahfud, pokdo itu kelompok komando. Jadi beliau-beliau waktu di akademi adalah senior saya, kelompok komando saya, yang membimbing, mengasuh, dan sekaligus menghukum. Itulah.

 

Saya ingat waktu bertugas pertama kali di jajaran Kostrad Brigif Linud 17 Kujang 1 di Bandung, saya sebagai Danton, para Komandan Kompi, Kepala Staf di tingkat Batalyon adalah Angkatan 70. Saya masih ingat Danpi saya Bapak T.B. Sitorus, kemudian tentu banyak sekali ada Pak Dadang Usman, ada Pak Sucipto Budi Utomo, tentu ada Pak Agus Wijoyo, ada Pak Fachrur, dan sebagainya. Beliau semualah yang ikut mengasuh, membesarkan, dan membimbing kami semua, yunior-yunior beliau pada waktu itu.

 

Saya sependapat dengan Pak Luhut Panjaitan, barangkali diundang pada malam hari ini, lebih dalam kapasitas saya sesama alumni AKABRI, sesama perwira yang cukup lama bertugas di lingkungan TNI, juga sesama pelaku reformasi, saya mendapatkan mandat dari Pak Wiranto waktu itu, untuk bersama-sama, baik kakak, sahabat maupun adik-adik untuk ikut menetapkan cetak biru dan konsep dari reformasi yang kemudian kita jalankan awalnya pada tahun 1998 dan 1999. Dan tentunya sebagai Kepala Negara yang sedang mengemban amanah rakyat sekarang ini, saya mengucapkan terima kasih dan mudah-mudahan sambutan yang akan saya sampaikan pada malam hari ini sesuai dengan hajat silaturahim malam hari ini sekaligus mengait kepada tema buku perihal integrasi dan juga reformasi. Saya juga bersyukur dan berterima kasih hadir, para sesepuh, baik Sesepuh TNI maupun Sesepuh Akademi TNI dan Polri, baik itu AKABRI Darat, AKABRI Laut, AKABRI Udara, maupun AKABRI Kepolisian pada waktu itu.

 

Bapak, Ibu, Hadirin sekalian yang saya hormati,

 

Tentu saya ingin menyampaikan penghargaan dan pujian atas inisiatif dari Keluarga Besar Angkatan 70 yang menghadirkan dan menerbitkan buku dengan dua tema utama tadi, seputar perjalanan serta dinamika integrasi akademi di jajaran TNI dan Polri, dan kemudian juga berkaitan dengan tugas dan proses sejarah reformasi, baik reformasi internal TNI, Polri, maupun reformasi nasional, di mana Angkatan 70 juga menjadi bagian dari proses yang amat penting itu.

 

Yang kedua tentunya, ucapan terima kasih dan penghargaan saya, juga saya sampaikan mengait apa yang tengah dilakukan oleh Keluarga Besar Angkatan 70, yang menghadirkan kita semua, lintas akademi, ulangi, lintas angkatan, dari akademi dan juga lintas generasi. Sesuatu yang patut kita puji di tengah-tengah, terkadang kita berjarak satu sama lain sekarang ini dalam dinamika demokrasi dan politik yang berlaku sekarang ini. Tentu ini, Pak Luhut, Pak Agus, dan para kakak-kakak saya Angkatan 70, inisiatif yang mulia dan semoga menjadi contoh bahwa meskipun kita berbeda posisi dalam politik tapi tetap menjaga tali silaturahim persaudaraan dan persahabatan kita.

