Diseminasi Pelatihan dan Revitalisasi Budaya Lokal: Upaya Melestarikan Budaya Lokal dalam Menghadapi Tantangan Global
Foto: www.rri.co.id
Globalisasi telah memberikan tidak sedikit dampak negatif yang signifikan pada semua tradisi yang salah satunya adalah tradisi kebudayaan bangsa Indonesia melalui instrumen modernisasi.[1] Proses ini seolah mengarah pada penyatuan budaya ke dalam sebuah nilai dan produk budaya yang sama yang tentu saja berpotensi menghilangkan budaya-budaya lokal yang merupakan warisan budaya leluhur bangsa Indonesia.[2] Masuknya unsur-unsur budaya asing ke dalam budaya lokal di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang harus ditolak, tetapi harus diseleksi terlebih dahulu mengingat tidak semua budaya asing sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Tanpa adanya seleksi dan pemahaman identitas budaya yang kuat, bangsa Indonesia terutama kalangan anak muda akan mudah terbawa ke dalam arus pergeseran nilai-nilai budaya. Hal ini dapat terlihat dari sikap-sikap yang lebih membanggakan budaya asing dan melupakan budaya sendiri.[3]
Hari ini dapat disaksikan sebagian anak muda hampir tidak ada yang tidak mengenal budaya pop Korea mulai dari drama, musik, cara berpakaian, bahasa, hingga makanan-makanan lokalnya.[4] Dalam contoh lain, budaya pop Jepang telah masuk dan menyebar luas di Indonesia hingga melahirkan berbagai komunitas pecinta budaya Jepang. Namun, bagaimana dengan budaya lokal di Indonesia sendiri? Ambil saja contoh sederhana dari kesenian longser. Kesenian longser yang merupakan pertunjukan hiburan massa khas Sunda sudah jarang ditemukan, kalau pun ada, pengunjungnya sangat sedikit.[5] Lain halnya dengan pertunjukan musik modern yang selalu ramai. Bahkan, dalam contoh yang sederhana seperti berbicara bahasa Sunda, sebagian orang Sunda enggan berbahasa Sunda dengan alasan tidak tahu bagaimana berbicara bahasa Sunda yang baik dan benar, padahal merupakan suku Sunda dan tinggal di wilayah Sunda.
Melihat kondisi yang demikian, rasa keprihatinan tentu saja muncul. Di tengah kondisi demikian, wajar bila harapan ditaruh pada pihak yang sangat memiliki peran besar yang disebut sebagai pemerintah. Biar bagaimana pun pemerintah memiliki peran dan pengaruh paling besar dalam menentukan berbagai kebijakan publik. Untuk mencegah hilangnya budaya lokal sebagai warisan leluhur bangsa Indonesia, pemerintah dapat menetapkan kebijakan yang disebut diseminasi pelatihan dan revitalisasi budaya lokal. Sebenarnya, cara ini telah dijalankan, namun pelaksanaannya masih terbatas pada kota-kota tertentu dengan jumlah peserta yang masih terbatas. Bahkan bisa dibilang, pelaksanaannya kurang begitu inklusif karena hanya terbatas pada orang-orang tertentu. Yang dimaksud dengan diseminasi pelatihan dan revitalisasi budaya lokal ini tidak terbatas pada pelatihan saja, tetapi juga melalui dorongan-dorongan dan promosi-promosi yang disebarkan melalui media, baik digital maupun cetak. Misalnya, pemerintah dapat menetapkan kebijakan agar televisi nasional maupun swasta bersedia menayangkan iklan atau program yang mempromosikan budaya-budaya lokal Indonesia sehingga akan membuat penontonnya tertarik untuk melestarikannya. Selain itu, aktivitas seperti kompetisi kebudayaan lokal tahunan berskala nasional atau internasional yang melibatkan diaspora juga dapat dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan budaya lokal.
Masuknya budaya asing melalui globalisasi memang tidak dapat dihindari. Tetapi hal itu harus disikapi dengan bijak dengan cara menyeleksi budaya mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Meski budaya asing diterima, tetapi jangan sampai budaya lokal ditinggalkan. Budaya lokal perlu dilestarikan sebagai identitas dan warisan leluhur bangsa Indonesia. Salah satu cara untuk memeliharanya adalah dengan melakukan diseminasi pelatihan dan revitalisasi budaya lokal secara inklusif dan simultan yang diinisiasi oleh pemerintah sebagai pemangku kebijakan publik.
Daftar Pustaka
Alam, Gilang Nur, RMT Nurhasan Affandi, and Arfin Sudirman. “Strategi Budaya Sunda Menhadapi Globalisasi Budaya Populer: Studi Tentang Kesenian Daerah Jawa Barat Menurut Perspektif Keamanan Kultural.” Indonesian Journal of International Relations 3, no. 1 (2019): 102–18.
Arkoun, Mohammed. “Present-Day Islam Between Its Tradition and Globalisation.” The Institue of Ismaili Studies, 2000, 1–44.
Gunawan, Hery. “Nilai Etika Dalam Tatanan Globalisasi Dan Digitalisasi Budaya.” Jurnal Sosial Dan Sains 1, no. 7 (2021): 645–53.
Hasanah, Mauizatul. “Dampak Kebudayaan Asing Terhadap Kebudayaan Lokal dalam Kehidupan Masyarakat.” Jurnal Sosiologi Pendidikan dan Pendidikan IPS (SOSPENDIS) 1, no. 1 (January 2023): 1–8.
[1] Mohammed Arkoun, “Present-Day Islam Between Its Tradition and Globalisation,” The Institue of Ismaili Studies, 2000, 2.
[2] Gilang Nur Alam, RMT Nurhasan Affandi, and Arfin Sudirman, “Strategi Budaya Sunda Menhadapi Globalisasi Budaya Populer: Studi Tentang Kesenian Daerah Jawa Barat Menurut Perspektif Keamanan Kultural,” Indonesian Journal of International Relations 3, no. 1 (2019): 104.
[3] Mauizatul Hasanah, “Dampak Kebudayaan Asing Terhadap Kebudayaan Lokal dalam Kehidupan Masyarakat,” Jurnal Sosiologi Pendidikan dan Pendidikan IPS (SOSPENDIS) 1, no. 1 (January 2023): 2.
[4] Hery Gunawan, “Nilai Etika Dalam Tatanan Globalisasi Dan Digitalisasi Budaya,” Jurnal Sosial Dan Sains 1, no. 7 (2021): 647.
[5] Alam, Affandi, and Sudirman, “Strategi Budaya Sunda Menhadapi Globalisasi Budaya Populer: Studi Tentang Kesenian Daerah Jawa Barat Menurut Perspektif Keamanan Kultural,” 111.
Penulis : Muhammad Mufti
Profesi : Aparatur Sipil Negara
Institusi : Mahkamah Agung