Sambutan Presiden RI pada Pertemuan dengan Pengurus Pusat ISEI, Jakarta, 2 Oktober 2012

 
bagikan berita ke :

Selasa, 02 Oktober 2012
Di baca 768 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA

PERTEMUAN DENGAN PENGURUS PUSAT

IKATAN SARJANA EKONOMI INDONESIA

DI ISTANA NEGARA, JAKARTA

TANGGAL 2 OKTOBER 2012

 

 

 

 

Bismillahirrahmanirrahiim,

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Para Menteri, Ketua KEN, yang saya hormati,

 

Saudara Pimpinan ISEI dan segenap jajaran Kepengurusan ISEI Pusat yang saya cintai dan saya banggakan,

 

Alhamdulillah, pada sore hari ini kita dapat kembali bertemu di Istana Negara ini dalam rangka mengawali tugas Saudara semua untuk menyelenggarakan Kongres ISEI, yang insya Allah akan dilaksanakan di Yogyakarta mulai nanti malam. Ini kesempatan yang baik bagi saya, di samping tentu mengucapkan selamat berkongres, mudah-mudahan kongres yang hendak Saudara lakukan bisa menghasilkan sesuatu untuk kebaikan negara kita, rakyat kita, dan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia, utamanya pembangunan daerah dalam bingkai desentralisasi dan otonomi daerah. Di samping itu, saya juga ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus atas semua partisipasi dan kontribusi Saudara semua, baik orang-seorang, maupun dalam hubungan organisasi, ISEI atas pengembangan berbagai kebijakan yang menyangkut bidang perekonomian, utamanya, dan kebijakan dan strategi pembangunan yang lain.

 

Satu hal yang barangkali Saudara-saudara tidak menyadari dan ini patut kita syukuri, pada saat dunia mengalami krisis global tahun 2008, 2009 yang lalu, dan, alhamdulillah, negara kita selamat, itu antara lain terjadinya kolaborasi di antara kita, kebersamaan di antara kita, untuk memahami hakekat krisis yang terjadi di waktu itu, kemudian merumuskan bersama-sama, yang saya sebut dengan policy response dan kemudian menjalankannya. Alhamdulillah, apa yang telah kita lakukan itu membuahkan hasil yang baik. Pada saat itu saya masih ingat, beberapa kali kita bertemu, yaitu jajaran pemerintah termasuk para gubernur kita libatkan, kemudian para ekonom dalam wadah ISEI, kemudian para pimpinan dunia usaha dalam wadah Kadin, bahkan juga para pimpinan media massa, agar betul-betul Indonesia incorporated itu bisa mengatasi krisis yang terjadi pada tahun 2008, 2009 itu. Mengapa hal itu kita tempuh? Kita belajar dari pengalaman tahun 1998. Dari sekian banyak faktor yang mengakibatkan krisis perekonomian di Indonesia lebih dalam dibandingkan yang dialami negara-negara tetangga. Proses pemulihannya pun juga lebih lama karena di samping ada faktor eksternal, ada juga faktor internal. Faktor internal itu ada yang saya sebut dengan policy error, juga ada structure yang memang belum tertata betul, juga menyangkut fundamental dari perekonomian kita, tapi satu hal unity, cooperation, partnership, dan langkah, tindakan yang harusnya dilakukan dengan baik itu tidak terjadi. Oleh karena itu, ada yang mengatakan seperti pepatah SDM, Selamatkan Diri Masing-masing, dan akhirnya krisis itu memang begitu dalam dan memerlukan upaya luar biasa untuk memulihkannya.

 

Dari pengalaman itu, maka saya sungguh berharap mudah-mudahan resesi dunia yang masih terjadi sekarang ini tidak eskalatif menjadi keadaan perekonomian global yang lebih buruk dan mudah-mudahan tidak juga memberikan impact yang berlebihan terhadap negara kita, tapi tidak ada satu pun yang tahu, tahun depan akan seperti apa perekonomian dunia, demikian juga tahun berikutnya lagi, dan tahun berikutnya lagi. Oleh karena itu, ibarat sedia payung sebelum hujan, kita harus senantiasa bersatu dalam mengembangkan kebijakan dan strategi, dan manakala krisis itu datang kembali, kita stay united yang berkolaborasi, dan mengatasi masalah yang kita hadapi bersama. Semangat itulah yang ingin kita bangun di negeri ini dan sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih atas kontribusi dan partisipasinya selama ini.

