Sambutan Presiden RI pd Acara Rakernas Bantuan Hukum, tgl.26 Juli 2013, di Istana Negara, Jakarta
SAMBUTAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA ACARA
RAPAT KERJA NASIONAL BANTUAN HUKUM
DI ISTANA NEGARA, JAKARTA
TANGGAL 26 JULI 2013
Â
Â
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua,
Â
Yang saya hormati para Pimpinan Lembaga-lembaga Negara,
Para Menteri dan Anggota Kabinet Indonesia Bersatu II,
Yang Mulia Duta Besar dan para Pimpinan Organisasi Internasional,
Para Pimpinan Organisasi Bantuan Hukum dan segenap Pejuang dan Pecinta Hukum dan Keadilan, serta seluruh Peserta Rakernas yang saya muliakan,
Â
Mengawali sambutan ini, saya mengajak Hadirin sekalian untuk sekali lagi, memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hari ini kita dapat menghadiri Pembukaan Rapat Kerja Nasional Bantuan Hukum yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM bekerja sama dengan sejumlah organisasi internasional.
Â
Pada kesempatan yang baik ini, saya juga ingin mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa di bulan Suci Ramadhan ini kepada Saudara-saudara yang menjalankannya. Semoga ibadah kita diterima dan mendapatkan ridho dari Allah SWT.
Â
Saya ingin menyampaikan pula ucapan selamat datang di Istana Negara ini kepada seluruh peserta Rakernas yang datang dari berbagai penjuru Tanah Air. Semoga Rakernas ini dapat menghasilkan kebijakan, strategi, dan langkah tindakan yang nyata dalam pemberian bantuan hukum kepada masyarakat, utamanya masyarakat miskin dan masyarakat awam hukum yang belum tentu memiliki akses terhadap keadilan.
Â
Saudara-saudara,
Â
"Melalui Rakernas Bantuan Hukum, Kita Wujudkan Akses Terhadap Keadilan", yang menjadi tema dari Rakernas ini saya nilai tepat dan relevan. Tepat, karena bantuan hukum memang sangat diperlukan oleh masyarakat yang memiliki atau terlibat dalam masalah hukum. Dan juga relevan, karena akses terhadap keadilan bagi sebagian besar masyarakat kita, tidaklah selalu mudah. Keadilan kadang kala hanya dinikmati oleh kalangan tertentu saja.
Â
Karena itulah, kita harus memberikan akses terhadap keadilan yang lebih luas, karena akses terhadap keadilan merupakan hak masyarakat yang diamanatkan oleh konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (1), sebagaimana disampaikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tadi, dengan tegas menyatakan bahwa "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum".
Â
Peningkatan jaminan hukum bagi masyarakat, juga merupakan bagian dari hak-hak universal kemanusiaan yang diakui secara internasional. Hal ini tercermin dari penetapan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, International Covenant on Civil and Political Rights, oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.Â
Â
Hak atas Bantuan Hukum juga telah diterima secara universal. Dunia sepakat bahwa semua orang berhak memperoleh perlindungan hukum, serta harus dihindarkan dari segala bentuk diskriminasi. Bantuan Hukum perlu diberikan demi kepentingan keadilan dan kepada mereka yang tidak mampu membayar advokat. Â
Â
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Â
Pemberian Bantuan Hukum kepada warga negara merupakan wujud nyata dari implementasi negara kita sebagai negara hukum, dan sesungguhnya juga negara keadilan. Negara yang mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan, access to justice, dan kesamaan di hadapan hukum, equality before the law.Â
Â
Harus kita akui, selama ini, pemberian Bantuan Hukum belum banyak menyentuh masyarakat miskin. Mari dengan jujur kita melakukan introspeksi. Masyarakat miskin masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan keadilan. Untuk itulah, kita tetapkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011, terbit dua tahun yang lalu, tentang Bantuan Hukum sebagai dasar bagi negara untuk menjamin warga negara, khususnya bagi orang atau kelompok yang miskin, untuk mendapatkan akses keadilan dan kesamaan di hadapan hukum.
