Sambutan Presiden RI pd Silaturrahim dan Halal Bihalal tgl.30 Agt 2013, di TMII, Jakarta

 
bagikan berita ke :

Jumat, 30 Agustus 2013
Di baca 1771 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA SILATURRAHIM DAN HALAL BIHALAL

BERSAMA KELUARGA BESAR PAGUYUBAN PAWITANDIROGO

DI TAMAN MINI INDONESIA INDAH, JAKARTA

TANGGAL 30 AGUSTUS 2013

 



Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua.

 

Yang sama-sama kita cintai dan kita muliakan para Sesepuh dan Pinisepuh Pawitandirogo,

Hadir di sini Bapak Haryono Suyono dan Ibu, dan Ibu Sulasikin yang selalu rajin hadir, tentu para Sesepuh yang lain,

Para Menteri, Pakdhe Karwo beserta Ibu,

Dan Saudara-saudara Keluarga Besar Pawitandirogo yang saya cintai dan saya banggakan,

 

Alhamdulillah, kita dapat kembali bersilaturrahim dan ber-halal bihalal pada malam yang indah ini, dan semoga pertemuan kita mendapatkan ridho Allah SWT. Sesuai dengan hajat pertemuan kita malam hari ini, izinkan saya untuk pertama-tama mengucapkan Selamat Idul Fitri, Minal Aidin wal Faizin, mohon maaf lahir dan batin.

 

Bapak-Ibu, Hadirin yang saya hormati,

 

Ketika saya diberitahu oleh Pak Joko Suyanto, Madiun asli, Marsekal kita, Panglima TNI pertama dari Angkatan Udara dalam sejarah di Republik ini, Pak Joko mengingatkan saya "Jangan lupa nanti ada acara Pawitandirogo yang akan diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah." Saya bilang, "Terima kasih Pak Joko sudah mengingatkan saya, insya Allah saya akan datang, tetapi dengan satu catatan. Mudah-mudahan nanti ada sate, ada soto, ada pecel, ada kupat tahu, dan kawan-kawannya." Alhamdulillah, tadi saya kira kita semua sudah mencicipi klangenan kita, makanan Pawitandirogo yang tidak ada tandingannya di dunia ini.

 

Bapak-Ibu, karena saya mendapatkan amanah dan mandat dari rakyat Indonesia, tentu  selama sembilan tahun ini sering mengemban tugas ke luar negeri, Afrika, Eropa, Asia, Australia, Amerika, termasuk Amerika Latin. Tentu saya juga berkesempatan dengan izin Allah mencicipi makanan yang ada di negara-negara itu. Tetapi semua kalah telak dengan makanan Pawitandirogo.

 

Begitu saya hadir tadi, sudah dihadang oleh reog. Saya tanyakan kepada Pak Luluk berapa jumlahnya ini, "Paling tidak ada empat puluh, Pak." Alhamdulillah, luar biasa. Saya pesan kepada Keluarga Besar Pawitandirogo, Ngawi sebagai koordinator, agar dalam perayaan 17 Agustus tahun depan, minimal bisa dihadirkan 200 reog. Akan ada pawai budaya, yang setiap tahun kita lakukan, yang dihadiri oleh kontingen seluruh Indonesia. Saya berharap minimal 200 reog tampil di depan Istana Negara. Barangkali yang paling banyak Ponorogo, karena namanya juga Reog Ponorogo, tetapi Pacitan, Ngawi, Magetan, Madiun Kota dan Madiun Kabupaten juga harus memiliki perwakilan. Sehingga nanti lengkaplah sudah Reog Pawitandirogo.

 

Bapak-Ibu, Hadirin yang saya cintai,

 

Orang bijak mengatakan, "Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepada kamu, tapi tanyakan kepada dirimu sendiri apa yang bisa kau lakukan untuk negara." Jadi, Bahasa Inggrisnya Ask what not the country can do for you, but what can you do for your country. Saya tentunya mendapatkan mandat, siang dan malam yang saya pikirkan adalah bagaimana saya bisa memimpin negeri ini, memajukan kehidupan rakyat yang sama-sama kita cintai dari masa ke masa. Itu pada tingkat nasional.

