Keterangan Pers Presiden RI pada Rapat Komunikasi dengan Pimpinan Lembaga-lembaga Negara, 21-1-2010

 
bagikan berita ke :

Kamis, 21 Januari 2010
Di baca 1034 kali

KETERANGAN PERS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SEUSAI

RAPAT KOMUNIKASI DENGAN PIMPINAN

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA

ISTANA BOGOR, 21 JANUARI 2010

 

 

 

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,


Asalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,


Saudara-saudara,


Para Wartawan yang saya cintai,


Saya selaku Kepala Negara, seusai pertemuan para Pimpinan Lembaga-lembaga Negara yang baru saja kami laksanakan, akan memberikan penjelasan tentang pertemuan yang dilaksanakan di Bogor hari ini.


Pertama, tentang prakarsa pertemuan. Prakarsa untuk menjalin komunikasi di antara para Pimpinan Lembaga-lembaga Negara, termasuk didalamnya Presiden dan Wakil Presiden, pertama-tama berangkat dari para Pimpinan Lembaga Negara yang disampaikan kepada saya beberapa saat yang lalu dengan tujuan yang baik dan konstruktif. Atas dasar itu, saya mengundang untuk pertama kali dalam pertemuan yang kita laksanakan di Bogor ini untuk bertukar pikiran, membahas permasalahan-permasalahan fundamental yang ada di negeri ini.


Alhamdulillah, dalam pertemuan yang kita laksanakan di Bogor ini, disamping saya dan Wakil Presiden, hadir Ketua MPR RI, Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua BPK, dan Ketua Komisi Yudisial. Tujuan pertemuan ini tiada lain adalah untuk membangun sinergi, tanpa harus mencampuri dan mengintervensi fungsi, peran dan tugas masing-masing lembaga negara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar maupun Undang-Undang yang menjabarkan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar itu.


Dalam pertemuan ini, kami saling bertukar pikiran, berbagi pandangan melihat dalam perspektif yang tidak selalu sama terhadap permasalahan yang ada di negeri ini, terutama yang bersifat mendasar dan menjadi perhatian rakyat kita. Pada pertemuan di Bogor yang kita laksanakan tadi pagi, kami berangkat dari posisi awal, yaitu bahwa kita semua meskipun selalu ada dinamika dalam kehidupan bernegara, dalam demokrasi dan politik kita, seperti sekarang ini, boleh dikatakan suhu politik menghangat, tetapi kami berpendapat, bahwa stabilitas nasional perlu terus kita jaga, apakah itu stabilitas politik, stabilitas sosial, maupun stabilitas keamanan.


Kami juga bersepakat, bahwa semua pihak, para penyelenggara negara, termasuk pemerintah, harus terus menjalankan tugasnya, kewajibannya dan fungsinya, karena tugas untuk melayani rakyat dan membangun bangsa tidak boleh terhenti dan terganggu, meskipun ada dinamika-dinamika politik. Kami juga berpendapat, bahwa manakala ada permasalahan yang ada di negeri ini, apakah permasalahan politik, sosial, hukum, keamanan tetap diselesaikan sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar, Undang-Undang dan peraturan-peraturan yang berlaku, sehingga kontekstual dan tidak menimbulkan komplikasi lain yang sama-sama tidak kita kehendaki, dan memang tidak sejalan dengan upaya untuk memecahkan masalah yang bersangkutan.


Saudara-saudara,


Adapun agenda utama dalam pertemuan kami hari ini adalah 3 isu utama yang menjadi tujuan dari pembangunan kita 5 tahun mendatang. Pertama adalah pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dengan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan itu. Kedua, tentang demokrasi, yang tengah kita bangun dan mantapkan dewasa ini. Dan yang ketiga, tentang keadilan yang tentunya harus terus-menerus kita perkuat demi kepentingan rakyat kita.


Dari tiga isu besar itulah yang menjadi tujuan dan sasaran pembangunan kita 5 tahun mendatang, maka tadi kami telah mengangkat sejumlah isu yang kami bicarakan secara bersama. Semua di antara yang hadir tadi menyampaikan pandangan, pemikiran dan rekomendasi bersama untuk kebaikan, baik masyarakat maupun negara.