 

Saya akan menyampaikan pandangan, pengalaman, dan testimoni saya secara singkat untuk melengkapi karya yang dihasilkan oleh Alumni AKABRI 70. Meskipun tetap saya akan arahkan yang berkaitan dengan integrasi dan juga reformasi. Saya juga ingin dari jejak integrasi di lingkungan Akademi TNI dan Polri di waktu itu, sekarang dan ke depan, bisa disumbangkan untuk sebuah integrasi dalam dimensi dan dalam cakupan yang lebih luas lagi, persatuan, kebersamaan, dan persaudaraan di antara sesama bangsa Indonesia. Menyangkut reformasi, saya juga ingin mendorong, mengajak untuk melanjutkan reformasi. Barangkali dulu, pada lingkup TNI dan Polri, dan dalam keadaan atau circumstances waktu itu, kini telah berubah. Tetapi jiwa, semangat untuk sebuah perubahan ke arah yang lebih baik tentunya perlu terus kita jalankan. Sungguh pun demikian, sebelum saya memasuki dua pandangan dan testimoni saya sebagai salah satu pelaku dari integrasi TNI pada awal tahun 70-an, tentu angkatan saya, dan juga sekaligus dalam melaksanakan reformasi beberapa tahun yang lalu.

 

Marilah kita sejenak, Hadirin yang saya hormati, mengenang kembali, menyegarkan ingatan kita tentang Akademi Militer dengan segala dinamika dan kehidupannya. Saya kira semua setuju, karena kita semua mengalami waktu itu, bahwa almamater Akademi Militer dalam arti yang luas, sekaligus kehidupannya, itu adalah sebuah melting pot karena kita bertemu dari berbagai sumber dan indentitas. Di situ juga terjadi proses akulturasi dari berbagai suku, agama, etnis, yang kemudian bertemu di Lembah Tidar untuk sebuah cita-cita yang luhur dan mulia.

 

Kita masih ingat, kalau di luar barangkali dianggap tabu, atau mudah tersinggung kita mengeluarkan joke-joke yang menyangkut suku atau daerah tetapi ketika kita bersatu di akademi, tidak ada yang tersinggung dan menganggap itu sebagai kekayaan kehidupan bangsa kita. Oleh karena itu, sesungguhnya kebersamaan Taruna Akademi Militer di Lembah Tidar itu adalah pertama kali kita dibangunkan jiwa Bhinneka Tunggal Ika yang tentunya masih relevan bagi kehidupan bangsa kita sekarang dan ke depan.

 

Hal lain yang ingin saya sampaikan, masih berkaitan dengan awal pembentukan nilai, karakter, dan tradisi kemiliteran yang kita jalani bersama pada waktu itu. Sering dikenal bahwa semboyan Taruna Akademi Militer itu adalah duty, honor, country.  Sebenarnya itu juga kita terapkan dengan pengertian, tugas untuk negara adalah kehormatan dan itu di atas segalanya. Kita tanamkan nilai-nilai dari Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan bahkan Himne Taruna yang tadi kita nyanyikan. Kita juga diperkenalkan tentang hierarki militer, juga jiwa karsa yang menjadi kekuatan kehidupan di lingkungan militer. Di samping itu, kita masih ingat bahwa sebagaimana dituturkan oleh para pengasuh kita, para mantan Gubernur Akademi Militer waktu itu, bahwa mulai AKABRI pertama sudah dikenalkan kurikulum baru yang diharapkan bisa merespon perkembangan zaman. Di samping ada materi yang bersifat militer, knowledge, and science, and skill, juga diperkenalkan materi nonmiliter, baik yang berkaitan dengan aspek pembangunan bangsa waktu itu, maupun bekal-bekal lain di dalam mempersiapkan kita semua untuk juga ikut berkontribusi dalam hubungan internasional.

 

Bapak, Ibu, dan Hadirin sekalian,

 

Integrasi yang berlangsung satu tahun pertama masa akademi kita, ditambah integrasi taruna, wreda atau Latsitarda, dampaknya sangat kita rasakan. Hasilnya sangat nyata. Di lapangan tugas, apakah di basis ataupun di daerah operasi kita bisa mudah sekali untuk bekerja sama akibat integrasi itu. Ketika saya mendengar integrasi itu sudah tidak ada lagi, maka dalam kapasitas saya sebagai pimpinan tertinggi, dalam arti, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Pasal 10, Presiden adalah Pemegang Kekuasaan Tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, maka saya minta Panglima TNI, para Kepala Staf Angkatan untuk mengembalikan lagi tahun pertama itu adalah tahun integrasi tanpa mengorbankan kepentingan akademi masing-masing dan kemudian bulan terakhir adalah masa sitarda. Alhamdulillah, sejak dua tahun yang lalu, sudah dilakukan pengintegrasian Taruna Akademi Militer, Kadep Akademi Angkatan Laut, dan Karbol Akademi Angkatan Udara.

 

Hadirin yang saya hormati,

 

Saya juga ingin mengajak untuk sedikit melakukan kilas balik, ini malam nostalgia, malam kangen-kangenan, dan malam untuk membangkitkan semangat untuk melangkah ke depan. AKABRI Angkatan Pertama sampai dengan Angkatan ke-5 memiliki lingkup penugasan yang kurang lebih sama. Pertama-tama adalah melaksanakan tugas pertempuran, utamanya di daerah operasi Timor Timur. Sebuah medan yang banyak sekali memberikan pelajaran pada generasi AKABRI pertama sampai dengan yang kelima, meskipun akhirnya berlanjut dalam bentuk peperangan yang lain. Demikian juga tugas keamanan dalam negeri di Aceh, di Papua, dan di tempat-tempat yang lain. Saya berani mengatakan bahwa periode itu periode yang menentukan karena kami, mulai dari kakak-kakak Angkatan 70 adalah Komandan Kompi dan Komandan Pleton. Bertempur di paling depan, dengan demikian tentu memiliki risiko yang tinggi dan juga pengalaman memimpin di lapangan yang sangat berharga.

 

Peran dan tugas berikutnya lagi, setelah itu adalah ikut melaksanakan modernisasi dan pembangunan kekuatan. Kita masih ingat, doktrin kita kembangkan, petunjuk-petunjuk lapangan atau field manual kita tata kembali, pendidikan, baik dalam maupun luar negeri digalakkan, latihan gabungan, joint exercise, ataupun latihan bersama dengan negara sahabat, combined exercise, juga dilakukan termasuk modernisasi alutsista generasi pertama waktu itu. Peran dan tugas yang lain adalah ketika generasi AKABRI pertama sampai kelima memasuki masa Kolonel dan Perwira Tinggi, terjadilah transisi politik dan demokratisasi di negeri kita. Kita masih ingat saat satu titik dalam sejarah kita, ABRI dihujat, disalahkan, dan dilecehkan, seolah-olah memiliki dosa dalam proses nation building, dalam proses pengembangan demokrasi di Tanah Air itu. Oleh karena itulah dulu kita berjuang, kita menjelaskan selaku, di samping kita memang mengakui ada sejumlah hal yang sebetulnya tidak perlu kita lakukan. Tetapi kita menjelaskan kepada publik, saya masih ingat, kembali mendapatkan tugas dari Panglima ABRI waktu itu, untuk keliling kampus, kampus-kampus utama, menjelaskan peran TNI, peran Polri, sehingga menjadi lebih jernih bahwa ABRI juga memiliki peran besar dalam sejarah di negeri ini, di samping barangkali, sebagaimana semua lembaga, juga diperlukan koreksi-koreksi atas peran yang tidak tepat.

 

Kemudian kita melaksanakan reformasi, baik reformasi internal TNI, Polri, dan kita juga menyumbang pada reformasi nasional. Waktu itu masih ada fraksi ABRI di DPR RI dan di MPR RI. Saya harus mengatakan pada malam hari ini, bahwa tidak benar apabila ABRI dianggap tidak punya andil dalam reformasi yang dijalankan di negeri kita ini. Saya yakin, meskipun peran kita berbeda dengan peran tokoh reformasi seperti Pak Amien Rais dan para reformis yang lain, mahasiswa. Tapi sesungguhnya dengan cara-cara yang tepat, kita juga menjadi bagian dari perubahan. Itu sejarah, dan saya sudah meminta waktu itu Panglima TNI, Jenderal TNI Joko Santoso untuk menulis sejarah reformasi itu, khususnya peran TNI dan Polri dalam proses reformasi yang dilaksanakan di negeri kita.

