Biro KTLN Dorong Digitalisasi dan Reformasi Regulasi Ormas Asing di Indonesia, Sinergi Lintas Kementerian Diperkuat
Pemerintah Indonesia melalui Biro Kerja Sama Teknik Luar Negeri Kementerian Sekretariat Negara (Biro KTLN Kemensetneg) menyelenggarakan rapat koordinasi lintas kementerian membahas strategi penguatan tata kelola organisasi masyarakat (ormas) asing di Indonesia, termasuk mekanisme kerja sama, perizinan, dan pengawasan terhadap aktivitas mereka. Pertemuan ini dihadiri perwakilan dari Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Polri, hingga perwakilan lembaga teknis terkait, Kamis (09/10/2025).
Bertempat di Ruang Rapat Gedung Utama, Jakarta, Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Setya Utama dalam sambutannya menegaskan pentingnya forum koordinasi ini untuk memperkuat sinergi antarlembaga. “Pertemuan ini menjadi wadah untuk mengevaluasi serta merumuskan kebijakan tata kelola ormas asing di Indonesia agar lebih efektif dan memberikan manfaat bagi pembangunan nasional,” ujarnya.
Setya Utama juga menyampaikan apresiasi serta terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan hadir pada kegiatan ini. “Saya menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada semua pihak yang telah hadir dan berpartisipasi, Saya mohon semua pihak dapat berbuat bersikap untuk mengajarkan rekomendasi kebijakan tata kelola orang-orang asing di Indonesia yang lebih baik dan memberikan manfaat bagi pembangunan Indonesia,” ucap Setya Utama.
Kepala Biro Kerja Sama Teknik Luar Negeri, Noviyanti, menekankan pentingnya pembenahan tata kelola organisasi masyarakat asing (Ormas Asing) agar lebih efisien dan selaras dengan kebijakan nasional. “Proses administrasi yang panjang dan memakan waktu sering kali menghambat pelaksanaan program. Karena itu, dibutuhkan penyederhanaan alur perizinan serta integrasi koordinasi antarinstansi,” ujar Noviyanti dalam paparannya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan perlunya perpanjangan masa berlaku izin Ormas Asing dari tiga tahun menjadi lima tahun agar lebih efektif. “Durasi tiga tahun dinilai kurang efektif. Penyesuaian menjadi lima tahun akan selaras dengan siklus perencanaan pemerintah dan mengurangi beban administratif,” jelasnya.

Noviyanti juga menyoroti pentingnya mekanisme kemitraan yang lebih terbuka lintas kementerian dan lembaga. “Pendapat memang terbelah, namun mekanisme kerja sama lintas sektor sangat dibutuhkan agar kolaborasi program dapat lebih luas dan berdampak nyata,” ungkapnya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya panduan tertulis dan sosialisasi rutin bagi para mitra. “Kurangnya guideline tertulis dan pergantian staf sering kali menghambat kesinambungan program. Ke depan, kami dorong adanya pedoman tertulis dan harmonisasi timeline donor dengan perencanaan nasional,” tutur Noviyanti.
Sementara itu, Budi Arwan, Direktur Ormas, Kementerian Dalam Negeri menyampaikan komitmennya untuk memperbaiki koordinasi lintas instansi. “Saya baru lima bulan di direktorat ini, tapi semangatnya besar untuk memperbaiki tata kelola yang sudah ada. Banyak hal yang perlu kita benahi bersama, terutama dalam hal koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah,” katanya.
Ia juga menyoroti perlunya memperhatikan kewenangan daerah dalam pelaksanaan kerja sama ormas asing. “Kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat daerah sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan kewenangan pemerintah daerah, bukan semata ditentukan oleh kementerian pusat,” tambahnya.
Selanjutnya, pada sesi pemaparan hasil survei yang telah dilakukan terhadap sejumlah ormas asing yang beroperasi di Indonesia, menunjukkan beberapa kendala utama, antara lain durasi izin kerja sama yang terlalu pendek, mekanisme administrasi yang panjang, serta keterbatasan fleksibilitas dalam bermitra. “Masalah utama yang mereka hadapi adalah durasi izin tiga tahun yang dirasa terlalu singkat dan proses administrasi yang rumit." ungkap Arrya, Kepala Kelompok Kerja Organisasi Internasional Non-Pemerintah, Biro KTLN Kemensetneg.
Koordinator Tim Pengelola Ormas Asing, Tolhah Ubaidi dari Direktorat Konsuler, Kementerian Luar Negeri juga menyampaikan bahwa saat ini hanya 41 ormas asing yang terdaftar secara resmi dari sekitar 256 yang beroperasi di Indonesia. “Banyak ormas asing enggan mendaftar karena merasa aturan terlalu ketat dan mekanisme kerja sama hanya bisa dengan satu kementerian,” ujarnya. Ia menambahkan, “Padahal kita ingin keberadaan mereka mendukung program-program nasional, bukan berjalan sendiri-sendiri.”
Tolhah juga mengungkapkan adanya ormas yang cenderung “donor-driven”, menjalankan program sesuai kepentingan donor tanpa menyesuaikan konteks lokal. “Ada ormas yang bahkan membangun fasilitas sesuai keinginan pendonor tanpa mempertimbangkan kebutuhan masyarakat setempat. Ini perlu kita tata ulang,” katanya.

Menanggapi hal tersebut, Noviyanti, Kepala Biro KTLN Kemensetneg menegaskan perlunya revitalisasi kebijakan. “Kita tidak bisa hanya berdiri di sisi pengawasan. Pemerintah juga harus memastikan keberadaan ormas asing memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan mendukung pembangunan daerah,” ujarnya.
Para peserta sepakat perlunya pembaruan regulasi yang lebih adaptif dan digitalisasi proses pelaporan serta monitoring. “Kita perlu membangun ekosistem digital untuk memastikan keberlanjutan koordinasi, terutama ketika terjadi pergantian pejabat atau personel di lapangan,” kata salah satu pejabat dari tim teknis.
Pertemuan ditutup dengan kesepakatan untuk memperkuat koordinasi lintas kementerian dan mempercepat pembahasan revisi kebijakan terkait izin dan pengawasan ormas asing. “Kita ingin kebijakan ini tidak hanya tegas dalam pengawasan, tetapi juga mendukung sinergi pembangunan nasional,” tutup Noviyanti. (ART/YLI-Humas Kemensetneg)