Sambutan Presiden RI Pd Puncak Peringatan Hari Pers Nasional Thn 2014, di Bengkulu tgl. 9 Feb 2014

 
bagikan berita ke :

Minggu, 09 Februari 2014
Di baca 679 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA

PUNCAK PERINGATAN HARI PERS NASIONAL TAHUN 2014

DI BENGKULU

TANGGAL 9 FEBRUARI 2014

 

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Para Tamu Undangan, baik yang datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri, dan Hadirin sekalian yang saya hormati, lebih khusus para Pemimpin, para Tokoh dan Komunitas Pers Nasional yang saya cintai.

 

Alhamdulillah, hari ini kita dapat berbagi rasa syukur seraya membulatkan tekad kita untuk bersama-sama membangun demokrasi di negeri ini menjadi demokrasi yang lebih berkualitas, lebih bermartabat, dan membawa manfaat bagi kehidupan bangsa yang kita cintai.

 

Sebelum saya menyampaikan sambutan pada acara yang istimewa ini, saya ingin mengucapkan terima kasih, dan saya sungguh menyimak apa yang disampaikan oleh Bung Margiono, kemudian Pak Bagir Manan tadi, dan oleh karena itu ini kesempatan yang baik bagi saya untuk menyampaikan semacam farewell speech, karena kesempatan terakhir dalam kapasitas saya sebagai Presiden menghadiri Hari Pers Nasional yang alhamdulillah tahun ini diselenggarakan di Bengkulu.

 

Hadirin yang saya muliakan,

 

Tentu kita bersyukur karena kita semua kembali menghadiri peringatan Hari Pers Nasional. Bengkulu yang kita lihat, dan ini untuk yang kesekian kalinya saya berkunjung ke Bengkulu, sebenarnya Pak Bagir, Bung Margiono saya sudah berkunjung ke Bengkulu ini sejak 18 tahun yang lalu, ketika saya bertugas di Sumatra Bagian Selatan sebagai Pangdam 2 Sriwijaya. Yang saya lihat Bengkulu makin maju, masyarakatnya alhamdulillah makin sejahtera, meskipun saya tahu sebagaimana Pak Gubernur sampaikan tadi, tentu masih banyak pekerjaan rumah, dan tugas-tugas kita untuk lebih meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan saudara-saudara kita yang ada di Bengkulu ini.

Kita ingin, dengan pembangunan yang kita laksanakan di Provinsi Bengkulu suatu saat, insya Allah tidak akan lama lagi, Bengkulu akan menjadi rantai pembangunan dan konektivitas di bagian barat Sumatra yang akan membentang dari Lampung, Bengkulu, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh.

 

Kemarin, saya meninjau langsung peningkatan kapasitas pelabuhan laut Pulau Baai, meningkat secara signifikan, dan itu akan terus kita kembangkan konektivitas di koridor Sumatra ini. Dengan demikian mulai dari Tanjung Priok, Bakaheuni, Pulau Baai, Teluk Bayur terus sampai ke Aceh nanti akan ada lintas transportasi yang akan menggerakkan ekonomi di sepanjang bagian barat pulau Sumatra. Dengan peningkatan kapasitas di pelabuhan laut Bengkulu maka komoditas yang dihasilkan oleh Bengkulu seperti batubara, CPO, karet, kopi, dan teh itu bisa dipasarkan secara lebih ekonomis. Kemudian, kita ketahui setiap bulan sekarang ada kendaraan roda empat yang dipasarkan di wilayah ini, dan akan lebih murah harga satuan jualnya manakala transportasi laut telah dikembangkan dengan lebih baik.