Â
Untuk melaksanakan Undang-Undang tentang Bantuan Hukum tersebut, telah kita terbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum. Peraturan Pemerintah ini merupakan acuan dari penyelenggaraan Bantuan Hukum di negara kita.
Â
Pada kesempatan yang baik ini, saya  ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Kementerian Hukum dan HAM serta instansi terkait yang telah mempersiapkan regulasi lainnya untuk mengimplementasikan Undang-Undang tentang Bantuan Hukum ini.
Â
Ke depan, kita ingin dengan berlakunya Undang-Undang Bantuan Hukum, jaminan terhadap  hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dapat dilaksanakan dengan lebih baik lagi. Keadilan tidak lagi hanya untuk mereka yang memiliki uang dan kekuasaan. Rakyat tidak mampu atau mereka yang tergolong miskin, juga dapat menikmati keadilan. Apa yang telah kita tetapkan dalam bentuk undang-undang dua tahun yang lalu itu, yang diikuti dengan peraturan pemerintah dan aturan lain, harapan kita mengubah apa yang belum terjadi di waktu yang lalu, keadilan bagi saudara-saudara kita yang miskin dan awam hukum.
Â
Saudara-saudara,
Â
Rakernas Bantuan Hukum yang dimulai hari ini sangat penting dan strategis untuk mengimplementasikan Undang-Undang tentang Bantuan Hukum dan aturan pelaksanaannya dengan seksama. Tidak ada artinya kita punya perangkat, kita punya aturan, kalau tidak dijalankan dengan baik. Melalui undang-undang itu, kita juga ingin mengukuhkan bantuan hukum sebagai strategi pencapaian akses terhadap keadilan, utamanya bagi masyarakat miskin. Sebab, masyarakat miskin banyak identik dengan tingkat pendidikan yang rendah, dan berimplikasi pada minimnya pengetahuan terhadap masalah hukum ketika mereka harus berperkara di pengadilan.
Â
Sudah saatnya kita memberikan perhatian penuh kepada masyarakat miskin yang tidak mampu dan awam hukum. Masyarakat yang awam hukum tentu akan menghadapi kesulitan dalam mengajukan perkaranya ke pengadilan. Apalagi jika dihadapkan pada peraturan dan bahasa hukum yang tidak selalu mudah dipahami oleh setiap orang. Jangankan saudara kita yang awam hukum, yang pengetahuannya tidak terlalu tinggi, bagi yang pengetahuannya tinggi pun tidak selalu memahami bahasa hukum, prosedur hukum.
Â
Peningkatan kualitas bantuan hukum juga kita arahkan untuk memastikan bahwa tahapan litigasi maupun non-litigasi yang dilakukan masyarakat miskin dan awam hukum dapat dilakukan sesuai aturan hukum. Dengan cara itu, permohonan atau gugatan mereka, senantiasa memenuhi aspek prosedur hukum, dan terhindar dari beragam bentuk penolakan pengadilan. Di sinilah pentingnya peran advokat atau penasehat hukum untuk memberikan bantuan hukum kepada orang miskin yang dijamin oleh konsitusi kita.
Â
Saudara-saudara,
Â
Dari apa yang saya kemukakan tadi, saya sungguh berharap agar Rakernas Bantuan Hukum kali ini dapat merumuskan pemberian bantuan hukum bagi kalangan masyarakat awam dan miskin saat berhadapan dengan perkara hukum. Mari kita bangun sinergi antar-para penasehat hukum dalam memberikan kemudahan bantuan hukum kepada masyarakat miskin.
Â
Kepada organisasi, lembaga, yayasan, dan asosiasi bantuan hukum yang telah lulus verifikasi, saya sampaikan ucapan selamat. Saya berharap  Saudara-saudara dapat melaksanakan tugas dengan baik, tugas yang sangat mulia, sesuai dengan apa yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar kita. Saya mengajak Saudara-saudara untuk membangun tatanan hukum di negeri ini, agar hukum benar-benar dapat menjadi panglima. Janganlah kita membeda-bedakan pelayanan pemberian bantuan hukum antara  kelompok yang satu dengan yang lain.
