Kemensetneg Pimpin Pembahasan Peungatan Koordinasi Empat Pilar KTLN

 
bagikan berita ke :

Senin, 09 Desember 2024
Di baca 636 kali

Kerja sama teknik luar negeri saat ini telah banyak berkembang dan memerlukan tata kelola baru yang lebih efektif dan efisien dari Pemerintah RI. Biro Kerja Sama Teknik Luar Negeri Kementerian Sekretariat Negara (KTLN Kemensetneg) berinisiatif mengumpulkan Empat Pilar Kerja Sama Teknik Luar Negeri untuk duduk bersama menyikapi hal tersebut dalam Focus Group Discussion (FGD) “Penguatan Koordinasi Empat Pilar Kerja Sama Teknik Luar Negeri”, di Kantor Kemensetneg, Jakarta, Senin (9/12).

Empat Pilar (Empat Koordinator Nasional) Kerja Sama Teknik Luar Negeri terdiri atas Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Kemensetneg.

Peran keempat pilar tersebut sangat penting dan strategis. Kemenlu bertanggung jawab atas aspek hubungan luar negeri, termasuk bagaimana menjalin komunikasi dengan mitra pembangunan asing. Kemenkeu mengelola aspek keuangan negara terkait program kerja sama teknik. Bappenas memastikan keselarasan program kerja sama dengan prioritas pembangunan nasional. Sementara Kemensetneg berperan dalam manajemen dan fasilitasi pelaksanaan kerja sama teknik luar negeri di Indonesia.

Perubahan struktur kabinet pasca perubahan kepemimpinan nasional menimbulkan tantangan baru  dalam kerja sama teknik luar negeri di Indonesia. Kondisi tersebut menimbulkan beberapa isu seperti banyaknya kementerian teknis yang hanya melibatkan satu-dua koorninator nasional saja dalam pembahasan kerja samaya.

Sebagai Kepala Biro KTLN Kemensetneg, Noviyanti menyampaikan hal-hal penting yang perlu mendapatkan kesepakatan bersama, antara lain kemampuan Indonesia mengukur pengaruh donor terhadap capaian pembangunan dan peningkatan peran Indonesia di global fora; efektivitas tata kelola koordinasi pemanfaatan Kerja Sama Teknik Luar Negeri saat ini; aspek routine check point yang belum optimal dilakukan; serta belum adanya dasar hukum yang jelas terkait pengelolaan Kerja Sama Teknik.

“Kami melihat ada kebutuhan untuk mendapatkan feedback yang lebih sinergis terkait tata kelola berbagai kegiatan yang dilakukan dalam konteks Indonesia sebagai recipient country,” ungkap Noviyanti.

Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang Kemenlu, Penny D Herasati juga berpendapat bahwa Kerja Sama Teknik yang diterima Indonesia bertujuan mencapai tujuan SDGs (Sustainable Development Goals) sehingga hal tersebut bisa menjadi sebuah ukuran walau pengukuran pencapaian SDGs tiap negara bisa saja berbeda.

“Terkait platform sebagai showcase pencapaian kerja sama, ada banyak kajian yang bisa menjadi rujukan,” kata Penny.

Mengenai posisi Indonesia sebagai recipient kerja sama, Kepala Seksi Akuntansi Pinjaman, Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen, Kemenkeu, Hendriansyah menyatakan bahwa Kemenkeu belum banyak menggali isu ini. Namun demikian, diperlukan suatu grand design ke depan sehingga seluruh Pilar Kerja Sama Teknik LuarNegeri dapat saling berkoordinasi baik dalam hal tata kelola, mekanisme, yang kemudian akan dihubungkan dengan Standar Operating Procedure (SOP).

Grand design ini akan menentukan capaian prioritas sehingga empat Pilar tidak perlu bergerak sendiri-sendiri. “Grand design Diplomasi Ekonomi yang saat ini masihdisusun oleh Kemenlu bisa menjadi rujukan. Menurutkami, ini sesuai dengan isu-isu prioritas nasional yang memiliki relevansi global,” ucap Hendriansyah.

Sebagai salah satu Pilar, Bappenas juga menyoroti mengenai pembahasan revisi PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Menurut Perencana Madya pada Direktorat Politik Luar Negeri dan Kerja Sama Pembangunan Internasional Bappenas, Maharani Putri Samsu Wibowo, PP tersebut mengatur dua macam hibah yaitu hibah direncanakan dan hibah langsung. Hibah direncanakan sudah jelas mekanismenya, namun hibah langsung masih terdapat pending issue karena PP tersebut menyatakan kewenangannya ada pada menteri terkait.

Di akhir FGD, Noviyanti menyatakan bahwa apa yang disampaikan seluruh peserta pafa forum akan menjadi masukan berharga untuk penguatan tata kelola Kerja Sama Teknik Luar Negeri ke depan. Noviyanti menegaskan pula bahwa koordinasi empat Pilar tidak akan berhenti pada foum ini saja, tetapi akan ada pertemuan-pertemuan berikutnya guna mengonkretkan langkah-langkah selanjutnya dalam rangka optimalisasi pengelolaan Kerja Sama Teknik Luar Negeri di Indonesia. (BIRO KTLN)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0