 

Beberapa saat yang lalu, Bapak Ibu, Saudara-saudara, saya sempat bertukar pikiran dengan Presiden Obama, dan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton, karena sedang membicarakan bagaimana proses reformasi yang ada di Mesir. Saya katakan kepada dua pejabat dari negara sahabat itu, proses reformasi di Mesir akan sangat ditentukan oleh peran militer di sana. Dulu di Indonesia, sebelum TNI, baca: ABRI, ikut menjadi bagian dalam reformasi nasional, kami telah melakukan reformasi internal terlebih dahulu. Dengan telah mengubah diri, maka kaum sipil menerima kehadiran kami dan akhirnya, ABRI, yang sudah berubah menjadi TNI dan Polri juga menjalankan secara aktif proses reformasi di negeri kita.

 

Demikian juga minggu lalu, saya bertemu dengan Presiden Mesir, Presiden Mohammed Mursi, saya juga berikan dorongan dan dukungan sambil kita berbagi pengalaman. Adalah beberapa kali saya bertemu dengan Presiden Myanmar, termasuk para perdana menteri karena kita bertukar pikiran bagaimana transisi demokrasi yang terjadi di Indonesia. Tanpa menggurui saya memberikan pandangan-pandangan bahwa kaum militer harus dilibatkan dan harus menjadi bagian aktif dalam sebuah perubahan di sebuah negara karena manakala militer juga ikut dalam reformasi itu, maka demokrasi akan dikembangkan, hak-hak asasi manusia akan dihormati, tetapi militer peka untuk menjaga persatuan, menjaga stabilitas, dan menjaga kebersatuan, ulangi, kebersamaan, dari bangsa yang sedang mengalami perubahan itu.

 

Zaman terus bergeser, angkatan AKABRI, terus melangkah ke depan, sampailah pada masa ketika AKABRI 70, 71, 72, 73, 74, sudah menjadi Perwira Tinggi Senior, dan sebagian sudah memasuki masa purnawirawan. Begitulah kita, sekarang juga terjadi, kita menganut demokrasi multpartai. Sangat berbeda dengan rezim atau situasi politik sebelum-sebelumnya. Di antara kita, banyak yang bergabung dan berjuang di partai-partai politik. Di antara kita, juga aktif bahkan mendirikan partai politik. Di tengah-tengah yang, istilah saya adalah era surplus kebebasan, saya mendengarkan di antara kita saling mengkritisi satu sama lain termasuk mengkritisi presiden dan pemerintahan. Itu semua diniscayakan dalam kehidupan demokrasi. Tidak ada yang tidak wajar, semuanya wajar, tentu dengan harapan semuanya itu dijalankan dalam koridor demokrasi, tetap menghormati etika dan moralitas politik, dan tidak bersentuhan dengan masalah-masalah hukum bagi jalannya kehidupan bernegara, bagi pelaksanaan tugas pemerintah yang sah.