 

Saudara-saudara,

 

Tadi pagi, kebetulan saya diundang oleh Kadin, yang juga memiliki hajat yang sama di Yogyakarta, saya kira akan ramai Yogyakarta dalam satu, dua, tiga hari ini, mungkin juga kulinernya akan terjual habis, dan lain-lain. Tetapi yang saya ceritakan bukan itu. Tadi di hadapan para pimpinan dunia usaha, partner Saudara juga, partner kita, saya mengajak mereka untuk mencermati perkembangan perekonomian global, dan juga memahami satu tren baru yang terjadi di dunia kita ini. Ada tiga tanda-tanda zaman yang tadi saya sampaikan di hadapan para peserta Rapimnas Kadin. Tanda zaman pertama adalah apa yang terjadi pada atau mulai medio 80-an, yaitu sebuah gerakan pembebasan dari kekangan situasi Perang Dingin waktu itu, mulai dari Eropa dan akhirnya menjalar ke bagian yang lain. Akhirnya, mengubah tatanan politik dan keamanan dunia yang baru, memunculkan geopolitik yang sekarang kita rasakan dan nampaknya juga masih terus berkembang menyusul runtuhnya tembok Berlin. Tanda zaman itu sebetulnya, kalau kita cerdas dan arif, dunia telah memasuki era baru, era pasca-Perang Dingin, era demokratisasi, dan era pembebasan di banyak negara. Artinya apa? Kalau kita ingin mengelola international peace and security, yang itu juga menjadi bagian dari Charter of the United Nations, makin kita harus paham karakter tatanan dunia yang baru dari sisi politik dan keamanan, dari sisi perkembangan geopolitik yang ada. Itu tanda zaman pertama yang saya sampaikan tadi.

 

Tanda-tanda zaman yang kedua, itu terjadi belum lama, yaitu pada akhir tahun 2000-an, yaitu terjadinya krisis justru di negara-negara maju, di Amerika Serikat, di Eropa sekarang, dan negara emerging economies juga ikut terkena. Padahal, negara-negara maju, negara-negara industri, negara-negara yang ekonominya kuat itulah yang menghasilkan pemikiran tentang ekonomi kita ini termasuk yang mengajarkan kepada bangsa-bangsa di dunia tentang ideologi ekonomi, sistem ekonomi, kemudian praktik ekonomi dalam arti perdagangan, investasi, dan lain-lain. Justru guru-guru kita mengalami kesulitan yang tidak ringan sekarang ini. Ini suatu fenomena dan realitas yang kita hadapi sekarang ini. Setiap pertemuan G-20 yang saya ikuti sejak tahun 2008, pertemuan APEC yang juga saya ikuti setiap tahun, dan forum-forum yang lain, itu aslinya masih dipenuhi dengan berbagai ketidakpastian dan belum ada confidence yang betul-betul kuat terutama negara-negara yang mengalami krisis. Beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan sejumlah pemimpin Eropa, termasuk Perdana Menteri Italia, dan lain-lain, juga masih nampak bahwa mereka masih bergulat dengan upaya untuk mengatasi krisis di kawasan Euro atau Euro Zone Economy. Yang ingin saya sampaikan adalah tidakkah sudah pada saatnya, kita, paling tidak mengkaji, kalau tidak kita gunakan, meninjau kembali, rethinking our global economy, our economic theory, our ideology, our system. Karena kalau kita tidak cerdas dan menjemput tanda-tanda zaman itu bisa jadi dunia tidak aman. Krisis demi krisis akan terjadi dan dalam dunia yang interconnected dan economically integrated sekarang ini, apa yang terjadi di sebuah tempat dengan cepat bisa menjalar dan semua bisa menjadi korban. Ini juga satu call sebetulnya kepada kita semua, untuk melihat kembali tatanan perekonomian global, hukum-hukumnya, etikanya, dan sebagainya, atau untuk ini adalah bidang, daerah ISEI, wilayah Saudara-saudara, yang saya percaya manusia-manusia cerdas yang ada di Indonesia tentu juga akan peduli dan siap untuk memberikan pandangan-pandangannya. Itu tanda-tanda zaman yang kedua.

