Sambutan Presiden RI pada Penyatuan Visi Bersama Menuju Indonesia Maju 2030, Jakarta, 13 Nov 2012

 
bagikan berita ke :

Selasa, 13 November 2012
Di baca 1011 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA

PENYATUAN VISI "BERSAMA MENUJU INDONESIA MAJU 2030"

DI RITZ-CARLTON HOTEL, JAKARTA

TANGGAL 13 NOVEMBER 2012

 

 



Bismillahirrahmanirrahiim,

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Para Tamu Undangan dan Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Alhamdulillah, hari ini, pada kesempatan yang baik ini, kita dapat kembali bersama-sama memikirkan ekonomi kita, memikirkan negara kita, dan sekaligus menyegarkan pemahaman dan kesadaran kita tentang kita dan masa depan kita, dan yang lebih penting dapat terus meningkatkan kebersamaan kita untuk membangun hari esok yang lebih baik. Saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Komite Ekonomi Nasional, kepada Bung Chairul Tanjung dan para anggota KEN. Bukan hanya atas prakarsa dan penyelenggaraan forum yang amat penting ini, tetapi juga atas kontribusinya selama ini, bersama-sama pemerintah dan kalangan yang lain untuk terus membangun ekonomi kita, termasuk mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan, baik akibat yang timbul dalam pembangunan di Tanah Air sendiri, maupun akibat dampak dari krisis dan goncangan perekonomian dunia.

 

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Saudara Raoul Oberman, McKinsey, yang tadi telah memberikan presentasinya tentang Indonesia, baik itu potensi maupun peluang yang tersedia bagi negeri ini, maupun tantangan dan permasalahan yang dihadapi, baik yang sudah baik maupun yang belum baik. Baik kalau kita sekali-kali mendengarkan pandangan, komentar, dan kritik tentang ekonomi kita dari pihak mana pun, karena itu berarti kita sering bercermin. Dengan sering bercermin, kita akan tahu mana yang sudah baik pada diri kita, dan mana yang belum baik dengan tujuan yang sudah baik kita jaga dan bahkan kita tingkatkan. Yang belum baik kita perbaiki dan sempurnakan.

 

Saudara-saudara,

 

Tadi, Bung Chairul Tanjung menyampaikan kepada saya agar pada forum ini saya lebih dari sekedar secara formal menyampaikan sambutan. Mungkin yang dimaksudkan Ketua KEN ini saya bisa berbagi, sharing, apakah wawasan, pengetahuan, maupun pandangan. Sekaligus baik kalau saya juga ingin berbagi pengalaman, bersama-sama Saudara sebenarnya, di dalam mengelola pembangunan ekonomi di negeri ini, termasuk mengatasi berbagai tantangan dan hambatan. Apakah itu yang disebut dengan policy development ataupun segi-segi manajemen, dan juga leadership.

 

Forum ini, Saudara-saudara, atau sambutan saya pada forum ini tidak saya maksudkan dan tidak saya niatkan untuk menjelaskan situasi perekonomian dewasa ini, baik situasi global, kawasan, maupun nasional. Sebagian besar Saudara sudah mengetahuinya, tidak perlu saya menjelaskan secara rinci. Saya juga tidak hendak menjelaskan tentang kebijakan dan rencana ekonomi kita dua tahun mendatang, jangka pendek. Saudara sering sudah mendengarkan dari para Menteri, baik itu RKP maupun APBN tahun berjalan. Saya juga tidak hendak melakukan respon secara khusus terhadap apa yang disampaikan oleh McKinsey tadi atas hasil studi dan laporannya, meskipun di sana-sini dalam pembicaraan saya tentu akan saya singgung apa yang saya sampaikan tadi.

 

Yang penting, Saudara-saudara, saya meminta kesabaran para hadirin semua untuk saya ajak menyamakan visi, paling tidak mendialogkan visi kita, persepsi kita, terhadap perekonomian di negeri ini, serta arah dan masa depan seperti apa perekonomian yang hendak kita tuju dan kita bangun. Dengan pengantar seperti itu, Saudara-saudara semua, maka apa yang saya sampaikan ini, akan saya beri judul "Ekonomi Indonesia; Sebuah Manifesto Pembangunan Ekonomi di Abad XXI."

 

Kita sering menghadapi tiga pertanyaan kunci, atau tiga pertanyaan critical. Pertama, "Mengapa ekonomi itu penting dalam kehidupan di negara mana pun, lantas sebenarnya ekonomi itu untuk apa dan juga untuk siapa?" Pertanyaan critical kedua adalah "Ekonomi seperti apa yang Indonesia pilih dan jalankan dewasa ini?" Sedangkan yang ketiga, yang tidak kalah pentingnya, karena kita menghadapi tantangan ini, dan hakekatnya bangsa-bangsa yang lain juga menghadapinya, "Menghadapi perekonomian global yang sering bergejolak, apa yang harus Indonesia lakukan?"

 

Berangkat dari pertanyaan kunci ini, Saudara-saudara, maka saya akan mengedepankan tiga agenda. Pertama, saya akan mengajak Saudara memahami ekonomi sebagai jalan utama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Inilah thesis dasar yang harus kita pahami. Ekonomi sebetulnya bukan bertujuan atau it is not for the sake of economy itu sendiri, bukan. Tetapi, marilah kita letakkan dalam konteks yang lebih besar, yang lebih luas, bahwa dengan ekonomi kita ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat. Yang kedua, agenda yang saya pilih adalah, pilihan, choices, strategi, dan kebijakan dasar ekonomi Indonesia yang menurut saya tepat untuk kita jalankan sekarang ini. Kalau ada perbedaan pendapat, sekali lagi, forum ini bagus untuk mendiskusikan dan mendialogkan pikiran-pikiran kita tentang pilihan, termasuk pilihan sistem, strategi dan kebijakan dasar perekonomian kita. Sedangkan agenda yang ketiga adalah untuk menjawab pertanyaan kritis tadi, saya akan mengajak apa yang telah kita lakukan sebenarnya sebuah upaya menyelamatkan ekonomi kita dari gejolak dan krisis global, terutama pelajaran dan pengalaman yang bisa kita petik, pelajaran dan pengalaman terkini.

 

Saya akan mulai dari agenda yang pertama, Saudara-saudara, saya katakan tadi bahwa ekonomi itu merupakan jalan utama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ada dua perspektif, perspektif pertama, manusia dalam pembangunan itu sering diletakkan sebagai center, human centered development misalnya. Kemudian lebih luas lagi, masih dalam perspektif ini, apa kontribusi ekonomi pada kehidupan bangsa yang diharapkan kehidupan itu akan berlangsung secara aman dan damai, adil, demokratis, dan sejahtera. Mari kita lihat satu persatu. Perspektif pertama, di mana kita berorientasi pada manusianya. Kalau kita berorientasi pada manusianya, maka mari kita mulai apa kebutuhan dasar manusia, basic human needs, sederhana sekali, tetapi fundamental. Kebutuhan akan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, rasa aman, dan masih bisa kita tambah lagi. Itulah sederhananya, kita membangun di negeri ini, berpuluh-puluh tahun, tiada lain untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan kemudian meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya.

 

Masih dalam perspektif yang pertama ini, maka untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, orang-seorang atau rumah tangga memerlukan pekerjaan, job. Dengan job, dia mendapatkan penghasilan atau pendapatan, income. Bicara job dan income, kita bicara ekonomi. Job dan income adalah konsep ekonomi. Kalau saya lanjutkan, masih berkaitan dengan job dan income ini, mengapa masih ada kemiskinan di seluruh dunia ini, termasuk di negeri kita. Mereka miskin karena tidak memiliki uang untuk membeli barang dan jasa, ini persoalan daya beli. Mengapa tidak punya uang? Karena tidak punya pekerjaan. Akhirnya, ya tidak punya penghasilan. Kembali kepada konsep ekonomi tadi, daya beli, penghasilan, dan pekerjaan juga sebuah konsep ekonomi. Bagi negara berkembang, kalau saya teruskan cerita saya ini, tujuan pembangunan to end poverty. Kita punya MDGs, tujuannya to end poverty. Kalau MDGs itu mengurangi separoh dari kemiskinan sedunia. Sekarang, Perserikatan Bangsa-Bangsa sedang bekerja, saya termasuk di dalamnya, untuk mempersiapkan kerangka baru, pengganti MDGs yang akan berlaku mulai tahun 2012, 2015 mendatang. Temanya sama, to end global poverty.

 

Saudara-saudara,

 

Kalau mau kita bikin sederhana, sebenarnya ini kembali kepada konsep human centered development. Kebutuhan dasar manusia diharapkan dapat dipenuhi, kemiskinan diakhiri, rakyat makin sejahtera. Inilah yang ekonomi diharapkan menjadi kontributornya yang utama. Wilayah ini, dalam teori ekonomi disebut development economics. Saudara-saudara, saya akan masuk ke perspektif yang kedua, dari masih agenda yang pertama tadi. Kondisi kehidupan di sebuah negara, dalam perspektif ini, yang diharapkan adalah negara dan masyarakat yang aman, tertib dan damai. Untuk itu kita memerlukan polisi, tentara, penegak hukum. Untuk itu kita memerlukan anggaran dan logistik. Kita ingin keadilan sosial tegak di negeri ini, dan itu akan tegak, rasa adil akan terpenuhi, manakala ketimpangan dan kesenjangan tidak makin menganga dan terus melebar. Berarti kita bicara equality dan equity.

 

Mari kita lihat sisi demokrasi, politik. Demokrasi akan hidup, matang, dan berkualitas. Ini studi empirik mengatakan jika pendidikan dan penghasilan masyarakat relatif tinggi, education middle or high income society itu diwujudkan. Singkat kata, kalau penghasilannya pas-pas an, masih banyak yang sangat miskin dan sebagainya, tidak akan bisa membangun dan mewujudkan demokrasi yang matang dan stabil, karena semua masih berjuang untuk urusan perut.

 

Dan yang keempat, komponen kehidupan yang kita tuju, prosperity atau kesejahteraan itu akan terwujud manakala terjadi keberlangsungan kehidupan yang baik. Saya sebutkan di situ job security. Kalau yang punya pekerjaan tidak dihantui ketakutan jangan-jangan kena PHK, maka dia merasa sejahtera. Kemudian yang punya pendapatan, pendapatannya itu sustain, terjaga, tidak khawatir kalau hilang. Lantas dia merasa mendapatkan pelayanan publik yang baik, dia hidup dalam lingkungan infrastruktur dasar yang memadai, dan juga terjaganya stabilitas ekonomi, termasuk stabilitas harga, termasuk inflasi bisa dikelola dengan baik.