 

Transportasi darat sudah masuk dalam planning kita untuk dikembangkan, demikian juga transportasi udara, sehingga Bengkulu yang dulu dikenal terisolasi, insya Allah, sudah terbuka, aksesable, dan bisa meningkatkan perekonomiannya. Menko Perekonomian tadi menyampaikan kepada saya, akan ada pula eksplorasi minyak dan gas di lepas pantai Bengkulu, di laut pedalaman, dan manakala itu berhasil maka akan meningkat lagi ekonomi di Bengkulu, dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

 

Saya telah menyampaikan kepada Pak Junaedi, Pak Gubernur, dengan para pimpinan yang bertugas di Bengkulu ini teruslah berkreasi, teruslah inovatif dan memikirkan apa saja yang harus dilakukan di provinsi ini untuk, sekali lagi, meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Bengkulu bagi yang baru berkunjung satu, dua kali, saya harus mengatakan, bahwa masyarakat di provinsi ini adalah masyarakat yang religius, masyarakat yang toleran dan masyarakat yang punya semangat untuk maju. Mudah-mudahan Hari Pers Nasional ini membawa berkah, menimbulkan semangat baru bagi putra-putri Bengkulu untuk maju lagi di masa yang akan datang.

 

Hadirin sekalian yang saya hormati,

 

Saya secara khusus ingin mengucapkan selamat kepada insan pers, baik yang ada, baik yang hadir di tempat ini maupun yang tidak hadir, dan berada diseluruh wilayah Tanah Air maupun di luar negeri.

 

Hari Pers Nasional dari tahun ke tahun selalu meriah, merakyat, dan penuh dengan kreativitas. Saya juga menangkap dan merasakan komunitas pers ingin terus melakukan perbaikan dan pembaharuan. Dan, perayaan Hari Pers Nasional juga membawa rezeki bagi provinsi tuan rumah karena ekonomi lokal pasti bergerak dengan sekian hari ada aktivitas yang besar di Bengkulu ini.

 

Kalau kita sejenak melakukan kilas balik perjalanan negeri ini, sebutlah 15 tahun ke belakang, maka kita sungguh bersyukur karena kemerdekaan pers telah benar-benar hadir di negeri kita. Mari kita jaga dengan baik, dan mari kita gunakan dengan baik pula kemerdekaan pers ini untuk kebaikan bersama, the common good of the people. Pers yang merdeka tetapi juga yang bertanggung jawab adalah pengawal demokrasi, tidak ada yang membantah, sekaligus pengawas, good governance yang juga menjadi prioritas dan agenda kita untuk membangunnya di negeri tercinta ini.

 

Tema utama Hari Pers ini "Kemerdekaan Pers dari Rakyat untuk Rakyat" dan kemudian subtemanya adalah "Pers Sehat Rakyat Berdaulat" tentu sangat relevan. Pidato Prof. Bagir Manan dan Bung Margiono tadi sebenarnya mengelaborasi tentang peran pers seperti itu dalam kehidupan demokrasi, dan bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Sebagaimana saya sampaikan pada Hari Pers Nasional tahun lalu di Manado. Kalau kita bicara rakyat maka marilah selalu berpikir untuk 240 juta lebih rakyat Indonesia, bukan hanya kalangan masyarakat tertentu, bukan pula hanya kalangan masyarakat politik termasuk komunitas media massa, mereka 240 juta lebih itu adalah the silent majority the real power of the nation.

 

Di musim politik dan di masa pemilu dewasa ini, partai-partai politik dan calon-calon presiden juga harus memahami siapa sesungguhnya pemegang kekuasaan dan kedaulatan yang terjadi, tiada lain rakyat kita, bukan hanya presiden, bukan hanya menteri, bukan hanya gubernur, bupati dan walikota, bukan hanya anggota MPR, DPR, dan DPD, bukan hanya MA, MK, dan KPK, bukan hanya politisi dan pengamat, bukan hanya aktivis dan LSM, bukan hanya pelaku bisnis, bukan hanya para wartawan dan editor, dan tentunya bukan hanya pemilik modal bisnis media.

 

Siapa yang akan terpilih menjadi presiden mendatang adalah, di samping yang ditakdirkan oleh Allah SWT, mereka atau someone yang paling dipercaya dan disukai oleh rakyat kita. Keputusan rakyat final dan mengikat, tidak boleh diganggu gugat, rakyat juga tidak bisa dibeli karena mereka punya hati nurani.

 

Untuk para sahabat saya, para calon-calon presiden saya ucapkan selamat berjuang semoga berhasil. Jangan salah baca, jangan salah kalkulasi. Pengalaman saya mengikuti dua kali pemilihan presiden di samping saya sungguh ditolong oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, juga karena saya belajar, belajar mendengarkan, mengikuti, dan mengetahui pandangan, harapan, perasaan, dan hati nurani rakyat kita, yang tidak selalu tercermin dalam liputan media massa ataupun dalam perbincangan di ruang seminar dan forum politik yang lain. Ini adalah pengalaman sedikit saya yang ingin saya bagikan kepada sahabat-sahabat yang satu di antaranya akan menjadi pemimpin kita mulai tanggal 20 Oktober tahun ini.

 

Hadirin yang saya hormati,

 

Harapan dan ajakan saya kepada pers dan media massa sebenarnya tidak terlalu banyak, karena ini tahun kesepuluh saya menghadiri HPN rasanya semua sudah saya sampaikan. Pers sebenarnya juga sudah memahami semua hal yang berkaitan dengan dunia pers. Pers sudah punya kode etik, pers sudah punya Dewan Pers, pers mengenal prinsip fair and balanced juga prinsip cover both side, juga prinsip self censoring, juga prinsip berita dan siaran itu mesti faktual dan akurat, pers juga sudah tahu bahwa harus ada keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab. Juga sudah tahu bahwa menurut konstitusi kita, Undang-Undang Dasar 1945, yang juga tercantum, dari, dalam the United Nations Declaration of Human Right, bahwa ada pembatasan menyangkut penggunaan hak dan kebebasan seseorang atau komunitas there is limit to freedom, pers juga sudah tahu bahwa salah satu peran dan misi pers adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Kalau ada pihak yang dirugikan dan memberikan hak jawab, pers juga sudah tahu mesti memberikan tempat yang layak demi keadilan dan fairness.

 

Jika ada insan pers melakukan pelanggaran hukum sebagaimana pelanggaran hukum yang dilakukan warga negara yang lain, insan pers tentu tidak kebal hukum dan tidak bisa disentuh, karena insan pers pun sama kedudukannya di muka hukum sebagaimana warga negara yang lain, rakyat kita. Sekali lagi insan pers dan komunitas media massa sudah amat mengetahui hal-hal yang esensial seperti itu. Oleh karena itu, secara khusus tidak perlu lagi saya menguraikan semuanya. Cuma, ini kesempatan yang baik, saya ingin menyampaikan sejumlah hal berikut yang menurut kita sering menjadi polemik dan perdebatan di masyarakat luas.

 

Kalau kita mengambil sebuah cermin besar atau kita memiliki camera untuk memotret, apakah snapshot atau sebuah motion picture, maka yang saya sampaikan ini bagian dari dinamika dan kehidupan masyarkat kita, termasuk kehidupan dan dinamika politik dan demokrasi. Rasanya relevan kalau saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini di hadapan para pejuang dan pendekar demokrasi.

 

Pertama, kita sering mendengar, mana yang betul, right or wrong is my country atau right is right, wrong is wrong? Katanya kalau right or wrong is my country itu pokoknya benar atau salah negara kita. Ada yang mengatakan nasionalisme dan patriotismenya tinggi. Kalau mengatakan right is right, wrong is wrong meskipun bangsa sendiri, meskipun negara sendiri kalau salah ya katakan salah, bukan berarti saya menjadi internasionalis, tetapi saya harus menegakkan itu. Maka sebetulnya ada kompromi, ada jalan tengah the third way, yang ini saya anut selama ini, kira-kira bunyinya begini because right or wrong is my country, lets make our country right and not for it to be wrong karena benar atau salah adalah negara kita, mari kita jaga agar negara kita benar dan janganlah salah. Saya kira ini pilihan ketiga yang patut kita sentuh.

 

Yang lain, sering ada debat di luar, discurses antara trial by the court dan trial by the press. Ini akan mereka yang terkena, bagi yang tidak terkena barangkali sesuatu yang biasa, bagi yang terkena menjadi luar biasa. Saya punya posisi di sini, pers tentulah menghormati the court pengadilan, tapi the court juga menghormati kebenaran dan keadilan, dan semuanya untuk rakyat sehingga tidak perlu kita harus bertempur untuk melihat isu ini.

 

Yang ketiga, tentang itikad baik pemberitaan pers. Ini saya ikuti tahun-tahun terakhir mulai diangkat oleh sejumlah kalangan, termasuk puluhan ribu SMS dan pesan kepada saya melalui media sosial. Saya sudah memasuki line on twitter, facebook, dan youtube. Oleh karena itu, almost everyday saya berinteraksi dengan masyarakat luas, dan saya mendengar pikiran-pikiran mereka yang sangat beragam di negeri ini. Sendi utama kode etik jurnalistik antara lain adalah itikad baik pemberitaan. Pasal 1 mengatakan, wartawan Indonesia bersifat independen, menghasilkan berita yang akurat dan tidak beritikad buruk.

 

Yang keempat, semangat antifitnah. Singkatnya, bagi saya kemerdekaan pers adalah pupuk demokrasi. Fitnah dalam hal ini lebih dari sekedar pencemaran nama baik atau penghinaan, defamation, itu hama demokrasi.

 

Lima, kemerdekaan pers versus daya kritis. Di banyak negara, masyarakat yang memiliki daya kritis, dan kekuatan penalaran yang tinggi maka masyarakat itu mampu mengkritisi isu-isu apa pun. Tetapi, jika daya kritis dan kekuatan penalaran belum semuanya kuat, semua isu benar atau salah akan ditelan. Oleh karena itu diperlukan kebersamaan kita untuk, sekali lagi, seperti apa yang harus kita sampaikan kepada masyarakat luas.

 

Dan yang terakhir yang keenam, ini favorit dari Hari Pers Nasional ini termasuk yang Pak Bagir Manan sampaikan tadi, menyangkut hegemoni pemilik modal dari bisnis media massa. Hegemoni dan kontrol dari kekuasaan terhadap kehidupan demokrasi itu buruk, saya harus mengatakan, sama buruknya dengan hegemoni dan kontrol pemilik modal pers yang melebihi kepatutannya.

 

Itulah enam isu yang saya punya kewajiban sebagai sahabat pers untuk menyampaikannya pada kesempatan yang baik ini.

 

Hadirin yang saya cintai,

 

Harapan khusus di tahun politik dan tahun pemilu, ini juga pernah saya sampaikan di sejumlah kesempatan, tapi ingin saya ulangi kembali karena pemilu legislatif tinggal dua bulan, kurang lebih, pemilihan presiden tinggal sekitar enam bulan. Berkontribusilah secara aktif dan konstruktif agar politik, demokrasi, dan pemilu kita makin matang, makin berkualitas, dan makin bermartabat. Berikan ruang yang cukup dan relatif adil, relatif adil, bagi semua peserta pemilu baik pemilu legislatif maupun pemilihan presiden. Ikutlah menyebarkan, menyebarluaskan visi, opsi, dan solusi yang ditawarkan oleh, baik partai politik maupun calon presiden, apa yang akan dilakukan untuk negeri ini, untuk memajukan negeri ini manakala mereka mendapat amanah dan mandat dari rakyat. Agar rakyat bisa menguji dan mengkritisi apakah janji, solusi dan tindakan-tindakan yang ingin dilakukan itu realistik atau tidak.

 

Ikut pulalah memperkenalkan sosok, integritas dan kapasitas para calon itu agar ketika rakyat, pada saatnya nanti menjatuhkan pilihan, rakyat sungguh mengetahui siapa calon-calon itu. Saudara bisa melakukan hal-hal yang posititf melalui semua wahana atau media yang ada di negeri ini, baik melalui televisi, radio, koran, majalah, media on line bahkan social media sesuai dengan tema pers, ulangi, Kemerdekaan Pers dari Rakyat untuk Rakyat, Pers Sehat Rakyat Berdaulat.

 

Saudara-saudara,

 

Yang terakhir, saya sungguh mengucapkan terima kasih dan menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada komunitas pers, semua, dan lebih khusus kepada PWI dan Dewan Pers atas inisiatif dan kerja kerasnya, yang saya ketahui sendiri, untuk memajukan kehidupan pers dan kehidupan demokrasi di negeri kita. Dan juga kerja keras untuk meningkatkan secara terus-menerus integritas dan mutu wartawan kita. Saya juga ingin mengucapkan selamat kepada semua penerima penghargaan tadi, teruslah menjadi dan memberi contoh. Saya tentu ingin mengucapkan terima kasih atas penghargaan yang diberikan kepada saya tadi, yang disebut dengan "Sahabat Pers". Dan menyangkut sahabat pers ini, sewaktu saya terima tadi, ada Pak Bagir, ada Pak Margiono, saya bilang, insya Allah saya akan terus menjadi Sahabat Pers sampai kapan pun juga.

 

Dan karena, sekali lagi, ini kesempatan terakhir saya menghadiri HPN sebagai Presiden, ada dua hal terakhir yang ingin saya sampaikan, yang ini merupakan refleksi diri saya selama hampir sepuluh tahun ini. Pers saya rasakan sering cynical dan kurang bersahabat terhadap saya. Tiada hari tanpa kritik dan kecaman, tiada hari tanpa pergunjingan dan desas-desus untuk saya dan keluarga. Tetapi, di balik itu ada jasa yang luara biasa, jasa yang amat besar dari pers terhadap saya. Dengan saya terus dikritik, diserang katakanlah, selama hampir sepuluh tahun ini, justru saya bisa bertahan. Saya tidak tergoda untuk menyalahgunakan kekuasaan yang saya miliki, saya tidak ceroboh dan gegabah dalam mengambil keputusan dan kebijakan.

 

Banyak cerita di dunia penguasa pantang dikritik dan disalahkan. Kalau ada yang menyerang langsung ditindak secara represif atau diciduk, akhirnya rakyat tidak kuat dan sang penguasa tidak bisa bertahan lama. Alhamdulillah, saya bisa bertahan dan atas itu semua sekali lagi terima kasih pers atas jasa baiknya yang menguatkan hati saya.

 

Di awal reformasi dulu saya salah satu pelaku dan pejuang kemerdekaan pers. Saya berjuang dalam reformasi internal ABRI, dan kemudian dalam kapasitas saya sebagai wakil, ulangi, Ketua Fraksi ABRI MPR RI bersama teman-teman juga ikut memperjuangkan kemerdekaan pers. Dan, inilah hasil perjuangan kita yang harus kita jaga sepanjang masa.

 

Demikianlah Hadirin sekalian yang saya muliakan, sekali lagi terima kasih atas pengabdian dan kontribusi pers dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Dirgahayu pers Indonesia, dan saya akan senang untuk menandatangani Tugu Pers di Bengkulu ini, dan juga senang mendengarkan bahwa Indonesia telah dipilih menjadi Pusat Pelatihan dan Pendidikan Wartawan ASEAN yang insya Allah akan dilaksanakan di Palembang Sumatra Selatan. Sekali lagi, majulah pers Indonesia, majulah negeri tercinta.

 

Sekian.

 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI