Hadapi Persaingan Global, Presiden Jokowi Instruksikan Dilakukannya Reformasi Birokrasi

 
bagikan berita ke :

Selasa, 20 September 2016
Di baca 1148 kali

"Untuk itu kita harus berani menata kembali lembaga-lembaga pemerintah yang saat ini masih terfragmentasi agar lebih efisien, efektif, terkonsolidasi, dan tidak tumpang tindih satu dengan yang lainnya," ujar Presiden dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Selasa 20 September 2016.

 

Dalam rapat yang membahas mengenai penataan Lembaga Non Struktural, manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), dan pembentukan Badan Siber Nasional tersebut, Presiden mengungkap data yang menyebut bahwa dalam kelembagaan pemerintah pusat pada tahun 2016 masih terdapat 115 lembaga non struktural (LNS). Dalam rilis Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, menurut Presiden, angka tersebut masih dirasa besar. Untuk itu, Presiden meminta agar kembali dilakukan penataan lembaga-lembaga tersebut agar tidak tumpang tindih dengan kementerian yang sudah ada.

 

"Tahun ini saya minta penataan difokuskan pada LNS yang dibentuk dengan Perpres atau Keppres yang masih berada di ranah pemerintah. Jika LNS yang sudah jelas tumpang tindih dengan kementerian saya minta dibubarkan dan tugas serta fungsinya diintegrasikan kembali ke kementerian yang berkesesuaian," jelas Presiden.

 

Sementara itu, terhadap LNS yang dipandang perlu untuk tetap dipertahankan, Presiden meminta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk melihat kemungkinan penggabungan lembaga-lembaga tersebut dan memperjelas tugas serta fungsinya. Hal itu dilakukan agar efektivitas dan efisiensi lembaga pemerintahan mampu tercapai.

 

Ancaman Kejahatan Siber

 

Lebih lanjut, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk dapat menyesuaikan diri dengan dinamika dan tantangan-tantangan baru. Satu di antaranya ialah mengenai ancaman serangan siber yang semakin meningkat di Indonesia.

 

Data yang disebutkan Presiden dalam rapat tersebut mengungkap bahwa Indonesia adalah negara dengan peringkat kedua yang paling sering menjadi sasaran serangan siber di dunia. Pada tahun 2014 hingga 2015 sendiri kejahatan siber di Indonesia meningkat drastis sebesar 389 persen. Serangan-serangan tersebut utamanya menyasar pada kelangsungan bisnis e-commerce di Indonesia.

 

"Munculnya ancaman kejahatan siber menjadi tantangan baru dari sisi kesiapan kelembagaan pemerintah, apalagi ke depan kita ingin memperkuat ekonomi digital kita," terangnya.

 

Oleh karenanya, Presiden memandang perlu adanya sebuah unit kerja yang mampu menjawab tantangan tersebut. Namun demikian, Presiden menyebut bahwa dalam menangani masalah dan tantangan tersebut, tidak perlu membentuk lembaga baru mulai dari nol. Menurutnya, pemerintah bisa memanfaatkan dan mengkonsolidasikan unit-unit kerja di kementerian yang telah memiliki fungsi keamanan siber.

 

"Selain penataan kelembagaan, kita juga harus memperbaiki manajemen aparatur sipil negara kita agar di era kompetisi antarnegara ini bisa memberikan pelayanan yang profesional, responsif, cepat, dan lebih gesit," imbuhnya.

 

Menutup pengantarnya, sekali lagi Presiden mengingatkan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi agar turut mengambil langkah-langkah konkret dalam mengubah orientasi kerja birokrasi supaya tidak semata-mata hanya berorientasi pada prosedur, namun lebih kepada hasil.

 

Hadir dalam rapat terbatas tersebut di antaranya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) Asman Abnur, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Tito Karnavian, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki. (Humas Kemensetneg)

 

 

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0