 

Saudara-saudara,

 

Dari perspektif yang kedua ini, saya sudah bicara. Saudara  sudah mendengarkan saya membicarakan masalah anggaran dan logistik, equality dan equity, education, middle and high income, job security, sustain income, pelayanan publik, infrastruktur, stabilitas ekonomi, semuanya itu tiada lain adalah juga konsep ekonomi. Jadi, saya bisa mengambil kesimpulan atau esensi dari perspektif, dari agenda yang pertama ini, yaitu ekonomi sebagai jalan utama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Yaitu perlunya pekerjaan dan penghasilan bagi orang-seorang, mutlak. Kalau tidak punya pekerjaan tidak punya penghasilan. Agar pekerjaan bisa diciptakan ekonomi harus tumbuh, begitu teori dasar ekonomi. Yang kedua, tentu bukan sekedar hanya memenuhi basic human needs tadi. Tetapi kita juga haruslah dari masa ke masa meningkatkan taraf hidup, living standard masyarakat. Itu bisa dicapai kalau kita menjalankan pembangunan ekonomi, economic development. Lantas, perlunya pertumbuhan ekonomi, kalau ekonomi kita terus tumbuh, maka negara, pemerintah bisa membiayai, dan mengembangkan segala kehidupan masyarakat. Saya beri contoh tadi, menegakkan peace, justice, democracy, and prosperity itu memerlukan ongkos semua, dan itu bisa dibiayai manakala ekonomi kita tetap tumbuh.

 

Saudara-saudara,

 

Dalam konteks ini, saya mengajak sebelum kita berpikir lebih luas lagi, lebih kompleks, lebih rumit, sebelum kita mengembangkan berbagai kebijakan, strategi, dan rencana kita, dan ketika kita menghadapi permasalahan ekonomi yang tidak pernah sepi biasanya, baik karena urusan nasional, regional, maupun global. Saya katakan tadi, yang begitu dinamis, penuh ketidakpastian, dan kejutan. Marilah kita kembali ke thesis dasar tadi, supaya kita tidak kehilangan orientasi. Kalau kita lupa pada thesis dasarnya, sepertinya kita sudah mengembangkan strategi dan kebijakan ekonomi, tetapi lupa bahwa ukurannya adalah pada unsur manusianya, kebutuhan dasarnya, dan peningkatan taraf hidupnya. Apa pun, Saudara, mari kita sederhanakan cara berpikir kita menuju ke situ. Inilah yang saya sebut dengan thesis dasar.

 

Hadirin yang saya hormati,

 

Saya akan masuk ke agenda yang kedua, atau bagian kedua. Apa pilihan, strategi, dan kebijakan dasar ekonomi Indonesia. Mari, pertama-tama kita berangkat dari dasar dan ideologi Negara Pancasila, cita-cita dan tujuan nasional, dan juga amanat konstitusi. Yang kita kelola ini negara, bukan hanya perusahaan. A state is not a company. Oleh karena itu, mestilah kita memiliki landasan yang kokoh, arah yang pasti, di dalam membangun perekonomian di negeri ini. Pancasila sudah gamblang sekali, salah satu silanya mengatakan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, Social Justice. Kemudian cita-cita nasional kita, merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Ada makmur. Kalau kita bicara tujuan nasional, ada empat tujuan. Di antaranya memajukan kesejahteraan umum. Semua itu sebetulnya mencirikan bangun, atau pilihan, atau sistem, bahkan ideologi ekonomi yang harus kita anut dan jalankan.

 

Udang-Undang Dasar 1945 yang telah empat kali dilakukan perubahan, Saudara bisa membaca Pasal 33, Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berarti semua harus ikut terlibat, negara, swasta, masyarakat, besar, menengah kecil, seluruh wilayah Indonesia. Efisiensi berkeadilan, barangkali yang dimaksudkan ini pasar tapi yang mewujudkan keadilan bagi semua, lantas berkelanjutan, jangan hanya untuk hari ini tetapi juga untuk anak cucu kita. Berwawasan lingkungan, ingat sumber daya alam tidak senantiasa melimpah ruah. Kemandirian dalam arti kita harus bisa menuju ke ketahanan ekonomi kita, tidak mudah rentan, tidak mudah jatuh manakala ada krisis dunia, kemudian menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Jangan ada yang tertinggal, maju bersama, tidak maju sendiri-sendiri. Ini adalah konstitusi, UUD 1945, yang mesti kita jabarkan, dan kita aplikasikan dalam merumuskan strategi, kebijakan, dan rencana-rencana aksi. Itu ajakan saya yang pertama, mari kita rujuk pada sesuatu yang fundamental.

 

Yang kedua, mari kita pahami ideologi dan sistem ekonomi yang berlaku di dunia, dengan segala dinamika dan perkembangan sejarahnya. Kita kenal sistem ekonomi pasar. Krisis global tahun 2008 kemarin meniscayakan dilakukannya koreksi atas ekonomi pasar. Sistem ekonomi komando, berakhirnya perang dingin dulu, meniscayakan dikoreksinya sistem Ekonomi Komando, Command Economy, Planned Economy. Sama-sama sudah dikoreksi. Ada mixed economy, ada Negara Kesejahteraan, Welfare State, yang kebanyakan berlaku di Eropa. Ini pun sekarang menghadapi tantangan dan permasalahan. Sosialisme, saya kira tidak ada bentuknya yang ekstrim lagi, demikian juga Kapitalisme juga sudah mulai ada tantangan manakala berjalan secara ekstrim dan fundamental. Kita pahami, itulah dunia kita, itulah madzhab, ideologi, dan sistem ekonomi yang kita bisa memilih dengan tepat dan benar.

 

Yang ketiga, mari kita pahami kemudian, potensi ekonomi yang kita miliki sendiri, sumber daya alam, sumber daya manusia, the size of our domestic economy, letak strategis Indonesia, dan sebagainya. Negara kita, Tanah Air kita, mari kita pahami.

 

Yang keempat, mari kita pahami peluang atau opportunities, serta dinamika ekonomi Indonesia ke depan. Kita sudah mendengarkan tadi presentasi dari McKinsey, salah satu untuk melihat peluang apa yang tersedia bagi kita untuk menuju tahun 2030, dan 2050, atau di Abad 21 ini.

 

Yang kelima, mari kita pahami perjalanan ekonomi Indonesia dari masa ke masa, termasuk pasang surutnya, ups and downs. Jangan lupa sejarah. Kita mengalami krisis, kadang-kadang kita gagal, berhasil, mari kita jadikan semua menjadi pelajaran berharga.

 

Dari satu, dua, tiga, empat, lima itu maka yang keenam, satu lagi. Setelah itu, mari kita bangun visi Indonesia ke depan, seperti apa. Utamanya di bidang ekonomi. Kalau saya boleh bicara sedikit, ini juga tema yang dipilih oleh Komite Ekonomi Nasional, kita bicara visi, apa visi kita.

 

Saudara-saudara,

 

Kita ingin di abad Ke-21 ini, menjadi negara maju, developed country, developed nation. Saya lebih konservatif, kalau KEN 2030, saya memilih abad 21. Karena negara yang maju, Inggris, Jepang, Amerika, Eropa lain itu ratusan tahun membangun setelah merdeka. Tetapi saya yakin, dengan pertolongan Tuhan, Allah SWT, di abad 21 ini, Indonesia benar-benar akan menjadi negara maju. Seratus tahun setelah merdeka, 1945-2045, visi kita harusnya Indonesia insya Allah akan menjadi negara yang ekonominya kuat dan berkeadilan, yang demokrasinya matang dan stabil, dan  yang peradabannya unggul dan maju. Saya yakin bisa kita capai, masih ada berapa tahun lagi itu, sekitar 37 tahun, masih ada paling tidak 3 atau 4-5 Presiden yang akan meneruskan langkah kita menuju ke 2045.

 

Kemudian visi berikutnya lagi adalah menyangkut ekonomi Indonesia tahun 2030. Ini yang sudah di depan mata, berarti tinggal 18 tahun lagi. Saya yakin Indonesia akan menjadi emerging economy, papan atas, bukan papan tengah atau papan bawah. Saya yakin ekonomi kita kuat dan insya Allah akan tetap, akan makin adil dan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Dan ini sangat penting, kita akan menjadi, yang saya sebut dengan productive, innovative, and sustainable high income economy. Hitung-hitungannya bisa. Delapan tahun ini saja trennya itu jelas, kecuali ada discontinuity, ada global shock yang luar biasa saya yakin bahwa garis kecenderungan itu akan bisa dipenuhi dan kira-kira 2030, sekali lagi kita akan jadi ekonomi seperti itu.

 

Saudara-saudara,

 

Dari itu semua, dari enam pemahaman itu, satu, dua, tiga, empat, lima, tadi, plus yang keenam visi, saya berpendapat bahwa pilihan, strategi, dan kebijakan dasar ekonomi Indonesia, pertama, ekonomi kita haruslah sebuah ekonomi terbuka, berkeadilan sosial. Tidak mungkin dalam era globalisasi ini kita menganut ekonomi yang tertutup dan mengisolasi diri dengan alasan apa pun. Dua, yang ingin kita capai adalah sustainable growth with equity, pertumbuhan berkelanjutan tapi berkeadilan. Pembangunan yang hendak kita jalankan pun sustainable development.

 

Yang ketiga, Saudara sudah tahu dan sudah menjalankan. Para gubernur, bupati, dan walikota, saya berterima kasih karena Saudara-saudara juga sudah menjalankan bahwa kita memilih strategi empat jalur, four track strategy, yaitu strategi pro pertumbuhan, pro growth, pro lapangan pekerjaan, pro job, pro pengurangan kemiskinan, pro poor, dan pro melestarikan lingkungan, pro environment. Saya akan teruskan Saudara-saudara.

 

Yang keempat, kita tidak memilih ekonomi berorientasi ekspor, export oriented economy semata. Apa yang dianut dan berlaku di Singapura, di Malaysia, di Korea, di Taiwan, di Hongkong, tidak harus kita ikuti. Ada dua alasan saya. Our domestic economy itu memungkinkan untuk kita tidak hanya bertumpu pada ekspor. Contoh sekarang, tumbuh 6%, itu komponen dari domestic consumption tinggi sekali dibandingkan ekspor. McKinsey juga menyampaikan hal demikian. Apalagi alasan kedua, dalam resesi global, dalam berbagai krisis global, negara yang hanya menggantungkan ekonominya pada ekspor sering mengalami kesulitan yang besar, jatuh, minus, atau tumbuh sangat rendah padahal kita punya pilihan. Mari kita pilih yang lebih aman, safer, untuk jangka panjang dan kita punya capability dan potential untuk memilih pilihan yang lain.

 

Yang kelima, kita mesti memperkuat pasar domestik. Sudah saya jelaskan mata rantainya tadi. Yang keenam, ekonomi nasional mesti berdimensi kewilayahan, MP3EI sudah ada dan sedang kita jalankan. Yang ketujuh, pertumbuhan harus kuat, berimbang, inklusif, dan berkelanjutan. Kalau framework G-20 itu hanya tiga: strong, balance, and sustainable growth. Untuk Indonesia, kurang satu. Mesti kita tambahkan inklusif. Dengan demikian, unsur equity, unsur keadilan, tidak ditinggalkan.

 

Yang kedelapan, pertumbuhan ekonomi itu harus utuh Saudara-saudara, dan kita lihat dalam dimensi yang lebih panjang, berjangka panjang. Biasanya kita melihat pertumbuhan dari sisi demand, demand side economy: investasi, konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah atau government spending dan kemudian ekspor dikaitkan dengan impor kita. Boleh itu dilihat. Dan di masa krisis biasanya demand side economy menjadi penting. Tetapi ingat, harus ada match antara supply dengan demand, produksi dengan konsumsi, jangan ada mismatch. Supply side harus kita perhatikan juga. Infrastruktur, fiscal policy, dan semuanya yang bisa mendorong dari sisi supply. Dan satu lagi sangat penting. Jangan hanya dilihat dari sisi demand side economy, supply side economy, tetapi juga dilihat dari fungsi-fungsi produksi. Karena apa? Jangka panjang sebuah perekonomian, perekonomian sebuah negara itu akan meningkat tajam manakala disumbang oleh human capital-nya, teknologinya, entrepreneurship-nya, dan sebagainya. Di situ sebetulnya yang bisa, termasuk innovative growth yang sekarang menjadi trend di negara-negara maju. Itu. Mari kita pastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 20, 30, 40 tahun ke depan. Mari kita lihat dari ketiga perspektif itu, supply side economy, demand side economy, dan kemudian production functions dalam teori ekonomi yang kita anut.

 

Berikutnya lagi, yang kesembilan Saudara-saudara, ini kelanjutan dari yang tadi. Pentingnya faktor human capital, technology, dan entrepreneurship. Yang kesepuluh, terjaga dan berkembangnya makro ekonomi. Dalam makro ekonomi, bukan hanya pertumbuhan, lapangan pekerjaan, stabilitas harga atau inflasi, dan satu lagi, meskipun sering tidak dipahami adalah balance of payment. Demikian juga sektor riil harus kita jaga, sektor keuangan pun, sektor moneter, fiskal dan moneter juga harus klop. Mari kita lihat utuh, kapan pun, kalau kita bicara secara nasional.

 

Yang kesebelas, pentingnya upaya keras untuk mencegah melebarnya kesenjangan atau gap. Tadi Pak Chairul Tanjung sudah mengangkat di sini, benar. Oleh karena itu, di samping ada MP3EI, investment, infrastructure building di seluruh Indonesia, mari kita sukseskan masterplan untuk percepatan pengurangan kemiskinan di seluruh Indonesia. Program-program pro rakyat empat klaster harus kita jalankan dengan serius dan benar.

 

Dua belas, perlunya kerja sama regional dan global yang konstruktif. Kita aktif di ASEAN, ASEAN Plus, kemudian East Asia Summit, APEC, G-20, G-8, dan lain-lain. Yang ketiga belas adalah perlunya, ulangi, yang ketiga belas betul, perlunya ketahanan dan kemandirian dalam bidang pangan, energi, dan sarana pertahanan dan keamanan. Saya memberikan atensi khusus pada pangan dan energi. Mengapa? Manusia yang hidup di bumi ini sekarang 7 milyar. Tahun 2045 akan menjadi 9 milyar. Apa artinya? Diperlukan 60-70% energi baru, pangan baru untuk bisa menghidupi kehidupan manusia yang berjumlah 9 milyar tadi. Mari Indonesia menjadi bagian untuk meningkatkan ketahanan dan keamanan pangan serta energi kita.

 

Nah, yang ketiga, pertahanan dan keamanan. Saya punya pengalaman pahit ketika kita mendapatkan sanksi dan embargo di masa yang lalu memang. Oleh karena itu, marilah kita bangun industri pertahanan kita sehingga untuk mengamankan diri kita sendiri, menjaga kedaulatan kita, menegakkan keutuhan teritorial kita, kita bisa punya kemandirian dalam bidang pertahanan dan keamanan. Saya kira ini mutlak kalau pangan, energi, pertahanan, dan keamanan sudah kita miliki, Indonesia benar-benar menjadi negara yang berdaulat dan tidak perlu khawatir dengan apa yang terjadi di masa depan.

 

Masih berlanjut, empat belas. Perlunya iklim investasi dan bisnis yang baik. KEN sudah menggarisbawahi. Kita bekerja keras. Terus terang masih ada di negeri ini, di provinsi A, kabupaten B, kota C, kementerian 1, 2, yang belum. Ini kalau tidak kita ubah penyakit ini, kita akan kehilangan opportunity, kehilangan peluang yang lebih besar lagi.

 

Lima belas, perlunya terus menciptakan lapangan kerja, sangat jelas, job creation di samping job security tadi.

 

Enam belas, mekanisme pasar dan peran pemerintah, keduanya yang sangat penting. Ada yang mengatakan pemerintah tidak boleh ikut campur dalam ekonomi, wrong, ada invisible hand, market mechanism. Tetapi ada visible hand, the government, tetapi perannya harus tepat, jangan berlebihan, jangan kontra produktif. Pasar tidak bisa menghadirkan keadilan, tidak bisa mengurangi gap antara the haves dengan the have not, pemerintah dengan cara-cara yang tepat bisa. Tetapi sebaliknya, campur tangan pemerintah yang berlebihan membikin pasar tidak efisien, ekonomi tidak bagus, merugi semua. Oleh karena itu, marilah kita padukan dua-duanya dengan baik.

 

Tujuh belas, daerah harus memperkuat basis ekonominya masing-masing. Ingat di Indonesia ini ada kabupaten yang penduduknya empat juta, sama dengan penduduk Singapura, empat juta. Banyak kabupaten, kota, yang memiliki potensi, kemudian sumber daya yang bisa dikembangkan. Oleh karena itu, daerah sekali lagi perkuatlah basis ekonominya masing-masing, gunakan potensi yang ada, bangun iklim yang baik, dan gunakan desentralisasi fiskal, sebagai kekuatan atau modal untuk mengembangkan ekonomi di daerahnya.

 

Delapan belas, konektivitas dan sistem logistik nasional yanag efisien amat penting. Kalau 5-10 tahun berhasil yang kita lakukan, MP3EI ini maka akan datang saatnya harga barang dan jasa di wilayah timur Indonesia tidak semahal seperti sekarang ini, karena sistem logistik yang efisien serta konektivitas yang terbangun dengan baik.

 

Yang kesembilan belas atau yang terakhir, masa depan perekonomian Indonesia, masa depan Indonesia adalah ditentukan oleh human capital. Pendidikan menjadi sangat penting. Kita memang sudah mengalokasikan 20% dari APBN kita, tetapi ingat metode pendidikan sangat-sangat penting. Output-nya haruslah manusia yang kompetitif, manusia yang produktif, dan manusia yang inovatif. Hanya dengan itu, maka potensi besar negara kita akan diangkat sedemikian rupa menjadi self generating economy, menjadi self developing nation, karena human capital. Kita garis bawahi sekali lagi pendidikan.

 

Saudara-saudara,

 

Dengan cerita saya yang panjang lebar itu, saya mengatakan bahwa delapan tahun terakhir ini, sebenarnya pilihan sistem, strategi, dan kebijakan ekonomi ya yang sembilan belas tadi, yang kita anut dan jalankan. Tidakkah sejarah mencatat bahwa secara umum ekonomi kita tumbuh dan berkembang dengan baik. Tentu masih dijumpai kelemahan, hambatan, bahkan ketidakberhasilan di sana-sini, cukup banyak. Tetapi, sekali lagi progress-nya nyata, riil, dan bahkan ujian sejarahnya adalah kita mampu bertahan dari krisis perekonomian dunia pada tahun 2008-2009 yang lalu.

 

Yang jelas, Saudara-saudara, ini penting. Yang jelas, kita telah memilih dan menentukan sendiri pilihan kita. Apakah sistem, strategi, dan kebijakan perekonomian kita. Ingat tadi, dalam UUD 1945, Pembukaan, ada kata-kata Indonesia ingin menjadi negara yang pada hakikatnya merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Dalam bidang ekonomi, kita juga harus memastikan kita pun punya kedaulatan. Saya memberi contoh. Karena krisis tahun 1998, kita ditangani oleh IMF, dikasih hutang. Ada kelompok yang disebut CGI, kumpulan negara-negara donor yang mengawasi, yang memonitor, dan memberikan arahan tentang kebijakan ekonomi Indonesia. Setelah saya menjadi Presiden tahun 2004, saya mengatakan dari awal, tidak boleh begini terus. Indonesia negara berdaulat. Meskipun kita susah waktu itu, tiba-tiba ekonomi kita dikontrol oleh yang disebut namanya IMF. Dan juga dibayang-bayangi dan diintervensi CGI. CGI singkatan apa dulu? Apa? Consultative Group on Indonesia, negara donor.

 

Oleh karena itu, setelah kita hitung, banyak yang tidak setuju, saya katakan Bismillah. Bismillah akhirnya tahun 2006, hutang IMF kita langsung kita lunasi dua kali sebanyak 6.9 billion, Rp 65 tirlliun kurang lebih. Dan Januari 2007, CGI saya nyatakan tidak perlu, kita bubarkan. Kenyataannya justru kita tertantang, tertantang menggunakan potensi sendiri, menggunakan cara sendiri, pilihan-pilihan kita sendiri dan tidak meleset.

 

Yang kedua, mengapa kita berdaulat, pada saat krisis datang pada tahun 2008-2009 yang lalu, kita tempuh cara kita sendiri, the Indonesian Way. Saya kira Saudara masih ingat, kita bertemu semua pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, KADIN, APINDO, para ekonom, pers, kita hadirkan semua, berkali-kali siang dan malam di Jogja, di Jakarta, di Bogor, dan di mana-mana termasuk di Tampak Siring dan Cipanas.

 

Kita memilih cara kita sendiri dalam keadaan krisis apa pun, tetap orientasi kita strategi empat jalur, growth harus kita jaga, jangan terlalu jatuh. Sejelek-jeleknya kita tumbuh 4,5%. Yang kedua, job, jangan sampai ada gelombang PHK yang berlebihan, lay off. Tidak terjadi lay off pada saat itu. Itulah, saya diundang oleh ILO, International Labour Organization di Jenewa untuk berbagi pengalaman, karena dianggap solusi kita solusi pro labour, job. Yang ketiga, adalah pro poor, dengan cara kita. Kita bantu saudara-saudara kita yang miskin, menghadapi gejolak waktu itu, dan tetap tidak merusak lingkungan.

 

Memang kita melaksanakan stimulus fiskal. Masih ingat, Saudara-saudara, kita juga memberikan biaya dari APBN untuk proteksi sosial, tetapi semuanya terukur. Defisit kita tidak lebih dari 2,5%. Itupun puncak krisis, 2009. Setelah itu di bawah 2%. Debt to GDP ratio di kala krisis pun terus menurun, terus menurun. Sekarang pada angka di bawah 24%. Dari 150% turun menjadi 56% ketika saya mengawali tugas memimpin negeri ini, dan sekarang 24%. Artinya apa? Dalam keadaan krisis, itu biasanya teori Keynes mengatakan counter-cyclical economy, kita keluarkan stimulus, tetapi tetap terukur, kita tidak ingin sembrono mengeluarkan stimulus fiskal, apalagi dari utang baru, jumlahnya melebihi kepatutan dan memberikan beban bagi pemerintahan-pemerintahan yang akan datang, memberikan beban bagi generasi yang akan datang. That's the Indonesian way yang menurut saya perlu kita catat.

 

Saudara-saudara, dari cerita saya itu, maka saya bisa mengajak Saudara untuk melihat sejenak dan ini bagian terakhir dari apa yang ingin saya sampaikan, agak lama sedikit, Pak Chairul. Tidak apa-apa, karena supaya kita ini tidak memiliki crisis of confidence. Kalau kita bisa, yakin bisa. Tetapi kalau kita mengatakan ini tantangannya besar, ya harus kita upayakan secara sungguh-sungguh untuk menjawab tantangan itu. Mari kita tengok pelajaran dari krisis 2008-2009. Apa pun komentarnya, fakta dan realitas mengatakan ekonomi kita selamat, bahkan tetap tumbuh kuat. Mengapa, dan apa kunci keberhasilan kita? Silakan lima hal itu, alhamdulillah, setelah kita melaksanakan reformasi sejak 1998 dulu, mulai dari Presiden Habibie, Presiden Gus Dur, Presiden Megawati, sampai era sekarang, karena reformasi itulah fundamental kita memang makin kuat, dan itu terima kasih pada semua yang melaksanakan reformasi.  

 

Lantas yang kedua, antisipasi dan respon kita tidak terlambat. Masih ingat Saudara, Bulan Ramadhan 2008, yang lain masih tenang kita sudah opyak, sudah berkali-kali mempersiapkan kalau krisis itu datang. Pilihan kebijakan kita tidak keliru. Kebersamaan yang baik sejak awal. Terima kasih dunia usaha, terima kasih ekonom, terima kasih pemerintah daerah, semua, karena bersama-sama. Dan saya melihat pada waktu itu, leadership in times of crisis juga saya katakan baik. Kepemimpinan di semua level, di eksekutif, di legislatif, yudikatif, pusat, daerah, dunia usaha, semua. Saya suka itu, bahwa in crucial things unity, Indonesia incorporated. Apalagi menghadapi masa-masa berat.

 

Saudara-saudara,

 

Dari semuanya ini, ada satu hal yang saya ingin sampaikan. Ini banyak pemimpin organisasi internasional, banyak Duta Besar kami, Duta Besar dari negara-negara sahabat, Saudara-saudara kami banyak pengalaman di dalam mengatasi krisis. Tentu negara yang lain juga punya kelebihan, keunggulan, seperti Tiongkok, Brazil, India, emerging economies yang lain, ya tetapi kita punya teori sendiri. Saya tidak tahu apakah ada dalam teori ekonomi yang konvensional ini, tetapi tidak apa-apa. Karena kadang sejarah lah yang mencetak teori-teori baru. Istilah kita waktu itu "Keep Buying Strategy." Kalau pengalaman krisis seperti kemarin, keep buying strategy. Apa artinya? Di masa krisis jangan berhenti membeli barang dan jasa. Apa logikanya? Kalau masyarakat berhenti membeli barang dan jasa, maka perusahaan yang memproduksi barang dan jasa, pabrik-pabrik itu yang akan collapse, akan bangkrut. Tetapi kalau masih ada yang membeli jualannya, produksinya, entah barang dan jasa, maka perusahaan tetap hidup dan tidak bangkrut. Karena hidup dan tidak bangkrut, tidak perlu mem-PHK-kan buruh dan karyawannya. Karena tidak ada PHK, maka mereka juga tetap punya penghasilan dan bisa membeli barang dan jasa, bisa mengkonsumsi, hidup lagi ekonomi itu, hidup sektor riil itu. Dan karena dunia usaha, sektor riil tidak collapse, maka negara masih mendapatkan penerimaan pajak, pertumbuhan ekonomi juga terjaga. Itu yang disebut keep buying strategy.

 

Nah, sekarang, bagaimana kalau rakyat memiliki kesulitan untuk membeli, misalnya kaum miskin. Di sinilah pentingnya bantuan sementara, baik program-program pro rakyat maupun bantuan langsung masyarakat, yang kita sebut proteksi sosial. Saya punya teori, Saudara-saudara, jika ekonomi dalam keadaan krisis, dan kantong itu harus kempes, kempes, siapa yang boleh kempes? Jangan rakyat. Kalau rakyat kantongnya kempes, tidak bisa membeli nasi, membeli apa yang diperlukan. Dalam keadaan itu lebih baik negara sementara kurang penghasilannya, fiskal kita mungkin tidak cantik, statistiknya tidak indah, it does not matter sepanjang rakyat tidak kempes kantongnya, bisa membeli. Nanti suatu saat, begitu sudah normal akan diisi lagi revenue kita, pajak kita, semuanya, spending kita atur. Ini filosofi yang mendasar. Kalau rakyatnya yang ada kesulitan untuk membeli, karena keep buying strategy, bagaimanapula jika ada dunia usaha, kan tidak semuanya berjaya, mungkin ada yang repot dan terancam bangkrut. Nah, di situ, pengalaman menunjukkan kemarin, kita memberikan insentif fiskal, dengan syarat, eh pemerintah sudah memberikan insentif fiscal, jangan mudah mem-PHK-kan karyawan dan buruh. Itu general agreement-nya,  itu perjanjiannya, dan ternyata kemarin berhasil, alhamdullilah. Dan solusi ini pro buruh tidak mudah di PHK-kan, tetapi juga pro perusahan karena tidak bangkrut.

 

Saudara-saudara,

 

Setiap zaman menghadirkan tantangannya dan sekaligus solusinya. Ini pernah kita jalankan, tahun 2008-2009. Mudah-mudahan tidak ada krisis lagi. Andaikata ada krisis lagi, boleh di coba lagi. Tetapi, kalau misalkan situasinya berubah total, insya Allah ada jalan baru, pastilah tuhan akan memberikan petunjuk dan jalan kepada bangsa ini, sepanjang kita benar-benar ingin menyelamatkan rakyat kita, ekonomi kita.

 

Akhirnya, dari semuanya itu, saya akan mengakhiri bagian ceramah saya ini, kalau kita melangkah ke depan ya, pasti ada yang bertanya, "Apa dengan demikian ekonomi kita sudah aman dan dipastikan akan terus berjaya dan berkembang baik?" Jawaban saya belum, belum.  Mari terus kita lakukan upaya untuk memperkuat ekonomi di seluruh Indonesia. Mari kita hilangkan hambatan, masih banyak hambatan, saya belum puas, masih banyak bottlenecking di simpul-simpul tertentu di pusat, di daerah, di kementerian, di banyak lembaga. Mari kita perbaiki iklim ekonomi kita, iklim investasi, iklim bisnis kita. Mari kita terus bersatu dan bersinergi. Berkali-kali saya katakan tadi, pemerintah pusat, daerah, dunia usaha, serikat pekerja, ekonom dan masyarakat, ekonom dan masyarakat. Serikat pekerja bagian dari kita. Tidak boleh berkonfrontasi antara perusahaan dan serikat pekerja. Yang menderita buruhnya, yang menderita rakyatnya, yang menderita kita semua. Duduk bersama dengan baik.

 

Masih melihat ke depan, sama dengan McKinsey tadi, apa masih ada ruang bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat lagi, sebutlah 2030? Saya katakan masih. Masih banyak masalah saja di negeri ini, infrastruktur kurang, masih ada korupsi, masih ada hambatan, masih ada.. apa namanya.. kemacetan di mana-mana, ekonomi kita tumbuh 6% lebih. Apalagi kalau semua kita bikin beres. Kita perbaiki dalam waktu 5-10-15 tahun ini, pasti lebih bagus lagi. Jadi kalau diberesin, keras kita pada korupsi, penyimpangan, kemandegan, termasuk yang lalai membangun infrastruktur, tujuannya untuk rakyat kita, untuk negeri kita, untuk Indonesia kita. Saya yakin itu. Apalagi tren ekonomi kita tahun demi tahun sebetulnya baik dan menjanjikan. Oleh karena itu, kita harus terus menciptakan dan menemukan peluang, creating opportunities. Dan kecerdasan kita untuk pula menjalin kerja sama dengan negara-negara di kawasan dan di dunia tentu akan memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan kita.

 

Saudara-saudara,

 

Menyadari ekonomi global tetap rentan terhadap gejolak dan krisis, maka saya menganjurkan sekarang dan ke depan kita harus pandai memetik pelajaran dari krisis. Singkat saja, tidak akan saya uraikan. Mari kita baca cepat pelajaran dari krisis ekonomi global kemarin itu. Perlunya global economic balance, defisit tidak boleh terlalu besar. Ada negara di Eropa yang defisitnya luar biasa sekarang ini. Ada debt to GDP ratio itu 190%. Defisit APBN belasan persen. Perlu ada regulasi keuangan global, tidak boleh keuangan begitu saja, tidak ada hukum dan aturannya. Institusi keuangan global harus baik. Cegah ekonomi gelembung, bubble economy, cegah proteksionisme. Dalam krisis perlu ada policy coordination. Kita bertemu G20, mulai dari Washington, London, Pittsburgh, Toronto, Seoul, setelah Seoul mana kemarin ya? Setelah Seoul Cannes, dan Los Cabos, Mexico. Kita membicarakan antara lain, antara lain policy coordination. Peran negara tetap diperlukan, perlu ada early warnings terhadap krisis. Kita anggota G20 tidak boleh apatis terhadap upaya dunia untuk membikin ekonomi dunia ini tetap kuat, sebagaimana yang ada dalam slide berikutnya lagi, yang kini Indonesia menjadi ekonomi 15 besar dunia, anggota G20, kita harus ikut berbuat secara aktif untuk menjaga ketahanan ekonomi dunia.

 

Mari Saudara-saudara, kita petik pula pelajaran dari krisis 1998. Ekonomi kita collapse waktu itu, dan kemudian dari krisis 2008 ekonomi kita selamat. Mudah-mudahan terus berlanjut, ya mudah-mudahan tidak ada krisis, tetapi kalau ada krisis insya Allah ekonomi kita bisa terjaga.

 

Pesan terakhir, pesan terakhir, jangan sia-siakan momentum dan peluang yang terbuka. Insya Allah kita bisa. Indonesia Bisa. Dengan pertolongan Allah, ekonomi bisa semakin maju dan akhirnya rakyat Indonesia akan semakin sejahtera. Itulah masa depan kita tidak datang dari langit, harus kita perjuangkan bersama. Terima kasih KEN, terima kasih McKinsey, terima kasih semuanya.

 

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

 

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI

Â