Â
Mari kita gunakan  dana bantuan hukum yang diberikan negara dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab. Anggaran bantuan hukum  harus dapat kita distribusikan secara merata ke seluruh pelosok Tanah Air, serta tepat sasaran bagi mereka yang bermasalah dengan hukum. Pedomani Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum. Dalam kaitan ini, ingin saya tegaskan, bahwa tidak ada toleransi bagi siapa saja  yang menyalahkan dana bantuan hukum bagi orang miskin. Di samping salah secara hukum, dosanya juga luar biasa.
Â
Kepada Saudara Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, saya instruksikan untuk memenuhi target pembangunan bidang hukum yang telah ditetapkan pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang, ulangi Jangka Menengah Tahun 2010-2014.Â
Â
Tingkatkan sinergi dengan semua pemangku kepentingan. Tingkatkan pemajuan pembangunan hukum untuk mendorong terciptanya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih berkeadilan. Perluas peningkatan akses bantuan hukum bagi sebagian masyarakat kita yang miskin dan awam hukum. Berikan pula dukungan pada pencerahan dan pembinaan hukum bagi segenap warga negara sebagai wujud dari pelaksanaan tugas konstitusional kita.
Â
Saudara-saudara, itulah pesan utama saya. Namun sebelum saya akhiri, ini kesempatan yang baik, ini bulan Ramadhan, baik kalau kita sering melakukan refleksi, kontemplasi, dengan harapan hari esok insya Allah lebih baik dari hari ini. Dan, saya berhadapan dengan para pejuang keadilan di ruangan ini. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan sejumlah hal, terutama apa yang saya dengar, yang saya ketahui, yang saya terima dari masyarakat kita.
Untuk diketahui, sejak tahun 2005, pertengahan tahun 2005 hingga hari ini, saya
telah menerima 3.600.000 SMS dan 114.000. Bapak-Ibu, Saudara juga mengetahui,
sekitar tiga bulan yang lalu, saya memasuki dunia Twitter, bergabung
dengan saudara-saudara kami, dan saya alhamdulillah telah mendapatkan teman atau followers sebanyak 2.894.542 orang hingga hari ini, 2,9; Facebook 356.172,
yang baru saya buka beberapa saat yang lalu. Artinya, kami mendengar apa yang
mereka rasakan, apa yang mereka keluhkan, aduan-aduan mereka. Banyak di
antaranya soal keadilan. Tentu, saya salurkan semua apa yang saya terima dan
saya dengar itu.
Jadi, kalau ada yang mengatakan, "Ah, pasti SBY itu hanya mendengar yang
menyenangkan saja, ABS." Tidak. Di antara jutaan yang masuk ke saya, tidak
sedikit yang marah-marah kepada saya. Mestinya kepada orang lain, tapi kepada
saya akhirnya. Ada yang merasa, "Kok begini-begitu?" Bagus, itulah
rakyat kita, harus kita dengar. Jangan pedulikan bahasanya. Bahasanya ada yang
kasar, ada yang keras, tapi saya tangkap esensinya, apa yang hendak disampaikan
kepada saya. Oleh karena itu, ada sepuluh catatan saya di dunia hukum dan
keadilan.
Tapi sebelum ke situ, kita adalah negara demokrasi. Demokrasi itu ada
pilar-pilar utamanya. Ibarat, ada tiga kaki atau dua kaki. Kalau salah satu
kaki rapuh, maka entah meja, entah kursi itu akan mudah jatuh. Begitulah ibarat
pilar demokrasi.
Pilar demokrasi yang menjadi kesukaan semua orang di dunia ini adalah freedom, kebebasan. Alhamdulillah, kebebasan telah hadir di
negeri kita ini, di seluruh wilayah Indonesia. Saya kira benar kalau ada yang
mengatakan kita mengalami surplus kebebasan.
