Sambutan Presiden RI Pd Peringatan Haul ke-4 KH.Abdurrahman Wahid di Jawa Timur, tgl 3 Jan 2014

 
bagikan berita ke :

Jumat, 03 Januari 2014
Di baca 936 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

PERINGATAN HAUL KE- 4 K.H. ABDURRAHMAN WAHID

DI PONDOK PESANTREN TEBUIRENG, KABUPATEN JOMBANG,

 PROVINSI JAWA TIMUR, TANGGAL 3 JANUARI 2014




Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Yang sama-sama kita cintai Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, beserta keluarga besar Gus Dus yang sama-sama kita hormati,

 

Yang saya hormati Bapak K.H. Solahuddin Wahid, Pemimpin Pesantren Tebuireng beserta Keluarga Besar Pesantren Tebuireng,

 

Yang saya muliakan para Ulama, para Kyai, dan para Santri yang saya sayangi,

 

Para Tamu Undangan,  dan Hadirin-Hadirot yang dimuliakan  Allah SWT,

 

Izinkan saya pada kesempatan yang amat istimewa ini untuk menyampaikan sesuatu berkenaan dengan Haul ke-4 seorang tokoh dan pemimpin besar yang memiliki pemikiran-pemikiran besar, dan saya tahu ketika beliau memimpin negeri ini, beliau juga menghadapi tantangan-tantangan yang besar.  Tiada lain adalah sosok yang amat kita hormati dan amat kita cintai Gus Dur.

 

Yang ingin saya sampaikan tentu melengkapi yang disampaikan oleh Ibu Sinta tadi, oleh Bapak Solahuddin Wahid, dan juga oleh Bapak Akhmad Mustain Syafi'iyang memberikan hikmah haul tadi. Saya beri nama yang ingin saya sampaikan ini adalah "Kenangan dan Kesaksian Pribadi Saya sebagai Seorang Adik terhadap Sosok yang Kita Cintai Gus Dur".

 

Sebagaimana sebagian dari Bapak-Ibu mengetahui, waktu saya menjadi menteri beliau, baik pertama sebagai Menteri Pertambangan dan Energi, kemudian Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamananan. Hubungan saya dengan beliau amatt dekat. Beliau sering menimbali saya, memanggil, bisa pagi,  bisa siang, bisa sore, bisa malam hari. Hari kerja, termasuk hari libur, karena Gus Dur tidak mengenal hari libur. Beliau bekerja 24 jam, sehingga kalau memanggil saya juga tidak mengenal waktu. Amat sering, hanya kami berdua selama hampir dua tahun.

 

Di situlah Bapak-Ibu, Wartawan boleh memberitakan ini, banyak sekali yang saya dengar langsung pikiran-pikiran beliau,  baik dalam keadaan yang santai, atau agak serius, atau ketika ada kegaduhan politik pada tahun 2001 yang lalu. Saya juga di samping ditimbali, diajak juga untuk mendiskusikan sejumlah isu penting. Isu menyangkut negara kita, isu menyangkut masa depan kita, bahkan isu yang berkaitan dengan dunia.

 

Oleh karena itulah, yang ingin saya sampaikan ini sekali lagi, kesaksian saya dan juga kenangan indah saya ketika membantu beliau sebagai menteri pada saat-saat yang menentukan dan pada saat-saat yang mengubah jalannya sejarah di negeri kita ini.

 

Saya, kalau harus menceritakan barangkali dua hari dua malam tidak habis, karena banyak sekali, kenangan saya dengan beliau banyak sekali,  yang beliau sampaikan termasuk yang beliau diskusikan dengan saya waktu itu, waktu saya berada di Kabinet yang dipimpin oleh Gus Dur.

 

Lima pemikiran besar beliau inilah yang akan saya sampaikan pada malam hari ini, hampir  semuanya masih relevan, hampir semuanya menjadi agenda dari perjalanan bangsa ini, dari kehidupan bangsa Indonesia.

 

Pertama, beliau sungguh ingin di negeri ini hadir masyarakat majemuk yang rukun, rukun. Dan saya kira,  kalau kita melihat apa yang terjadi di dunia, banyak bangsa yang terpecah satu sama lain karena tidak rukun. Di Tanah Air kita sendiri,  sekali-sekali masih terjadi benturan,perselisihan, konflik. Maka pikiran besar beliau agar masyarakat kita, agar bangsa Indonesia betul-betul rukun, ini masih tetap relevan, dan ini amanah,serta agenda sepanjang masa.

 

Saya bisa menceritakan banyak contoh, tetapi saya ingin simpulkan saja bahwa dalam diri Gus Dur yang diucapkan, yang dilakukan, dan yang diperjuangkan hingga akhir hayatnya adalah ingin bangsa yang majemuk ini betul- betul rukun,  damai, penuh dengan toleransi, hormati-menghormati satu sama lain. Itu yang pertama.

 

Yang kedua, beliau juga sangat gigih,  dan bahkan mengawali pada era kepresidenan beliau untuk menghilangkan diskriminasi yang ada di negeri kita. Diskriminasi dengan alasan apa pun beliau berjuang gigih,  kebijakan dan politik yang diskriminatif. Saya sekarang melanjutkan apa yang dicita-citakan, yang dipikirkan, dan  dilakukan oleh Presiden Gus Dur pada masa beliau memimpin kita semua dulu. Jadi, ini sangat penting, apalagi Pak Solahuddin Wahid menyampaikan bagaimana terbentuknya negara ini, siapa saja yang berjuang sejak awal.Oleh karena itu, menjadi tidak baik kalau di negeri tercinta ini ada diskriminasi yang tidak seperlunya dilakukan, yang tidak sepatutnya dilakukan. Itu yang kedua.

 

Yang ketiga, barangkali ini pemikian  Gus Dur yang melam..,mendahului zamannya. Beliau ingin peran negara itu dikurangi, jangan terlalu dominan. Sebaliknya, peran rakyat, peran masyarakat itu diperbesar. Sistem otoritarian, biasanya negara serba mengatur,  bahkan negara menjadi polisi bagi rakyatnya. Tetapi, negara yang meninggalkan sistem otoritarian, apa pun istilahnya, barat mengenal demokrasi, mungkin ada istilah yang lain, tetapi beliau ingin memberikan ruang yang lebih luas, peran yang lebih besar bagi masyarakat. Mengapa saya katakan barangkali pemikiran ini mendahului zamannya, meskipun kita sekarang sudah meninggalkan sistem otoritarian menuju sistem yang lebih demokratis, berkualitas, dan peran masyarakat ditingkatkan, tetapi cara berpikir di antara kita semua masih ada bayang-bayang sistem otoritarian.

 

Oleh karena itu, ketika Gus Dur mengajak kita," Tolong dibikin seimbang,  peran negara tentu masih ada,  peran kepolisian masih ada, peran penegak hukum masih ada,   peran aparat keamanan ada, tetapi peran masyarakat luas itu diberikan ruang, sehingga dia, mereka, bisa mengatur kehidupannya sendiri". Yang diharapkan keseimbangan, balance antara negara, thestate dengan rakyat,thepeople.

 

Pada saatnya nanti, saya yakin, barangkali sekarang masih berada dalam transisi,  mungkin semua belum siap bahkan ada godaan, "Sudahlah negara turunsaja lagi sekarang, bikin stabil, bikin sana, bikin sini, tindak sana, tindak sini,  katanya". Kalau itu yang terjadi, saya kira mundur, kita setback. Tetapi, yang penting kita semua dipersiapkan. Negara, pada saatnya akan mengurangi perannya, ketika masyarakat makin matang, makin bertanggung jawab, makin partisipatif. Dengan demikian, masyarakatlah yang  bisa mencegah, misalnya konflik,  benturan, kekerasan di antara mereka yang sifatnya horizontal.

 

Itulah Ide beliau yang tentu harus terus-menerus kita perjuangkan. Sekarang belum terbentuk benar, tetapi saya yakin, 10 tahun lagi, 20 tahun lagi Indonesia akan menjadi negara,  di mana peran negara dan peran masyarakat itu berada dalam titik keseimbangan yang baik. Itu yang ketiga.

 

Yang keempat, saya masih ingat malam hari saya dipanggil beliau di Istana Merdeka, tempat saya sekarang tinggal.  Sampai tengah malam mendiskusikan satu isu yang senstif, beliau mengatakan, "Negara itu tidak berhak mengontrol pikiran warganya, bebas, biarkan mau bicara apa", kira-kira begitu.

 

Bagi masyarakat yang sudah matang dan arif  di dalam menggunakan haknya, seperti kebebasan berpendapat, kebebasan pers, kebebasan berserikat dan berkumpul, seperti itu, maka negara memberikan ruang kepada mereka, karena masyarakat itu sudah matang. Kalau mengekspresikan sesuatu, pastilah ada ukuran-ukurannya, tidak melebihi batas kepatutannya. Tetapi memang,  kalau kita masih dalam transisi, menuju ke kematangan demokrasi,  bisa jadi ada ekses, ada penyalahgunaan di dalam penggunaan kebebasan.

 

Oleh karena itulah, diskusi, saya masih ingat dengan beliau pada malam hari itu, akhirnya saya mendukung ide beliau pada saatnya nanti,  ketika demokrasi kita sungguh matang, kita semua arif di dalam menggunakan kebebasan,  tidak melampaui batas, tidak absolut, tidak sebagai panglima, bahkan ada saling tenggang rasa di antara kita, maka yang diimpikan oleh Gus Dur itu akan menjadi kenyataan. Itu yang keempat.

 

Sedangkan yang kelima, ini juga sensitif dulu. Tetapi saya mendukung secara penuh. Beliau ingin hubungan sipil dengan militer itu berlangsung secara sehat, dan ini penting. Banyak negara, militernya terlalu dominan, menguasai kehidupan politik, akhirnya demokrasi tidak hidup. Tetapi sebaliknya, kalau militer ditinggalkan untuk urusan pertahanan negara sekalipun, maka politik juga akan gaduh. Oleh karena itulah,  hubungan itu sehat, serasi, masing-masing mengerti di mana kewenangan dan tanggung jawabnya, masing-masing mengerti di mana domainnya. Misalnya,  untuk menyatakan perang, itu bukan kewenangan jenderal, tapi kewenangan presiden dengan persetujuan DPR. Artinya,  kewenangan pemimpin politik, tidak boleh tentara memutuskan sendiri menyatakan perang, melakukan tindakan-tindakan yang di luar kewenangan dan domainnya.

 

Sebaliknya  ketika harus menjalankan tugas, apakah berperang menjalankan misi pertahanan, kita serahkan sepenuhnya kepada para jenderal. Politisi tidak boleh terlalu mencampuri, akhirnya tugas pertahanan negara tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Intinya adalah hubungan sipil militer yang sehat. Militer menghormati demokrasi, tetapi kaum sipil juga mengajak miiternya, memberikan wewenang pada militernya, sekaligus tugas untuk mempertahankan negara. Itulah yang serasi. 

 

Saya masih ingat Gus Dur setiap hari Rabu itu ada sarapan pagi bersama. karena saya Menkopolkam waktu itu, Gus Dur hadir, Wakil Presiden Megawati hadir, saya, Menhan Pak Mahfud MD waktu itu, kemudian Panglima TNI, Kapolri, KASAD, KASAL, KASAU. Sepertinya hanya sarapan pagi tiap hari Rabu, tetapi Gus Dur ingin hubungan itu harmonis, tidak ada jarak, tetapi masing-masing menghormati wewenang, tanggung jawab, dan tugasnya masing-masing.

 

Lima hal ini Bapak-Ibu, Saudara-saudara sekalian yang menjadi pikiran utama Gus Dus. Sebagian, alhamdulilah sudah bisa kita wujudkan, sebagian masih akan bergerak ke depan, sejalan atau seiring dengan upaya besarbangsa ini untuk mematangkan kehidupannya. Tetapi saya yakin,  pikiran yang mendahului zamannya, pada saat yang tepat akan menjadi kenyataan.

 

itulah kesaksian saya, kenangan saya, bersama Gus Dur yang mudah-mudahan pada saatnya nanti akan menjadi realitas di negeri tercinta ini. Dan, tentunya banyak lagi hal-hal yang khas dari Gus Dur,  pemimpin kita, ayah kita, kakak kita yang itu semua, bagi siapapun yang mendengarkan atau bekerja bersama-sama memberikan inspirasi atas banyak hal.

 

Mudah-mudahan acara haul pada malam hari ini juga memberikan inspirasi. Apa yang disampaikan oleh Ibu Sinta, oleh Pak Gus Solah tadi, kemudian Pak Syafi'i tadi, juga melengkapi hajat besar kita malam hari ini. Semoga  dari  tanah ini, insya Allah,  Tuhan Yang Maha Kuasa juga memberikan  riho-Nya, rahmat-Nya, jalan bagi kita semua membangun Indonesia menuju hari esok yang lebih baik.Cita-cita Gus Dur masih hidup. Marilah kita teruskan, untuk sekali lagi, mempercepat pembangunan bangsa menuju bangsa yang adil,  bangsa yang maju, dan bangsa yang sejahtera.

 

Demkianlah, yang dapat saya sampaikan.

Terima kasih atas perhatiannya.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI