Membawa Spirit Pancasila, UU Cipta Kerja Wujudkan Kebijakan yang Berkeadilan Sosial
Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja gelar seminar umum yang bertemakan “Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kebijakan Ketenagakerjaan dan Kewirausahaan yang Berkeadilan Sosial” di Yogyakarta, 4 Juli 2024.
Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) Universitas Gadjah Mada, Agus Wahyudi, menyatakan bahwa UU Cipta Kerja mempunyai nilai-nilai yang sesuai dengan Pancasila yaitu menciptakan lapangan kerja yang fleksibel dan dinamis dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan sosial.
Foto: Humas Kemensetneg
“Dalam sektor kewirausahaan, UU Cipta Kerja juga memberikan kemudahan dalam perizinan berusaha dan insentif kepada UMKM, sehingga ini memudahkan mahasiswa dan para alumni untuk semakin semangat berusaha.” Jelas Agus.
Sejalan dengan hal tersebut, Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Arif Budimanta, menegaskan bahwa UU Cipta Kerja sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dapat dilihat dari pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang tersebut.
“Dasar pemikiran UU Cipta Kerja adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.” Jelas Arif.
Lebih lanjut, Arif menjelaskan bahwa pertimbangan awal pada saat diajukannya UU Cipta Kerja adalah dalam rangka agar warga Indonesia mendapatkan kehidupan yang layak.
“Dalam pasal 2 ayat 1 UU Cipta Kerja ini disusun berdasarkan prinsip-prinsip pemerataan hak, kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan, dan kemandirian.” Lanjut Arif.
Kemudian, Arif mengatakan bahwa perekonomian Indonesia ditopang oleh UMKM, sehingga seluruh kebijakan pemerintah dibuat dengan memperhatikan kemudahan dan kesejahteraan usaha mikro dan kecil tersebut.
Foto: Humas Kemensetneg
“Karena dalam 100 persen usaha yang ada di Indonesia, 99.99 persennya adalah UMKM. Sehingga dalam pasal 3 dijelaskan bahwa undang-undang ini dibentuk untuk tujuan menciptakan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan terhadap koperasi, usaha mikro kecil dan menengah.” Jelas Arif.
Arif pun meluruskan terkait istilah investor yang selalu disalahartikan oleh banyak orang. Menurut Arif, investor adalah satu kalimat yang sebenarnya netral, tidak menuju pada golongan atas dan besar, tetapi warga Indonesia yang bergerak di bidang usaha mikro itu pun juga investor bagi kemajuan perekonomian Indonesia.
“Selain investor, justru pelaku usaha mikro ini adalah inventor, karena mengkreasikan pekerjaan dan membangun ekosistem ekonomi.” Kata Arif.
Selanjutnya Arif menjelaskan UU Cipta Kerja dalam perspektif keadilan sosial yang tertuang dalam pasal 3 bahwa undang-undang ini menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
“Tujuannya pun sudah jelas yaitu dapat menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan antardaerah dalam kesatuan ekonomi nasional.” Ungkap Arif.
Kemudian, dalam hubungan industrial ketenagakerjaan, Kepala Seksi Pemasyarakatan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan, Lucky Mahadewi menjelaskan bahwa 7 prinsip hubungan industrial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
“7 prinsip ini yaitu kepentingan bersama, kemitraan yang menguntungkan, hubungan fungsional dan pembagian tugas, kekeluargaan, penciptaan ketenangan berusaha, peningkatan produktivitas, serta peningkatan kesejahteraan bersama. Prinsip ini yang harus dipegang oleh pengusaha, pekerja buruh, masyarakat, serta pemerintah.” Jelas Lucky.
Foto: Humas Kemensetneg
Selanjutnya dari sisi kewirausahaan, Direktur Deregulasi Penanaman Modal, Dendy Apriandi, menjelaskan bahwa semenjak adanya UU Cipta Kerja, penerbitan NIB melalui website OSS (Online Single Submission) hampir mencapai 10 juta NIB dengan 98% yang terbit adalah nomor induk milik UMKM.
“Dengan adanya OSS, bisa mendorong para pelaku usaha agar berani berusaha dan mendapatkan legalitas.” Jelas Dendy.
Lebih lanjut Dendy menegaskan bahwa reformasi struktural yang melahirkan UU Cipta Kerja ini justru menjadikan UMKM tuan rumah di negeri sendiri, karena mereka merupakan tulang punggung perekonomian negara.
“Adapun beberapa penyesuaian terkait dengan skala usaha dalam kriteria usaha. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mendorong umkm agar bisa naik kelas, serta dalam upaya pemberdayaan dan kemudahan.” Ungkap Dendy.
Foto: Humas Kemensetneg
Seminar umum ini dihadiri oleh 250 orang dari perwakilan dinas Provinsi DIY, akademisi, serta para pelaku usaha UMKM dan koperasi. (Humas Kemensetneg)