Lantas, pilar yang berikutnya lagi adalah perlindungan dan pemajuan hak-hak
asasi manusia. Bandingkan dengan keadaan di waktu yang lalu, tidakkah makin
baik? Perlindungan atau pemajuan hak-hak asasi manusia, human rights.
Tapi ada pilar satu yang masih goyah, yaitu rule of law. Kepatuhan masyarakat
terhadap pranata hukum masih kita rasakan. Di bulan Ramadan pun juga masih
muncul sekali-sekali, dan penegakan hukum yang juga belum sebagaimana yang
diharapkan oleh kita semua.
Jadi, kalau saya boleh introspeksi, terus terang, dari tiga pilar ini, satu
inilah yang harus kita mantapkan supaya kuat, kokoh sehingga tiga-tiga pilar
ini kuat, demokrasi kita akan hidup, dan makin berkeadilan dan bermartabat.
Kalau bicara penegakan hukum, bukan hanya kesalahan para penegak hukum kalau
dianggap kurang. Kesalahan kita semua, termasuk seluruh rakyat Indonesia yang
harus patuh dan menghormati hukum dan aturan. Itu mengingatkan tentang
demokrasi yang terus kita matangkan, yang terus kita konsolidasikan, sekarang
dan ke depan ini.
Di samping itu, kita menyebut banyak sekali kata-kata orang miskin,
saudara-saudara kita yang miskin. Apa artinya? Sederhana saja. Yang namanya
kebutuhan dasar manusia, basic
human needs, yang
menjadi tujuan pembangunan di negara mana pun di dunia ini adalah kebutuhan akan
pangan, sandang, hunian yang layak, pendidikan, kesehatan, rasa aman dari
ancaman, kemudian lingkungan yang baik, dan rasa keadilan. Bagi orang miskin,
kebutuhan dasar seperti yang saya sebutkan tadi, a-b-c-d-e-f, sebagian besar
tidak dimilikinya. Oleh karena itulah, negara berkewajiban memberikan bantuan.
Saudara mengetahui ada program penanggulangan kemiskinan oleh pemerintah,
program-program prorakyat, dengan biaya puluhan triliun setiap tahunnya, karena
tidak mungkin kita serahkan pada hukum ekonomi yang justru sering menghadirkan
ketidakadilan. Dan, di antara bantuan itu, maka alhamdulillah hari ini, dengan tekad dan
semangat yang tinggi, kita akan memenuhi lagi bantuan terhadap rasa keadilan.
Kalau ini kita jalankan, insya Allah, lima-sepuluh tahun ke
depan negara kita akan menjadi makin baik, dan rakyat kita akan merasa
terlindungi dan diberikan hak-haknya oleh negara.
Saudara-saudara,
Saya bukan sarjana hukum, tapi saya, sebagaimana Saudara sekalian, cinta
keadilan. Oleh karena itu, saya memilih menggunakan bahasa seseorang yang bukan
sarjana hukum di dalam menyampaikan hal-hal yang akan saya sampaikan ini.
Bagi saya, yang namanya adil itu, kalau berperkara secara hukum, kalau dia
salah, ya dihukum, kalau tidak salah, jangan dihukum. Kalau salahnya besar,
hukumannya berat. Kalau salahnya kecil, hukumannya ringan. Jangan dibalik, yang
salah, yang salah tidak dihukum, yang tidak salah dihukum. Kesalahannya kecil
sekali, hukumannya berat. Salahnya besar, semua tahu kok ringan
sekali. Itu berarti tidak adil. Ini bahasa sederhananya seperti itu.
Nah, sekarang ada sepuluh poin. Jangan khawatir, Maghrib masih lama ini,
singkat-singkat, jangan khawatir. Ini suara dari masyarakat luas. Sebagian
mungkin benar, sebagian agak benar, sebagian ya, kita sendiri yang akan
mengetahui benar atau tidak itu.
Satu, banyak saudara-saudara kita, melalui komunikasi dengan saya tadi, yang
menganggap, "Pak, kok Indonesia ini sering ada trial by the press? Pengadilan belum mengambil
keputusan, kok media massa, pers sudah memvonis seolah-olah
seseorang itu bersalah? Kami kan punya anak, punya istri,
punya saudara, punya teman. Aibnya luar biasa, Pak. Belum-belum, sudah
dinyatakan bersalah oleh pers." Kurang lebihnya begitulah, trial by the press.
Padahal, yang betul kan trial by the court, pengadilan. Wong namanya
polisi melaksanakan penyelidikan, kemudian polisi atau KPK atau kejaksaan
melaksanakan penyidikan. Ketika kejaksaan atau KPK melaksanakan penuntutan,
ketika majelis hakim sedang menyidangkan, itu semua belum boleh dinyatakan
bersalah, kecuali sudah ada ketetapan hukum yang dijatuhkan dalam sebuah
pengadilan oleh majelis hukum. Jadi, apalagi baru berita, baru SMS, baru
katanya, sudah divonis seolah-olah salah. Dengarkan suara rakyat ini. Ini
pertama.
Yang kedua, ini mudah-mudahan tidak benar, tapi masuk kepada saya. Ini untuk semua
penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, KPK, siapa pun, mengapa isi berita acara
pemeriksaan diketahui oleh pihak-pihak tertentu? Mestinya itu dokumen rahasia,
akan dibawa nanti dalam proses pengadilan. Kok sampai di
tangan-tangan pihak tertentu? Bayangkan kalau di tangan pers, menjadi bagian
dari publikasi media itu. Maka, di sini keadilan juga terganggu, koyak
sebetulnya. Belum-belum, kok sudah diudal-udal. Mari sama-sama kita introspeksi,
betul atau tidak betul. Kalau tidak betul, alhamdulillah.
Tiga, masih ada keluhan, seolah-olah putusan majelis hakim tidak dianggap
tepat. Akhirnya, dianggap tidak adil. Mari kita introspeksi.
Saya pernah bercerita. Kalau ada kejahatan X, perkara X di seluruh dunia itu
dinyatakan bersalah, kemudian pengadilan Indonesia menyatakan tidak bersalah,
tentu ada yang tidak benar. Atau sebaliknya, di seluruh dunia atau di
pengadilan mana pun di negeri kita, mestinya itu bersalah, tapi pengadilan X mengatakan
tidak bersalah. Mari dilihat bareng-bareng karena, menurut saya, hukum
itu memiliki nilai-nilai yang universal, lintas negara, lintas bangsa, lintas
keadaan, lintas ruang, lintas waktu. Mestinya begitu. Tentu ada konteks kapan
kejahatan itu dilakukan. Tapi kalau sangat mencolok misalkan, sangat berbeda,
tentu mendapatkan sorotan yang tidak kecil. Ini yang ketiga.
Yang keempat, saya sering berkunjung ke daerah, mudah-mudahan tidak benar, pimpinan
daerah, gubernur, bupati, walikota mengadu kepada saya, "Masih ada, Pak, kami
ini dicari-cari kesalahannya. Setelah dicari-cari kesalahannya, katanya bisa
diatur." Ini suara mereka, dan saya sudah berkali-kali menyampaikan kepada
semua, jajaran Kejaksaan Agung, jajaran Kepolisian, siapa pun, jangan sampai
ada oknum seperti itu, jangan sampai ada kasus seperti itu. Jelas itu bukan policy, jelas itu apa namanya, tidak menjadi harapan dari
kita semua. Itu yang keempat.
Yang kelima, mereka berharap tidak ada, tidak boleh ada tekanan dari siapa pun
bagi para penegak hukum. Tekanan itu, misalnya, orang yang tidak salah, "Ah,
hukum saja setinggi-tingginya," atau yang nyata bersalah, "Bebaskan." Itu
tekanan, baik dari penguasa, dari politisi, dari jenderal, dari LSM, dan dari
pers. Bebaskan semuanya itu. Biarkan hukum dan keadilan berbicara. Saya
mengajak semuanya. Jangan memberikan tekanan apa pun kepada para penegak hukum.
Yang keenam, saya, rakyat ini, dan saya menggarisbawahi, juga berharap mari
kita berikan dukungan kepada para penegak hukum, dukungan kepada para penegak
hukum. Jangan sampai, begitu penegak hukum menyatakan seseorang sebagai
tersangka misalnya, lantas ribut, "Ah, itu rekayasa politik." Kalau begitu, enggak akan
selesai. Pasti penegak hukum, entah kepolisian, kejaksaan, KPK, dalam
menetapkan seseorang sebagai tersangka, tentu bisa dipertanggungjawabkan. Kalau
tidak bisa dipertanggungjawabkan, akan ketahuan sendiri nantinya. Pastilah.
Oleh karena itu, jangan sampai, "Wah, ini rekayasa politik. Pasti pesanan ini, pesanan
itu." Mari kita bebaskan dan didik kita semua, respek kepada para penegak
hukum. Itu yang keenam.
Ketujuh, masih ada kecurigaan masyarakat, "Jangan-jangan ada deal politik, political deal, jangan-jangan." Saya membayangkan bagaimana deal politiknya ya, tidak mudah sebetulnya, tapi masih
ada yang mengatakan, "Jangan-jangan ada deal politik."
Yang sering jadi sasaran adalah KPK, MK, BPK, dan juga penegak hukum lainnya.
Pimpinan KPK ada di sini. Saya tahu berjuang keras beliau. Pimpinan Mahkamah
Agung ada di sini. Pimpinan MK ada di sini. BPK juga ada di sini. Tapi ada
suara-suara yang, "jangan-jangan." Oleh karena itu, dalam rangka refleksi dan
kontemplasi ini, mari betul-betul bebaskan. Kita semua tidak ada deal politik apa pun, karena besarnya tanggung jawab
moral dan tanggung jawab keadilan bagi para penegak hukum, dan termasuk saya di
sini sebagai Kepala Negara.
Yang kedelapan, jangan sampai majelis hakim diintimidasi, ditekan, baik secara
fisik, diancam, atau diteror. Pernah suatu saat saya mendengar itu, saya
sampaikan, "Bapak, tolong beri tahu saya kalau ada yang meneror dan mengancam,
apalagi secara fisik. Beri tahu saya, please let me know." Ini negara hukum. Tidak bisa seseorang
mengancam, apalagi sampai fisik, "Awas, nyawa kalian enggak akan
selamat." Ini kan bisa koyak kita punya keadilan. Itu yang
kedelapan.
Kalau perlu bantuan, pengamanan, kita berikan. Sudah ada LPSK, Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban. Tapi kepada majelis hakim, jaksa, kalau memang
terancam keselamatannya, tidak boleh negara membiarkan, tidak boleh.
Yang kesembilan, ini saya menggarisbawahi karena kenyataannya ada masyarakat
bertanya, "Jangan-jangan ada suap kepada para penegak hukum." Oknum itu di mana
pun ada, di pemerintahan ada, di penegak hukum ada, di LSM ada, di pers ada, di
tentara ada, di polisi ada, di mana pun ada oknum itu. Nah, biasanya satu-dua
orang digeneralisasi. Oleh karena itu, yang paling baik semua menjaga diri.
Jangan sampai ada praktik seperti itu yang akan mencemarkan nama baik dan
mengurangi trust, kepercayaan, dari rakyat
kepada kita semua.
Kemudian yang kesepuluh atau yang terakhir ini, ini kadang-kadang politiknya
tinggi. Saya sebagai presiden sering dibeginikan, "Pak, ayolah kita revisi
undang-undangnya. Ini enggak benar ini, ini berlebihan
kekuasaannya," dan seterusnya. Ini real. Saya kira Saudara juga
pernah mendengar itu di berbagai kalangan.
Yang dimaksudkan adalah, ini khusus untuk MK dan KPK. Saya mendukung penuh MK
dan KPK. Setiap putusan MK, KPK, saya bilang, "Yes, Sir, saya jalankan." Tidak ada putusan MK apa pun yang
tidak saya jalankan. Kadang-kadang, mengejutkan karena waktunya langsung,
seperti pembubaran BP Migas. Itu kalau malam tidak konsinyer, tidak saya keluarkan perpres, goyang itu iklim
investasi di Indonesia, padahal bisnis BP Migas itu triliunan rupiah. Tapi
cepat, tapi saya jalankan, "Yes."
Pernah dulu, mungkin empat-lima tahun yang lalu, kurang dua hari saya pidato di
DPR-DPD tentang RAPBN dan Nota Keuangannya, sudah siap dokumennya,
berbuku-buku, sudah saya siapkan draf pidato saya, akan saya pidatokan, tiba-tiba
MK mengambil keputusan pemberlakuan, apa namanya, anggaran pendidikan 20%,
berlaku sejak diputuskan. Kita dua hari-dua malam tidak tidur, mengubah
semuanya itu. Tapi saya jalankan. Mengapa? Karena putusan MK, Wakil Ketua MK
ada di sini, final dan mengikat, final
and binding.
Â
Itulah yang mereka, "Pak, mosok ada di negara ini yang final dan mengikat?
Bagaimana kalau keliru?" Nah, justru dikatakan oleh Undang-Undang Dasar dan
undang-undang kita final dan mengikat, saya berpesan kepada para pendekar
keadilan, para hakim konstitusi, beliau, dan yang lain-lain, cermatlah di dalam
mengambil putusan, karena sekali palu diketok, final dan mengikat. Dengan
demikian, yang hadir adalah rasa keadilan.
Demikian juga KPK. Kalau di kejaksaan, kepolisan diadakan penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, kalau tidak memenuhi syarat untuk maju ke proses
berikutnya lagi, dihentikan demi keadilan. Nah kalau KPK, sekali proses akan
bablas sampai pengadilan, begitu. Dulu, semua dinyatakan bersalah. Tapi pernah
ada satu kasus, kalau tidak salah, dinyatakan bebas. Pesan saya kepada KPK,
karena begitu aturannya, ketentuannya, hukumnya, maka ya berhati-hatilah dalam
menetapkan seseorang menjadi tersangka, karena setelah itu bablas sampai dengan
pengadilan.
Ini tujuannya baik, baik kepada MK maupun KPK, bahwa, dengan respect, dengan
penghormatan yang tinggi, mengingat besarnya kekuasaan di tangan kedua lembaga
itu, maka kekuasaan itu dijalankan dengan benar, penuh amanah, dan tanggung
jawab.
Sepuluh hal itulah, Saudara-saudara, saya penyambung lidah rakyat, karena itu
yang menjadi perhatian rakyat kita. Dan kalau itu, insya Allah, kita jalankan dengan baik, saya yakin
negeri kita akan makin baik.
Saya, akhir tahun depan, insya Allah, akan mengakhiri tugas
saya karena sudah jatuh tempo. Tentu harapan saya, negeri ini makin maju.
Pengganti saya fotonya belum ada di sini. Harusnya dikasih cermin. Jadi, setiap
orang, "Oh, gambar saya itu." Mudah-mudahan, beliau nanti melanjutkan. Banyak
tugas yang belum selesai. Banyak yang sudah kita capai, terima kasih, selama
sembilan tahun, sepuluh tahun nanti insya Allah, tapi
masih banyak pula pekerjaan rumah kita.
Di tangan beliaulah, dan pemerintahannya yang akan melanjutkan. Harus kita dukung. Jangan diganggu. Sudah berat tugas Presiden, tugas pemerintah, kalau terlalu banyak diganggu, pasti hasilnya juga tidak optimal. Kita dukung penuh supaya negeri kita makin baik.
Â
Itulah yang ingin saya sampaikan, Saudara-saudara, dan akhirnya, dengan terlebih dahulu memohon ridho Allah SWT, dengan mengucapkan Bismillahirrahmannirrahim, Rakernas Bantuan Hukum Tahun 2013 ini dengan resmi saya nyatakan dibuka.
Sekian.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Â
Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,
Kementerian Sekretariat Negara RI