Media Harus Tumbuhkan Optimisme Masyarakat, Tentukan Karakter Bangsa, dan Menjunjung Etika Jurnalis

 
bagikan berita ke :

Selasa, 09 Februari 2016
Di baca 741 kali


Presiden yang hadir bersama Ibu Negara, Iriana Joko Widodo berharap agar seluruh insan pers dan media turut membangun optimisme, etos kerja, dan produktivitas masyarakat, bukan sebaliknya. "Kadang media kita justru mempengaruhi kita menjadi pesimisme, dan membuat masyarakat terjebak pada berita-berita sensasional. Apalagi kalau ditambah pendapat pengamat," kata Presiden, seperti dilansir dari siaran pers Tim Komunikasi Presiden, Ari Dwipayana.

Presiden mencontohkan judul pemberitaan media yang mengganggu pikiran masyarakat, seperti, 'Indonesia Diprediksi Akan Hancur', 'Semua Pesimis Target Pertumbuhan Ekonomi Tercapai', 'Pemerintah Gagal Aksi Teror Tak Akan Habis Sampai Kiamat-pun', 'Kabut Asap Tak Teratasi Riau Terancam Merdeka'. Bahkan menurut Presiden, ada berita yang lebih seram, 'Indonesia Akan Bangkrut’, ‘Hancur, Rupiah Akan Tembus Rp 15.000’, ‘Jokowi-JK Akan Bangkrut, Ambyar’.


"Kalau judul seperti ini diteruskan di era kompetisi kini, yang muncul adalah pesimisme, dan etos kerja yang tidak terbangun dengan baik. Yang muncul bukan hal-hal yang produktif, namun sebaliknya " ucap Presiden.


Kepercayaan sangat dibutuhkan negara, khususnya di era persaingan internasional saat ini. Presiden menggarisbawahi, bahwa tanpa kepercayaan jangan berharap akan terjadi aliran arus uang, investasi, dan modal yang masuk. “Kepercayaan itu yang bisa bangun adalah media, pers. Persepsi muncul, imej muncul karena berita-berita," ujar Presiden.


Disisi lain, Presiden mengingatkan pentingnya peran media sebagai pembentuk karakter, mentalitas, dan moralitas masyarakat. Oleh karena itu, Presiden berharap agar saluran televisi menayangkan lagu-lagu nasional khususnya pada jam tayang utama, seperti lagu Padamu Negeri, Garuda Pancasila dsb. "Sehingga anak-anak kita dari Sabang sampai Merauke akan hafal lagu nasional kita. Bukan hanya bertumpu pada rating," ucap Presiden”.

Media Harus Junjung Etika Jurnalisme‎

Di sisi lain, Presiden menyadari bahwa desakan kecepatan adalah hal utama pada media online. Namun, tak jarang membuat media mengesampingkan kode etik jurnalisme. Berita menjadi tidak akurat, tidak berimbang, dan mencampur aduk antara fakta dan opini.


Bahkan kata Presiden, berita yang tidak mempertimbangkan etika jurnalisme, tak jarang seakan menghakimi seseorang lantaran berita yang tidak berimbang. "Menurut saya ini berbahaya sekali," ucap Presiden.


Hubungan pers dengan pemerintah saat ini dan beberapa tahun yang lalu sangatlah berbeda. Jika dahulu, tekanan pers itu datang dari pemerintah, tapi sekarang berbalik, justru pers yang menekan pemerintah. "Kalau dulu pers ditekan, berita langsung yang baik-baik. Sekarang pers yang menekan pemerintah," ujar Presiden.


Presiden menjelaskan, tekanan pers kepada pemerintah sebenarnya datang dari tekanan pers sendiri. "Karena persaingan, tekanan datang dari lingkungan sendiri. Inilah yang harus kita hindarkan bersama,' kata Presiden”.


Di akhir sambutannya, Presiden berharap pers dapat menjadi pilar keempat demokrasi dengan menghadirkan informasi yang lebih jujur, akurat dan obyektif. "Selalu memberi tempat suara bagi masyarakat," ucap Presiden.


Tema Hari Pers Nasional Tahun 2016 ini, yaitu “Pers Yang Merdeka Mendorong Poros Maritim dan Pariwisata Nusantara”. Pada Puncak Peringatan HPN 2016 ini dihadiri oleh para menteri anggota Kabinet Kerja, Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Badrodin Haiti, pimpinan BUMN, Duta Besar negara sahabat, pemilik media dan pemimpin redaksi media nasional. (Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0