 

Saya ingin menyampaikan isu-isu yang kami bahas dalam pertemuan tadi. Pertama adalah tentang 4 pilar kehidupan bernegara, yang sering kita sebut konsensus dasar kita, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika atau kemajemukan. Kami sepakat bahwa menjadi kewajiban kita semua, utamanya Majelis Permusyawaratan Rakyat, untuk terus melakukan penguatan atas implementasi dari 4 pilar dalam kehidupan bernegara ini. Dari sisi pemerintah, pemerintah juga akan ikut serta dalam upaya untuk memperteguh komitmen dan memperkuat pelaksanaan dari 4 konsensus dasar, atau 4 pilar kehidupan bernegara tersebut.


Isu yang kedua, berkaitan dengan pemekaran wilayah. Semua berpendapat, bahwa moratorium yang kita berlakukan sekarang ini digunakan betul untuk kepentingan evaluasi, sebelum kebijakan tentang pemekaran wilayah ini dilanjutkan. Dalam kaitan itu, selaku Kepala Pemerintah, saya sampaikan, bahwa tahun 2010 ini diharapkan yang namanya grand design dan master plan tentang pemekaran wilayah dapat kita rampungkan atas dasar evaluasi yang tengah kita laksanakan sekarang ini. Grand design atau dan master plan itu tentu akan kami konsultasikan dengan, terutama DPR RI, dan DPD RI, untuk menjadi policy kita nanti, ketika kita harus memasuki wilayah itu, atau pemekaran wilayah. Salah satu evaluasi yang kami lakukan, manakala tidak tepat pemekaran wilayah itu justru memberikan beban yang tidak semestinya kepada negara. Overhead cost, pengeluaran yang justru harus kita cegah, sehingga anggaran negara itu lebih banyak jatuh ke rakyat, orang-seorang, itu juga menjadi perhatian kita. Dengan demikian, pemekaran wilayah harusnya solusi, pengembangan, peningkatan kesejahteraan, dan bukan sebaliknya menjadi masalah.

 
Ingat dalam waktu 10 tahun, ada lebih dari 200 daerah otonom baru di seluruh tanah air, tentu kita tidak boleh membiarkan ini berlangsung tanpa konsep yang jelas. Setelah kita susun grand designmaster plan bisa saja masih ada pemekaran, manakala itu sungguh diperlukan. Sebaliknya daerah pemekaran yang sudah terjadi, tapi menimbulkan masalah yang berat, bisa saja itu digabungkan. Namun demikian, biarlah kita rampungkan dulu rencana induk dan grand design dari pemekaran wilayah ini.
dan


Isu yang ketiga menyangkut perdagangan bebas. Diangkat misalkan perdagangan bebas antara ASEAN dengan Tiongkok, atau Republik Rakyat Cina. Kita bahas tadi, bahwa sesungguhnya era perdagangan bebas dan investasi ini sudah dimulai sejak, katakanlah dilaksanakan pertemuan APEC di Istana Bogor ini pada tahun 1994, yang kita kenal dengan Bogor Goals. Dalam perkembangannya, ada pertemuan di Bali pada tahun 2003, pertemuan puncak di ASEAN, dengan ASEAN +3 dan mitra yang lain, yang itu juga merupakan kelanjutan dari kebersamaan sesama ASEAN, maupun ASEAN dengan mitra-mitra dialognya. Berlanjut lagi dan akhirnya terbangunlah satu kesepakatan untuk menjalin kerjasama yang disebut dengan perdagangan bebas antara ASEAN dengan Cina.


Dalam perkembangannya, sebagaimana yang menjadi isu sekarang ini, ada pemikiran untuk tidak begitu saja diimplementasikan apa yang telah menjadi kesepakatan ASEAN dengan Republik Rakyat Cina itu. Maka pandangan pemerintah sudah sangat gamblang dan kita juga sudah berkomunikasi dengan DPR RI, bahwa setelah kita lihat dan evaluasi kesiapan kita sendiri, untuk menjalankan kesepakatan perdagangan bebas ini, memang diperlukan pembicaraan-pembicaraan tertentu. Tujuannya tiada lain, jangan sampai niat yang baik dan kesepakatan yang mulia ini membawa masalah yang berlebihan kepada masyarakat kita, pada perekonomian kita.


Tentu saja Saudara-saudara, pembicaraan ini harus dilaksanakan dengan baik. Indonesia tidak ingin dianggap tidak menyepakati apa yang telah dirumuskan oleh 10 anggota ASEAN. Apalagi mereka tahu, Indonesia adalah ekonomi terbesar di Asia Tenggara, dan bahkan kita anggota G-20. Kita pun juga harus tepat membicarakan dengan pihak Republik Rakyat Cina tentang ini semuanya itu. Oleh karena itu, pemerintah akan mengelola permasalahan ini sebaik-baiknya. Di satu sisi, kepentingan rakyat harus kita lindungi, di sisi lain, kita harus memperkuat, mempersiapkan lebih baik lagi elemen-elemen di dalam negeri kita. Dan di sisi lainnya lagi, kita pastikan bahwa kita tetap menjalin kerjasama sesama negara ASEAN maupun antara ASEAN dengan mitra-mitra ekonominya.


Isu yang keempat yang kita angkat adalah masalah stabilitas harga. Sebagaimana Saudara ketahui, karena sudah ada tanda-tanda pemulihan resesi perekonomian global beberapa komoditas harga menunjukkan kenaikan, termasuk harga pangan misalnya gula, minyak goreng, beras dan sejumlah komoditas. Kami membahas tadi dan saya sampaikan kepada para Pemimpin Lembaga Negara itu, pemerintah juga melaksanakan langkah-langkah antisipasi, manakala kenaikan harga itu tidak wajar dan membebani rakyat kita. Bahkan di antara SILPA (Sisa Anggaran Leboh Pelaksanaan Anggaran) yang berjumlah 38 trilyun, yang itu akan menjadi bagian dalam RAPBN-P tahun 2010, sebagian kami cadangkan, kami dedikasikan untuk menghadapi manakala harga-harga itu mengalami kenaikan yang tidak sewajarnya. Dengan demikian, sebagaimana yang kita lakukan di waktu yang lalu, kita lakukan langkah-langkah stabilisasi, termasuk operasi pasar dan langkah-langkah lain, agar rakyat kita tidak mendapatkan beban yang tidak semestinya.


Isu yang kelima adalah persiapan pemilu 2014. Meskipun seolah-olah masih lama, tetapi ingat pada bulan Juli 2013 sesungguhnya sudah dimulai proses kampanye untuk Pemilu Legislatif. Belajar dari pengalaman pemilu tahun 2009 yang lalu ataupun pemilu-pemilu sebelumnya, maka kami bersepakat untuk mempersiapkan segalanya dengan baik. Misalnya, Undang-Undang tentang pemilu dan Undang-Undang politik lain semestinya 2 tahun sebelum pemilu dilaksanakan sudah rampung. Dengan demikian, terjadi persiapan yang lebih baik lagi. Tentu memerlukan kerjasama antara pemerintah dengan DPR. Demikian juga kesiapan KPU dan anggaran yang perlu kita alokasikan. Itu isu yang berkaitan dengan persiapan pemilu 2014.


Isu yang keenam adalah tentang amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Kami berpendapat tadi, bahwa setiap pemikiran untuk sebuah perubahan Undang-Undang Dasar haruslah berangkat dari kehendak rakyat yang sesungguhnya. Meskipun sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar kita, proses, mekanisme bagaimana sebuah Undang-Undang Dasar bisa diubah atau dilakukan amandemen. Tetapi tentunya kita pastikan bahwa kehendak itu merupakan kehendak rakyat, sebagian besar dari rakyat kita, meskipun tidak ada memorandum atau plebisit. Dengan demikian, kita pastikan perubahan Undang-Undang Dasar itu solusi, betul-betul memiliki urgensi yang tinggi dan merupakan kehendak rakyat.


Yang kita ketujuh, kita bahas masalah pilkada. Kita ingin pilkada kita berjalan makin efektif, makin efisien, dan jangan sampai menuju ke politik biaya tinggi. Tidak baik. Oleh karena itulah, kita ingin juga makin menyempurnakan mekanisme, aturan, dan desain dari pemilihan-pemilihan kepala daerah.


Isu yang kedelapan adalah pemberantasan mafia hukum. Semua mendukung langkah ini dengan catatan, diperlukan komunikasi terus-menerus antara Satgas Pemberantasan Mafia Hukum kepada rakyat, sehingga laporan rakyat yang mengalir begitu banyak, baik ke kantor saya maupun langsung ke Satgas Pemberantasan Mafia Hukum itu bisa dijelaskan, mana yang tepat untuk ditindaklanjuti dan hasilnya seperti apa, mana yang setelah dicek, bukan termasuk kejahatan mafia di bidang hukum. Dan kita pastikan, bahwa Satgas ini akan fokus pada tugasnya untuk benar-benar mencegah, memberantas dan menindak para pelaku mafia hukum, termasuk mereka yang disebut dengan calo-calo perkara.


Isu yang kesembilan adalah menyangkut ujian nasional. Kita mengetahui ada keputusan Mahkamah Agung. Sekarang ini pemerintah dalam rangka merespon keputusan Mahkamah Agung, sekaligus untuk mencapai tujuan evaluasi dari proses pendidikan, maka yang dilakukan pemerintah memastikan bahwa sebelum ujian nasional akan dilaksanakan dilakukan sejumlah langkah untuk persiapannya yang lebih pada sekolah-sekolah di seluruh tanah air. Demikian juga langkah lain yang memastikan bahwa mengukur hasil didik sesorang disamping dari ujian nasional itu juga dilihat aspek-aspek yang lain, termasuk dilaksanakannya ujian ulangan bagi mereka yang ternyata belum memenuhi syarat sesuai dengan nilai ujian itu. Semua itu sekarang sedang dipersiapkan, sedang digodok. Dengan demikian, akan sesuai dengan putusan MA dan sisi lain sesuai dengan kehendak sebagian dari rakyat kita, tanpa mengorbankan mutu dari pendidikan kita.

Yang kesepuluh, juga diangkat tadi, terutama oleh Pimpinan Mahkamah Konstitusi sejumlah undang-undang yang di-review atau digugat oleh kalangan masyarakat kita yang memiliki sensitivitas yang tinggi. Kami bersepakat terhadap itu, Mahkamah Konstitusi harus mengelolanya dengan sebaik-baiknya dengan penjelasan yang tepat kepada masyarakat, sekaligus memutus masalah-masalah itu seadil-adilnya dengan tingkat kebenaran yang paling tinggi. Yang dimaksudkan, misalkan undang-undang yang berkaitan dengan kebebasan beragama, pornografi, BHP, maupun pemekaran wilayah.


Kemudian isu kesebelas berkaitan dengan penertiban hakim. Tentu dimana-mana selalu ada oknum yang tidak tertib. Oleh karena itu, gerakan untuk reformasi birokrasi itu pada prinsipnya kita jalankan terus di semua lembaga, bukan hanya di wilayah peradilan atau pengadilan. Oleh karena itu, kita mendukung langkah-langkah itu untuk memastikan, bahwa pengadilan kita makin kredibel.


Isu yang keduabelas adalah isu untuk terus meningkatkan kualitas pertanggungjawaban keuangan dan kami berpendapat tadi, bahwa, baik BPK maupun lembaga-lembaga negara, termasuk lembaga pemerintah harus terus berkomunikasi memastikan semua pihak bisa terus melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas pertanggungjawaban keuangannya. Dari segi pemerintah saya mendukung penuh tadi, inisiatif dari Ketua BPK untuk membangun yang disebut dengan e-audit, agar link and match terjadi antara lembaga-lembaga pemerintah dengan BPK, dengan demikian sejak dini sudah bisa dicek, ditelusuri, tracking, apakah ada hal-hal yang tidak wajar dalam penggunaan ataupun pertanggungjawaban keuangan itu.


Isu yang terakhir, yang tidak kalah pentingnya adalah kami semua bersepakat untuk sungguh memahami tentang pilihan kehidupan ketatanegaraan kita. Checks and balances, tadi juga dibahas. Itu tiada lain adalah agar para penyelenggara negara, lembaga-lembaga negara itu betul-betul bisa saling bersinergi, saling melengkapi, saling mengontrol, tidak ada abuse of power yang tidak sesuai dengan distribusi kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar atau konstitusi kita.


Checks and balances bukan untuk saling menjatuhkan, atau saling mengintip. Sebagai contoh, yang kita pilih adalah sistem kabinet presidensiil, bukan kabinet parlementer, bukan sistem parlementer yang sistem parlementer itu memungkinkan untuk setiap saat bisa laksanakan tindakan mosi tidak percaya, sehingga kabinet bisa jatuh bangun, menteri bisa berguguran, jiwanya tidak di situ. Presiden tidak bisa membubarkan DPR, MPR dan DPD. Namun juga sebetulnya tidak berlaku semacam kultur mosi tidak percaya yang dianut oleh sistem parlementer. Undang-Undang tentang impeachment jelas sekali, dalam Undang-Undang Dasar ada Pasal 7, dalam keadaan apa, seorang Presiden dan Wakil presiden bisa mendapatkan impeachment. Semua sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar kita. Oleh karena itu, sepatutnya kita semua memahami tentang kandungan dari Undang-Undang Dasar kita. Dan sebagai konstitusionalis, kita harus menjalankan Undang-Undang Dasar itu dengan sebenar-benarnya.


Itulah 13 isu yang tadi dibahas secara bersama dalam pertemuan di antara kami, para Pemimpin Lembaga-lembaga Negara.

 
Dengan penjelasan ini, saya berikan kesempatan 2, 3 pertanyaan kepada Saudara yang berkaitan dengan topik ini.



Sdr. Rafael, Indosiar:


Selamat siang. Bapak Presiden, saya Rafael dari Indosiar. Saya mau tanya satu hal. Pertemuan hari ini dengan Pimpinan dan Wakil Pimpinan Lembaga Tinggi Negara mungkin mengundang banyak pertanyaan banyak pihak, karena bertepatan dengan situasi politik nasional yang cukup memanas. Pertanyaan saya ialah mengapa setelah pemerintahan jilid II ini berjalan 3 bulan, koordinasi atau komunikasi dengan Lembaga-lembaga Tinggi Negara ini baru dijalankan hari ini, apakah ada ketidakcocokan masing-masing Lembaga Tinggi Negara untuk menyikapi situasi politik dalam negeri saat ini, terkait terutama kasus Century misalnya? Dan apakah hari ini, pertemuan hari ini juga untuk menyamakan persepsi menghadapi masalah ini? Terima kasih



Presiden Republik Indonesia:


Ya. Sudah saya jelaskan tujuan dari pertemuan ini, prakarsa dari pertemuan ini, agenda dari pertemuan ini, isu-isu yang dibahas dari pertemuan ini. Jadi tidak mengait sama sekali, ketidakakuran di antara Pimpinan Lembaga-lembaga Negara. Kami tunduk kepada amanah Undang-Undang Dasar, wewenang, peran, fungsi dan tugas kami masing-masing. Oleh karena itu, sebelum pertemuan ini, secara kelembagaan, saya dengan Pimpinan DPD, saya dengan Pimpinan MPR, saya dengan Pimpinan DPR, saya dengan Pimpinan Mahkamah Konstitusi juga ada komunikasi-komunikasi di antara beliau-beliau pun juga ada komunikasi. Dengan demikian, pertemuan ini tidak dirancang untuk membahas isu spesifik, misalkan isu atau kasus Bank Century. Tidak. Tidak sama sekali. Kita membahas isu-isu fundamental yang berkaitan dengan kehidupan bernegara ini.

 

Sdr. Suhartono, Kompas:


Selamat siang. Suhartono dari Kompas. Pak Presiden, ini mohon maaf karena memang kebetulan isunya memang masih hangat terkait dengan kasus Bank Century. Jadi masih menambahkan lagi soal Bank Century. Mungkinkah dalam pembicaraan tadi, ada semacam kesepakatan bersama, bagaimana jika terjadi hasil keputusan Pansus, katakanlah misalkan terjadi kesalahan dalam kasus pengucuran Rp 6,7 triliun itu, apakah ada semacam penyelesaian bersama atau mengikuti ketentuan yg ada, karena tadi Bapak menyinggung jangan sampai terjadi? Terima kasih.


Presiden Republik Indonesia:


Ya. Saya tidak mungkin menjawab hipotesa, bagaimana kalau Pansus ini kesimpulannya A, atau kesimpulannya B, atau kesimpulannya C. Yang jelas kami bersepakat tadi, ada masalah apapun, penyelesaiannya dikembalikan kepada kerangka Undang-Undang Dasar, pada undang-undang dan aturan yang berlaku, di situ. Tidak ada mencocok-cocokkan sikap, tidak ada membangun kesepakatan di antara kami, solusinya harus seperti ini, hasilnya harus seperti ini. Tidak Ada.

 
Tetapi yang jelas, ini dari saya sendiri selaku Presiden, saya katakan berkali-kali, bahwa angket terhadap kasus Bank Century ini, agar dijaga arah tujuan dan konteksnya yang benar. Tidak diharapkan ada komplikasi lain, karena kita ingin menegakkan aturan yang benar di negeri ini. Dan dalam pidato saya sebelumnya, yang diinginkan rakyat adalah apakah ada korupsi dalam perkara Bank Century ini, apakah ada aliran dana yang tidak sepatutnya, apakah sudah diambil tindakan kepada pelaku-pelaku kejahatan intern Bank Century itu. Apakah ada conflict of interest, benturan kepentingan dari pengambilan keputusan atau tindakan terhadap Bank Century itu. Itu yang diinginkan atau ingin diketahui oleh rakyat. Oleh karena itu, arah itulah yang sebenarnya kita tuju.

 
Kemudian kalau itu menyangkut kebijakan, silakan dalam hal ini yang dimintai keterangannya menjelaskan tentang seluk-beluk, tentang situasi, tentang dasar-dasar dan pertimbangan kebijakan itu. Ingat, tidak ada wadah untuk yang disebut kriminalisasi kebijakan. Kebijakan adalah sesuatu yang melekat pada pejabat negara dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewajibannya. Dengan demikian dibikin terang saja, gamblang saja, jelas saja, dengan demikian rasional, jernih, kontekstual, dengan demikian rakyat akan bisa mengikuti dengan baik.

Saya menyampaikan seperti itu, yang jelas kita semua sepakat ingin agar semua itu dikembalikan kepada kerangka Undang-Undang Dasar, undang-undang dan aturan yang berlaku. Dan apapun, tidak bisa kita arahkan ke sana, arahkan ke sini, karena itu amanah dari kami untuk betul-betul mengelola permasalahan dengan sebenar-benarnya, dengan niat yang baik untuk rakyat, bangsa dan negara. Satu terakhir.



Sdr. Desliana, TVOne:


Assalamu'alaikum warahmatullahi,

 

Pak, saya Desliana dari TVOne. Ini tadi Bapak membahas tentang dinamika politik yang sedang menghangat saat-saat ini. Kemudian memang sudah berlangsung Pansus Century yang sedang berjalan pemeriksaannya. Saya mau nanya, Bapak juga tadi membahas tentang sistem, sistem kita bukan sistem parlementer, sementara di pemerintahan ini adalah sedang berlaku sistem koalisi. Karena itu, saya mau bertanya apakah memang kejadian, maksud saya peristiwa di Pansus Century dimana orang-orang melihat Partai Golkar sepertinya mulai bergeser dari koalisi pemerintahan dan apakah itu mengganggu koalisi di pemerintahan itu sendiri, Pak seperti itu?

 

Presiden Republik Indonesia


Oke. Saya ulangi lagi. Tujuan pertemuan ini bukan hanya membahas dinamika politik terkini, tapi membahas isu-isu fundamental, sekarang dan 5 tahun ke depan. Itu dulu, jangan sampai direduksi seolah-olah kami datang hanya membahas masalah sekarang, hanya membahas masalah politik, hanya membahas kasus Bank Century. Kami bahas secara proporsional, isu-isu yang ada sekarang ini.

 
Sistem parlementer dan sistem presidensil itu tidak apple to apple dengan koalisi sebenarnya, meskipun demokrasi kita ini demokrasi multipartai dan diniscayakan koalisi dalam pemeritahan. Tapi tetap sistemnya adalah kabinet presidensil. Dalam politik selalu ada dinamika. Oleh karena itu, bagi kita kembalikanlah saja kepada sistem presidensil, kepada aturan-aturan yang berlaku, kemudian kalau dinamika internal koalisi, selesaikan secara koalisi, dan saya tidak pada posisi yang tepat di mimbar ini untuk menjelaskan seluk-beluk yang berkaitan dengan koalisi.



Terima kasih.

 

Wassalamualaikum warahmatullaahi wabarakatuh,

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,

Sekretariat Negara RI