Dukung Penuh Pengarusutamaan Gender, Pemerintah Kembali Jalin Kerjasama dengan Colombo Plan

 
bagikan berita ke :

Senin, 25 September 2017
Di baca 854 kali

Program ini diikuti oleh 12 negara yakni Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, Philipina, Indonesia, Malaysia, Maldives, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Thailand dan Fiji. Program ini akan berlangsung selama 4 hari dari tanggal 25-28 September 2017 hari ini di Jakarta dan 29 September-1 Oktober 2017 di Bandung. 

 

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) yang  diwakili Staf Ahli Bidang Politik, Pertahanan dan Keamanan, Gogor Oko Nurharyoko, dalam sambutan tertulisnya menyatakan bahwa program yang dilaksanakan bersama KPP PA ini merupakan salah satu wujud komitmen Pemerintah Indonesia untuk berkontribusi dalam pembangunan negara-negara anggota Colombo Plan. “Pemerintah Republik Indonesia memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan kerja sama Teknik antar Negara Berkembang dengan berbagi pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan praktik terbaik,” ujar Mensesneg yang disampaikan Staf Ahli Bidang Politik, Pertahanan dan Keamanan, Gogor Oko Nurharyoko.

 

Melalui program tersebut Mensesneg mengharapkan peserta mengetahui 'best practices' Indonesia dalam memformulasikan kebijakan pencegahan kekerasan terhadap perempuan termasuk pemberian bantuan bagi perempuan dan anak pasca mengalami kekerasan, baik di tingkat pusat maupun daerah. “Kami juga berharap program pelatihan ini akan bermanfaat bagi seluruh peserta. Apalagi dengan datang ke Indonesia, berperan penting dalam memperkuat dan mempromosikan hubungan yang lebih erat antara Indonesia dan negara-negara Colombo Plan,” tambahnya.

 

Kontribusi Indonesia

 

“Melalui kegiatan ini, akan ada banyak pengalaman yang dimiliki negara-negara peserta baik itu dari fenomena umum ataupun kondisi khusus masing-masing negara dalam upaya pengarusutamaan gender. Berbagi pengalaman membuat kita dapat mempersiapkan lebih baik. Kuncinya adalah kooperatif, kolaborasi, dan kerja bersama,” ujar Menteri KPP PA Yohana Yembise, dalam pidato tertulisnya.

 

Pertemuan ini bertujuan untuk berbagi pengalaman terbaik Pemerintah Indonesia dalam proses perumusan, implementasi dan advokasi Perencanaan dan Penganggaran yang Responsive Gender (PPRG), baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun Daerah. Serta mengumpulkan informasi  kebijakan dan status PPRG di masing-masing negara peserta untuk kemudian dijadikan referensi dalam upaya memajukan advokasi PPRG bagi Indonesia maupun negara peserta lainnya.

 

Menteri Yohana juga menekankan, bahwa kesetaraan gender dan pembangunan adalah untuk semua. Laki-laki, perempuan dan anak-anak yang jumlahnya setengah dan 35% dari populasi dunia, mereka dengan kebutuhan khusus, yang belum terjangkau, serta terpinggirkan harus diikutsertakan dan dijadikan penerima manfaat pembangunan sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau atau SDGs (Suistainable Development Goals) yang memegang prinsip inklusivitas,yang berarti bahwa semua orang penting.

 

Pengarusutamaan gender bukan hanya pengetahuan dan keterampilan mempraktikkan metode, tapi juga melibatkan hubungan manusia, aspek sosial budaya dan bahkan kasih sayang. Peran keluarga sebagai institusi terkecil dimana isu gender menjadi landasan dalam membangun keluarga yang harmonis, saling hormat dan menyayanyi. “Kita harus menjadikan kesetaraan gender sebagai persoalan dalam hati kita. Inilah inti dari apa yang kita lakukan, membuat kesetaraan gender menjadi kenyataan,” jelas Menteri PPPA, Yohana Yembise. (PNH,HAN-Humas Kemensetneg)

 

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0