Sambutan Presiden RI pd acara Buka Bersama di Kediaman Ketua DPD RI, tgl.24 Juli 2013, di Jakarta

 
bagikan berita ke :

Rabu, 24 Juli 2013
Di baca 736 kali

 

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

BUKA PUASA BERSAMA DI KEDIAMAN KETUA DPD RI

JAKARTA, TANGGAL 24 JULI 2013

 

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang sama-sama kita cintai Bapak Habibie, Bapak Budiono, Bapak Irman Gusman beserta Ibu selaku sohibul bait, Bapak K.H. Said Agil Siroj, terima kasih Kyai atas pencerahan dan ceramahnya yang luar biasa,

Hadirin-hadirat yang dimuliakan Allah SWT,

 

Alhamdulillah, kita dapat sama-sama beribadah, ber-silaturrahim dan menyatukan da'i dengan hati kita di tempat ini, semoga ibadah kita diterima Allah SWT.

 

Saya diminta oleh Pak Irman Gusman untuk menyampaikan satu, dua patah kata pada kesempatan yang baik ini, insya Allah akan saya sampaikan dalam waktu mudah-mudahan sekitar 10 sampai 12 menit. Tetapi, barangkali saya mewakili yang hadir pada sore hari ini, terima kasih atas undangannya, dan kita bisa ber-silaturrahim pada kesempatan yang baik ini.

 

Apa yang ingin saya sampaikan ini sebenarnya mengalir dari apa yang disampaikan oleh Pak Irman Gusman tadi, dan juga diceramahkan oleh Bapak K.H. Said Agil Siroj. Dan, karena yang hadir di tempat ini sebagian besar adalah para penyelenggara negara, para penyelenggara negara, maka refleksi yang akan saya sampaikan sebagaimana yang kerap saya sampaikan selama kita beribadah di bulan suci Ramadhan ini adalah refleksi yang berkaitan dengan urusan kebangsaan, bangsa dan urusan kenegaraan, negara. Sama persis dengan kedua tema yang disampaikan pagi tadi.

 

Saya akan mulai dari sebuah ilustrasi, beberapa ilustrasi yang saya alami pada bulan suci Ramadhan ini. Beberapa hari yang lalu di Cilangkap, saya beserta hadirin yang juga hadir pada kesempatan itu meresmikan monumen Mempertahankan NKRI, monumen Perjuangan, yang diacarakan oleh Panglima TNI. Yang ingin saya sampaikan, ketika kita melihat monumen itu, palagan demi palagan, adegan demi adegan, peristiwa demi peristiwa di masa lalu kita memang ada sejumlah permasalahan, konflik, pertentangan, bahkan perang. Oleh karena itu, menjaga keutuhan bangsa ini adalah tugas yang akan kita jalankan selamanya, not to be taken from advantage.

 

Kemudian cerita yang lain, hari Sabtu, Minggu, Senin yang lalu. Hari libur kami bekerja untuk merumuskan postur APBN 2014. Yang ingin saya sampaikan adalah betapa tidak mudahnya kita mengalokasikan dan mendistribusikan anggaran yang dikeluarkan antara 1600 sampai 1700 triliyun untuk anggaran tahun depan. Persoalannya adalah berapa yang tepat di tangan pusat, berapa yang di daerah. Belum pendidikan, belum subsidi, belum cicilan utang dan sebagainya. Tapi bukan sekedar angka, tetapi menyangkut konsep kita ini seperti apa. Sistem pemerintahan ini yang menganut desentralisasi dan otonomi daerah, tetapi bangun negara kita adalah Negara Kesatuan, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Beberapa saat sebelumnya, kita mendengar masih terjadi ketegangan dan konflik komunal yang terjadi di Jawa Tengah misalnya. Beberapa saat sebelumnya, saya menerima saudara-saudara kita yang datang dari Madura, yang menginginkan solusi di Madura adalah solusi yang damai, solusi yang adil dan bermartabat. Saya kira semua mengikuti, ada sebuah konflik yang saya sebut dengan benturan intra agama, bukan antaragama, tetapi sesama umat Islam yang ada di Madura. Yang saya sampaikan ini adalah bagian dari benturan, peristiwa, kejadian, konflik di negeri kita ini yang menyentuh kepada sesuatu yang asasi yaitu kerangka bernegara, kebangsaan yang harus kita jalankan di negeri tercinta ini, masa kini dan masa depan.

 

Saudara-saudara,

 

Saya juga sependapat dengan Kyai Agil Siroj, apa yang kita sebut dengan empat pilar atau empat konsensus dasar. Sebenarnya bangsa Indonesia menganggapnya sebagai sesuatu yang sudah selesai, sudah tetap, bagaimana mengimplementasikannya, bagaimana membawa dalam alam praktik kehidupan bernegara, kehidupan berbangsa, dan kehidupan bermasyarakat. Dan, tentunya lebih dari sekedar konstitusi sudah hadir, undang-undang sudah ada, sistem telah kita bentuk. Lebih dari itu, karena ini masalah yang terus hidup sepanjang perjalanan negeri yang sama-sama kita cintai ini.

 

Sebenarnya, kalau bisa kita lebih elaborasi dari situ, banyak hal yang patut kita renungkan, yang patut kita pikirkan, dan kemudian kita pilih, bangun, serta tatanan kehidupan seperti apa di negeri ini, baik yang berkaitan dengan kebangsaan maupun dengan kenegaraan. Tetapi kalau saya ingin ambil satu fokus saja, saya kira juga masih relevan. Negara kita sekarang menganut demokrasi multipartai. Tetapi bukan hanya itu, Indonesia berbeda dengan kebanyakan negara di dunia, yang juga menganut paham demokrasi, demokrasi kita juga demokrasi multibudaya.