 

Sedangkan tanda-tanda zaman yang ketiga, yang saya sebut dengan gerakan sedunia untuk mencari keadilan. Di Amerika misalkan, ada gerakan yang disebut dengan occupied movement. Juga di Eropa kurang lebih seperti itu. Ini tiada lain adalah sebuah protes dari kalangan masyarakat terutama mereka yang merasa tersisihkan, terlupakan, dan terpinggirkan atas ketidakadilan yang terjadi, dianggapnya seperti kalangan perbankan, raksasa kalangan multinational corporation, itu menganut betul sistem kapitalisme yang amat fundamental sehingga menimbulkan gap sehingga mereka sering merasa dikorbankan dan haus sekarang atas keadilan. Menurut saya, meskipun gerakan itu, menduduki kantor-kantor bank tertentu, Wall Street, dan lain-lain, tapi maknanya, hakekatnya, kita mesti berpikir bahwa ekonomi itu betu-betul harus mendatangkan keadilan bagi semua. Oleh karena itu, pilihan kebijakan dan strategi yang kita jalankan di Indonesia ini misalnya, sustainable growth with equity, strategi pembangunan ekonomi yang pro pertumbuhan, pro lapangan pekerjaan, pro pengurangan kemiskinan, dan pro pemeliharaan lingkungan itu terasa relevan. Program-program pro rakyat yang driven by the government, itu menurut saya juga relevan untuk mengurangi gap yang bisa jadi makin menganga antara the haves and the have nots, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Adalah Stiglitz, peraih nobel ekonomi yang belum lama ini menulis buku, yang berjudul The Price of Inequality, memang lebih banyak mengupas tentang inequality di Amerika Serikat, tapi hakekatnya juga berlaku di banyak negara di dunia. Saya sudah menulis surat, sekitar 15 halaman, kepada Stiglitz, pandangan saya, respon saya terhadap bukunya itu, dan ajakanlah bagaimana kita bersama-sama mengelola permasalahan ini. Saya sudah beberapa kali bertemu dengan Stiglitz, dan dia salah satu sahabat saya.

 

Artinya, kalau seorang Stiglitz memiliki kepedulian seperti itu, kita tentu sebagai ekonom di sebuah negara yang, sebutlah masih berkembang atau satu klik kita menjadi emerging economies, emerging nations, perkara-perkara itu harus menjadi arus utama pemikiran kita, dan di sini saya mengundang ISEI, mengundang Saudara-saudara, apa yang perlu kita lakukan dan apa yang bisa kita sumbangkan kepada dunia.

 

Saudara-saudara,

 

Untuk diketahui, tadi, kepada jajaran Kadin, saya menyampaikan sepuluh hal atas tiga tanda zaman itu dan atas apa yang sedang terjadi dalam perekonomian dunia, yang juga berimbas pada perekonomian nasional kita, sebagai upaya untuk menjaga ketahanan perekonomian kita, our economic resilience, di satu sisi. Yang kedua juga, sejauh mungkin, sekuat tenaga kita menjaga our positive growth pada tahun-tahun mendatang, sangat tidak mudah. Saudara tahu, Inggris ini sedang kuartal kedua tumbuh minus 0,3%, lantas Prancis tumbuh 0%, Jerman tumbuh 0,3%, Euro zone secara keseluruhan juga tumbuh minus 0,3%. Lantas urusan yang belum selesai di Italia, di Spanyol, di Portugal, dan di Yunani, misalnya. Juga ada slowdown di beberapa negara. Saya bertemu Presiden Hu Jintao dan Premier Wen Jiabao pada bulan Maret yang lalu di Beijing. Beliau juga mengatakan ada slowdown. Para pengamat bahkan mengatakan, for how many years ekonomi China akan mengalami slowdown, dengan impact-nya, impact ke dalam negeri, dampak terhadap 1,3 milyar manusia, impact kepada dunia lain yang negara lain yang sekarang ini connected dengan perekonomian Tiongkok. Ini juga tentunya sesuatu yang patut kita cermati.

 

Berkaitan dengan itu semua, maka sepuluh hal yang saya sampaikan kepada jajaran Kadin dan saya juga ingin sampaikan ke hadapan Bapak, Ibu, Saudara-saudara, karena tentu ISEI bisa ikut menyumbangkan economy thinking, a policy, approach, dan juga barangkali koreksi-koreksi atas apa yang dikembangkan selama ini.

 

Pertama adalah saya mengajak Indonesia, kita. Itu pun sudah kita lakukan dan terus-menerus di masa depan untuk menguatkan ekonomi domestik. Saya, paling tidak my own views, berpendapat tidak tepat kalau kita mengikuti model perekonomian negara-negara tetangga kita, yaitu export oriented economy. Kita punya kekuatan di dalam negeri yang tidak hanya menggantungkan pada ekspor, Singapura, Malaysia, Korea, Taiwan, Hongkong. Dengan kekuatan dalam negeri inilah manakala bisa kita gali, tetap sambil meningkatkan kuantitas dan kualitas ekspor kita, maka high growth akan dapat kita jaga. Pengalaman menunjukkan ketika ekspor kita drop pada kuartal pertama dan kuartal kedua tahun ini, tapi karena investment kita menaik, domestic consumption tinggi, kita bisa bertahan. Oleh karena itu, in the long run, mengingat potensi yang masih besar di seluruh daerah, bukan hanya natural resources tetapi juga sumber-sumber perekonomian yang lain, tidakkah kita justru memperkuat our domestic economy, domestic trade, domestic investment, domestic consumption dengan menjaga daya beli rakyat, termasuk insentif, gaji, dan penghasilan, serta perbaikan upah buruh, serta naiknya nilai tukar petani. Kalau itu bisa kita lakukan, saya kira, our dream to have strong domestic economy akan bisa kita wujudkan.

 

Yang kedua, saya minta daya saing kita tingkatkan. Produktivitas kita tingkatkan. Tahanan terhadap goncangan kita tingkatkan. Ekonomi yang berbasis industri juga kita perkuat. Kalau itu terjadi, kuat betul kita, makin kuat paling tidak, tidak akan rentan terhadap gejolak perekonomian global. Jadi, justru kita ingin membangun basis atau kekuatan sendiri yang akan self developing, self generating. Sekarang kita belum, masih sangat rawan atau rentan dengan pukulan-pukulan perekonomian global.

 

Yang ketiga, kita ingin investasi digalakkan di seluruh Tanah Air. Kita punya MP3EI, sudah mengalir, sudah 400 sekian trilyun yang dialirkan. Kita perlu lagi. Saya bicara di New York kemarin, bahwa Indonesia needs around US$ 500 billion sampai dengan tahun 2025 dan kita bisa memobilisasi our own capital, baik dari APBN, APBD, dari BUMN, dan dari our private companies, itu sekitar 65%. Berarti kita memerlukan sekitar 15% atau sekitar sebutlah modalnya 150 billion. Ketika saya sampaikan dengan opportunity yang bisa terbuka maka mereka amat tertarik untuk menjalin kerja sama dengan negara kita. The point is investment across the country. Atas dasar MP3EI dan juga barangkali rencana-rencana baru, garis atau sejalan dengan MP3EI itu.

 

Yang keempat adalah pentingnya terus mendorong UMKM dan juga program-program pro rakyat, termasuk empat cluster yang kita jalankan. Itu juga untuk equity. Itu juga menjawab gerakan occupied yang ada di banyak negara. Itu juga about social justice. Pancasila kita, sila kelima, it is about social justice, dan tentu kita harus wujudkan.

 

Yang kelima, saya ingin kita punya usaha, maksud saya, bisa menciptakan peluang bisnis di negerinya sendiri. Jangan jadi tamu, mereka yang paling tahu, mereka bukan hanya mencari tetapi they have to create their own opportunities. Pemerintah akan memberikan back up policy, regulations, tapi mereka harus juga proaktif dan bisa, apa namanya, menciptakan peluang-peluang itu. Saudara tahu, McKinsey telah mengeluarkan report-nya, sebentar lagi akan kita sampaikan, Pak Chairul Tanjung telah memberikan kopinya kepada saya, ternyata di New York kemarin juga dibahas. By 2030, sebelum tahun 2030, consuming class di negara kita yang sekarang sekitar 45 juta, itu akan naik menjadi sekitar 135 juta. Berarti satu kelompok masyarakat yang jumlahnya besar, berapa kali penduduk Singapura, berapa kali penduduk Malaysia itu, yang akan mengkonsumsi barang dan jasa yang lebih besar, yang lebih tinggi. Itu berarti opportunity, business opportunity, berarti itu produksi, berarti itu supply yang diperlukan. Kemudian dari segi nominal, menurut report itu, kalau sekarang total investasi yang diperlukan untuk konsumsi, pertanian, perikanan, pendidikan, infrastruktur, seperti itu, besarnya US$ 0,5 trilyun. Tapi sebelum 2030 akan menjadi US$ 1,8 trilyun. Itu juga opportunities. Nah, kalau sudah seperti itu, kita ingin dunia usaha di negeri kita ini berpikirnya jangan hanya bisnis APBN, tapi bisnis GDP, sekaligus melihat ke depan business of US$ 1.8 billion. Kalau itu, berarti kita sudah melakukan investasi jangka panjang.

 

Yang keenam, saya minta juga mereka menciptakan peluang di luar negeri. Banyak, peluang itu, terutama di bidang energi, di bidang perdagangan tentu, dan lain-lain. Jangan kita hanya menjadi macan kandang, tapi kita juga siap. Ingat, tahun 2015 akan masuk ASEAN Economic Community. Kalau kita tidak mampu bersaing, ya kalah. Tapi kalau kita bersaing, we win di dalam negeri, tetapi kita juga bisa masuk dalam pasar di Asia Tenggara, di negara-negara lain.

 

Kemudian yang ketujuh, saya garis bawahi pentingnya mengembangkan ekonomi atau bisnis yang berkaitan dengan pangan atau makanan dan energi, food security, energy security, food production, energy production. Jangan sampai ada mismatch antara supply dengan demand, antara production dengan consumption. Setiap ada pertemuan G-20, tahun ini di Los Cabos, tahun sebelumnya di Cannes, Prancis; setiap pertemuan APEC, tahun ini di Vladivostok, tahun lalu di Honolulu, tahun depan di Indonesia; dan pertemuan yang lain, selalu kita membahas secara mendalam urusan food and energy. Saudara tahu, penduduk bumi sekarang 7 milyar, akan menjadi 9 milyar tahun 2045, yang memerlukan 60-70% tambahan bagi pangan dan energi. Ini tidak boleh kita lengah dan lalai, kita harus menjemput mulai sekarang. Dan kalau kita cekatan, negara kita ini yang dua-duanya punya, sumber pangan dan sumber energi, maka kita akan menjadi negara yang mungkin bisa menyumbang bahkan pada negara lain, paling tidak untuk our domestic consumption.

 

Yang kedelapan, kita ditolong oleh Tuhan karena kebersamaan kita, karena policy yang kita jalankan, karena keteguhan kita di dalam mengatasi krisis ini, ekonomi kita tumbuh bagus, 6,5% tahun lalu. Itu nomor dua di jajaran G-20 setelah Tiongkok, India sudah tergeser. Kalau kita pandai menjaga ini semua insya Allah kita akan bertahan, dan saya optimis karena masih banyak peluang. Terus terang masih banyak hambatan di negeri ini, di pusat dan di daerah, masih ada bottlenecking, masih ada perizinan yang kacau, masih ada infrastruktur yang kurang, masih ada uncertainty di bidang regulasi. Kalau semua kita beresi, yakin momentum pertumbuhan dapat kita jaga dan bahkan kita bisa tumbuh lebih bagus lagi.

 

Yang kesembilan, kerja sama ekonomi tidak bisa dielakkan.

 

Bapak, Ibu, Saudara-saudara,

 

Ini saya laporkan saja, ini tahun kedelapan saya menjadi Presiden, insya Allah dua tahun lagi selesai. Tetapi yang saya rasakan, tahun demi tahun, keinginan negara sahabat untuk bekerja sama dengan kita makin tinggi, baik yang datang ke Indonesia, maupun ketika saya menghadiri multilateral events seperti di Perserikatan Bangsa-Bangsa kemarin. Banyak sekali yang ingin ketemu. Setiap kita menyelenggarakan business gathering, apa pun namanya, pendatangnya cukup banyak, besar. Dan belum pertemuan saya, one on one meeting dengan top CEO's di banyak company berkelas dunia. Ini menunjukkan bahwa mereka ingin bekerja sama dengan kita. Mengapa? They know ada opportunities yang bisa kita tawarkan. Nah, kalau kita cerdas, kerja sama itu harus win win. Boleh mereka mengharapkan barang dagangannya juga masuk, tentu dengan kerangka yang, treat yang bagus, tetapi kita tarik untuk investasi. Jadi sebenarnya kalau kita cerdas, apa pun kerja sama itu sifatnya harus win win. Yang kedua, ya untuk sebesar-besar kepentingan kita, dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Itu yang kesembilan.

 

Dan yang kesepuluh, tadi sebetulnya instruksi saya kepada para menteri, para gubernur, para bupati, dan para walikota untuk membantu memberikan peluang, memfasilitasi UMKM, dia mungkin bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang besar, membantu memfasilitasi membina instan bisnis, ulangi, infant bisnis yang baru tumbuh. Mereka juga belum siap untuk bersaing, belum ada level playing field di antara mereka. Kewajiban negara untuk membantu secara cerdas, transparan. Dengan demikian harapan kita, lima, sepuluh, lima belas tahun lagi, usaha-usaha kecil itu juga akan besar, menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak, memberikan pajak yang lebih tinggi kepada pemerintah, dan seterusnya.

 

Itulah sepuluh hal tadi yang saya titipkan, yang saya sampaikan kepada jajaran Kadin, hakikatnya kepada dunia bisnis di Indonesia. Nah, saya berharap jajaran ISEI juga ikut menyukseskan apa yang menjadi tekad kita terhadap sepuluh agenda tadi.

 

Bapak, Ibu, Saudara yang saya hormati,

 

Nah, sekarang saya ingin memberikan PR, Pekerjaan Rumah. Ini I challenge you. Tolong nanti dipikirkan bersama, bukan untuk saya, tapi untuk negara kita, untuk bangsa kita, untuk rakyat kita ke depan, lima, sepuluh, lima belas tahun mendatang. Karena Saudara ada di depan, suatu saat juga bisa duduk seperti saya ini, dan begitu seterusnya. Oleh karena itu, kalau kita bersama-sama berpikir secara jernih, tidak pernah ada ruginya karena itu kan, apa namanya, akan menunjukkan negara ini punya arah, negara sebesar ini bagaimana mungkin dibangun tanpa visi, tanpa strategi, tanpa kebijakan, tanpa leadership, tanpa management, dan tanpa kebersamaan. Semua diperlukan. Nah, homework yang ingin saya titipkan kepada ISEI, pertama, belajar dari krisis ekonomi dunia yang datang silih berganti ini, saya berpendapat you have to rethink our economy. Pikir kembali. Saya katakan tadi, mungkin menyangkut ideologi, sistem, teori dasar, hukum, etika, praktik, dan lain-lain. Itu suatu eksperimen, suatu laboratorium yang besar, yang jangan berjarak dengan itu. Masuklah, bersama-sama dengan ekonom negara-negara lain.

 

Yang kedua, menyangkut kita sendiri, menyangkut kita sendiri. Kita mengalami beberapa rezim, beberapa mazhab perekonomian kita, sejak era Presiden Soekarno, era Presiden Soeharto, dan era reformasi sekarang ini. Apakah itu ideologi, sistem, strategi, kebijakan, mari kita rumuskan yang paling baik. Sebagai contoh, saya masih punya pendapat bahwa estimable growth with equity masih relevan, kebijakan pembangunan ekonomi empat jalur itu menurut saya juga tidak keliru, tapi what else? Apa lagi yang Saudara bisa pikirkan untuk men-design­ kebijakan dan strategi pembangunan ekonomi kita ke depan. Itu PR yang kedua.

 

PR yang ketiga, saya sering tidak menyadari bahwa apa yang kita lakukan tahun 2008, 2009, sampai sekarang ini, bersama Saudara semua, itu menjadi perhatian banyak pihak di dunia. Terus terang, kita suka tersipu-sipu dan merasa kikuk karena recognition, appreciation itu datang silih berganti. Kemarin Ibu Aviliani, sebagai contoh, ikut saya empat hari di New York, ikut menghadiri berbagai forum. Betapa tingginya apresiasi itu. Saya malah deg-degan. Artinya, ayo kita jaga yang sudah baik begini jangan sampai menurun, jangan sampai drop, jangan sampai dan seterusnya, dan seterusnya. Artinya, mereka ingin tahu sebetulnya. Ada dialog saya di Solo, itu ada namanya Nuclear Security Summit. Saya bertemu seperti ini dengan Wakil Perdana Menteri Inggris, namanya Nick Clegg, tiba-tiba ditanya: "Indonesia berapa tumbuhnya tahun lalu? Ya, 6,5%. Apa? 6,5%? Dia langsung: Berikan 1% untuk Inggris." Karena waktu itu rendah. Seperti itu. Dan, omongan seperti itu masih ada. Saya deg-degan betul, jangan sampai apa yang sudah kita capai, yang sudah kita raih ini, tidak pandai kita menjaganya, lantas kemudian turun.

 

Tapi yang ingin saya sampaikan adalah, terus terang Pak Darmin dan Saudara-saudara, kita kadang-kadang melawan arus, against economic theory, kadang-kadang, dan saya berani bertanggung jawab. Dan kenyataannya we survive. Kita diundang oleh international level organization di Jenewa. Kita diundang, ada apa, datanglah. Award. Tolong ceritakan Indonesia dalam mengatasi krisis kemarin dianggap pro labour. Tidak ada lay off yang berlebihan, very very limited. Mereka suka. Kemudian policy kita, stimulus tentu ada. Tapi meskipun stimulus, kita jaga defisit kita tidak membengkak, defisit 2,5%. Kita jaga debt to GDP ratio. Artinya, fiskal kita tidak terancam. Tapi, demikian we could do that waktu itu. While menjalankan stimulus fiskal, kita bisa tetap menjalankan proteksi sosial dari budget kita juga, dari fiskal kita juga. Jadi unique ternyata, bahwa terus terjaga, paling rendah 4,5%, bandingkan dengan negara yang ada di dunia. Kita punya unemployment, sekarang 6 koma sekian. Bandingkan di Eropa sekarang 18%, 20%, debt to GDP ratio defisitnya. Spanyol itu sudah mencapai 90% kalau nggak salah, debt to GDP ratio, yang kemudian juga defisit. Artinya, kita bisa menjaga seperti itu dan kemudian survive. Tolong dikaji the what, the why, and the how bahwa kita bisa survive. Maksud saya, kita jaga jangan sampai kita berhasil kemarin, nanti tidak berhasil di masa yang akan datang meskipun doa kita jangan ada lagilah krisis-krisis seperti itu. Itu menurut saya juga bisa dikaji.

 

Sebagai contoh begini Bapak, Ibu, nah ini saya beruntung bertemu dengan para ekonom. Ada yang bilang, kalau sedang krisis, berhematlah, beli, kalau perlu simpan saja uangnya. Saya debat dan saya tidak setuju. Dalam keadaan krisis, yang harus kita jalankan keep buying strategy, tetap beli, beli, beli. Begitu berhenti membeli maka perusahaan-perusahaan gulung tikar. Barangnya tidak laku, pasti terjadi lay off pengangguran baru dan menggerus seluruhnya, maka akan bergerak ke bawah. Tapi kalau masih bisa membeli barang dan jasa yang diproduksi, masih ada yang mengkonsumsi. Caranya bagaimana, kelompok menengah, golongan menengah bisa membeli, yang miskin kita bantu. Itulah gunanya BLT, proteksi sosial, program pro cluster, supaya dia bisa membeli, pegawai negeri, polisi, tentara yang pangkatnya rendah, kita naikkan gajinya secara signifikan supaya mereka bisa membeli. Nah, ternyata keep buying strategy ini tidak melumpuhkan perekonomian. Ini juga sebagai contoh.

 

Austerity measures, saya terus terang, kalau bisa kita hindari. Sekarang Eropa menjalankan, berhadapan dengan rakyatnya, social protest-nya tinggi sekali. Ya memang barangkali terpaksa, dan defisitnya luar biasa, debt to GDP ratio luar biasa, tapi social cost-nya tinggi sekali. Oleh karena itu, mari kita mengembangkan satu solusi, jangan sampai kita masuk yang disebut dengan austerity measures itu. Bapak, Ibu saya kira mengikuti my directions, my instructions pada para menteri ini. Tolong berhemat di APBN-nya masing-masing, terutama spending yang bisa dihemat, terutama belanja rutin, yang begitu-begitu. Tetapi untuk belanja modal, infrastruktur, tidak boleh ada konstraksi, harus ekspansi. Ekspansi terjadi itu stimulus, itu growth, tetapi kita juga, tanpa harus berhutang baru, menambah defisit dan debt to GDP ratio kita. Itu juga salah karena saya anti austerity measures, saya paham social cost-nya.

 

Saya masih ingat, saya kira teman-teman, Pak Didik Rachbini masih ingat, tahun 2000, ulangi, tahun 1999, saya dijadikan Menteri Pertambangan dan Energi. Baru duduk di kantor, minggu depan sudah disodori saya poin-poin dari austerity measures dari IMF, LOI. Di situ saya baca, bahan bakar harus dinaikkan 40%. Kemudian listrik harus dinaikkan 40%, dan banyak sekali. Saya taruh itu. Begini, begini, begini. Barangkali ekonomi ini correct, tapi dampak social acceptable. Dan dengan situasi waktu itu, ini solusi atau bukan? Oleh karena itu, kami bernegosiasi. Ya, tidak bisa terlalu keras suara kita karena kita di-bail out tapi terus, dan akhirnya bisa kita tunda, kita tunda, sampai titik yang paling baik dan Bapak, Ibu tahu, dua tahun jadi Presiden, saya lunasi semua hutang IMF, 7, sekian billion karena luar biasa diikatnya kita. Ada forum CGI kalau tidak salah. Betul CGI ya? Ya. Kita bubarkan sekaligus dulu. Itu masih sakit hati. Kita sebagai menteri, ada negara donor, hanya menjamin mungkin 100 juta. Tapi ngececernya itu habis-habisan, kamu harus begini, harus begini, jangan begitu, jangan begini. 1 juta, 50 juta. Sakit. Oleh karena itulah, bismillah, ke depan jangan sampai kita seperti itu lagi, austerity measures. Oleh karena itu, kita jaga segala sesuatunya. Fiscal policy is very important, dan connected to monetary policy. Tidak mungkin akan bagus kalau kebijakannya Pak Darmin Nasution bertabrakan dengan kebijakannya Pak Agus Martowardoyo. Kayak apa jadinya nanti? Itu perang sendiri. Jadi ini juga sangat penting, apa namanya, menyerasikan kedua wilayah itu. PR yang ketiga.

