Pendidikan di Wilayah Terpencil: Tantangan Pemerintah dalam Pemerataan Pendidikan di Indonesia
Foto: BPMI Setpres
Pendidikan tidak hanya memotori ilmu dan pengetahuan, melainkan juga sebagai pembentuk karakter seorang individu agar dapat menjadi pribadi yang bijaksana, dan sadar akan kemampuan potensi yang terdapat dalam dirinya. Menurut Maulido, et al (2024) pendidikan tidak sebatas memperkuat aspek kognitif tetapi juga aspek afektif dan spiritual dalam pembentukan individu secara menyeluruh. Selain itu, pendidikan juga merupakan salah satu bentuk fasilitas yang diberikan oleh negara terhadap warga negaranya.
Guna mencerdaskan kehidupan bangsa, negara memberikan hak pemenuhan pendidikan terhadap individu sebagai warga negara. Dengan demikian, terdapat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai jaminan dalam mendapatkan kesempatan pendidikan dengan kualitas pendidikan yang merata. Faktanya, hingga saat ini banyak wilayah terpencil di Indonesia belum mendapatkan kualitas pendidikan yang sama seperti layaknya pendidikan di kota-kota besar.
Faktor utama penyebab ketimpangan pendidikan berawal dari permasalahan yang mendasar yakni: Pertama, keterbatasan akses dan infrastruktur pendidikan memadai. Kedua, kondisi geografis antara pulau satu dengan pulau lainnya memiliki jarak tempuh yang lama, sering kali akses jalan yang ditempuh hanya dapat menggunakan jalur laut untuk sampai ke sekolah. Ketiga, hambatan sosial dan budaya seperti konstruksi sosial yang menganggap pendidikan bukan menjadi hal yang penting dan sebagainya. Keempat, keterbatasan guru. Kondisi ini, sering kali menjadikan tiga Mata Pelajaran (Mapel) yang berbeda diampu oleh guru yang sama dikarenakan jumlah guru dalam lingkungan sekolah tersebut tidak mencukupi. Kelima, guru dengan kualitas rendah. Fenomena guru yang pilah-pilih tempat mengajar acapkali dilakukan. Mayoritas guru kebanyakan mengajar di daerah perkotaan sementara sangat sedikit guru dengan sukarela mengajar di daerah terpencil. Hal ini menjadikan sumber daya guru yang cakap sering kali ditemukan di kota besar (Maulido et al, 2024; Rahmadi, 2020).
Setiap wilayah memiliki kebutuhan yang berbeda sesuai kondisi demografi, ekonomi, politik, sosial budaya dan geografis masing-masing wilayah. Kondisi demikian juga berlaku untuk wilayah Indonesia terpencil dan kurang berkembang di bandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional (read, wilayah 3T tertinggal, terdepan dan terluar). Di Indonesia, wilayah yang mengalami kasus serupa terjadi di perbatasan Entikong Sanggau Kalimantan Barat dan Pulau-Pulau kecil di wilayah Kepulauan Riau. Akses transportasi, listrik dan koneksi internet yang buruk menjadikan sulit meratanya kualitas pendidikan. Apalagi, Indonesia seringkali mengalami pergantian kurikulum yang menyesuaikan kebijakan Menteri pendidikan yang selalu berubah, dengan menyesuaikan kabinet Presiden Indonesia. Akibatnya, daerah terpencil sangat lambat dalam berkembang dan menyesuaikan kurikulum pendidikan yang baru (Tempo, 2023; Abduh et al, 2022).
Saat ini, kurikulum terbaru yang diimplementasikan di Indonesia adalah Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini dalam sistem pembelajaran yang semakin mengasah kompetensi murid dan kreativitas guru selaku tenaga pengajar. Sekolah negeri dan swasta di beberapa daerah sudah mulai merata menerapkan kurikulum yang menggunakan teknologi dalam setiap media pembelajarannya. Teknologi dan jaringan internet yang sengaja dirancang dalam sistem belajar-mengajar di kelas dan diterapkan dalam pengumpulan tugas menciptakan kebiasaan baru dalam pembelajaran (kemdikbud.go.id, 2024). Kondisi tersebut menjadikan wilayah terpencil belum mampu dalam menerapkan Kurikulum Merdeka lantaran kurangnya akses internet dan sumber daya guru yang cakap dalam menggunakan teknologi (Suroso, 2024).
Untuk menjawab tantangan tersebut, langkah strategis untuk mengatasi pendidikan di wilayah terpencil perlu dilakukan. Pertama, pendampingan dari sekolah penggerak agar dapat melakukan pendampingan terhadap sekolah di wilayah terpencil supaya dapat menularkan pengetahuan untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Kedua, peran pemerintah daerah setempat untuk dapat memperhatikan pendidikan di wilayah terpencil seperti memperbaiki jaringan internet dan memberbaiki infrastruktur di sekolah tersebut. Ketiga, memperbanyak jumlah guru yang berkualitas dan memiliki kompetensi untuk menunjang pemerataan di Indonesia.
Daftar Pustaka:
Abduh, Mohamad., Basiru, Andika, Angga., Narayana, Melly, Wulandari., Fauzi, Rohman. 2022. Potret Pendidikan di Daerah Terpencil Kampung Menceri Cigudeg Kabupaten Bogor. Jurnal Citizenship Virtues. 2 (1): 291-300.
Fauzia, Rafida. 2022. Kisah Anak-anak di Anambas, Seberangi Lautan untuk Tetap Sekolah. Diakses pada 22 Juli 2024. https://www.detik.com/edu/foto/d-6243269/kisah-anak-anak-di-anambas-seberangi-lautan-untuk-tetap-sekolah.
Kemdikbud.go.id. 2024. Kurikulum Merdeka. Diakses pada 22 Juli 2024. https://ditpsd.kemdikbud.go.id/hal/kurikulum-merdeka.
Maulido, Safiq., Karmijah, Popi., Rahmi, Vinanda. 2024. Upaya Meningkatkan Pendidikan Masyarakat di Daerah Terpencil. Jurnal Sadewa: Publikasi Ilmu Pendidikan, Pembelajaran dan Ilmu Sosial. 198-208.
Rahmadi, Imam, Fitri. 2020. Pendidikan di Daerah Kepulauan Terpencil: Potret Siswa, Guru, dan Sumber Belajar. Jurnal Pendidikan Edutama. 7 (1): 75-84.
Suroso, Edy. 2024. Daerah 3 T Terus Diupayakan Mendapat Akses Kurikulum Merdeka. Diakses pada 22 Juli 2024. https://www.rri.co.id/daerah/683298/daerah-3t-terus-diupayakan-mendapat-akses-kurikulum-merdeka.
Tempo. 2023. Mengatasi Ketimpangan Pendidikan di Daerah Tertinggal. Diakses pada 22 Juli 2024. https://koran.tempo.co/read/pendidikan/485061/ketimpangan-pendidikan-di-daerah-3t.
Penulis : Risky Ananda Putri
Profesi : Mahasiswa Magister Politik dan Pemerintahan dan Awardee Beasiswa Sustain CitRes UBB
Institusi: Universitas Gadjah Mada