MALAM PENGHARGAAN ACHMAD BAKRIE, DI HOTEL NIKKO, JAKARTA, 14 AGUSTUS 2008

 
bagikan berita ke :

Kamis, 14 Agustus 2008
Di baca 1047 kali

SAMBUTAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA ACARA
MALAM PENGHARGAAN ACHMAD BAKRIE
DI HOTEL NIKKO, JAKARTA
PADA TANGGAL 14 AGUSTUS 2008

 


Bismillaahirrahmaanirrahiim,

 

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

 

Selamat malam,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Yang saya hormati para Pimpinan Lembaga-lembaga Negara, para Menteri dan para mantan Menteri,

 

Yang saya hormati Ibu Rusniah Bakrie dan Keluarga Besar Achmad Bakrie, untuk Bapak Aburizal Bakrie,

 

Yang saya hormati Saudara Rizal Mallarangeng, Pimpinan Freedom Institute dengan para scholar dan fungsionaris dari Freedom Institute,

 

Yang saya hormati dan saya banggakan para Penerima Penghargaan Achmad Bakrie untuk tahun 2008, para Budayawan, para Cendekiawan, para Peneliti dan Inovator, para Wartawan Senior,

 

Satu yang belum saya sebutkan, yang punya daerah, Saudara Gubernur DKI Jakarta,

 

Hadirin sekalian yang berbahagia,

 

Marilah sekali lagi, pada kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini, untuk memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena kepada kita masih diberi kesempatan, kekuatan, dan semoga kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa, dan negara tercinta. Kita juga tentu bersyukur dan berbahagia malam hari ini dapat menghadiri dan menyaksikan satu acara yang penting, Penghargaan Achmad Bakrie Tahun 2008 ini. Tentu saya tidak diharapkan untuk menyampaikan pidato yang serius atau yang formal dan mungkin tidak seindah pidatonya Pak Ical tadi. Besok saya akan menyampaikan Pidato Kenegaraan tanggal 15 Agustus. Oleh karena itu, yang serius-serius, yang berat-berat, besok tunggu tanggal mainnya.

 

Yang ingin saya sampaikan, tentu pertama-tama, penghargaan saya kepada Freedom Institute, kepada Keluarga Besar Achmad Bakrie atas prakarsa yang mulia ini. Ini adalah wujud dari budaya apresiasi yang belum mekar di negeri ini. Tentu dengan kepeloporan seperti inilah kita bisa membangun peradaban yang makin baik, great civilization, di negeri ini. Yang kedua tentunya, saya mengucapkan selamat atas nama negara, atas nama pemerintah, dan selaku pribadi kepada Bapak Taufik Abdullah, kepada Bapak Sutardji Calzoum Bachri, kepada Bapak Mulyanto, kepada Bapak Laksana Tri Handoko, dan Bapak Wicaksono dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Karya, prestasi Bapak-bapak semua sudah menjadi bagian dari sejarah dan mudah-mudahan ini bisa menyemangati, memberikan inspirasi kepada putera-puteri terbaik bangsa yang lainnya untuk juga berprestasi pada bidang-bidang, bukan hanya yang diberikan penghargaan oleh Freedom Institute ataupun Keluarga Besar Bakrie tetapi juga bidang-bidang yang lain.

 

Bapak, Ibu, hadirin sekalian,

 

Tanggal 20 Mei yang lalu dalam rangka memperingati seratus tahun Kebangkitan Nasional saya mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menjemput masa depan di abad 21 ini untuk membentuk, membangun, mewujudkan negara kita menjadi negara yang maju, bermartabat, dan sejahtera. Saya katakan waktu itu bahwa menuju pencapaian seperti itu tidak mungkin ibarat berjalan di bawah bulan purnama. Jalan itu tidak pernah lunak, tapi penuh badai, tantangan, dan rintangan. Yang diperlukan adalah satu kekuatan, strength, yang saya sampaikan ada tiga kekuatan dasar yang mesti kita perkokoh yaitu kemandirian, yang kedua daya saing, dan yang ketiga adalah peradaban bangsa yang mulia, yang tinggi, yang terhormat, yang saya sebut dengan great civilization.

 

Sesungguhnya yang kita bicarakan pada malam hari ini adalah acara ini sendiri, pidato dari Saudara Rizal Mallarangeng, pidato dari Saudara Aburizal Bakrie, pernyataan singkat dari para penerima penghargaan memasuki ranah, wilayah yang saya katakan tadi. Bagaimana kita bersama-sama membangun peradaban yang mulia di negeri ini. Mengapa Saudara-saudara? Saya khawatir kalau yang kita sebut dengan character building, ini buru-buru dianggap sudah usai. Belum. Barangkali state building mengiringi berdirinya negara tercinta ini telah relatif rampung. Nation building, meskipun sudah maju menurut saya juga mesti kita lanjutkan, tetapi character building, ini adalah unfinished agenda. Sesuatu yang memang harus terus menerus kita lakukan, guna membangun peradaban yang mulia sebagaimana yang saya sampaikan tadi. Karakter sangat penting. Kita tidak nyaman kalau mendengar bangsa Indonesia dianggap bangsa yang soft, bangsa yang permissive. Pernah kita mendengar kata-kata mitos “pribumi malas”. Kita melawan, kita berontak dan memang kita bukan itu karena kita punya strength, kita punya kekuatan. Tahun demi tahun kekuatan itu makin besar.

