Mensesneg Minta Lembaga Pendidikan di Indonesia Fokus pada Pengembangan SDM

 
bagikan berita ke :

Jumat, 23 Agustus 2019
Di baca 8814 kali

Jumat (23/7), Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno menjadi pembicara pada progam tahunan Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) 2019 yang diadakan di Hotel Sultan Jakarta. Acara tersebut diselenggarakan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) dalam rangka mendorong terciptanya jaringan antara akademisi dalam dan luar negeri, transfer knowledge serta terkait semakin tumbuhnya budaya riset baik di perguruan tinggi maupun lembaga riset di Indonesia.


Dalam acara yang dibuka Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti, Mensesneg memberikan paparan pada seminar dengan tema “Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Iptek dan Dikti dalam mendukung Tata Kelola Pemerintah ke Depan”. Isu yang dikemukakan dalam seminar berkaitan dengan pentingnya pemenuhan kebutuhan pengetahuan tentang perencanaan dan pembangunan SDM dalam mendukung tata kelola pemerintahan di masa depan.


Pratikno menyampaikan harapannya untuk fokus terhadap pengembangan SDM pada lembaga pendidikan di Indonesia. Menurutnya, belajar dari sejarah itu diperlukan tetapi menghadapi emerging itu adalah kunci.





“Kita itu memang perlu belajar dari masa lalu tetapi tidak berarti harus meneruskan cara-cara masa lalu itu. Yang harus kita tanggapi itu adalah menghadapi the emerging. Bagaimana kita menghadapi the emerging challenges, the emerging opportunities, bagaimana kita meng-create atau mengisi the emerging jobs, dan bagaimana kita menyiapkan the emerging knowledges dan the emerging skills. Jadi, mempersiapkan ke depan ini jauh lebih penting,” ujar Pratikno dalam konteks dunia yang saat ini sudah terglobalisasi, dimana kedaulatan bukan memagari diri sendiri melainkan untuk memenangkan kompetisi (winning the global competition).


Dalam kuliah umum yang dipaparkan, Mensesneg mengingatkan statement yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo, “Lebih baik dari yang dulu itu tidak cukup. Yang penting sekarang ini adalah lebih baik dari yang lainnya”.


Mensesneg menjelaskan bahwa kinerja pemerintahan Indonesia diukur dari tahun lalu atau dari kemarin, padahal seharusnya Indonesia bisa lebih baik dari negara lainnya. Menurut Pratikno, hal tersebut merupakan challenges yang luar biasa di dalam tata kelola pemerintahan Indonesia yang belum benar-benar siap ke depan.


“Makanya, ketika kita melangkah menentukan sebuah strategi, kita tidak hanya menengok apa yang telah dilakukan kemarin tapi juga menengok apa yang dilakukan oleh musuh,” terang Pratikno.


Saat ini dunia dipenuhi dengan disrupsi. Di hadapan para cendekia, Mensesneg menyampaikan bahwa disrupsi itu more than radical change, lebih dari perubahan radikal. Disrupsi juga bisa membuat ketidakmungkinan menjadi mungkin, membuat kejayaan menjadi hancur dalam sekejap.


“Oleh karena itu kalau mau survive, we have to disrupt ourselves sebelum orang lain men-disrupt kita. Kita harus berani men-disrupt diri kita secara radikal sebelum orang lain memaksa kita (mati) di luar kendali kita,” kata Mensesneg menjelaskan bahwa Indonesia harus memiliki strategi sebagai bangsa agar me-redefine dengan situasi saat ini dan tidak selalu memakai cara-cara lama.
 





Sebagai statement proposisi, Pratikno  menerangkan bahwa setiap negara menghadapi peluang dan tantangan yang berbeda. “Belajar dari negara lain itu penting tetapi meniru itu tidak penting. Kita harus merumuskan untuk memperjuangkan kepentingan nasional kita, menyejahterakan rakyat kita. Oleh karena itu, strategi harus berubah sesuai tantangan dan peluang,” ujarnya.  


Menurut mantan Rektor Universitas Gajah Mada yang diminta mengisi seminar tentang tata kelola pemerintahan tersebut mengatakan, “Tata kelola tidak boleh mengungkung, tata kelola harus memberikan trust, tata kelola harus memungkinkan fire working (berjalan di atas bara api),” jelas Mensesneg.


Dalam dunia pendidikan, ia mengaitkannya dengan bonus demokrasi. Indonesia saat ini sedang menikmati potensi bonus demokrasi yang puncaknya di tahun 2020-2024 dimana usia produktif jauh lebih besar dari usia tidak produktif. Menurut Pratikno, bangsa Indonesia harus dapat memanfaatkan usia produktif tersebut secara maksimal karena kalau tidak, usia produktif akan menjadi beban sejarah bagi bangsa di masa depan. Sehingga tidak ada cara selain fokus dengan memanfaatkan bonus demografi.


Kehadiran Mensesneg dalam acara SCKD 2019 juga ikut mendorong peserta seminar untuk memahami pentingnya peranan SDM dalam perencanaan di sektor pendidikan tinggi. Seminar ini diharapkan dapat memelihara dan memperkuat kolaborasi juga kompetisi dosen dan peneliti serta meningkatkan daya saing bangsa melalui peran pendidikan tinggi. (DEW-Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0