 

Nah, kalau pada tingkat Pawitandirogo, kalau ada yang malas datang dalam acara ini, "Ah ngapain itu Pawitandirogo, paling-paling nggak ada gunanya, gitu-gitu saja." Ini tidak termasuk orang yang bijak, karena orang bijak jangan tanyakan apa yang bisa diberikan oleh Pawitandirogo kepada kamu, tapi tanyakan pada dirimu apa yang kau bisa lakukan untuk Pawitandirogo. Siapa pun, apa pun profesinya, apakah abdi negara, swasta, pendidik, apa pun, putra Pawitandirogo tentunya wajib memikirkan Pawitandirogo-nya, saudara-saudaranya yang masih ada di entah Pacitan, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Madiun Kota, Madiun Kabupaten.

 

Kita masih ingat, barangkali, 50 tahun yang lalu, berarti 1963, saya SMP kelas 3 di Pacitan. Saya kira yang satu generasi saya juga mengikuti pendidikan yang sama di kotanya masing-masing, kita melihat situasi waktu itu yang serba terbatas. Saya kalau pergi ke Madiun, karena busnya hanya satu, Damri, kalau dari Pacitan selipan dari Madiun nggak bisa karena jalannya pas-pasan, maju-mundur, maju-mundur, dapat baru, apa namanya, bisa lewat.

 

It was fifty years ago. Sepuluh tahun berikutnya lagi negara kita berubah, sepuluh tahun berikutnya lagi, dan seterusnya. Karena itulah hakikat pembangunan. Sejak mendiang Bung Karno, mendiang Pak Harto, Pak Habibie, mendiang Gus Dur, Ibu Mega, saya, dan presiden-presiden setelah saya nanti, tentu sumpah dan apa yang dilakukan sama, bagaimana memajukan negeri tercinta ini. Tetapi pembangunan, sebuah proses, memerlukan waktu. Oleh karena itulah, mari bersama-sama kita lakukan sesuatu, berpikir cerdas, bekerja keras untuk memajukan negeri tercinta ini.

 

Kalau sekarang Pawitandirogo kita "mandatkan" kepada para Bupati, Bupati Pacitan, Bupati Ngawi, Bupati Magetan, Bupati Madiun, Walikota Madiun, dan Bupati Ponorogo, Pawitandirogo, maka tugas beliau-beliau adalah memimpin dan memajukan kabupatennya masing-masing, yang harus didukung oleh seluruh warga yang ada di kabupaten itu. Dan kita semua, yang sekarang tidak tinggal di Pawitandirogo secara moral wajib juga untuk memberikan bantuan agar Pawitandirogo makin ke depan makin maju dan sejahtera. Ini masih termasuk apa yang bisa kita lakukan untuk Pawitandirogo.

 

Nah, berkaitan dengan itu, saya akan respons langsung yang disampaikan Pak Luluk tadi. Ketika tadi menikmati kupat tahu, soto, sate, dan nasi tiwul Pacitan beserta mangut kelongnya, beliau sudah menyampaikan ke saya, "Pak SBY, Pak Presiden, ini ada pikiran teman-teman. Alangkah baiknya, kalau di Madiun berdiri universitas atau perguruan tinggi negeri." Saya katakan, kalau Madiun insya Allah bisa. Saya mendukung, tinggal coba dirumuskan. Ini masih ada waktu, mudah-mudahan sebelum saya jatuh tempo tahun depan, sudah bisa dirintis untuk pendirian universitas ini, cuma pastikan ada keunggulannya.