 

Beberapa saat yang lalu, di Denpasar, Bali, di Istana Tampaksiring saya bertemu dengan hampir 500 mahasiswa dan siswa kita yang memiliki prestasi yang tinggi bersama-sama dengan lima peraih Nobel Internasional. Mereka sedang dilatih, dididik, diberikan semangat untuk menjadi penerima penghargaan Olimpiade di bidang science di forum-forum internasional. Ketika saya berbicara dengan mereka, menangkap pikiran mereka, saya mengambil kesimpulan bahwa putera-puteri Indonesia cerdas, bahwa putera-puteri Indonesia unggul. Kita tidak boleh memiliki krisis yang sangat membahayakan, krisis keyakinan, seolah-olah masa depan kita gelap, seolah-olah hanya bangsa lain yang baik dan kita tidak sebagaimana jiwa yang gelap, yang tidak dirahmati dengan cahaya, sebagaimana pikiran yang negatif dan tidak positif, dan sebagaimana sikap pesimis dan bukan sikap yang optimis. Saya hanya menjelaskan banyak sekali di pelosok negeri ini, dialog-dialog saya dengan mereka, berbagai lapisan masyarakat, berbagai cabang profesi, yang menunjukkan kelebihan-kelebihan dan keunggulannya yang tersendiri. Inilah yang harus kita satukan, resources inilah yang harus kita kelola, kita kembangkan untuk membangun negeri ini bersama-sama menuju masa depan yang lebih baik.

 

Hadirin sekalian,

 

Berbicara character building, bicara civilization, bicara watak, dan kepribadian bangsa, ada beberapa catatan saya sebagai wahana dialog kita pada malam hari ini. Yang pertama, kita harus membangun the culture of excellence. Kita harus menjadi bangsa yang unggul, why not the best? Jangan sekedar berbuat. Jangan sekedar lebih baik tapi mesti kita capai prestasi yang tertinggi. Do the best. Kita bisa mencapai, kita bisa meraih seperti itu kalau mentalitas kita, kultur yang kita bangun, the culture of excellence. Saya yakin karakter bangsa ini akan semakin kokoh, kuat, dan tangguh. Dan karakter seperti itulah yang mengantarkan kita tahun-tahun mendatang, dasawarsa-dasawarsa mendatang di abad 21 ini, untuk menjadi negara maju, developed Indonesia.

 

Yang kedua, catatan saya adalah kita perlu memiliki mentalitas harus bisa, can do spirit. Saya sering mengatakan bedanya orang optimis dengan orang yang pesimis. Yang bersikap optimistik dan bersikap pesimistik. Orang yang pesimis melihat segala sesuatu yang dilihat persoalannya, ah, ini bermasalah; ah, ini susah. Tetapi orang yang optimis setiap persoalan selalu ada jalan keluarnya, selalu ada solusinya. Ini adalah pilar dari can do spirit. Mental “harus bisa”. Tentu dengan izin Allah Subhaanahu wa Ta’alaa. Mari ditengah-tengah tantangan yang kita hadapi sekarang ini, baik yang mengalir dari keadaan global maupun yang muncul di negeri kita sebagai bagian dari reformasi, dari transformasi, dan dari pembangunan bangsa mesti kita hadapi dengan tegar, tidak boleh menyerah, tidak boleh mengeluh, tidak boleh cengeng, tapi kita yakin there must be a solution. Bersama kesukaran ada kemudahan. Orang seperti ini juga bisa mengubah yang tadinya krisis menjadi peluang, from crisis to opportunity. Pangan dunia mahal. Ada krisis energi. Kalau kita pesimis, yang ada krisis masalah, dan kita tidak berbuat apa-apa, dan kita kalah sebagai bangsa. Kalau kita optimis, kita cari akal, berikhtiar, berinovasi menemukan cara-cara baru untuk mengatasi kedua permasalahan global ini, dan kita menang kelak di kemudian hari, mentalitas “harus bisa”.

 

Yang ketiga, catatan saya adalah budaya apresiasi. Kita ini rada pelit untuk berterima kasih, untuk mengakui kelebihan orang lain. Apalagi memberikan apresiasi dan penghargaan. Marilah kita menjadi bangsa yang berjiwa besar, yang berakhlak mulia, pandai berterima kasih, memberikan penghargaan secara tulus karena itulah sebenarnya nilai-nilai, the values, dari peradaban yang baik. Kita biasanya mudah menyalahkan, cepat menghukum, menghardik dan sebagainya. Tapi kurang ruang untuk mengapresiasi, menghargai, berterima kasih kepada yang lain. Ini catatan saya yang ketiga.

 

Saudara-saudara,

 

Dari ketiga catatan itu, tentu masih bisa kita perpanjang daftarnya. Saya mengajak bangsa kita sekarang ini sedang menjalani proses perubahan yang besar, hijrah, great transformation, mengubah perilaku, mengubah nilai, mengubah sikap, kultur, dan segalanya. Jangan kita sia-siakan, jangan kita lewatkan momentum ini, mari kita mengubah diri kita sendiri menuju masa depan yang cerah, kemandirian, daya saing, dan sekali lagi peradaban yang mulia. Hanya dengan itulah, Saudara-saudara, kita bisa mewariskan masa depan kita kepada generasi mendatang, kepada anak cucu kita, warisan yang baik dan penuh rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

 

Sekali lagi, terima kasih untuk Freedom Institute, untuk Keluarga Besar Bakrie. Selamat untuk para penerima penghargaan. Semoga Tuhan Yang Maha Besar membimbing perjalanan bangsa yang sama-sama kita cintai.
   
Sekian.

 

Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

 

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,
Sekretariat Negara RI