Berpisah dengan Ramadan: Empowering Our Body, Mind and Soul

 
bagikan berita ke :

Rabu, 05 Mei 2021
Di baca 985 kali

Ramadan telah memasuki pekan keempat atau 10 hari terakhir. Bertempat di Musala Al Ikhlas, Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menyelenggarakan Pengajian Ramadan 1442 H edisi pamungkas yang menghadirkan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat sebagai pembicara dengan tema, “Berpisah dengan Ramadan: Empowering Our Body, Mind and Soul” pada Rabu (5/5).

 

Mengawali ceramahnya, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat menyampaikan bahwa dalam diri manusia ada tiga kekuatan yang melekat yang saling terintegrasi satu sama lain. Tiga kekuatan itu memiliki banyak arti yang mendasari makna puasa, “Tiga eksistensi yang populer disebut hati (heart) kemudian head lalu hand. Ada yang menyebutnya soul, mind, body, atau ungkapan serupa yaitu iman, ilmu, amal; ada juga rohani, fiqri, jasmani.” ucapnya.

 

Terkait jasmani, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) menjelaskan bahwa dalam hidup orientasinya lebih banyak memenuhi panggilan yang bersifat jasmani (body). Jasmani bersifat alamiah atau natural yang mengandalkan insting atau indera manusia, seperti melihat, mendengar, mencium, bergerak, dan dorongan seksual. Semua itu bersifat alami. Menurutnya, dalam hal ini manusia hampir sama dengan dunia hewani dan nabati.

 

“Dunia nabati itu makan, hidup, tumbuh, mengikuti instingnya. Pada level dunia hewani dan itu ada dalam diri kita. Orientasinya avoiding the pain. Kita itu ingin menghindari hal-hal yang menyakitkan. Jadi hidup itu layaknya hewan, kita ingin menghindari apapun yang menyakitkan. Takut sakit maka ada obat, ada rumah sakit; takut kehujanan sehingga dibuat rumah, ada gentengnya; kemudian takut kepanasan lalu dibuat AC,” jelasnya.

 

Selanjutnya melalui fiqri (mind), manusia menggunakan nalar yang menciptakan dua hal, yaitu teknologi dan pranata sosial. “Contohnya begini, dulu kita itu kagum dengan hewan yang larinya cepat, yaitu kijang. Dengan kekuatan head dan hand kita sekarang berhasil menciptakan mobil yang diberi nama mobil kijang,” lanjutnya.

 

Sedangkan terkait pranata sosial, Komarudin menjelaskan bahwa negara sebagai pranata sosial tertinggi. Hal ini karena negara terbentuk melalui pengalaman panjang yang menginginkan keteraturan, ketertiban, dan keamanan serta rasa damai. “Tugas negara itu memberikan rasa aman, damai, sejahtera pada rakyatnya. Makanya jangan heran banyak masyarakat negara ketika dia menciptakan teknologi (jadi) maju, pranata sosial (jadi) maju, dan ditaati hidupnya bisa baik,” tuturnya.

 

Komarudin pun melanjutkan bahwa permasalahan hidup tidak sekedar damai, rukun dan terpenuhinya rasa lapar. “Pertanyaannya, sesungguhnya hidup ini untuk apa? Misinya untuk apa? Apakah ini tujuan akhir? atau terminal akhir? Oo tidak! Banyak negara-negara maju, angka bunuh diri juga tinggi sekali karena mereka itu tidak terlalu menghargai hidup. Jadi mereka semata-semata ‘avoiding the pain looking for the pleasure’, mencari kesenangan,” paparnya.

 

“Hadirin sekalian, jangan lupa bahwa dalam diri kita itu oleh Tuhan ditiupkan ruh dalam diri kita, yaitu apa namanya heart, ruh, soul. Nah di sinilah yang memberikan satu bisikan suara, yang namanya qalbu. Qalbu inilah tempat menangkap, menerima cahaya kehadiran Ilahi sehingga dengan demikian kalau masyarakat, manusia, ulama, pendeta membangun mesjid padahal Allah SWT telah membangun kuilnya dalam qalbu kita,” pesannya.

 

Allah SWT berfirman dalam Surat Qaf ayat 16, ”Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” Hati  merupakan tempat yang bisa menghubungkan cahaya Ilahi. Allah SWT yang Maha Cahaya menjadikan manusia agar mampu menangkap energi cahaya vibrasi Illahi dengan adanya kekuatan qalbun, kekuatan spiritual.

 

Menutup ceramahnya, Komarudin mengingatkan dengan berpisahnya kita dengan bulan Ramadan maka kualitas yang terbentuk dalam berpuasanya harus melekat dan berada dalam diri kita selamanya. Inti puasa menahan diri, yaitu jangan sampai turun martabat kemanusiaan seseorang. Dalam konteks sosial ekonomi, negara-negara maju mempraktekkan pesan puasa dengan tidak boros, tidak konsumtif, dan tidak korupsi. “Oleh karena itu, saudara-saudara sekalian mari selama puasa dan juga berbagai ibadah itu yang kita empower adalah kekuatan spiritual kita,” pungkasnya.

 

Pengajian dilaksanakan secara daring (online) melalui aplikasi zoom dan disiarkan secara langsung melalui media sosial resmi Kemensetneg seperti YouTube, Instagram, dan Facebook. Selain itu, perwakilan jamaah turut hadir dalam pelaksanaan pengajian secara luring dengan mematuhi protokol kesehatan. (RDW/SRN-Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0