 

Apa yang ingin kita berikan kepada para mahasiswa, yang mengikuti universitas atau perguruan tinggi di Madiun nanti. Kalau sudah ketemu rumusannya, apakah keunggulannya di bidang teknologi, apakah di bidang ekonomi, apakah di bidang manajemen, apakah di bidang ekonomi kreatif, yang jelas kalau punya keunggulan, maka insya Allah kalau kita dirikan dengan baik, dengan infrastruktur yang baik, diasuh oleh para dosen dan para guru besar yang baik, akan sangat bermanfaat bagi saudara-saudara kita yang ada di Pawitandirogo.

 

Waktu saya berkunjung ke Pacitan beberapa saat yang lalu, datang tokoh-tokoh di Pacitan, "Pak SBY, Anda kan putra Pacitan?" "Benar. Ada apa?" "Bagaimana kalau Pacitan kita dirikan universitas negeri?" Saya bilang, "Tunggu dulu." Pacitan barangkali lebih memerlukan satu institusi pendidikan yang lulusannya itu bisa segera bekerja, bekerja dengan baik, dan juga memiliki penghasilan yang baik. Kalau saya, bagus kalau didirikan semacam community college yang lulusannya, dengan keahlian tertentu, keterampilan dan pengetahuan tertentu, itu bisa memiliki peluang yang baik untuk bekerja.

 

Akhirnya, saya undang Menteri Pendidikan Nasional waktu itu, sekarang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, coba dijabarkan bagus kalau Pacitan memiliki institusi pendidikan seperti itu. Alhamdulillah sudah didirikan, mana Pak Bupatinya? Baik, dan bulan Oktober, bulan Oktober insya Allah saya resmikan nanti bersama yang lain-lain. Artinya di kabupaten-kabupaten bisa didirikan semacam community college, tetapi di Madiun barangkali, ada universitas negeri, perguruan tinggi negeri, yang mewakili Karesidenan, eks-Karesidenan Pawitandirogo. Silakan berembug para bupati, dan dengan para pinisepuh, dan pengurus Pawitandirogo untuk mulai disampaikan rekomendasinya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan tembuskan kepada saya.

 

Yang kedua, tadi juga diusulkan agar tokoh besar kita, Dr. Radjiman Wedyodiningrat untuk kemungkinan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Kita kenal beliau, yang rajin membaca risalah kemerdekaan, sidang-sidang yang dilakukan BPUPKI, termasuk pidato bersejarah Bung Karno 1 Juni 1945, termasuk dialog, dan bagaimana para founding fathers kita dulu, meskipun diawali dengan debat yang keras, tetapi akhirnya berkonsensus dan terciptalah landasan atau dasar-dasar Indonesia merdeka. Kalau kita baca, kita tekuni, kita cermati, luar biasa pikiran-pikiran pendahulu kita. Debat dan diskusi yang mendalam, Bung Karno, Bung Hatta, Pak Yamin, Pak Soepomo, semua, dan tentunya pimpinannya, Dr. Radjiman memiliki peran yang luar biasa.

 

Tolong diproses, kebetulan dalam sistem yang kita miliki ada namanya Dewan Kehormatan, dan Dewan Gelar dan Tanda-tanda Kehormatan, kebetulan ketuanya ex-officio adalah Menkopolhukam, Pak Joko Suyanto. Pak Haryono Suyono juga menjadi bagian dari dewan itu. Saya kira sudah klop, saya sendiri rasanya cocok kalau beliau mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Silakan diproses, mudah-mudahan pada saatnya negara bisa mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada beliau dengan wujud pemberian gelar Pahlawan Nasional.

 

Saya kira itulah yang ingin saya sampaikan, nanti kalau terlalu lama kita tidak bisa melihat Ketoprak "Retno Dumilah." Tapi, menutup dari semuanya itu, kembali dari Taman Mini ini, di kediaman masing-masing, menuju ke masa depan, ingat kata-kata saya, apa yang dapat kita lakukan, apa yang dapat kita sumbangkan, dan apa yang dapat kita berikan untuk Pawitandirogo. Terima kasih.

 

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI