Oleh: Eddy Cahyono Sugiarto, Kepala Biro Humas Kemensetneg
Komunikasi memiliki peran krusial dalam memastikan keberhasilan kebijakan publik di mana dalam siklus kebijakan publik keberhasilannya tidak hanya tergantung dari formulasi kebijakan itu sendiri, tetapi juga bagaimana kebijakan tersebut dikomunikasikan kepada publik mulai dari tahapan perencanaan sampai dengan evaluasi. Hal ini sejalan dengan model komunikasi Lasswell (1948) yang menyoroti urgensi komunikasi, utamanya tentang siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa, dan dengan dampak apa (who says what in which channel to whom with what effect).
Dalam konteks pemerintahan, manajemen strategi komunikasi yang kurang terorkestrasi dengan baik melalui narasi tunggal yang didukung data dan fakta, dapat berimplikasi pada menurunnya keterlibatan publik (public engangement) dalam menyukseskan kebijakan serta berimbas pada citra pemerintah secara keseluruhan, lebih jauh lagi dapat menyebabkan kesalahpahaman, ketidakpercayaan, hingga penolakan terhadap kebijakan yang telah dirancang dengan baik (McQuail, 2005).
Secara sederhana komunikasi kebijakan publik terkait dengan peran government publik relations dalam menyampaikan pesan "apa saja yang dilakukan oleh pemerintah" (the actions of government) yang berdampak pada upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui beragam kebijakan publik, agar mendapatkan partisipasi bermakna, rasa memiliki, dan meningkatnya kepercayaan dan dukungan rakyat kepada kerja kerja pemerintah.
Manajemen strategi komunikasi publik dipastikan harus mampu memenuhi kebutuhan informasi publik, membentuk citra positif institusi, memberikan update mengenai apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan, manfaatnya terhadap masyarakat, dan mengumpulkan respons dari publik.
Asta Cita dan Komunikasi Kebijakan Publik
Sebagaimana kita ketahui bersama Presiden Prabowo Subianto telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2025-2029, sebagai implementasi tahap pertama Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045 sekaligus fondasi awal untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Transformasi dalam tahap pertama ini mencakup transformasi sosial; ekonomi; tata kelola; supremasi hukum, stabilitas, dan kepemimpinan Indonesia; ketahanan sosial budaya dan ekologi; pembangunan wilayah dan saranan prasarana; serta kesinambungan pembangunan, yang membidik tiga sasaran utama pembangunan nasional, yaitu penurunan tingkat kemiskinan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.
Transformasi yang digagas melalui beragam kebijakan publik, sebagai penerjemahan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, sejatinya memiliki nilai luhur sebagai strategi yang diturunkan dalam beragam kebijakan publik guna memajukan Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. Asta Cita sebagai delapan misi strategis mencakup berbagai aspek pembangunan nasional yang telah diturunkan menjadi beragam kebijakan program dan kegiatan pemerintah dalam tahap awal implementasinya telah banyak dirasakan kemanfaatan konkretnya oleh masyakat Indonesia.
Salah satunya adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program yang dimulai pada 6 Januari 2025 ini telah menjangkau jutaan anak sekolah hingga ibu hamil di 190 titik yang tersebar di 26 provinsi serta manfaat konkret yang telah dirasakan rakyat terhadap sejumlah program prioritas lainnya, seperti penghapusan utang UMKM, diskon tiket pesawat pada Natal dan Tahun Baru yang lalu, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dalam penyerapan gabah petani yang menitipberatkan pada perlindungan harga di tingkat petani, swasembada pangan dan energi, kebijakan medical check up gratis, perumahan rakyat serta beragam kebijakan publik lainnya baik yang telah diimplementasikan maupun yang akan diterapkan.
Beragam kebijakan publik yang telah dirasakan manfaat konkretnya ini perlu terus disebarluaskan kepada publik sebagai bagian dari strategi komunikasi publik pemerintah agar terbangun pemahaman yang utuh terkait kemanfaatan konkret dari kebijakan yang telah ditempuh dan yang lebih penting lagi timbulnya kepercayaan dan keterlibatan publik. Dalam konteks ini, komunikasi publik menjadi sangat penting karena berperan sebagai penggerak dalam memastikan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dapat terbangun dengan baik.
Tantangan Komunikasi Publik
Guna memastikan beragam kebijakan publik yang telah dan akan diimplementasikan pemerintah Presiden Prabowo tersosialisasikan dengan bagi kepada masyarakat, dibutuhkan komunikasi yang efektif, karena sejatinya kebijakan dan komunikasi seperti dua sisi pada satu mata uang, yang berperan strategis guna memastikan keterlibatan dan partisipasi optimal dari beragam pemangku kepentingan (engagement and meaningfull participations).
Untuk itu konsolidasi GPR dalam menyukseskan komunikasi kebijakan publik pemerintah menjadi suatu keniscayaan, apalagi di tengah disrupsi teknologi di era digital yang mengubah lanskap komunikasi masifnya pemanfaatan media sosial dengan meningkatnya pengguna internet di Indonesia, komunikasi di era post truth yang berkembang dewasa ini dengan algoritma yang ada menyebabkan mispersepsi, hoaks mengalir tanpa batas yang apabila tidak tertangani dengan baik akan kontraproduktif terhadap misi dicanangkannya suatu kebijakan publik.
Pergerseran pola komunikasi di era digital tersebut, memerlukan adaptasi manajemen strategik dalam komunikasi publik. Adaptasi tersebut perlu dilakukan dengan mengonsolidasikan kolaborasi dan sinergi dalam manajemen strategi komunikasi kebijakan publik GPR yang efektif, yang kinerjanya dapat diukur melalui seberapa jauh komunikasi publik yang dirancang dapat memengaruhi sikap mendukung , meningkatnya partisipasi bermakna beragam pemangku kepentingan melalui keterlibatan dalam kebijakan publik.
Peningkatan kapabilitas GPR yang adaptif terhadap perubahan lanskap komunikasi dengan manajemen strategi komunikasi publik yang dibangun dipastikan harus mampu memenuhi kebutuhan informasi publik, membentuk citra positif institusi, memberikan update mengenai apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan, manfaatnya terhadap masyarakat, dan mengumpulkan respons dari publik.
GPR seyogianya terus meningkatkan konsolidasi danmemastikan terbangun kolaborasi sinergi dengan mengutamakan pendekatan collaborative governance dari memitigasi manajemen isu, utamanya terkait dengan upaya memastikan beragam program prioritas pemerintah sebagai penerjemahan Asta Cita mengawal Indonesia Emas, mendapatkan respons positif publik sebagai penerjemahan strategi responsif untuk mengelola isu-isu pemerintah dengan perencanaan krisis kontijensi komunikasi di era post truth.
Era post truth dapat disebut sebagai pergeseran sosial fakta-fakta bersaing dengan hoaks dan kebohongan untuk dipercaya publik, semakin tipisnya pembatas antara kebenaran dan kebohongan, kejujuran dan penipuan, fiksi dan nonfiksi. Secara sederhana, post truth dapat diartikan bahwa masyarakat lebih mencari pembenaran daripada kebenaran, inilah fenomena yang menjadi tantangan tersendiri bagi GPR untuk memastikan komunikasi publik yang dibangun dapat berperan sebagai kontranarasi terhadap pembentukan opini publik yang menyesatkan.
Mencermati perkembangan fenomena post truth yang marak akhir-akhir ini GPR seyogianya terus mengembangkan kolaborasi dan sinergi untuk mengisi ruang publik dengan narasi optimisme Indonesia Emas, strategi untuk memengaruhi persepsi positif masyarakat terhadap pemerintah dengan memastikan proses perencanaan komunikasi tim krisis, koordinasi isu penajaman isu, pembuatan strategi komunikasi, media monitoring, media relation, pertukaran data dan informasi dapat mengisi ruang publik dengan optimisme Indonesia Emas.
Dengan informasi yang “utuh dan benar” diharapkan dapat memberikan pemahaman yang “utuh dan benar pula” dalam menyikapi kebijakan yang ada, hal ini menjadi tantangan bagi seluruh GPR untuk memastikan mispersepsi dan disinformasi yang menyesatkan dapat dimitigasi, kita patut belajar dari mispersepsi dan disinformasi yang terbangun di ruang publik akhir-akhir ini, yang menyebar dengan cepat di media sosial, dilakukan berulang-ulang sehingga seolah-olah menjadi suatu kebenaran sebagaimana fenomena post truth.
Sebagai contoh bagaimana mispersepsi dan misinformasi yang terbangun di ruang publik terkait terkait kebijakan efesiensi anggaran yang ditanggapi seolah-olah akan berdampak pada kenaikan biaya UKT, KIP, dan beragam jenis beasiswa, padahal faktanya efisiensi anggaran hanya difokuskan pada anggaran yang tidak esensial, melarang perguruan tinggi untuk menaikkan UKT, anggaran KIP Kuliah tahun 2025 tetap sebesar Rp14,70 triliun dengan jumlah penerima mencapai 1.040.192 mahasiswa. Ini membuktikan komitmen tinggi pemerintah menjaga keberlanjutan pendidikan dan membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat.
Fenomena misleading informasi atau penyebaran informasi yang tidak akurat menjadi tantangan tersendiri bagi GPR dalam membangun komunikasi kebijakan publik, bagaimana membangun literasi digital positif masyarakat di tengah derasnya arus informasi di era media sosial. Dalam banyak kasus, informasi yang tidak terverifikasi lebih cepat menyebar dibandingkan klarifikasi resmi dari kementerian/lembaga.
Kita tentunya berhadap peran GPR dalam mengawal Asta Cita dapat terus ditingkatkan dengan kolaborasi dan sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan karena sejatinya tantangan ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata. Peran masyarakat, media, serta platform digital juga sangat menentukan dalam membentuk ekosistem informasi yang sehat. Oleh karena itu, diperlukan kolaborsi sinergi antara berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan informasi yang beredar di publik tetap kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan.
Manajemen strategi komunikasi kebijakan publik yang adaptif terhadap perubahan paradigma komunikasi dapat mengembangkan komunikasi publik yang kondusif dalam mendukung suksesnya beragam kebijakan publik yang didedikasikan kemanfaatannya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, dapat lebih dipahami, diterima, dan diimplementasikan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
GPR seyogianya dapat terus meningkatkan pengembangan manajemen komunikasi kebijakan publik di era post truth agar mampu membangun keterlibatan publik melalui pendekatan yang adaptif dan responsif, mengedepankan transparansi, penggunaan data yang akurat, pengelolaan isu yang proaktif, kolaborasi dengan media, pemanfaatan teknologi, edukasi literasi media, sehingga narasi positif tentang kerja kerja pemerintah dapat dilembagakan ke seluruh elemen masyarakat.
Komunikasi yang efektif dalam kebijakan publik adalah salah satu kunci untuk membangun dan memastikan optimisme ruang publik terhadap pembangunan menggapai Indonesia Emas, dengan memahami tantangan komunikasi, baik dari sisi internal pemerintah maupun eksternal seperti media dan masyarakat, diharapkan kita dapat bersama-sama menciptakan ekosistem komunikasi yang mampu membangun narasi di ruang publik yang kondusif untuk mendukung Indonesia Emas 2045. Semoga.