Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Konsultasi Nasional Pembangunan Pasca 2015, 20 Februari 2013

 
bagikan berita ke :

Rabu, 20 Februari 2013
Di baca 754 kali

 

SAMBUTAN 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA PEMBUKAAN

KONSULTASI NASIONAL PEMBANGUNAN PASCA 2015:

TANTANGAN, VISI DAN AGENDA

DI ISTANA NEGARA, JAKARTA

PADA TANGGAL 20 FEBRUARI 2013

(SAMBUTAN YANG DIBAGIKAN KEPADA PESERTA)

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam sejahtera untuk kita semua.

 

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II,

Yang saya hormati dan banggakan Ketua dan Jajaran Komite Nasional Agenda Pembangunan Pasca 2015,

Yang saya hormati peserta Konsultasi Nasional sekalian yang saya muliakan.

 

Marilah kita bersama-sama, sekali lagi, memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kepada kita masih diberi kesempatan, kekuatan, dan insya Allah kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan pengabdian kita kepada rakyat, bangsa, dan negara tercinta.

Kita juga bersyukur, pada hari yang membahagiakan dan insya Allah penuh berkah ini, kita dapat menghadiri Pembukaan Konsultasi Nasional Pembangunan Pasca 2015.

Pada kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada saudara Ketua dan jajaran Komite Nasional Pasca 2015. Saudara-saudara telah bekerja keras, tidak hanya untuk merancang dan menyiapkan acara Konsultasi Nasional ini, tetapi lebih dari itu untuk mendukung mandat yang dipercayakan oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon kepada saya, sebagai salah satu Ketua Bersama Panel Tingkat Tinggi para Tokoh Terkemuka (High Level Panel of Eminent Persons).

Sebagaimana saudara-saudara ketahui, saya bersama dengan Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf diberi amanah untuk memikirkan agenda pembangunan pasca 2015, yakni pasca berakhirnya Millennium Development Goals.

 

 

Saudara-saudara,

Mengapa kita berkepentingan untuk memikirkan pembangunan dunia pasca 2015?

Sebagaimana kita alami bersama, kompleksitas dan tantangan pembangunan dunia di masa depan semakin tinggi. Di satu sisi, kita patut bersyukur menyaksikan derap kemajuan dalam berbagai bidang, khususnya di bidang ekonomi, teknologi, dan dinamika politik yang semakin demokratis dan transparan. Namun di sisi lain daya dukung bumi yang kita diami, terus berkurang. Daya dukung bumi semakin hari semakin mengkhawatirkan, akibat dari sumber daya alam dan lingkungan yang rusak karena eksplorasi berlebihan, pola produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan, serta jumlah penduduk bumi yang terus bertambah.

Tidak hanya itu, kemiskinan di berbagai negara  belum berkurang, dan muncul dalam banyak wajah ketidakberdayaan. Ini  merupakan  kesenjangan yang tidak hanya menjadi masalah di negara-negara miskin, tetapi juga di negara-negara berkembang dan maju.  

Kemiskinan memang telah menjadi fokus agenda pembangunan global. Untuk tujuan  itulah ditetapkan Millennium Development Goals (MDGs) yang akan segera berakhir pada tahun 2015. MDGs menjadi upaya bersama untuk memastikan inklusi sosial dan keberlanjutan lingkungan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya mengatasi kemiskinan. Meskipun menuai sukses di berbagai aspek, MDGs masih belum berhasil mengatasi semua isu seputar kemiskinan. Beberapa isu penting, seperti perdamaian dan keamanan terabaikan. Sementara isu lain, seperti penyediaan lapangan kerja dan kesenjangan, tidak tertangani secara memadai. MDGs juga dirasa kurang mampu menjawab akar persoalan pembangunan berkelanjutan, dan mengurai penyebab kemiskinan, karena MDGs menekankan upaya pencapaian target, lebih daripada prosesnya.

 

 

Saudara-saudara,

MDGs sesungguhnya merupakan alat penggerak yang sukses di tingkat global dan nasional karena sederhana, jelas, dan menarik. Batas waku dan target yang terukur, telah membantu memusatkan perhatian dan mengarahkan sumber daya agar berdampak paling luas. Namun, dunia sudah lebih kompleks ketimbang dulu diperkirakan pada saat MDGs dirumuskan.

Menanggapi persoalan ini, muncul kesadaran perlunya menata arah dan tujuan pembangunan global di masa depan, dengan berpijak pada upaya-upaya yang telah dimulai. Hal ini ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal PBB, yang telah menunjuk dan meminta Panel Tingkat Tinggi Tokoh Terkemuka (High Level Panel of Eminent Persons, HLPEP), untuk menyiapkan rekomendasi tentang visi dan bentuk agenda pembangunan pasca 2015, yang akan membantu menanggapi tantangan-tantangan global abad ke-21, dengan melanjutkan apa yang sudah dimulai dengan MDGs, dan dengan arah untuk mengakhiri kemiskinan.

Panel ini diharapkan dapat memberikan kepemimpinan politik dalam merumuskan prioritas yang tajam, sekaligus transformatif terhadap agenda pembangunan di masa depan. Agenda pembangunan ini harus relevan bagi semua negara, mengintegrasikan dimensi-dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan, dalam mencapai sasaran-sasarannya. Dengan kata lain, universalitas dan keberlanjutan adalah kuncinya. Agenda global ini tidak hanya harus seimbang, tetapi juga memberi arah pada agenda pembangunan nasional. Agenda global ini sedapat mungkin konkrit, terukur, terikat waktu, dan dapat  dikomunikasikan secara bernas kepada semua pihak.

 

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan.

Dalam merumuskan agenda pembangunan pasca 2015, dalam pandangan saya, ada tiga hal penting yang perlu dijadikan pertimbangan.

Pertama, pengalaman. Lewat MDGs kita tahu mana yang berhasil, mana yang bermakna, mana yang tidak berhasil, dan mana yang tak tercakup namun penting.

Kedua, lansekap pembangunan telah berubah drastis. Di satu sisi, negara berkembang saat ini telah  menjadi mesin pertumbuhan dunia; di sisi lain geografi kemiskinan menunjukkan, bahwa sejumlah besar warga dunia yang tergolong miskin juga  berada di negara berpenghasilan menengah. Selain itu, di negara maju, konflik dan ketegangan sosial yang dipicu kesenjangan, muncul sebagai wajah kemiskinan yang baru.

Ketiga, kerangka kerja. Kita memerlukan sebuah kerangka kerja yang mampu menjawab tantangan dan peluang saat ini dan di masa depan. Masa depan memiliki kompleksitas masalah yang semakin rumit, antara lain: pada tahun 2050 mendatang,  dunia akan dihuni oleh sembilan miliar penduduk, yang sebagian besar akan saling terhubung;  tidak lestarinya pola produksi dan konsumsi; makin besarnya dampak perubahan iklim, dan sekaligus kerentanan terhadap goncangan (ekonomi maupun natural);  menipisnya sumber daya alam dan makin lebarnya kesenjangan.

 

 

Hadirin sekalian yang saya hormati,

Kompleksitas persoalan dunia di masa depan yang saya kemukakan tadi, menjadi tantangan dan  harus ditanggapi secara serius melalui agenda pembangunan global pasca 2015. Hal itu tentu  menuntut cara pandang dan cara pikir baru, dari semua pihak atau pemangku-kepentingan (stake-holder). Di jantung paradigma ini adalah perubahan pemahaman dan praktik, bahwa pembangunan bukanlah desain ‘dari atas’ yang diimplementasikan ‘di bawah’ (top-down), melainkan pembangunan haruslah sebuah proses partisipatif yang bersifat ‘bottom-up’.

Dalam kaitan itu, terdapat dua implikasi inti.

Pertama, implikasi pergeseran paradigma  dalam memandang kemiskinan secara mendasar. Justru karena kemiskinan saat ini menjadi kompleks dan multidimensi---seiring dengan makin kompleksnya dunia--maka kemiskinan tidak dapat diatasi hanya dengan paradigma dan praktik lama, seperti pinjaman dan dana bantuan pembangunan, untuk mengentaskan warga dari kemiskinan.

Untuk itu, diperlukan  cara pandang dan pendekatan baru untuk memusatkan upaya menjawab persoalan kemiskinan ini, dengan melibatkan subyek, yakni orang miskin itu sendiri, dan membangun kapasitasnya agar makin berdaya dan bisa meninggalkan kemiskinan. Dengan kata lain, dari pendekatan ‘poverty alleviation’, menuju, atau dilengkapi dengan,‘leaving poverty behind’.

Pergeseran paradigma ini membantu upaya merumuskan agenda pembangunan global pasca 2015, baik untuk mengidentifikasi isu-isu lain yang terkait secara langsung maupun yang mempengaruhi intensitas kemiskinan.  Misalnya dari ketahanan pangan hingga kelestarian lingkungan; ataupun dari pendidikan hingga penyediaan lapangan.

Kedua, konsekuen pada substansi agenda pasca 2015 dan kerangka implementasinya. Pergeseran paradigma ini memiliki konsekuensi luas dalam merumuskan substansi agenda pembangunan pasca 2015, jika apa yang ingin dicapai itu sungguh mendalam, mendasar, dan substansial, dan bukan sekedar upaya mencari konsensus. Menimbang perkembangan pembangunan global dan kecenderungannya hingga saat ini, gagasan ‘pertumbuhan berkesinambungan secara berkeadilan--- sustainable growth with equity --- layak diajukan sebagai prinsip penuntun, ketika merumuskan substansi agenda pembangunan global masa depan ini.

Aspek keadilan itu pula yang membawa konsekuensi langsung pada cara pandang tentang tata kelola sumberdaya pembangunan---governance of developmental resources---seperti keuangan, budaya, dan teknologi. Sumberdaya pembangunan perlu dikelola di tingkat global, dengan menempatkan kepentingan negara-negara miskin dan berkembang, bukan sekedar kepentingan negara maju, sebagai fokusnya.

Perubahan tata kelola semacam ini akan berdampak secara serius pada sistem, cara, pendekatan, dan kerangka, seperti arsitektur finansial, paten, dan hak cipta. Hal-hal ini akan sangat mempengaruhi penyusunan agenda pembangunan pasca 2015, khususnya dalam membangun kerangka kerjasama global---global partnership---dan pemilihan serta penentuan sarana-sarana implementasi---means of implementation---yang terkait.

 

 

Saudara-saudara,

Untuk mempersiapkan kerangka pembangunan bagi dunia pasca-2015, telah diagendakan serangkaian pertemuan HLPEP. Dari tiga pertemuan yang direncanakan untuk membahas substansi kerangka pembangunan pasca-2015, dua diantaranya sudah diselenggarakan di London pada bulan November 2012 dan di Monrovia, Liberia pada 30 Januari sampai 1 Februari lalu. Pertemuan selanjutnya akan dilaksanakan di Bali pada bulan Maret yang akan datang. Di luar tiga pertemuan substantif itu, terdapat pertemuan pembuka dan pertemuan akhir, yang keduanya dilaksanakan di New York, Amerika Serikat.

Untuk pertemuan-pertemuan yang membahas substansi, terdapat titik tekan tematik tertentu. Pertemuan di London meletakkan visi bersama berkaitan dengan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan, disertai pengajuan sederet pertanyaan penuntun atau framing questions, yang akan membentuk sebuah kerangka pembangunan di masa datang. Adapun pertemuan di Monrovia menyepakati bahwa kesejahteraan yang berkesinambungan memerlukan transformasi ekonomi. Untuk tujuan itu, diperlukan penunjang atau building blocks di tingkat nasional.

Di Monrovia, saya telah menyampaikan pentingnya kemampuan nasional yang dipadukan dengan kemitraan global, dalam upaya bersama kita mencapai agenda pembangunan pasca 2015. Dalam pertemuan itu, saya mengangkat pengalaman-pengalaman kongkrit dan kaya, sekaligus penuh tantangan di Indonesia. Termasuk bagaimana kita dapat memadukan kegiatan-kegiatan pembangunan di tingkat nasional, bahkan menyumbang pada kebaikan bersama di tingkat global, seperti upaya kita mengurangi kemiskinan atau mitigasi perubahan iklim.

Secara konseptual, fokus tematik dari pertemuan London ada di aras individu, sementara fokus pertemuan Monrovia ada di aras nasional. Fokus pertemuan di Bali yang akan datang ada pada aras global, seraya mengikat substansi dari tiga aras ini---individu, nasional, dan global---dalam satu kesatuan yang padu.

 

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan.

Pertemuan HLPEP di Bali pada tanggal 25-27 Maret 2013 yang akan datang, secara khusus akan melihat peran kemitraan global dan sarana implementasi. Pertemuan Bali juga menyediakan kesempatan bagi HLPEP untuk menyiapkan diri menulis laporan akhir kepada Sekjen PBB.

Sebagaimana saya kemukakan tadi, pergeseran paradigma pembangunan juga mempengaruhi corak kemitraan dan bentuk kerjasama dalam agenda pembangunan pasca-2015. Ini berlaku tidak hanya di level global, tetapi juga di level nasional dan di tingkat lebih rendah. Kemitraan global adalah sebuah kerangka yang memuat tiga hal yang saling terkait, antara prioritas isu dan tujuan pembangunan global; sarana implementasi;  dan monitoring kemajuan yang dicapai.

Kapasitas kolaborasi antar dan di dalam negara-negara, harus makin meningkat. Solusi bagi tatakelola global bertujuan untuk menjawab kegagalan pasar dan politik, yang artinya memerlukan perubahan paradigma juga dalam melihat peran pemerintah, bisnis, dan masyarakat sipil.

Pasca 2015 menjadi saat yang tepat untuk mendorong partisipasi masyarakat sipil yang makin luas dalam pembangunan, tidak hanya lewat mekanisme antar pemerintah---inter government atau government-to-government--- tetapi juga antar komunitas---inter community---dan people-to-people baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Sementara itu, sektor swasta harus mampu beranjak lebih jauh dari sekedar melakukan CSR, melainkan menerapkan model bisnis baru yang lebih inklusif, dan menyertakan agenda pasca 2015 dalam strategi korporasinya.

Upaya untuk menginternalisir dampak-dampak eksternal praktik bisnis---internalising externalities---menjadi sangat penting. Dampak operasi bisnis global terhadap lingkungan, juga harus diperhitungkan dalam semua keputusan bisnis.  Dan keterlibatan dengan pemangku kepentingan harus diarusutamakan, melalui proses dan siklus bisnis yang lebih inklusif dan sehat.

 

 

Saudara-saudara,

Mengakhiri sambutan ini, saya ingin mengetengahkan sejumlah prinsip yang dipandang mampu memberikan arahan, untuk menyusun kerangka agenda pembangunan pasca 2015. Beberapa pandangan yang dikemukakan dalam pertemuan-pertemuan HLPEP selama ini antara lain:

Pertama, agenda pembangunan pasca 2015 harus tetap merujuk pada Millennium Declaration, DUHAM (Universal Declaration of Human Rights), hasil dari Rio+20 Summit serta deklarasi-deklarasi PBB lainnya. Dokumen-dokumen ini menegaskan pentingnya prinsip-prinsip HAM, kesetaraan, dan keberlanjutan, dalam agenda pembangunan pasca 2015.

Kedua, kerangka pembangunan yang baru harus dibangun berdasarkan pelajaran yang diambil dari MDGs. Hal ini penting karena MDGs masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah, antara lain;  penanggulangan kemiskinan global masih harus diselesaikan, dan penghapusan kemiskinan harus menjadi ambisi pembangunan pasca 2015; MDGs menekankan aspek kuantitatif lebih daripada aspek kualitatif dalam pembangunan; MDGs cenderung memisahkan isu pembangunan menjadi sektoral; dan kerangka MDGs kurang responsif menanggapi tantangan baru dunia.

Ketiga, kerangka pembangunan yang baru harus menekankan keseimbangan antara pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan kelestarian lingkungan, dalam upaya untuk menghapuskan kemiskinan, dan ditempatkan dalam batas-batas daya dukung bumi atau planetary boundaries.

Selain hal-hal substansial sebagai tujuan kerangka pembangunan pasca 2015, juga perlu menyiapkan rekomendasi mengenai sarana dan cara implementasinya. Jika tepat, sarana implementasi ini dapat menjadi komponen kunci untuk menyukseskan agenda pembangunan pasca 2015. Singkatnya, tanpa menyentuh aspek tentang ‘bagaimana’ (cara), seluruh narasi mengenai ‘apa’ (substansi) akan menjadi hampa.

Tentunya akan banyak tantangan besar mendiskusikan hal ini, mengingat situasi ekonomi global saat ini. Namun tentu tidak boleh menyurutkan komitmen kita untuk menjaga ketajaman, dan sekaligus operasionalisasi agenda pembangunan pasca 2015. Di sini, kemampuan membangun konsensus dan mendapatkan dukungan politik selama merumuskan agenda pasca 2015, menjadi kunci utama.

Dalam keseluruhan proses HLPEP hingga saat ini, negara kita dipandang sangat maju dan memimpin negara lain. Pandangan itu terutama berlaku untuk dua hal.

Pertama, secara proses, Indonesia mempraktekkan inclusiveness melalui proses konsultasi menyiapkan substansi penyusunan agenda pembangunan pasca 2015 ini. Pandangan atas proses ini disampaikan baik oleh PBB, negara-negara sahabat dan panelis, serta oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil dan kaum muda, baik di dalam maupun di luar negeri.

Kedua, secara tematik, Indonesia mengambil posisi mendukung dicakupnya tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yang sejalan dengan aspirasi global dan dimungkinkan dalam kerangka agenda pembangunan pasca 2015.

Kedua hal itu akan menjadi modal utama bagi kita untuk memimpin panel, agar dapat melahirkan agenda pembangunan global pasca 2015 yang tegas, tajam, berambisi, namun realistis untuk dicapai.

Kata kunci kita di sini adalah keterlingkupan (inclusiveness) dan partisipasi. Dengan melingkupi segenap potensi dan partisipasi berbagai pihak, baik di tingkat global, nasional, maupun daerah, kita berpeluang memiliki sebuah kerangka pembangunan yang lebih kuat. Sebuah kerangka pembangunan baru yang mampu menjawab tantangan masa kini dan masa datang. Dengan demikian, konsultasi nasional ini sepatutnya dipandang sebagai salah satu upaya kita bersama, untuk mendorong keterlingkupan dan partisipasi, sekaligus meningkatkan keterpaduan langkah dan upaya kita semua, pada semua tingkatan, termasuk di tingkat nasional dan daerah.

 

 

Akhirnya, dengan terlebih dahulu memohon ridho Allah SWT, dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim, Konsultasi Nasional Pemba-ngunan Pasca 2015, dengan resmi saya nyatakan  dibuka.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan

Kementerian Sekretariat Negara RIÂ