 

Hadirin yang saya hormati,

 

Sekarang, bagian akhir dari sambutan saya ini, saya juga ingin menyampaikan harapan saya, baik sebagai sesama alumni AKABRI maupun dalam kapasitas saya sebagai Kepala Negara. Bagi rekan-rekan, bagi kakak-kakak atau adik-adik yang masuk dalam partai politik, dan sekarang berpolitik praktis, saya berharap ikut menyebarkan energi positif, ikut menyebarkan tradisi-tradisi politik yang baik, ikut menjadi pelopor untuk berkompetisi secara sehat, tetap menjaga persahabatan, dan tentunya menjauhi politik yang menghalalkan segala cara. Itu adalah kode etik yang tertanam dalam jiwa kita. Dulu, Sapta Marga, Sumpah Prajurit, termasuk Himne Taruna yang tadi sama-sama kita nyanyikan. Harapan yang lain dan bukan hanya Angkatan 70, tapi sejatinya juga untuk kita semua, adalah dewasa ini Indonesia berada dalam masa transformasi. Bukan hanya reformasi, bukan hanya demokratisasi, bukan hanya pembangunan ekonomi pascakrisis, tapi sebuah transformasi. Oleh karena itu, kita semua harus bisa menyesuaikan, kita harus adaptif terhadap perubahan zaman. Tentu kita tidak ingin menjadi seperti dinosaurus. Ketika zaman sudah berubah, kita tidak bisa berubah. Oleh karena itulah, kemampuan beradaptasi adalah mencirikan kita semua, bahwa kita juga bisa terus mengabdi, berbakti, dan berkontribusi sesuai dengan panggilan tugas dan tantangan zaman.

 

Saya juga berharap, kakak-kakak dan rekan-rekan, untuk kita terus berperan dalam proses reformasi dan transformasi ini. Reformasi tiada lain adalah perubahan dan kesinambungan, change and continuity. Reformasi bukan revolusi. Itu pilihan kita. Dan ingat, pada bulan Maret 1998, ketika fraksi ABRI harus tampil, dan saya ditunjuk sebagai juru bicara waktu itu, pertama kali kita menggunakan istilah reformasi. Reformasi itu haruslah sesuatu yang punya arah yang jelas, dilaksanakan secara konseptual. Proses yang gradual, tidak berarti lambat, menjadi kesepakatan bersama, dan dikelola dengan baik. Banyak negara di dunia ini yang berhasil menjalankan reformasinya karena tatanan seperti itu. Reformasi Tiongkok, sejak mendiang Deng Xiaoping, 30 tahun, bertahap, sampailah pada keadaan Tiongkok seperti ini. Dalam agama Islam, hijrah Rasulullah dulu memimpin perkembangan peradaban dari abad jahiliyah ke abad cahaya yang penuh dengan keimanan, juga proses panjang, lebih dari 20 tahun. Itulah hakikat transformasi. Dan tentunya, kita berharap kita semua masih bisa menjadi bagian dalam proses besar itu. Saya juga berharap, kita bisa memelihara kebersamaan dan persaudaraan di antara kita, sekali lagi, apa pun posisi politiknya.

 

Tidakkah sudah tertanam di hati kita, sebagaimana yang saya sampaikan tadi, jiwa Bhinneka Tunggal Ika? Bagi yang bergerak di bidang bisnis, saya kira banyak yang sukses dalam hal ini, karena seperti yang saya sampaikan ketika saya memberi ceramah tentang leadership di depan HIPMI, biasanya orang yang sukses di bidang militer itu juga akan sukses di bidang bisnis, dan sukses di bidang politik. Tiga wilayah itu sama. Domain-nya adalah domain mengenali masalah, membangun opsi, memutuskan, menjalankan, responsible kalau ada perubahan, bisa mengelola sumber daya, bisa memperkirakan, dan seterusnya. Apabila, strategi, taktik, dan cara-cara seperti itu diterapkan di dunia militer, dunia bisnis, ataupun dunia politik, insya Allah, itu akan berhasil. Saya tidak harus menghubungkan dengan Pemilihan Umum tahun 2014 nanti, tetapi kader-kader TNI, siapa pun nanti, tentu dengan pengalaman yang dimiliki, juga patut diperhitungkan. Di samping tentunya, mitra-mitra kita dari kalangan sipil. Yang penting, saya juga ikut berdoa, Pak Luhut, siapa pun yang memimpin di tahun 2014 nanti, lebih baik, bisa lebih baik dari saya, bisa lebih berhasil, dan bisa meneruskan apa yang sudah kita lakukan. Siapa pun harus kita dukung, harus kita dukung. Tantangan, permasalahan, dan tugas yang dihadapi oleh seorang presiden di era transformasi ini sudah cukup berat. Oleh karena itu, akan lebih mulia dan pahalanya juga akan tinggi kalau dibantu dan disukseskan, dan kemudian begitu seterusnya, presiden-presiden mendatang dan juga pemerintahan-pemerintahan yang akan dipimpinnya.

 

Bagi yang bergerak di bidang bisnis tadi, saya kembali ke topik, saya mengajak untuk ikut membangun ekonomi kita, momentum kita miliki. Saya baru kembali dari New York, dari Vladivostok untuk APEC, dari Los Cabos untuk G-20. Makin banyak yang ingin bekerja sama dengan Indonesia sekarang ini. Mengapa? Mereka tahu, kita punya prospek. Consuming class sekarang ini jumlahnya 45 juta. Insya Allah pada tahun 2030 akan menjadi 135 juta. Mereka memerlukan barang dan jasa yang lebih besar lagi dan itu opportunity, business opportunity. Sebagai contoh, McKinsey mengeluarkan report, baru beberapa minggu yang lalu. Sekarang, total investment yang diperlukan setengah trilyun dolar Amerika Serikat. Tahun 2030 akan menjadi US$ 1,8 trilyun. Artinya apa? Kalau kita benahi semua kekurangan di negeri ini, masih banyak kekurangan kita, apakah itu masalah birokrasi, masalah pemberantasan korupsi, masalah infrastruktur, masalah ekses dari otonomi daerah, dan lain-lain. Manakala itu kita perbaiki bersama-sama, di tahun-tahun mendatang, sementara potensi kita gali, kita kembangkan, dengan strategi yang benar, saya yakin apa yang diramalkan oleh dunia bahwa tahun 2030, 2040, kita akan menjadi leading economy di dunia itu akan terjadi seperti itu. Saya mengajak semuanya, marilah kita sukseskan. Kalau berbisnis jalankan best practices demi kita semua, kemudian jangan lupa membantu kawan, tentunya bukan hanya Angkatan 70, tapi angkatan lain yang juga memerlukan bantuan dari yang sukses, dari para pebisnis kita.

 

Bapak, Ibu, dan Hadirin sekalian,

 

Mari kita jaga kasih sayang, keutuhan, dan kerukunan dimulai dari keluarga, dari our family, meluas sampai kepada tingkat kehidupan bangsa. Marilah kita terus berbakti dan mengabdi kepada negara. Kita semua tahu pengabdian tidak mengenal batas akhir, old soldiers never die, they just only fade away. Bahkan ada yang mengatakan kalau usia kita sekarang sudah di atas 60, mungkin sebagian di atas 70, dulu ada isitilah life begins at 40, now kita bisa mengatakan 60 is still young. Benar, meskipun postur kita PEPABRI, semangat harus AKABRI.

 

Dan, akhirnya sebagai penutup, khusus kepada kakak-kakak alumni Angkatan 70, terima kasih atas pengabdiannya yang diberikan kepada bangsa dan negara. Terima kasih. Yang telah membimbing adik-adik alumni 70, termasuk saya, menjadi perwira yang diharapkan bisa melanjutkan kepemimpinan, baik di jajaran TNI maupun pada tingkat nasional. Sampaikan salam saya kepada seluruh keluarga besar Angkatan 70 yang tidak bisa hadir pada malam hari ini, dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, selalu melindungi kita semua, baik sekarang maupun ke depan, karena sekali lagi, panggilan tugas masih menanti untuk melanjutkan pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa, dan negara yang sama-sama kita cintai. Terima kasih.

 

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI