Bahas Penguatan Pengawasan Kompolnas, Komisi Reformasi Polri Serap Aspirasi Kompolnas

 
bagikan berita ke :

Selasa, 09 Desember 2025
Di baca 8 kali

Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (KPRP) menggelar audiensi dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) di Ruang Aspirasi, Kementerian Sekretariat Negara pada Selasa (9/12/2025). Pertemuan ini merupakan bagian dari rangkaian penyerapan aspirasi dalam penyusunan rekomendasi kebijakan percepatan reformasi kepolisian.

 

Audiensi dibuka oleh Jimly Asshidiqie selaku Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri. Jimly menyampaikan bahwa pendekatan percepatan dipilih karena Presiden menginginkan hasil yang konkret dan tidak berlarut-larut, sekaligus selaras dengan amanat konstitusi. 

 

“Niat kita sejak awal adalah menerapkan pendekatan partisipatif. Karena itu, sebelum keputusan diambil, kita mendengar masukan dari berbagai pihak,” ujar Jimly membuka diskusi.

 

Pada kesempatan pertama, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan selaku Ketua Kompolnas Djamari Chaniago menegaskan bahwa percepatan reformasi kepolisian harus melihat ekosistem secara menyeluruh, bukan hanya institusi Polri itu sendiri. 

 

Djamari menambahkan bahwa kekhawatiran juga muncul pada aspek budaya organisasi, mulai dari proses rekrutmen hingga penentuan jabatan yang masih diwarnai praktik-praktik tidak ideal.

 

Lebih lanjut, Djamari juga menyoroti lemahnya posisi kelembagaan Kompolnas yang selama 20 tahun belum memiliki dukungan memadai. 

 

"Kompolnas perlu diperkuat agar setiap proses yang kami selesaikan dapat menjadi pertanggungjawaban tidak hanya bagi Polri, tetapi juga kepada masyarakat," ujar Djamari.

 

Sekretaris merangkap Ketua Harian Kompolnas Arief Wicaksono menyampaikan bahwa Kompolnas telah melaksanakan arahan diskusi yang lebih implementatif dalam mendukung percepatan reformasi Polri. Menurut Arief, terdapat tiga hal yang menjadi perhatian pertama.

 

“Poin pertama menyangkut peningkatan pelayanan dan penanganan fungsi kepolisian. Poin kedua berkaitan dengan penanganan aksi unjuk rasa pada akhir Agustus hingga awal September. Poin ketiga menyangkut perbaikan sistem meritokrasi dan pembinaan kekaryaan,” ujar Arief.

 

Melanjutkan audiensi, Anggota Kompolnas Supardi Hamid menekankan pentingnya merumuskan strategi penataan peran Kompolnas dalam kerangka reformasi kepolisian. 

 

“Selain menjalankan tanggung jawab kepada Presiden, Kompolnas perlu ditempatkan pada posisi yang tepat, yaitu sebagai regulator, sehingga Polri dapat berfungsi sebagai operator," ujar Supardi.

 

Kemudian, Anggota Kompolnas Yusuf menyampaikan bahwa perkembangan lembaga pengawas eksternal seperti Ombudsman dan Komnas HAM menuntut adanya penegasan ulang posisi Kompolnas. 

 

“Penempatannya harus kembali pada semangat awal, yaitu sebagai lembaga yang menetapkan arah kebijakan dan melakukan pengawasan pada tingkat kebijakan, bukan operasional," jelas Yusuf.

 

Lebih lanjut, Anggota Kompolnas Ida Oetari Poernamasasi menekankan pentingnya pembangunan sistem meritokrasi untuk melahirkan SDM terbaik yang dapat menempati posisi strategis. 

 

“Sistem meritokrasi yang baik harus membuka kesempatan bagi lulusan terbaik dari seluruh Polda, untuk mengikuti fast track kepemimpinan,” jelas Ida.

 

Anggota Kompolnas Gufron menambahkan, pentingnya pembenahan sistem pelayanan pengaduan masyarakat di Kompolnas. 

 

“Diperlukan perbaikan menyeluruh, termasuk pemanfaatan media sosial dan visualisasi informasi, agar sistem pengaduan dapat berjalan lebih responsif dan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat,” ucap Gufron.

 

Selanjutnya, Anggota Kompolnas Mochammad Choirul Anam menggarisbawahi pentingnya menjaga profesionalisme Polri dari kepentingan politik, termasuk dalam proses pemilihan Kapolri. 

 

"Kompolnas harus mampu menyajikan tabulasi, rekam jejak, dan data yang diperlukan Presiden kapan pun, semuanya berdasarkan profesionalisme, bukan politik," tegas Anam.

 

Menanggapi rekomendasi, Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshidiqie menegaskan perlunya reformasi menyeluruh pada ekosistem kebijakan. 

 

"Bukan untuk mengambil alih fungsi evaluasi, tetapi untuk memastikan ekosistem kebijakan tidak menghambat kinerja kepolisian," jelas Jimly.

 

Menambahkan tanggapan, Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pengaturan mekanisme pengangkatan Kapolri dalam UU Kepolisian lahir dari semangat reformasi untuk mengurangi pola executive heavy.

 

Lebih lanjut, Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri Mohammad Mahfud Mahmodin menyoroti adanya temuan lapangan yang perlu dicatat sebagai isu penting untuk dibahas. Menurutnya, meskipun banyak pejabat Polri lahir dari rekam jejak yang baik, beberapa fenomena belakangan ini menimbulkan kekhawatiran, mulai dari praktik silent blue code hingga dugaan transaksi rangking dalam proses rekrutmen dan pendidikan.

 

Melanjutkan tanggapannya, Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri Muhammad Tito Karnavian menambahkan bahwa Kompolnas sebaiknya memiliki akses masuk ke tahap perencanaan secara reguler serta kewenangan turun langsung ke lapangan sebagai bagian dari mekanisme pengawasan. (KHA - Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           1           0