 

Inilah yang harus kita satukan bagaimana dilema dan kompleksitas demokrasi multi partai harus menyatu dengan dilema dan kompleksitas demokrasi multibudaya. Harapan kita, demokrasi ini tumbuh dengan baik, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat dan nilai-nilai yang kita pertahankan dan kita anut bersama, termasuk nilai-nilai keagamaan. Oleh karena itu, saya hanya ingin menyampaikan pikiran dasar yang ingin saya sampaikan lagi. Ini sudah saya sampaikan tahun 2012 di Bogor, ketika ada acara Muhammadiyah bersama-sama dengan lembaga yang ada di Asia Tenggara, tentang dialog antar-civilization. Di antara yang saya sampaikan, saya masih ingat, ada tujuh hal yang saya sebut dengan imperatif. Tujuh imperatif yang patut kita jalankan di negeri tercinta ini, yang menganut paham, yang menganut sistem demokrasi multipartai dan demokrasi multibudaya. Pertama adalah jurus satu, siap untuk menerima perbedaan-perbedaan. Siap menerima perbedaan. Yang kedua, kita harus mewadahi aspirasi minoritas. Mayoritas tentu akan memegang peran yang sentral, tapi jangan lupa, mewadahi aspirasi minoritas.

 

Ketiga, penyelesaian konflik, haruslah dilaksanakan secara damai dan bermartabat. Bangsa yang majemuk, hampir pasti banyak sekali sumber-sumber pertentangan dan memanas. Tetapi ingat, semua itu harus kita selesaikan secara damai, peaceful. Yang keempat, kebebasan tidak boleh melecehkan dan menistakan simbol atau nilai identitas yang lain. Ya karena majemuk tadi, tidak boleh tutur kata kita, sikap kita, perilaku kita dipandang sebagai melecehkan, menghina, atau menistakan apa yang dianut oleh identitas yang lain.

 

Yang kelima, kepentingan bersama harus diletakkan di atas kepentingan identitas apa pun, baik agama, suku, daerah, etnik, dan sebagainya. Yang keenam, ini sangat penting, dan kita rindu serta haus seperti ini, teladan, contoh dari para pemimpin dan tokoh yang berbeda-beda identitasnya, yang berbeda-beda budayanya. Kyai Agil Siroj memberi contoh yang baik. Kemudian yang ketujuh, kalau Indonesia negara yang majemuk ini melakukan semuanya itu, kehidupan yang harmonis, kehidupan sebuah negara yang menganut demokrasi multibudaya, harapan kita, masyarakat dunia juga begitu. Tidak boleh mendua, negara tertentu harus melaksanakan harmoni, saling hormat-menghormati, tidak ada yang menistakan simbol dan nilai yang lain, maka masyarakat dunia juga begitu. Hadir para duta besar di tempat ini, ini seruan Indonesia, ajakan Indonesia, norma, prinsip, dan nilai yang berlaku seperti yang saya sampaikan tadi hakikatnya juga berlaku bagi bangsa-bangsa sedunia.

 

Itulah Saudara-saudara,

 

Yang terakhir adalah, ini pekerjaan rumah, saya sampaikan waktu di istana, di hadapan para penyelenggara negara. Kebangsaan kita harus terus kita perkokoh. Loyalitas utama adalah pada bangsa, Indonesia, bukan daerah, bukan agama, bukan suku dan sebagainya. Ini kalau kita memiliki paham kebangsaan yang benar, yang tepat. Yang kedua sistem pemerintahan tidak perlu didikotomikan terus-menerus, yang penting pusat dan daerah. Pusat, provinsi, kabupaten, dan kota yang kita perlukan adalah power arrangement, dan kemudian sense of responsibility. Tanggung jawab bersama dengan tatanan yang baik, pusat, apa tugas kewenangan dan kewajibannya? Provinsi apa? Kabupaten dan kota apa? Kalau itu di highspeed today, maka praktiknya dan implementasinya akan benar. Yang keempat, kehidupan bermasyarakat tanpa henti adalah toleransi, tenggang rasa, dan keutuhan kembali ke harmoni. And last but not least, ini melanjutkan dari yang saya sampaikan sebelumnya, kehidupan yang baik di negeri ini, jangan menjadikan negara sebagai polisi, sebagai pemaksa, sebagai pendikte apa yang dilaksanakan oleh rakyat, maka kita bangun civil society, masyarakat madani, yang juga bertanggung jawab, yang punya nilai-nilai yang baik, mencirikan good society. Dia bisa mengatakan ini nda' baik, ini baik, ini nda' boleh, ini boleh. Kalau itu tidak ada dan mengharapkan negara sebagai polisi, maka kehidupan kita tidak baik. Oleh karena itulah, hikmah Ramadhan ini mari kita tegakkan itu semua. Dengan demikian, the reason to twin, state and the people itu akan bagus. Itulah yang dicita-citakan oleh kita semua sebagai mana yang diharapkan dan oleh para pendiri negeri kita.

 

Demikianlah Hadirin sekalian yang dapat saya sampaikan.

Terima kasih, Pak Irman.

Waktunya saya akan menyampaikan tingkat kebijakan untuk melakukan refleksi pada bulan suci Ramadhan ini.

Demikianlah Saudara-saudara, terima kasih atas perhatiannya.

Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

 

 

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

KementerianSekretariat Negara RI