 

PR yang keempat, jangan khawatir tidak kebagian tugas, ada satu lagi. Di pembangunan daerah, otonomi daerah, desentralisasi. I love otonomi daerah, I love, apa namanya, desentralisasi. Desentralisasi fiskal tahun ini sudah mencapai 500 trilyun dari anggaran kita yang sekitar 1.600 trilyun. Tahun depan, 2013, kita merencanakan, tentu subject to persetujuan DPR, lebih dari 600 trilyun untuk ke daerah. Artinya apa? Money follows function. Kita alirkan. Jadi kalau dikelola dengan baik, management-nya baik, leadership­-nya baik, iklim investasinya baik, pemimpinnya peduli, dan seterusnya, dan seterusnya, negara kita akan berubah. Sebuah transformasi besar. Pembangunan akan merata di seluruh wilayah Indonesia. Tetapi sebaliknya, kalau dikunci, dikandaskan, dihambat di daerah, entah izinnya, entah urusannya. Harusnya datang ke kantor, suruh nemui adiknya. Harusnya datang siang hari, suruh ketemu malam hari. Penyakit-penyakit seperti ini, belum kongkalikong antara eksekutif dan DPRD yang ada di daerah, tekor, susah, balik kanan, ngapain. Jadi sebenarnya, the opportunity is there. Jadi kalau bupati, walikota, gubernur yang dipilih oleh rakyat, ingin rakyatnya makmur, berbuatlah sesuatu untuk mereka, untuk lapangan pekerjaan, untuk pajak, untuk ini, untuk itu. Saya sangat berharap, ini pilihan kita, pilihan reformasi, sebagian gubernur, bupati, walikota, bagus, terhormat. Tapi masih ada yang belum mengerti arti dari desentralisasi dan otonomi daerah. Belum mengerti apa arti begitu banyak dana yang kami alirkan ke daerah.

 

Belanja rutin kadang-kadang terlalu tinggi. Ada katanya sebuah provinsi, gaji, insentif Eselon II atau begitu, itu sampai 40 juta. Lebih besar dari gaji menteri, misalnya. Mau ke mana? Kemudian mengatakan, kan otonomi daerah? Yang penting DPRD setuju, habis perkara. Good bye gubernur, good bye Jakarta. I am so sure there's something wrong. Oleh karena itu, tujuan yang mulia, tujuan yang baik, konsep yang benar ini, harus kita tata kembali. Kita bantu daerah, kita fasilitasi daerah, saya berikan capacity building di daerah, tapi sekaligus kita disiplinkan. Dengan demikian, secara nasional akan menjadi bagus. Oleh karena itu, PR yang keempat tadi silakan dilihat challenge dan kebijakan pembangunan ekonomi daerah yang membawa benefit kepada daerah itu sendiri, kepada rakyatnya, masyarakatnya, dan juga kepada negara. Kalau tiga-tiganya untung, ga benar itu.

 

Saya kira hanya itu pikiran ringan dan sederhana saya. Dan, saya nanti berharap hasilnya bisa saya baca. Saya ikuti karena akan penting bagi saya untuk penyempurnaan dan pengembangan kebijakan strategi RKP, APBN, begitu, dan saya berharap sukses. Sampaikan salam saya kepada seluruh peserta kongres, dan tolong Pak Darmin dan semua teman-teman nanti cari waktu, ketemu saya lagi. Kalau sudah siap, empat PR ini bulan depan pun siap. Kalau perlu waktu jangan lebih dari 3 bulanlah, gitu, supaya masih hangat dan kita bisa. Ini sejarah untuk negeri kita, untuk dunia. Saya kalau berkunjung ke luar negeri, kadang-kadang ketemu Perdana Menteri, Presiden dalam suasana seperti ini juga kelihatan kalau kurang confident, gitu. Mari, tapi kalau Tuhan sekarang ini sedang baik, kita jaga tetap baik tapi justru we can do more dan kalau saya mengakhiri tugas saya nanti, bisa menyerahkan kepada yang lain-lain, pemerintahan yang baru, untuk berbuat lebih bagus lagi, lebih baik lagi untuk rakyat kita.

 

Selamat berkongres. Sukses selalu.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI